Anda di halaman 1dari 45

REFERAT

KARSINOMA KOLON DAN ASPEK RADIOLOGISNYA

PEMBIMBING :

dr. Herman Sp.Rad

Disusun oleh :

Pita Mora Lesmana

406091058

KEPANITERAAN RADIOLOGI RS ROYAL TARUMA


22 FEBRUARI – 27 MARET 2010
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA 2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
dan bimbingan-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Radiologi di Fakultas Kedokteran
Tarumanagara yang dilakukan pada tanggal 12 Februari 2007 – 17 maret 2007 di Rumah Sakit
Sumber Waras dan Rumah Sakit Pluit.

Pada kesempatan ini, penulis juga hendak mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya, atas bantuan dari dosen pembimbing kami yaitu dr. Herman, Sp. Rad, dr. Linda Supardi,
Sp. Rad, dr. Sofia Utami, Sp. Rad baik berupa bimbingannya dan maupun berupa pinjaman buku-
buku sumber yang sangat membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Karsinoma Usus Besar (Colon) dan Aspek Radiologisnya.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan tentang
Karsinoma Usus Besar (Colon). Dengan menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar isi makalah ini
dapat menjadi lebih baik.

Jakarta, 18 Maret 2007

Pita Mora Lesmana


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN...............................................................................................................................1

BAB II

ANATOMI KOLON............................................................................................. ...........................3

BAB III

DEFINISI, ETIOLOGI, EPIDEMIOLOGI KARSINOMA KOLON.........................................5

BAB IV

PATOFISIOLOGI dan GAMBARAN KLINIS KARSINOMA COLON....................................8

BAB V

PENEGAKAN DIAGNOSA KARSINOMA KOLON..................................................................13

BAB VI

ASPEK RADIOLOGIS ....................................................................................................................17

BAB VII

PROGNOSA, PENATALAKSANAAN DAN THERAPY KARSINOMA KOLON................23

BAB VIII

SCREENING AN PENCEGAHAN.................................................................................................29

LAMPIRAN GAMBAR....................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................37
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang paling sering terjadi di
dunia. Di seluruh dunia 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal,
sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker.

Eropa sebagai salah satu negara maju dengan angka insiden kanker kolorektal yang tinggi.
Pada tahun 2004 terdapat 2.886.800 insiden dan 1.711.000 kematian karena kanker, kanker
kolorektal menduduki peringkat kedua pada angka insiden dan mortalitas.

Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang
terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari
semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di
Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000
penduduk.

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang
mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara
maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan
pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal
yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang
berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di
Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada
wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan
hanya sekitar 50% yang berada pada kolon rektosigmoid.

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid. Keluhan pasien
karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari lesi yang
berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia
dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa
perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.

Gambaran histologi merupakan faktor penting dalam hal penanganan dan prognosis dari
kanker. Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah tipe adenocarcinoma
(90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%), signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma
(0,1-3%).

Prof. K.L. Goh dari departement of medicine University of Malaysia mengatakan bahwa
masyarakat di Asia telah mengikuti pola penyakit gastrointestinal yang muncul pada
masyarakat di negara Barat beberapa dekade yang lalu, hal ini dikarenakan adanya perubahan
pada kondisi sosial ekonomi. Perubahan sosial ekonomi tersebut membawa dua dampak yaitu
perubahan gaya hidup dari masyarakat serta peningkatan usia harapan hidup akibat kemajuan
pembangunan.

Perubahan gaya hidup yang diasosiasikan dengan masalah kesehatan adalah diet, merokok,
gaya hidup yang sedentari serta obesitas. Peningkatan usia harapan hidup yang ada beserta
populasi Indonesia yang menduduki peringkat 4 dunia akan menjadikan Indonesia pada tahun
1990-2025 akan mempunyai jumlah usia lanjut paling tinggi di dunia.

Jika dilihat dari sudut pandang epidemiologi ada 2 faktor yang menyebabkan suatu penyakit
menjadi suatu masalah kesehatan yang penting. Yang pertama adalah frekuensi, ini berkaitan
dengan tingginya insiden atau prevalensi, termasuk penyakit yang potensial akan meninggi
dalam tingkat insidensi. Adanya faktor- faktor gaya hidup dan populasi diatas memungkinkan
kanker kolorektal dimasa yang akan datang potensial meninggi dalam hal insidensi. Yang
kedua adalah derajat keparahan atau tingginya mortalitas. Dari data didapatkan 50 persen
penderita kanker kolorektal meninggal dikarenakan penyakit ini.1 Hal ini disebabkan karena
pada stadium awal seringkali tidak menunjukkan gejala, sehingga pasien baru datang setelah
ada gejala yang biasanya sudah pada stadium akhir, yang menyebabkan penanganan kuratif
sudah tidak dapat dilakukan lagi.
BAB II

ANATOMI COLON

Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai
dengan rektum berasal dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga
pita yang disebut tenia yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat –
lipat dan membentuk sakulus, yang disebut haustra. Kolon transversum dan kolon
sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesenterium. Dalam
perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon
kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang lengkap. Keadaan ini memudahkan
terjadinya putaran atau volvolus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan
mesenterium panjang pada kolon simoid dengan radiksnya yang sempit. Batas antara kolon
dan rektum tampak jelas karena pada rektum ketiga tenia tidak tampak lagi. Batas ini terletak
dibawah ketinggian promontorium, kira – kira 15 cm dari anus. Pertemuan ketiga tenia di
daerah sekum menunjukkan pangkal apendiks bila apendiks tidak jelas karena perlengketan.

Sekum kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum di perdarahi oleh cabang a.
mesenterika superior yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra dan a. koloka media. kolon
transversum bagian kiri, kolon desenden, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum didarahi
oleh a. Mesenterika inferior melalui a. kolika sinistra, a. sigmoid, dan a. hemoroidalis
superior. Pembuluh vena kolon berjalam paralel dengan arterinya. Aliran darah vena
disalurkan melalui v. mesenterika superior untuk kolon ascenden dan kolon transversum, dan
melalui v. mesenterika inferior untuk kolon desenden, sigmoid dan rektum. Keduanya
bermuara kedalam v. porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari
kanaalis analis menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan
rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di
hati. Pada atas rektum dan anus terdapat banyak kolaretal arteri dan vena melalui peredaran
hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui sehubungan
dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon.
Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon
belum mencapai muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis
dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regonal mesenterium dan retrroperitoneal pada a.
kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di regio inguinalis.

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. Splanknikus dan pleksus
presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. Vagus.

Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian
kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada bagian kolon kanan yang berasal usus tangah terasa
mula – mula pada epigastrium atau diatas pusat. Nyeri pada apendisitis akut mula – mula
terasa pada epigastrium, kemudian berpindah kebagian perut kanan bawah. Nyeri dari lesi
pada kolon desenden atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula – mula di
hipogastrium atau dibawah pusat.
BAB III

DEFINISI, ETIOLOGI, EPIDEMIOLOGI KARSINOMA KOLON

Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu
bentuk keganasan yang terjadi pada caecum, kolon, dan rectum. Di negara maju, kanker ini
menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab kematian yang
utama di dunia barat. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak
ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh
sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali
pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi
dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang
dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar.

Faktor Resiko
Penyebab pasti kanker kolorektal masih belum diketahui, tetapi kemungkinan besar
disebabkan oleh:

 Cara diet yang salah, diet makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewani) dan
rendah kalsium, folat dan rendah serat, jarang konsumsi sayuran dan buah-buahan,
sering mengkonsumsi alkohol
 Obesitas/kegemukan
 Pernah terkena kanker kolorektal sebelumnya
 Kelainan genetik. Bentuk paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan
kanker ini adalah perubahan pada gen hereditary nonpolyposis colon cancer
(HNPCC).
 Pernah memiliki polip di usus
 Umur (resiko meningkat pada usia diatas 50 tahun)
 Jarang melakukan aktifitas fisik
 Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang menyebabkan
inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama, akan meningkatkan
resiko terserang kanker kolorektal.
Untuk menemukannya diperlukan suatu tindakan yang disebut sebagai kolonoskopi,
sedangkan untuk terapinya adalah melalui pembedahan diikuti kemoterapi.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia
lebih dari 50 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami
kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi
telah terjadi pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun,
sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah
tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat
diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di
bawah lima tahun adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan
adanya metastase. Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari
bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau
perdarahan rektal.
Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais (RSKD)
didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah adenocarcinoma
[diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang
adalah musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Jika dari hasil
penelitian di RSKD didapatkan bahwa frekuensi terbanyak adalah adenocarcinoma dengan
derajat differensiasi sedang (38,80%), maka lain halnya dengan penelitian yang dilakukan
oleh Soeripto et al di Jogjakarta pada tahun 2001 yang mendapati frekuensi derajat
differensiasi kanker kolorektal banyak didominasi oleh derajat differensiasi baik. 14 Perbedaan
pola demografik dan klinis yang berhubungan dengan tipe histopatologis akan sangat
membantu untuk studi epidemiologi, laboratorium dan klinis di masa yang akan datang.
BAB IV
PATOFISIOLOGI dan GAMBARAN KLINIS KARSINOMA COLON

Hampir semua tumor ganas usus besar merupakan adenocarcinoma. Selebihnya ialah
karsinoma planoselular (squamous carcinoma) tumor ini hanya terbatas pada daerah anus dan
merupakan penonjolan yang berbentuk seperti kembang kol serta dapar bertukak.
Tumbuhnya invasi secara lokal, tetapi dapat mengadakan penyebarab getah bening inguinal.
Histologik dapat dibentuk carcinoma planoselular dengan bertandukan atau tanpa
pertandukkan.

Melanocarsinoma juga terbatas pada anus. Dapat berasal dari nevus, tetapi jarang ditemukan.

Ada beberapa perbedaan antara frekuensi dan sifat pertumbuhan tumor ganas antara colon
kiri ( descendens) dan colon kanan (ascendens):

- Tumor ganas lebih banyak ditemukan pada kolon kiri (kira-kira 2/3), di bagian kiri ini
paling banyak pada rektum, lalu sigmoid, lalu kolon descendens dan bagian kiri kolon
transversum.
- Tumor ganas di sebelah kiri tumbuhnya infiltrat/invasif ke dalam dinding usus di
antara lapisan-lapisannya melingkari seluruh circumferentia, hingga menimbulkan
penyempitan (stenosis) dengan gejala-gejala obstruksi
- Tumor ganas di sebelah kanan ( kira-kira 1/3) pada caecum 10%, tumbuhnya
bertonjol-tonjol seperti kembang kol ke dalam rongga usus, tetapi jarang
menyebabkan penyumbatan.
- Pada kedua jenis ini sering ditemukan tukak, terutama pada tingkat lanjut.

Secara makroskopik terdapat empat tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :

1. Tipe Polipoid atau Vegetatif


Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan terutama
di sekum dan kolon ascenden. Tipe ini merupakan pertumbuhan yang berasal dari
papiloma simpel atau adenoma.

2. Tipe Skirous (Scirrhous)


Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama
ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum. Disini terjadi reaksi fibrous sangat
banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang keras serta melingkari dinding kolon
sehingga terjadi konstriksi kolon untuk membentuk napkin ring.

3. Tipe Ulseratif
Terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut
sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

4. Tipe Nodular
Adalah suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen, dengan permukaan
yang nodular. Biasanya tak bertangkai dan meluas kedinding kolon. Sering juga
terjadi ulserasi, dengan dasar ulkus yang nekrotik tepi yang menaik, mengalami
indurasi dan nodular. Didaerah sekum, bentuk tumor ini mungkin tumbuh menjadi
suatu massa yang besar, tumbuh menjadi fungifoid atau ensefaloid. Permukaan ulkus
akan mengeluarkan pus dan darah.

Tanda – tanda ganas adalah :

- Bertumpuknya sel sel selaput lendir hingga berlapis lapis dan menunjukan
variasi besar kecil, bentuk dan kedudukan yang tidak teratur lagi serta
kehilangan kapasitas untuk membentuk lendir (mucin). Bentuk ini juga tidak
teratur dan hipercromatik
- Terbentuknya susunan kelenjar yang abnormal atau atipik
- Invasi kelompok – kelompok sel tumor ke jaringan sekitar atau kedalam poros
jaringan ikat
- Mitosis banyak

Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan gambaran histologik


dibagi menurut klasifikasi dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi
karsinoma di dinding usus.
Table 1. TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM Stage Modified Dukes Stage Description

T1 N0 M0 A Limited to submucosa

T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Transmural extension

T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes

T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes

T4 C2 Invasion of adjacent organs

Any T M1 D Distant metastases

Stage Description

T1 Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall

T2 Thickened colonic wall >6 mm; no periodic extension

T3a Thickened colonic wall plus invasion of adjacent muscle or organs

T3b Thickened colonic wall plus invasion of pelvic side wall or abdominal wall

T4 Distant metastases, usually liver, lung, or adrenal glands

Tabel 3. Letak Keganasan Kolorektal

Letak Persentase
Sekum dan kolon ascenden 10
Kolon transversum termasuk fleksura hepar dan lien 10
Kolon descendens
5
Rektosigmoid 75
Tabel . Klasifikasi Karsinoma Kolon dan Rektum (Dukes)

Dukes Dalamnya infiltrasi Prognosis hidup


setelah 5 tahun
A Terbatas di mukosa usus 97 %
B Menembus muskularis mukosa 80 %
C Metastasis kelenjar limfe
C1 Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer 65 %
C2 Dalam kelenjar limfe jauh 35 %
D Metastasis jauh <5%

GAMBARAN KLINIS

Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kiri sering bersifat
skirotik, sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah
menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga
tidak ada faktor obstruksi.

Gejala dan tanda dini karsinoma kolon rektal tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul
karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat penyebaran.

Karsinoma kolon dan rektum menyebabkan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi
dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti kotoran kambing,
atau lebih cair disertai darah dan lendir. Tenesmi merupakan gejala yang sering didapat pada
karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami demikian juga nyeri di daerah pangggul berupa
tanda penyakit lanjut. Bila pada obstruksi penderita flatus terasa lega di perut.

Gambaran klinik tumor sekum dan kolon ascenden tidak khas. Dispepsi, kelemahan umum,
penurunan berat badan dan anemia merupakan gejala umum, karena itu sering penderita dalam
keadaan menyedihkan. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang
dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus
belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus sedangkan dari kolon kanan dari
epigastrium.

Tabel 5. Gambaran Klinik Karsinoma Kolorektal Lanjut

Kolon Kiri Kolon kanan Rektum

Aspek Klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Tenesma


Defekasi Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus
menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang

Darah pada feses Okul Okul atau Makroskopik


makroskopik

Feses Normal (atau diare) Normal Perubahan bentuk

Dispepsi Sering Jarang Jarang

Keadaan Umum Hampir selalu Lambat Lambat

Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

BAB V

PENEGAKAN DIAGNOSA KARSINOMA KOLON

Diagnosis
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok
dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis
ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada
jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih serta hati
dan paru untuk metastasis

Pemeriksaan

Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukan
keadaan sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada masa di bagian lain
kolon. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan
rektosigmoidoskopi. Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain ialah foto dada
dan foto kolon (barium enema).

Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat adanya tidaknya metastasis
kanker ke paru, juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan. Barium enema sebaiknya
menggunakan kontras ganda, dan usahakan melakukan pemotretan pada berbagai posisi bila
di temukan kelainan. Pada foto kolon dengan barium dapat terlihat suatu filling defect pada
suatu tempat atau suatu srtiktura.

DETEKSI DINI

Deteksi dini berupa skrining untuk mengetahui kanker kolorektal sebelum timbul gejala dapat
membantu dokter menemukan polyp dan kanker pada stadium dini. Bila polyp ditemukan
dan segera diangkat, maka akan dapat mencegah terjadinya kanker kolorektal.

Begitu juga pengobatan pada kanker kolorektal akan lebih efektif bila dilakukan pada
stadium dini. Untuk menemukan polyp atau kanker kolorektal dianjurkan melakukan deteksi
dini atau skrining pada orang diatas usia 50 tahun, atau dibawah usia 50 tahun namun
memiliki faktor resiko yang tinggi untuk terkena kanker kolorektal seperti yang sudah
disebutkan diatas.

Tes skrining yang diperlukan adalah

1. Fecal Occult Blood Test ( FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan
pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah tes
untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana
sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan
pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam
tinja.
2. Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel seperti
kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong.
Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat
ini dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga
dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan adanya polyp,
dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi,
kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya
dan jenis keganasannya.
3. Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih
panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan diperiksa. Alat
yang digunakan adalah colonoscope.
4. Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar rontgen
(sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan barium dan
udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto. Seluruh lapisan dinding
dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan.
5. Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh
semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat
lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan
pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui
dengan pemeriksaan ini.

GEJALA

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah
yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum,
kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika
inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker kolon
sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal
berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan,
dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit
kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer.
Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan dan symptomatic anemia
(menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan). Tumor yang berada pada
kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan
respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri
yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.

Gejala Subakut

Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan perubahan pada pola buang
air besar (meskipun besar). Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare.
Pasien mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor
seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan darah
dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Ketika seorang
wanita post menopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka
kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus dilakukan.
Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat intermitten, hasil negatif
dari tes occult blood tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit
perut bagian bawah biasanya berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang
mereda setelah buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola
buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air
besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam. Meskipun
kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat menjadi tempat utama intususepsi, sehingga
jika ditemukan orang dewasa yang mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan
intususepsi, kolonoskopi dan double kontras barium enema harus dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan kanker kolon.

Gejala akut

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan
pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah
kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah
sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan
penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau
buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat
terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan
menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal
ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika
urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.
Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan
hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Metastase

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat direseksi.
Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar,
cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak
sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior,
maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda
dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase kanker
kolon pertama kali paling sering di hepar.

BAB VI

ASPEK RADIOLOGIK

Gambaran Radiologik Colon Normal


Pada radiografi akan terlihat bangunan haustrae sepanjang colon. Mulai dari distal kolon
descenden sampai sigmoid, haustrae semakin tampak berkurang. Dalam keadaan normal
garis-garis haustrae haruslah dapat diikuti dengan jelas dan berkesinambungan.

Kaliber kolon berubah secara perlahan, mulai dari caecum (+/- 8,5 cm) sampai sigmoid (+/-
2,5 cm). Panjang kolon sangat bervariasi tiap individu, berkisar antara 91-125 cm, bahkan
lebih.

Mukosa kolon terlihat sebagai garis-garis tipis halus, melingkar secara teratur yang
dinamakan linea innominata

Usus kecil berakhir di ileum terminal dan memasuki kolon di daerah yang di sebut regio
iliosekal. Terkadang terlihat penonjolan muaranya di dalam caecum yang sering diduga
sebagai polip.

Caecum sendiri terletak di bawah regio tersebut sepanjang +/- 6,5 cm dan lebar +/- 8,5 cm.
Normal caecum menunjukkan kontur yang rata dan licin. Apendiks merupakan saluran mirip
umbai cacing dengan panjang antara 2,5-22,5 cm. Kadang terlihat penonjolan muaranya ke
dalam lumen caecum.

Kolon ascenden dimulai proksimal regio iliosekal sampai mencapai fleksura hepatika. Kolon
tranversum merupakan bagian yang bebas bergerak ( mobil), melintasi abdomen dengan
fleksura hepatika sampai fleksura lienalis.

Kolon descenden dimulai dari fleksura lienalis ke arah bawah sampai persambungannya
dengan sigmoid. Batas yang tegas antara kolon descenden dengan sigmoid sukar ditentukan,
namun krista iliaka mungkin dapat dianggap sebagai batas peralihannya.

Sigmoid merupakan bagian kolon yang panjang dan berkelok-kelok, berbentuk huruf S.
Bentuknya yang demikian itu seringkali menyukarkan penilaian radiografik proyeksi antero-
posterior. Proyeksi oblik dan lateral merupakan cara terbaik untuk mengatasinya

Rektum dimulai setinggi S3, lumennya berbentuk fusiform, dan bagian tengahnya disebut
sebagai ampula dinding posteriornya mengikuti kelengkungan sakrum.

RADIOLOGIS KARSINOMA KOLON


Karsinoma usus besar biasanya type anular dan enema barium tampak sebagai
penyempitan lesi setempat, memperlihatkan secara khas kelainan bentuk “cincin napkin”
jarang terdapat karsinoma ensefaloid, namun dalam caecum carsinoma dapat muncul sebagai
filling.

Filling defect yang besar dan tidak teratur sangat penting untuk menyadari bahwa
enema barium dapat dengan mudah meluputkan suatu karsinoma pada rektum dimana lesi
tidak jelas dalam ruangan yang melebar yang berisi barium. Karsinoma rektum harus di
diagnosa dengan permeriksaan tangan atau proktoskopi. Meskipun demikian, kebanyakan
ahli radiologi yang berpengalaman telah banyak menemukan kasus – kasus dengan enema
barium yang luput oleh dokter yang mengkonsultasi karena pemeriksaan yang tidak
memadai.

Karsinoma kolon secara radiologik memberikan gambaran sebagai berikut :

1. Penonjolan ke dalam lumen (Protuded lesion)


Bentuk klasik seperti ini adalah polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) atau tak
bertangkai (sessile). Dinding kolon sering kali masih baik.

2. Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity)


Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen kolon sempit
dan ireguler. Hal ini sulit dibedakan dengan kolitis Crohn.

3. Kekakuan dinding kolon (rigidity colonic wall)


bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik. Lumen kolon dapat / tidak
menyempit. Bentuk ini sukar dibedakan dengan kolitis ulseratif.

Barium enema

Tehnik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema
(gambar 2.12), yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran
>1 cm. Tehnik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara
yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat
mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien
yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan
perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema. Barium
peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan berbagai
infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat
menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon.

Endoskopi

Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3% dari pasien
mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip premaligna.

Proktosigmoidoskopi

Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi akut angulasi dari
rektosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya instrumen. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi 20-25% dari kanker kolon. Rigid proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk
digunakan sebagai evaluasi seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika
digunakan bersama sama dengan occult blood test.

Flexible Sigmoidoskopi

Flexible sigmoidoscopi dapat menjangkau 60 cm kedalam lumen kolon dan dapat mencapai
bagian proksimal dari kolon kiri. Lima puluh persen dari kanker kolon dapat terdeteksi
dengan menggunakan alat ini. Flexible sigmoidoscopi tidak dianjurkan digunakan untuk
indikasi terapeutik polipektomi, kauterisasi dan semacamnya; kecuali pada keadaan khusus,
seperti pada ileorektal anastomosis. Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur
50 tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang yang
asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah untuk menderita kanker kolon.
Sebuah polip adenomatous yang ditemukan pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi
untuk dilakukannya kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di
distal kolon biasanya berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal pada 6-10%
pasien.

Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan
rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi
merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang
dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada
barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Sebuah kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.
Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan,
komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi
merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory
bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon
non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi
terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi
diagnostik.

Imaging Tehnik
MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging yang digunakan
untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan
merupakan screening tes.

1. CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan
bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ
lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan
nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai
55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya
dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat
mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan
mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien. Penggunaan CT
dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan
daerah intraperitoneal.

2 MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada
klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya
yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis
ke hepar.

3 Endoskopi UltraSound (EUS)

EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman invasi tumor,
terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60%
untuk digital rektal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk
melihat adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas tumor
seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi pembedahan dan menentukan
pasien yang telah mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi
dari kelenjar limfa perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS.
BAB VII

PROGNOSA , PENATALAKSANAAN DAN THERAPY

KARSINOMA KOLON
Prognosis

Stage merupakan faktor prognosis yang paling penting, 5-years survival rate ditunjukkan
pada tabel 2.4. Grade histologi secara signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping
stadium. Pasien dengan well differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year
survival yang lebih baik dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4).

Lokasi kanker terlihat sebagai faktor prognostik yang independen. Pada stage yang sama
pasien dengan tumor yang berada di rektum mempunyai prognosa yang lebih buruk bila
dibandingkan dengan tumor yang berada di kolon.

Tabel 2.4. MAC : Modified Astler Coller

Dan tumor yang berada pada kolon transversal dan kolon descendens mempunyai prognosa
yang lebih buruk bila dibandingkan dengan tumor yang berada pada kolon ascendens dan
kolon rektosigmoid. Pasien yang menderita obstruksi atau perforasi mempunyai prognosa
lebih buruk bila dibandingkan dengan pasien yang tanpa keadaan ini. Prognosa pasien yang
kehilangan allelic pada kromosom 18q secara signifikan lebih buruk daripada pasien yang
tidak kehilangan allelic pada kromosom 18q. Survival pasien dengan stage II(B) yang tidak
kehilangan allelic pada kromosom 18q sama dengan pasien stage I(A), tetapi jika terdapat
kehilangan allelic pada kromosom 18q maka tingkat survival sama dengan pasien stage
III(C). Pemeriksaan pada kromosom 18q ini telah terbukti sangat membantu dalam
menyeleksi pasien stage II(B) untuk adjuvant terapi atau pasien stage III(C) dengan prognosa
yang lebih baik untuk menghindarkan efek toksisitas dan pengeluaran biaya adjuvant terapi.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada karsinoma kolon tergantung pada stadium kanker. Karsinoma


kolorektal pada stadium awal dapat disembuhkan. Karsinoma kolorektal yang terdeteksi pada
stadium akhir (ketika sudah terjadi metastasis), hal tersebut sukar untuk disembuhkan.

Operasi merupakan terapi primer apabila kemoterapi atau radioterapi tidak dapat memberikan
hasil.

Operasi

Operasi dapat dikategorikan ke dalam terapi curative, paliative, bypass, fecal diversion atau
open – close surgery.

Terapi operasi curative dapat dilakukan bila lokasi tumor diketahui :

- kanker stadium dapat berkembang menjadi polip biasanya dapat membuang


polipnya sewaktu dilakukan kolonoskopi

- pada stadium lanjut untuk terapi, biasanya dibutuhkan operasi untuk


membuang sebagian kolon dengan mengambil jaringan yang masih
sehat.Reseksi mesenterium dan nodus limfatikus yang radikal untuk
memperkecil kemungkinan rekuren.

- Curative surgery on rectal cancer includes total mesorectal excision (anterior


resection) or abdominoperineal excision.

Dalam kasus multiple metastasis, reseksi paliative bertujuan untuk menurunkan angka
kematian yang disebabkan karena perdarahan dari tumor, invasi dan efek katabolik.
Pembuangan sebagian hati yang sudah mengalami metastasis, umumnya di terapi dengan
kemoterapi

Jika tumor telah mengenai organ vital disekitarnya akan membuat operasi eksisi sanggat sulit
sehingga dokter bedah lebih sering melakukan by – pass tumor (ileotransverse bypass) atau
melakukan fecal diversion di proksimal dengan membuat lubang.
Pada kasus terburuk adalah dengan operasi yang hanya membuka kemudian di tutup
kembali. Tanpa dilakukan tindakan apapun karena kanker sudah menyebar ke usus kecil
semua tindakan lebih banyak kerugian daripada keuntungannya.

Laparoscopic-assisted colectomy merupakan teknik minimally-invasive yang dapat


mengurangi lebarnya incisi, mengurangi infeksi dan mengurangi post-operative pain.

Deegan beberapa prosedur dalam operas kanker kolorektal, dapat terjadi komplikasi, antara
lain :

 wound infection
 anastomosis breakdown, leading to abscess or fistula formation, and/or peritonitis
 bleeding with or without hematoma formation
 adhesions resulting in bowel obstruction (especially small bowel)
 blind loop syndrome as in bypass surgery.
 adjacent organ injury; most commonly to the small intestine, ureters, spleen, or bladder

Chemotherapy

Kemoterapi dapat mengurangi metastasis ke organ lain, memperkecil ukuran tumor dan
memperlambat pertumbuhan tumor.

 Adjuvant (after surgery) chemotherapy. One regimen involves the combination of infusional
5-fluorouracil, leucovorin, and oxaliplatin (FOLFOX)
o 5-fluorouracil (5-FU) or Capecitabine (Xeloda®)
o Leucovorin (LV, Folinic Acid)
o Oxaliplatin (Eloxatin®)

 Chemotherapy for metastatic disease. Commonly used first line chemotherapy regimens
involve the combination of infusional 5-fluorouracil, leucovorin, and oxaliplatin (FOLFOX)
with bevacizumab or infusional 5-fluorouracil, leucovorin, and irinotecan (FOLFIRI) with
bevacizumab
o 5-fluorouracil (5-FU) or Capecitabine
o Leucovorin (LV, Folinic Acid)
o Irinotecan (Camptosar®)
o Oxaliplatin (Eloxatin®)
o Bevacizumab (Avastin®)
o Cetuximab (Erbitux®)

 In clinical trials for treated/untreated metastatic disease.


o Bortezomib (Velcade®)
o Panitumumab (Vectibix)
o Oblimersen (Genasense®, G3139)
o Gefitinib and Erlotinib (Tarceva®)
o Topotecan (Hycamtin®)

Radiation therapy

Radiotherapy is not used routinely in colorectal cancer, as it could lead to radiation enteritis,
and is difficult to target specific portions of the colon. Indications included:

 Colon cancer
o pain relief and palliation - targeted at metastatic tumor deposits if they compress
vital structures and/or cause pain.
 Rectal cancer
o neoadjuvant - downgrade the tumor to increase resectability
o adjuvant - where a tumor perforates the colon as judged by the surgeon or the
pathologist (Dukes C tumour), guided by surgical clips
o palliative - kill tumor tissue when surgery is not indicated

Sometimes chemotherapy agents are used to increase the effectiveness of radiation by


sensitizing tumor cells if present.

Immunotherapy

Bacillus Calmette-Guérin (BCG) is being investigated as an adjuvant mixed with


autologous tumor cells in immunotherapy for colorectal cancer.

Vaccine

In November 2006, it was announced that a vaccine had been developed and tested with very
promising results.(See [5]) The new vaccine, called TroVax, works in a totally different way
to existing treatments by harnessing the patient's own immune system to fight the disease.
Experts say this suggests that gene therapy vaccines could prove an effective treatment for a
whole range of cancers. Oxford BioMedica[6] is the company behind the vaccine; it's a
British company established as a spin-out from Oxford University and specialises in the
development of gene-based treatments. Further vaccine trials are underway.

Jangka Panjang

Terdapat beberapa kontroversi tentang frekuensi pemeriksaan follow up untuk rekurensi


tumor pada pasien yang telah ditangani dengan kanker kolon. Beberapa tenaga kesehatan
telah menggunakan pendekatan nihilistic (karena prognosis sangat jelek jika terdeteksi
adanya rekurensi dari kanker). Sekitar 70% rekurensi dari kanker terdeteksi dalam jangka
waktu 2 tahun, dan 90% terdeteksi dalam waktu 4 tahun. Pasien yang telah ditangani dari
kanker kolon mempunyai insiden yang tinggi dari metachronous kanker kolon. Deteksi dini
dan penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini dapat meningkatkan prognosa. Evaluasi
follow up termasuk pemeriksaan fisik, sigmoidoskopi, kolonoskopi, tes fungsi hati, CEA,
foto polos thorax, barium enema, liver scan, MRI, dan CT scan.19 Tingginya nilai CEA
preoperatif biasanya akan kembali normal antara 6 minggu setelah pembedahan.2

1. Evaluasi klinik

Selama 5 tahun setelah tindakan pembedahan, target utama follow up adalah untuk
mendeteksi tumor primer baru. Beberapa pasien kanker kolorektal membentuk satu atau
beberapa tempat metastasis di hepar, paru-paru, atau tempat anastomosis dimana tumor
primer telah diangkat.2

2. Rontgen

Foto rontgen terlihat sama baiknya bila dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi
rekurensi.

3. Kolonoskopi
Pasien yang mempunyai lesi obstruksi pada kolonnya harus melakukan kolonoskopi 3 sampai
6 bulan setelah pembedahan, untuk meyakinkan tidak adanya neoplasma yang tertinggal di
kolon. Tujuan dilakukannya endoskopi adalah untuk mendeteksi adanya metachronous
tumor, suture line rekurensi atau kolorektal adenoma. Jika obstruksi tidak ada maka
kolonoskopi dilakukan pada satu sampai tiga tahun setelah pembedahan, jika negatif maka
endoskopi dilakukan lagi dengan interval 2-3 tahun.

4. CEA

Meningkatnya nilai CEA menandakan diperlukannya pemeriksaaan lebih jauh untuk


mengidentifikasi tempat rekurensi, dan biasanya sangat membantu dalam mengidentifikasi
metastasis ke hepar. Jika dicurigai adanya metastasis ke pelvis, maka MRI lebih membantu
diagnosa daripada CT scan.

BAB VIII
SCREENING DAN PENCEGAHAN

Screening

National Cancer Institute (NCI), American College of Surgeons, American College of


Physicians, dan American Cancer Society merekomendasikan pada pasien asymptomatic
yang berumur 50 tahun atau lebih untuk dilakukan pemeriksaan sigmoidoskopi setiap 3
sampai 5 tahun. Screening dengan menggunakan kolonoskopi juga direkomendasikan untuk
seseorang dengan risiko sedang setiap 10 tahun. Screening kolonoskopi pada seseorang yang
mempunyai risiko tinggi dengan riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal tetapi
tidak ada bukti yang jelas dari FAP atau HNPCC harus mulai screening pada saat umur 40
tahun.

Pencegahan

1. Endoskopi

Sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan mengangkat polip dan


menurunkan insiden dari pada kanker kolorektal pada pasien yang menjalani kolonoskopi
polipektomi. Bagaimanapun juga belum ada penelitian prospektif randomized clinical trial
yang menunjukan bahwa sigmoidoskopi efektif untuk mencegah kematian akibat kanker
kolorektal, meskipun penelitian trial untuk tes ini sedang dalam proses. Adanya polip pada
rektosigmoid dihubungkan dengan polip yang berada diluar jangkauan sigmoidoskopi,
sehingga pemeriksaan kolonoskopi harus dilakukan.

2. Diet

Peningkatan dari diet serat menurunkan insiden dari kanker pada pasien yang mempunyai
diet tinggi lemak. Diet rendah lemak telah dijabarkan mempunyai efek proteksi yang lebih
baik daripada diet tanpa lemak. The National Research Council telah merekomendasikan pola
diet pada tahun 1982. Rekomendasi ini diantaranya : (a) menurunkan lemak total dari 40 ke
30% dari total kalori, (b) meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat, (c)
membatasi makanan yang diasinkan, diawetkan dan diasapkan, (d) membatasi makanan yang
mengandung bahan pengawet, (e) mengurangi konsumsi alkohol.
3. Non Steroid Anti Inflammation Drug

Penelitian pada pasien familial poliposis dengan menggunakan NSAID sulindac dosis 150
mg secara signifikan menurunkan rata-rata jumlah dan diameter dari polip bila dibandingkan
dengan pasien yang diberi plasebo. Ukuran dan jumlah dari polip bagaimanapun juga tetap
meningkat tiga bulan setelah perlakuan dihentikan. Data lebih jauh menunjukkan bahwa
aspirin mengurangi formasi, ukuran dan jumlah dari polip; dan menurunkan insiden dari
kanker kolorektal, baik pada kanker kolorektal familial maupun non familial. Efek protektif
ini terlihat membutuhkan pemakaian aspirin yang berkelanjutan setidaknya 325 mg perhari
selama 1 tahun.

4. Hormon Replacement Therapy (HRT)

Penelitian oleh the Nurses Health Study yang melibatkan partisipan sebanyak 59.002 orang
wanita postmenopouse menunjukkan hubungan antara pemakaian HRT dengan kanker
kolorektal dan adenoma. Pemakaian HRT menunjukkan penurunan risiko untuk menderita
kanker kolorektal sebesar 40%, dan efek protektif dari HRT menghilang antara 5 tahun
setelah pemakaian HRT dihentikan.

LAMPIRAN
AdenomatousPolip

Jenis : Anular Carsinoma

Lokasi : Distal transverse kolon

Posisi : Supine

Teknik : Double Contrast Barium Enema


Posisi : Supine
Type : Sychronous Carsinoma
Teknik : Double Contrast barium Enema
Gambaran : Semianular “ saddle Lokasi : Transverse kolon

carsinoma “

Annular carcinoma of the transverse colon is associated with a 2-cm polyp in


the sigmoid colon.

Synchronous annular carcinomas in the ascending colon and splenic flexure.

Cecal carcinoma. A large polypoid cecal mass involves the ileocecal valve and
causes small bowel obstruction.
Colonic urticaria in ascending colon proximal to obstructing carcinoma in the
hepatic flexure.
Local perforation and paracolic collection in an annular carcinoma of the
descending colon.

Flat carcinoma in the transverse colon. A broad-based contour defect with


central ulceration.
Double-contrast barium enema. 18-mm sessile polyp in the sigmoid colon
showing crescent sign.

Barium enema. Typical annular carcinoma in the proximal sigmoid colon with
adjacent diverticular disease (same patient as in Image 13 in Multimedia).

Ultrasound scan of a large cecal carcinoma showing concentric thickening of


the hypoechoic bowel wall by the tumor.
Ultrasound scan demonstrating intussuscepting cecal carcinoma.

Retroperitoneal lymphadenopathy from cecal carcinoma.


Enlarged portal nodes (observed between inferior vena cava and portal vein);
hepatic metastases.
Contrast-enhanced CT showing liver metastases. Several low-density
metastases from the colonic primary tumor involve both lobes of the liver.

CT scan following a partial hepatectomy for a metastasis in the right lobe.


Chest radiograph. Pulmonary metastases from colon cancer.
CT scan of cerebral metastasis from colon cancer. This is a rare site for
metastases from colonic cancer.

Enhancing mass in rectus sheath from metastasis from colon cancer (same
patient as in Image 14 in Multimedia).
Postradiotherapy inflammatory mass in the left iliac fossa. Note stranding into
the pericolic fat and presacral soft tissue swelling.

Dilated left ureter from inflammatory mass shown in Image 23 in Multimedia.

Daftar Pustaka
http://emedicine.medscape.com/article/367061-imaging

http://kanker.roche.co.id/kanker_kolorektal.php

http://usebrains.wordpress.com/2008/09/14/kanker-kolorektal/

http://www.drarief.com/mengenal-kanker-kolon/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker_kolon_dan_rektum

Rasad,Sjahriar, Sukonto kartoleksono, Iwan Ekayuda.1995. Radiologi Diagnostik.Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

Patel, Pradip R. .2007. Lecture Notes Radiologi edisi kedua. Jakarta: penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai