Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan yang cukup banyak salah satunya adalah gangguan
jiwa. Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan - keadaan yang tidak
normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental
(Yosep, 2016 dalam Abidin & .,2020). Gangguan jiwa merupakan masalah
klinis dan sosial yang harus segera diatasi karena merupakan salah satu
bentuk penyimpangan prilaku. Gangguan atau masalah kesehatan jiwa
yang berupa proses pikir maupun gangguan persepsi sensori yang sering
terjadi adalah halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori
tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seseorang yang terjadi
pada keadaan sadar.(Erliyani et al., 2019)

Menurut WHO (World Health Organization) 2016, memperkirakan


terdapat 450 jiwa di seluruh dunia yang mengalami gangguan mental,
sebagian besar dialami oleh orang dewasa muda antara usia 18-21 tahun,
hal ini dikarenakan pada usia tersebut tingkat emosional masih belum
terkontrol. Di Indonesia sendiri prevalensi penduduk yang megalami
gangguan jiwa cukup tinggi, data WHO (2016) juga mengungkapkan
bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16% mengalami
gangguan jiwa. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, jumlah
penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa.

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di daerah khusus


ibukota Jakarta yaitu sebanyak 24,3% (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (2018), menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk,
dengan kata lain menunjukkan bahwa setiap 1000 orang terdapat 4 sampai
5 orang yang mengalami gangguan jiwa. Prevalensi gangguan jiwa di
Indonesia diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya
beban hidup yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. (Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2019)

Kementrian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan 7 dari 1000 rumah tangga di


Indonesia memiliki anggota dengan gangguan skizofernia, merujuk data riset
Kesehatan Dasar 2018. Angka ini melonjak tiga kali lipat dibandingkan lima
tahun lalu. Tabel 1.2 : Prevalensi Gangguan Jiwa Berat Menurut Provinsi
Indonesia (2018) NO Provinsi Gangguan Jiwa Berat (Psikosis/Skizofrenia) 2013
(%) 2018 (%). Kalimantan Selatan 1,4% Nasional terdapat 6,7 % penduduk
Indonesia yang mengalami gangguan mental berat ( Skizofernia). Prevalensi
tertinggi terdapat di Provinsi Jogjakarta dan Provinsi Bali, sedangkan yang
terendah di Provinsi Kepulauan Riau. Selain itu bagan diatas juga menunjukan
kalau ada 12 Provinsi yang mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat melebihi
angka Nasional (widyowati, 2020)

Berdasarkan data di RSJ sambang lihum di Ruang Tenang pria pada bulan
Januari sampai April 2018 kasus rawat inap terbanyak yaitu Halusinasi
sebanyak 286 kasus atau 38,70%, Perilaku kekerasan sebanyak 228 kasus
atau 30,85%, Resiko bunuh diri 136 kasus atau 18,40%, Defisit perawatan
diri sebanyak 65 kasus atau 8,80%, Isolasi sosial sebanyak 10 kasus atau
1,35%, Harga diri rendah sebanyak 8 kasus atau 1,08% dan Waham
sebanyaj 6 kasus atau 0,81%. (Ruang Tenang Pria RSJ Sambang Lihum
Tahun 2018).

Halusinasi adalah gangguan penerimaan pancaindra tanpa stimulasi


eksternal (halusinasi pendengaran , penglihatan, pengecapan, penciuman,
dan perabaan). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan mental
pada seseorang yang di tandai dengan perubahan sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan
atau penghiduan. orang tersebut merasakan stimulus yang sebenarnya
tidak ada ( Keliat, 2014 dalam Putri & Trimusarofah, 2018). Salah satu
halusinasi yang nyata dan sering ditemui adalah halusinasi pendengaran.
Halusinasi pendengaran merupakan suara yang tidak nyata. Halusinasi
pendengaran (auditory) adalah mendengar suara yang membicarakan,
mengejek, mentertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan
sesuatu yang berbahaya. Perilaku yang muncul adalah mengarahkan
telinga pada sumber suara, berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah
tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit, dan ada gerakan tangan
(Trimelia, 2011 dalam Abidin & ., 2020)

Halusinasi merupakan gejala yang paling banyak ditemukan pada pasien


skizofrenia. Tanda dan gejala pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi yaitu tersenyum atau tertawa sendiri, berbicara sendiri, respon yang
kurang tepat terhadap realita, melakukan gerakan mengikuti halusinasi, kurang
konsentrasi, kurang interaksi dengan orang lain dan bersikap seperti sedang
mendengarkan sesuatu (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016). Halusinasi memiliki
dampak yang membahayakan bila halusinasi yang didengar mengandung perintah
yang dapat membahayakan diri sendiri ataupun orang lain, seperti perintah bunuh
diri, melarikan diri, perintah memukul seseorang ataupun melakukan tindak
kriminal lainnya (Videbeck, 2011 dalam Larasaty & Hargiana, 2019).

Salah satu cara kontrol halusinasi adalah bercakap-cakap. Menurut


Dermawan & Rusdi (2013), bercakap-cakap merupakan salah satu yang
efektif untuk mengontrol halusinasi, yaitu dengan menganjurkan pasien
untuk bercakap-cakap dengan orang lain. Manfaat terapi ini adalah untuk
mencegah halusinasi timbul. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang
lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan orang lain tersebut (Yosep, 2010
dalam Wulandari et al., 2019)

Kenapa saya ingin mengambil kasus Halusinasi pendengaran karena


banyak masalah-masalah kejiwaan lebih serius yang dapat muncul
seperti penyakit Skizofrenia yang mana penyakit gangguan jiwa berat
yang mana penyakit tersebut dapat mengakibatkan penderitanya
mengalamai halusinasi,delusi dan gangguan tingkah laku berlebihan
yang sangat berbahaya pada seseorang terutama pada remaja. Atas
dasar fenomena di atas penulis tertarik mengangkat judul penerapan
strategi pelaksanaan 3 bercakap-cakap pada pasien halusinasi
pendengaran dengan melakukan kegiatan untuk membantu klien dalam
menangani masalah kesehatan yang dihadapi melalui penerapan asuhan
keperawatan jiwa.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada klien halusinasi
pendengaran?
1.2.2. Bagaimanakah penerapan strategi pelaksanaan 3 bercakap-cakap pada
klien halusinasi pendengaran?

1.3 Tujuan Umum


1.3.1. Penulis dapat memberikan asuhan keperawatan jiwa secara optimal
pada klien dengan halusinasi pendengaran
1.3.2. Penulis dapat memberikan penerapan strategi pelaksanaan 3
bercakap-cakap pada klien dengan halusinasi pendengaran

1.4 Tujuan Khusus


1.4.1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan halusinasi
pendengaran.
1.4.2. Mampu membuat analisa data dan merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran
1.4.3. Mampu mengidentifikasi rencana asuhan keperawatan pada klien
dengan halusinasi pendengaran
1.4.4. Mampu meimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada
klien dengan halusinasi pendengaran
1.4.5. Mampu melakukan evaluasi keperaweatan dengan halusinasi
pendengaran
1.4.6. Mampu menguraikan dan membahas hasil asuhan keperawatan
pada klien dengan halusinasi pendengaran berdasarkan teori-teori
pendukung
1.4.7. Mampu memberikan penerapan strategi pelaksanaan 3 bercakap-
cakap pda klien dengan halusinasi pendengaran

1.5 Manfaat Penulisan


1.5.1. Bagi pengmbangan ilmu dan teknologi keperawatan
Ilmu dan teknologi selalu berkembang, jadi harus menambah
keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan dalam
pemenuhan keutuhan klien dengan halusinasi pendengaran.
1.5.2. Bagi klien
Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien atau keluarga agar
kooperatif saat perawat memberikan semua tindakan khususnya
asuhan keperawatan dalam penanganan halusinasi pendengaran
1.5.3. Bagi rumah sakit
Menjadi referensi dan membantu memperkuat penegakan diagnosis
keperawatan, tujuan dan intervensi klien halusinasi berdasarkan
evidance based nursing practice.
1.5.4. Bagi institusi pendidikan
Menjadi landasan dalam peningkatan kemampuan klinis mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi
pendengaran
1.5.5. Bagi penulis
Menjadi pengalaman dalam mengaplikasikan evidace based nursing
practice dalam merawat klien dengan halusinasi pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai