Anda di halaman 1dari 26

Afriani, SST., M.

Keb
Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan cara penanganan
kegawatdaruratan pada persalinan kala I dan kala
II:
Pengkajian Gadar pada persalinan kala I
dan II
Diagnosa Gadar pada persalinan kala I dan II
Askeb Gadar pada : Fase Laten memanjang,
partus macet (malposisi, CPD), atonia uteri
Gadar Kala I & Kala II
Kala I lama
 Persalinan yang fase latennya berlangsung lebih
dari 8 jam
 Fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau
bervariasi
 Kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-
kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan
 Kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida
dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara
 Lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai
pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per
jam).
Menurut Mochtar (2011), sebab-
sebab terjadinya partus lama yaitu:

 Kelainan letak janin


 Kelainan-kelainan panggul
 Kelainan his
 Janin besar atau ada kelainan kongenital
 Primitua
 Ketuban pecah dini
Klasifikasi
 Fase Laten Memanjang (Prolonged latent
phase)
Fase pembukaan serviks yang tidak melewati
3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin,2009)
 Fase aktif memanjang (Prolonged Active
Phase)
Fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan
pembukaan serviks kurang dari 1,2 cm per
jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata
2,5 jam dengan laju dilatasi serviks kurang
dari 1,5 cm per jam pada multigravida
(Oxorn, 2010)
Patofisiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
kala I lama meliputi :
Kelainan letak janin seperti letak sungsang,
letak lintang, presentasi muka, dahi dan puncak
kepala
Kelainan panggul seperti pelvis terlalu kecil
dan CPD (cephalopelvic disproportion)
Kelainan his seperti inersia uteri,
incoordinate uteri action. Kelainan-kelainan
tersebut dapat mengakibatkan pembukaan
serviks berjalan sangat lambat, akibatnya kala I
menjadi lama.
Tanda Klinis
 Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi
cepat, pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah
lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks,
cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.
 Pada janin
 Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur
bahkan negatif; air ketuban terdapat mekonium,
kental kehijau-hijauan, berbau.
 Kaput suksedaneum yang besar.
 Moulage kepala yang hebat.
 Kematian janin dalam kandungan.
 Kematian janin intra partal.
Komplikasi
 Ketuban pecah dini
 Sepsis Puerperalis
 Ruptur Uterus
 Cedera dasar panggul
 Dehidrasi
 Detak jantung janin mengalami
gangguan
Penatalaksanaan
 Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat
hidrasinya.
 Tentukan keadaan janin:
 Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung
frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit selama
fase aktif.
 Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea
kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum
atau forceps.
 Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan
atau bercampur darah pikirkan kemungkinan gawat
janin.
 Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah
selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi
penurunan jumlah air ketuban yang dapat
menyebabkan gawat janin. 
Perbaiki keadaan umum
 Beri dukungan semangat kepada pasien selama
persalinan.
 Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per
hari. Dehidrasi ditandai adanya aseton dalam urine
harus dicegah.
 Pengosongan kandung kemih dan usus harus
 Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa
nyerinya diredakan dengan pemberian analgetik
(tramadol atau pethidine 25 mg). Semua preparat
ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat
sebab dalam jumlah yang berlebihan dapat
mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
 Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan
dengan frekuensi sekecil mungkin. Pemeriksaan ini
menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi.
Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud
yang jelas.
 Apabila kontraksi tidak adekuat
 Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan
dan   mengubah posisi dalam persalinan.
 Rehidrasi melalui infus atau minum.
 Merangsang puting susu.
 Acupressure.
 Mandi selama persalinan fase aktif.
 Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi
berdasarkan partograf.
Evaluasi ulang dengan
pemeriksaan vaginal tiap 4 jam
 Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio
secarea.
 Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
 Apabila   tidak   didapatkan   tanda   adanya   CPD      
(Cephalopelvic disproportion) atau
 Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki
kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan.
 Apabila ketuban utuh maka pecahkan ketuban.
 Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif
kurang dari 1 cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
 Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc
dekstrosa atau NaCl.
 Konsultasi dokter jika persalinan tidak ada kemajuan.
Malposisi,
malpresentasi & CPD
Malposisi
Posisi abnormal verteks kepala
janin (dengan ubun-ubun kecil
sebagai penanda) terhadap
panggul ibu
Posisi abnormal verteks kepala
janin (dengan ubun-ubun kecil
sebagai penanda) terhadap
panggul ibu
Penatalaksanaan umum
 Rotasi spontan dapat terjadi pada 90% kasus.
 Jika terdapat tanda persalinan macet, denyut
jantung janin >180 atau <100 pada fase apapun,
lakukan seksio sesarea.
 Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban.
 Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada
tanda obstruksi, lakukan augmentasi persalinan
dengan oksitosin.
 Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada
kemajuan fase pengeluaran,periksa kemungkinan
obstruksi:
 Jika tidak ada obstruksi, akhiri persalinan dengan ekstraksi
vakum/forsep bila syarat-syarat dipenuhi
 Bila ada tanda obstruksi atau syarat-syarat pengakhiran
persalinan tidak dipenuhi, lakukan seksio sesarea
Malpresentasi
 Malpresentasi meliputi semua presentasi
selain verteks
 Faktor Predisposisi:
 Wanita multipara
 Kehamilan multipel (gemeli)
 Polihidramnion/oligohidramnion

 Plasenta previa
 Kelainanbentuk uterus atau terdapat
massa (mis. mioma uteri)
 Persalinan preterm
Presentasi dahi
 Pemeriksaan abdominal:
kepala janin lebih
separuhnya di atas pelvis,
denyut jantung janin sepihak
dengan bagian kecil
 Pemeriksaan vaginal: oksiput
lebih tinggi dari sinsiput,
teraba fontanella anterior
dan orbita, bagian kepala
masuk pintu atas panggul
(PAP) adalah antara tulang
orbita dan daerah ubun-ubun
besar. Ini adalah diameter
yang PALING besar, sehingga
sulit lahir pervaginam
Penatalaksanaan umum

 Lakukan seksio sesarea bila


janin HIDUP.
 JaninMATI, lakukan kraniotomi
bila memungkinkan atau seksio
sesarea bila syarat dan sarana
kraniotomi tidak terpenuhi.
Presentasi muka
 Pemeriksaan abdominal: lekukan
akan teraba antara daerah
oksiput dan punggung (sudut
Fabre), denyut jantung janin
sepihak dengan bagian kecil janin
 Pemeriksaan vaginal: muka
dengan mudah teraba, teraba
mulut dan bagian rahang mudah
diraba, tulang pipi, tulang orbita;
kepala janin dalam keadaan
defleksi maksimal
 Untuk membedakan mulut dan
anus:
 Anus merupakan garis
lurus dengan tuber iskhii
 Mulut merupakan segitiga
dengan prominen molar
Penanganan umum
 Posisi dagu anterior:
 Pembukaan LENGKAP
 Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
 Bila penurunan kurang lancar, lakukan ekstraksi forsep
 Pembukaan BELUM lengkap
 Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan, lakukan seksio sesarea

 Posisi dagu posterior:


 Pembukaan LENGKAP
 Lahirkan dengan seksio sesarea
 Pembukaan BELUM lengkap
 Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan, lakukan seksio sesarea

 Jika janin mati, lakukan kraniotomi atau


seksio sesarea
DISPROPORSI KEPALA PANGGUL (CEPHALOPELVIC
DYSPROPORTION/CPD)

 Hambatan lahir yang diakibatkan oleh


disparitas ukuran kepala janin dan
pelvis maternal
 Diagnosis:
 Terhentinya kemajuan pembukaan
serviks dan penurunan kepala walaupun
his adekuat. CPD terjadi akibat janin
terlalu besar dan/atau panggul ibu
kecil.
Waspadai CPD terutama
pada keadaan:
Arkus pubis < 900
Teraba promontorium
Teraba spina iskhiadika
Teraba linea innominata
Pada primigravida bagian
terbawah tidak masuk ke pintu
atas panggul pada usia > 36
minggu
Penatalaksanaan
 Lakukan seksio sesarea bila ditemukan
tanda CPD.
 Pada kasus bayi mati, embriotomi atau
kraniotomi dapat menjadi pilihan tindakan
bila syarat terpenuhi dan petugas memiliki
kompetensi. Syarat melakukan embriotomi:
 Janin sudah mati, kecuali pada kasus
hidrosefalus
 Pembukaan serviks > 7 cm
 Ketuban sudah pecah
 Jalan lahir normal
 Tidak terdapat tanda-tanda ruptura uteri

Anda mungkin juga menyukai