5813-Article Text-16895-2-10-20121122
5813-Article Text-16895-2-10-20121122
2
ISSN 2085-8418 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/
ABSTRAK
Indonesia memiliki potensi ikan yang melimpah, tetapi tidak diikuti dengan tingkat konsumsi ikan
dalam negeri yang tinggi. Dalam hal ini, perilaku, persepsi dan preferensi konsumen menjadi penting
untuk diketahui. Tujuan penelitian ini menganalisis pola konsumsi ikan di masyarakat, menganalisis
persepsi masyarakat terhadap produk ikan, mengidentifikasi preferensi masyarakat terhadap ikan dan
menyusun strategi pengembangan peningkatan konsumsi ikan. Metode dalam kajian menggunakan
analisis deskriptif dan analisis logit. Responden dalam kajian berjumlah 120 responden anggota rumah
tangga. Hasil kajian menunjukkan pola yang meningkat seiring dengan semakin bertambahnya usia.
Pilihan konsumsi ikan dalam bentuk segar mengalami pergeseran menjadi bentuk olahan seiring dengan
meningkatnya pendidikan konsumen. Preferensi masyarakat terhadap ikan secara umum menunjukkan
pola preferensi yang homogen. Hasil analisis logit dan uji khi kuadrat menunjukkan bahwa hanya
terdapat satu faktor yang paling dominan mempengaruhi konsumen untuk mengkonsumsi ikan, yakni
usia. Strategi pengembangan produk yang perlu dilakukan adalah mendekatkan ikan segar yang bermutu
baik kepada masyarakat dan pengembangan produk olahan ikan bakso ikan, nugget ikan dan ikan
kaleng, pengenalan ragam produk olahan dengan media yang tepat, serta mendekatkan ikan kepada
masyarakat dengan harga terjangkau.
ABSTRACT
Indonesia has the potential of fish abundance, but the level of community fish consumption is still
low. In this case, the consumer behavior, consumer perceptions and preferences of consumers is
important to note. The purpose of this study is to analyze the fish consumption patterns in society,
analyzing public perception of fish products, identify community preferences towards fish and strategize
the development of increased consumption of fish. The method of this research is case study with
descriptive analysis and logit analysis. The number of respondent were 120 people. Based on this
research, it is known that the pattern of fish consumption increases with age. There was a friction in
consumption patterns from consumption of whole fish to consume fish product with the increasing
education and income level of respondents. Public perception of fish is still dominated by the whole fish
and showed a homogeneous preferences. From the results of logit analysis, it is known that respondent
age is the most dominant factor influencing the respondents to consume fish. Developing strategy of
increased consumption of fish obtained from this research is is to bring good quality fresh fish to
communities and the development of fishballs, fish nuggets and fish in can, the introduction of variations
fish product to the public with appropriate media selection, and makes people easy to get the fish with an
affordable price.
Terkait dengan hal tersebut, Indonesia sangat penyangga DKI Jakarta dihuni oleh masyarakat
berpeluang untuk menjadikan ikan sebagai yang sangat heterogen, (2) tingkat konsumsi ikan
sumber protein utama guna meningkatkan gizi rendah (13,18 kg/kapita) dan (3) berdekatan
masyarakat, karena memiliki potensi ikan dengan beberapa produsen produk olahan per-
melimpah. ikanan.
Namun besarnya potensi tersebut tidak Data primer diperoleh dari hasil pengamat-
diikuti dengan tingkat konsumsi ikan dalam negeri an langsung (observasi), diskusi dan wawancara
yang tinggi pula. Menurut Direktorat Pemasaran dengan responden yang pernah mengkonsumsi
Dalam Negeri/PDN (2011), penyediaan ikan untuk ikan, meliputi identitas responden, persepsi, dan
konsumsi di Indonesia pada tahun 2009 adalah faktor-faktor dalam pengambilan keputusan
30,95 kg/kapita dengan tingkat konsumsi ikan pembelian ikan. Data sekunder diperoleh dari
29.08 kg/kapita. Tingkat konsumsi ini masih di ba- buku, laporan dan dokumen-dokumen lain yang
wah tingkat konsumsi ikan di beberapa negara, di terkait dengan penelitian.
antaranya Jepang (110 kg/kapita), Korea Selatan Contoh diambil dengan menggunakan
(85 kg/kapita), Amerika Serikat (80 kg/kapita), teknik penarikan contoh berpeluang dengan
Singapura (80 kg/kapita), Hongkong (85 kg/ metode multistage random sampling. Pada tahap
kapita), Malaysia (45 kg/kapita), dan Thailand (35 pertama hingga tahap keempat, contoh dengan
kg/kapita). Kota Depok sebagai salah satu kota metode penarikan contoh acak sederhana (simple
penyangga Jakarta termasuk dalam kategori kota random sampling) untuk menentukan wilayah
dengan tingkat konsumsi ikan yang sangat Kecamatan hingga wilayah rukun tetangga (RT)
rendah, yakni 13,18 kg/kapita pada tahun 2008. yang dipilih. Penarikan contoh selanjutnya
Rendahnya tingkat konsumsi ikan per dilakukan dengan metode systematic random
kapita masyarakat Indonesia, disebabkan oleh sampling (penarikan contoh sistematik) untuk
dua hal yang terkait dengan lemahnya sisi menentukan contoh unit kediaman (rumah tangga
ketersediaan (supply) dan rendahnya tingkat contoh) dan kemudian dilanjutkan dengan tahap
permintaan (demand). Pada sisi ketersediaan, berikutnya, yakni penentuan responden dalam
rendahnya konsumsi ikan masyarakat Indonesia rumah tangga contoh dengan metode penarikan
disebabkan kurang meratanya suplai ikan contoh acak sederhana.
bermutu, kurangnya sarana prasarana penjualan, Ukuran contoh yang digunakan untuk
distribusi ikan yang baik dan higienis, yang penelitian ini ditentukan dengan rumus (Cochran,
mampu menjangkau seluruh penjuru daerah dan 1991) berikut:
adanya produk substitusi ikan. Sementara pada 𝑡 2 𝑝𝑞
sisi permintaan, banyak faktor diduga berperan 𝑛𝑜 =
𝑑2
dalam pembentukan budaya makan ikan yang 𝑛𝑜
𝑛=
masih rendah di Indonesia sampai saat ini, di 1 + (𝑛𝑜 − 1)/𝑁
antaranya: (1) ketersediaan ikan segar yang Keterangan:
rendah di pasaran, (2) perilaku dan budaya tabu n = ukuran contoh q=1–p
makan ikan dalam komunitas masyarakat tertentu, t = nilai sebaran normal d = batas kesalahan
(3) pengetahuan gizi di kalangan ibu yang masih p = proporsi N= ukuran populasi
rendah, (4) harga ikan dan produknya yang relatif
lebih mahal daripada yang lainnya, serta daya beli Dalam penelitian ini digunakan d (batas
masyarakat yang rendah, (5) rendahnya ragam kesalahan) 10% dan p (besarnya proporsi) yang
jenis ikan dan produk diversifikasi olahan hasil digunakan 0,5, karena p dan q tidak diketahui.
perikanan dan penguasaan teknologi yang masih Menurut Slovin, jika p dan q tidak diketahui, maka
minim, (6) masalah prestise dan preferensi di dapat digantikan dengan 0,25 sebagai perkalian
kalangan masyarakat tertentu yang menganggap antara 0,5 dan 0,5. Dengan menggunakan α =
bahwa produk ikan merupakan bahan pangan 0,05 diperoleh nilai t = 2. Data populasi jumlah
inferior, (7) ketakutan akan terkontaminasi logam- kepala keluarga di Kota Depok (N) adalah
logam berat dari perairan tercemar (Poernomo 266,033 KK, sehingga besarnya contoh minimal
dalam Kusharyanti, 2007). Dalam hal ini perilaku, yang akan diambil adalah 100 contoh. Untuk
persepsi dan preferensi konsumen menjadi mendapatkan data yang lebih akurat, dalam
penting untuk diketahui. penelitian ini digunakan contoh 120 (n). Data
Tujuan kajian adalah (1) menganalisis pola diolah dengan menggunakan perangkat lunak
konsumsi ikan, (2) menganalisis persepsi masya- Statistical Package for Social Sciences (SPSS)
rakat terhadap produk ikan, (3) mengidentifikasi versi 16 dengan menggunakan analisis deskriptif
preferensi masyarakat terhadap ikan. dan (4) dan analisis logit.
menyusun strategi pengembangan peningkatan
konsumsi ikan. Analisis deskriptif
Analisa deskriptif dilakukan pada sisi
METODOLOGI demografi responden, atau konsumen yang
diperoleh melalui wawancara dan kuesioner.
Penelitian dilaksanakan di Kota Depok Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui
Jawa Barat, dengan pertimbangan (1) sebagai pola konsumsi ikan, persepsi dan preferensi
Vol. 7 No. 2
168 Strategi Peningkatan Konsumsi Ikan
masyarakat terhadap ikan. Analisis ini diharapkan atau makanan tradisional masih tetap menjadi
dapat memberikan gambaran profil suatu contoh pilihan berselera. Tingkat kesadaran akan asupan
atau populasi. gizi yang aman menjadi pertimbangan dipilihnya
ikan sebagai sumber protein yang dikonsumsi
Analisis Kuantitatif pada kelompok usia lebih tinggi (Gambar 1).
Analisis kuantitatif yang digunakan dalam Dari hasil analisis korespondensi (Gambar
penelitian ini meliputi uji khi kuadrat, analisis 2) terhadap faktor usia sebagai faktor yang
korespondensi, dan analisis logit. Uji khi kuadrat berpengaruh nyata, diketahui bahwa kelompok
dilakukan untuk mengevaluasi keterkaitan antara usia 20-35 tahun lebih dekat kepada frekuensi
frekuensi makan ikan dan peubah demografi makan ikan kategori sedang (5-11 kali per bulan)
(jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, penge- dan kelompok usia 36-45 tahun menempati porsi
luaran per bulan, dan jumlah anggota keluarga). pada kedua kategori frekuensi, yakni tinggi (di
Dari hasil uji khi kuadrat tersebut dipilih peubah atas 11 kali per bulan) dan kategori frekuensi
yang nyata untuk dianalisis dengan menggunakan rendah (di bawah 5 kali per bulan). Sementara itu,
analisis korespondensi untuk melihat hubungan kelompok usia di atas 45 tahun lebih dekat
kedekatan antara peubah yang nyata dan kepada tingkat konsumsi ikan tinggi (di atas 11
frekuensi makan ikan masyarakat. kali per bulan).
Analisis logit yang digunakan dalam Pola konsumsi terhadap ikan dalam bentuk
penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi segar dan olahan secara umum diketahui bahwa
faktor apakah yang berpengaruh terhadap ikan segar air laut dan ikan segar air tawar masih
keputusan pembelian ikan. Model logit (Chan, menjadi pilihan sebagian besar konsumen. Untuk
2004) sebagai berikut: jenis ikan air laut, sebanyak 65% konsumen lebih
menyukai ikan laut dalam bentuk segar dan
𝑝𝑖 34,17% konsumen menyukai olahan, atau kedua-
𝐿𝑖 = 𝑙𝑛
1 − 𝑝𝑖 nya. Hal yang sama yang terjadi pada ikan air
= 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1𝑖 + 𝛽2 𝑥2𝑖 + ⋯ tawar bahwa 84.17% konsumen lebih menyukai
+ 𝛽4 𝑥4𝑖 + 𝑢𝑖 ikan air tawar dalam bentuk segar dan 10%
Keterangan: menyukai keduanya.
L = model logit/keputusan pembelian, diukur Berdasarkan pilihan tempat mengonsumsi
dengan frekuensi makan ikan ikan, sebagian besar konsumen (72,50%)
𝑝𝑖 = peluang cenderung mengonsumsi ikan di luar rumah dan
β = koefisien regresi populasi hanya 27,50% lebih suka makan di rumah. Hal ini
u = galat dikarenakan alasan kepraktisan. Kegiatan meng-
x1 = usia olah ikan seringkali menjadi kendala dalam
]x3 = pengeluaran per bulan mengonsumsi ikan, karena membutuhkan waktu
x2 = tingkat pendidikan lama. Dalam kehidupan modern yang berjalan
x4 = jumlah anggota keluarga cepat ini telah menuntut manusia untuk meman-
faatkan waktunya sebaik mungkin. Waktu di-
anggap terlalu berharga hanya sekedar digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk mengolah, atau memasak ikan. Hasil survei
pada penelitian ini menunjukkan bahwa konsu-
Pola Konsumsi Ikan
men cenderung mengkonsumsi ikan di luar rumah
Berdasarkan frekuensi makan ikan yang
(72,50%).
dibagi ke dalam tiga kelompok, yakni rendah (1-4
Dalam memilih sumber protein hewani yang
kali per bulan), sedang (5-11 kali per bulan), dan
dikonsumsi, sebagian besar konsumen (52,50%)
tinggi (≥ 12 kali per bulan), maka sebagian besar
lebih menyukai ikan daripada daging unggas dan
masyarakat (65%) termasuk pada kelompok
daging merah. Konsumen yang lebih menyukai
dengan tingkat frekuensi konsumsi ikan tinggi.
daging unggas (ayam, bebek dan burung) adalah
Pola konsumsi ikan pada hasil penelitian ini
43,30%, sedangkan daging merah kurang disukai
menunjukkan adanya keterkaitan antara frekuensi
dan hanya 4,20% yang menyukai daging merah,
konsumsi dengan usia (nilai nyata pada uji khi
seperti daging sapi dan kambing. Hal ini dipicu
kuadrat 0,098). Sementara itu, pengeluaran
oleh keinginan responden untuk mengonsumsi
rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan
sumber yang sesuai dengan gizi yang
tingkat pendidikan tidak mempunyai pengaruh
dikehendaki. Harlin (2008) mengemukakan bahwa
nyata terhadap frekuensi makan ikan (nilai nyata
faktor gizi merupakan alasan masyarakat Kota
pada uji khi kuadrat di atas 0,1). Hal ini disebab-
Bekasi dalam mengkonsumsi ikan. Palash dan
kan penduduk muda saat ini relatif memiliki pola
Sabur (2004) mengemukakan bahwa faktor gizi
konsumsi berbeda dengan generasi sebelumnya.
berada pada urutan kelima sebagai pertimbangan
Kecenderungan anak muda untuk mengonsumsi
masyarakat di kota Dhaka, Banglades, dalam
fast food dengan variasi rasa dan warna
membeli ikan, setelah faktor rasa, harga, ukuran,
cenderung menarik anak-anak muda. Sementara
dan kenampakan.
bagi generasi sebelumnya, hidangan ikan segar,
86.36
90
% Jumlah responden
67.57
58.93
33.93
60
18.92
14.29
13.51
Rendah
9.09
30
4.55
Sedang
0
Tinggi
20-35 tahun 36-45 tahun > 45 tahun
Usia
1.0
frekuensi makan ikan
usia
>45 tahun
0.5
36-45 tahun
-0.5
Dimensi 1
Gambar 2. Hasil analisis korespondensi antara usia dan frekuensi makan ikan
Dalam memilih tempat membeli ikan, setuju terhadap konsumsi ikan segar (Tabel 2).
sebagian besar konsumen (61,70%) lebih Feng et al (2009) menyatakan bahwa 75,20%
menyukai pedagang keliling, karena dekat dengan masyarakat di Beijing lebih memilh ikan segar
tempat tinggal, sehingga memudahkan akses. dibanding dengan ikan olahan yang hanya dipilih
Selanjutnya tempat yang disukai setelah oleh 24,80% konsumen.
pedagang keliling adalah pasar tradisional,
dimana 34,20% konsumen memilih pasar Preferensi Konsumen
tradisional sebagai tempat membeli ikan. Untuk Kepercayaan responden terhadap ikan
supermarket dan pasar khusus ikan kurang sebagai sumber protein hewani yang baik telah
diminati sebagai tempat membeli ikan. menjadikan ikan sebagai nilai yang dianut dan
dipertahankan oleh responden sebagai preferensi
Persepsi Konsumen pribadinya dalam memilih sumber protein hewani.
Hasil survei pada penelitian ini Dalam hal ini, preferensi konsumen tentang ikan
menunjukkan bahwa ikan segar lebih dipilih dapat diketahui dengan membandingkan keran-
responden sebagai persepsinya terhadap ikan jang pasar (market basket), yaitu membandingkan
(Tabel 1). Sebagian besar konsumen (lebih dari ikan, daging unggas dan daging merah pada
65%) lebih menyukai ikan dalam bentuh segar, suatu keranjang pasar yang dapat dipilih,
karena pengetahuan dan informasi yang diperoleh sebagaimana teori yang dikemukakan oleh
sebagai bahan persepsi terhadap ikan cenderung Pindyck dan Rubinfield (1999). Dalam asumsi
ke arah ikan segar. Penelitian Harlin (2008) preferensi lengkap, ikan menduduki urutan
mengkonfirmasi dengan hasil yang sama dengan pertama dalam preferensi konsumen. Ikan lebih
persepsi masyarakat Kota Bekasi atas ikan disukai dan dipilih konsumen sebagai sumber
adalah ikan dalam bentuk ikan segar, lebih dari protein hewani (52,5%) dan diikuti dengan daging
95% konsumen mengatakan setuju dan sangat unggas (43,33%) yang menempati porsi kedua.
Vol. 7 No. 2
170 Strategi Peningkatan Konsumsi Ikan
Preferensi ini terjadi karena konsumen tingkat pendapatan dan harga, sedangkan Cheng
memiliki persepsi yang baik terhadap ikan, di dan Capps (1988) mengemukakan bahwa faktor
antaranya berprotein tinggi, rendah kolesterol dan harga, jumlah anggota keluarga (ukuran
mengandung omega 3 yang baik untuk keluarga), tingkat pendapatan, wilayah geografis,
kesehatan. Beberapa darinya bahwa ikan sangat urbanisasi, ras dan musim mempengaruhi variasi
baik untuk diet. pengeluaran rumah tangga dalam membeli ikan
Jika dilihat dari pola preferensi, terjadi segar dan beku di Amerika Serikat.
segmen preferensi yang homogen, yakni suka
pada ikan dalam bentuk segar (78%), baik ikan air Tabel 3. Daftar peubah yang nyata
tawar maupun ikan air laut. Preferensi dalam
Derajat Nyata
mengonsumsi ikan olahan (22%) di Kota Bekasi Parameter Koefisien
bebas (p-value)
jauh lebih rendah dibandingkan dengan preferensi
ikan segar (Harlin, 2008). Konstanta -0,946 1 0,155
Preferensi konsumen terhadap ikan dalam Usia 0,609 1 0,016
bentuk segar tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya kandungan gizi dan budaya Strategi Peningkatan Konsumsi Ikan
(kebiasaan sejak kecil). Faktor ini dianggap Secara garis besar, tingkat konsumsi ikan
berpengaruh pada preferensi konsumen, karena masyarakat, terkait dengan sisi permintaan
lebih dari 50% menyatakan faktor tersebut (demand) dan sisi pasokan (supply). Pada sisi
mempengaruhi sikapnya dalam memilih dan permintaan, masalah preferensi yang dipengaruhi
mengonsumsi ikan. kultur dan faktor sosial masih mempengaruhi
keputusan dalam pembelian ikan, sedangkan
Faktor yang Berpengaruh dalam Keputusan pada sisi pasokan, atau ketersediaan, produksi
Pembelian Ikan dan distribusi masih menjadi kendala. Sebagian
Hasil uji khi kuadrat dalam model logit yang masyarakat hanya mengetahui sedikit jenis ikan
digunakan mempunyai nilai 1.245 dengan p-value yang terdistribusi dekat dengan tempat tinggalnya.
0,537 (> 005), sehingga model layak digunakan Informasi ini pada akhirnya menjadi preferensi
(hasil estimasi nyata fit). Hasil analisis logit pribadinya.
menunjukkan bahwa hanya terdapat satu faktor Secara umum, strategi yang dilakukan
yang paling dominan mempengaruhi untuk adalah meningkatkan konsumsi ikan per kapita
mengkonsumsi, ikan yakni usia responden (X1) dan usaha mengatasi pasokan dan distribusi
dengan nilai nyata 0,016 (Tabel 3). Sementara itu, konsumsi domestik. Strategi pengembangan
ketiga faktor lain, yakni tingkat pendidikan, peningkatan konsumsi ikan ini dikelompokkan
pengeluaran rumah tangga per bulan dan jumlah menjadi dua, yakni strategi pengembangan
anggota keluarga, yang dianggap mempengaruhi produk dan penyusunan kebijakan. Data menun-
frekuensi makan ikan ternyata tidak dominan jukkan bahwa sebagian besar (> 65% konsumen)
dalam model. lebih menyukai ikan segar, sehingga strategi yang
Myrland et al (1999) mengemukakan faktor diperlukan adalah mempertahankan tingkat
yang mempengaruhi konsumsi makanan laut di konsumsi ikan masyarakat terhadap ikan segar,
Norwegia adalah ukuran rumah tangga (jumlah baik ikan segar air laut, maupun ikan segar air
anggota keluarga), usia, tingkat pendidikan, tawar, dengan mendekatkan ikan segar kepada
Vol. 7 No. 2