Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

REFARAT
Oktober 2020

Castrate Resistant Prostate Cancer (CRPC)

Disusun Oleh :

Fatihatus Siyadah (N 111 18 088)

Pembimbing : dr. Aristo, Sp.U

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker prostat adalah keganasan tersering dan menyebabkan kematian


karena kanker paling utama pada pria di negara Barat, menyebabkan 94.000
kematian di Eropa pada 2008 dan lebih dari 28.000 kematian di Amerika Serikat
pada 2012. Data di AS menunjukkan bahwa lebih dari 90% kanker prostat
ditemukan pada stadium dini dan regional, dengan angka Survival Rate 5 tahun
mendekasi 100%. Di Asia, insiden kanker prostat kira-kira adalah 7,2 per 100.000
pria pertahun. Di Indonesia jumlah penderita kanker prostat di tiga RS pusat
pendidikan (Jakarta, Surabaya dan Bandung) selama 8 tahun terakhir adalah 1.102
pasien dengan rerata usia 67,18 tahun. Stadium penyakit tersering saat datang
berobat adalah stadium lanjut sebesar 59,3% kasus, dan terapi primer yang
terbanyak dipilih adalah orkhiektomi sebesar 31,1%, obat hormonal 18%,
prostatektomi radikal 9%, radioterapi 6%, sisanya adalah pemantauan aktif
kemoterapi dan kombinasi. Modalitas diagnostik yang digunakan terutama biopsi
57,9%1.
Castrate Resistant Prostate Cancer (CRPC) didefinisikan sebagai tahap
lanjut kanker prostat yang tetap progresif dalam terapi penekanan androgen
(androgen deprivation theraphy/ADT), dengan manifestasi berupa peningkatan
kadar serum (Prostate Spesific Antigen/PSA), bertambahnya keluhan klinis atau
munculnya metastasis baru. CRPC masih responsif terhadap terapi hormon lini
kedua, termasuk anti-androgen, esterogen dan kortikosteroid. Berbagai laporan
menunjukkan hingga 50% pasien kanker prostat berkembang menjadi CRPC
dalam 5 tahun pengobatan ADT. Data di Indonesia mencapai 10% pasien dapat
berkembang menjadi CRPC, untuk kasus CRPC, dibutuhkan suatu penanganan
khusus2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
Prostat adalah kelenjar berbentuk buah pear yang berasal dari sinus
urogenital yang bertambah besar setelah lahir hingga mencapai 2 cm pada saat
usia puberitas. Pada saat pubertas prostat membesar dengan cepat dipengaruhi
oleh hormon androgen hingga mencapai 20 gram3.
Prostat dibagi menjadi 4 zona yaitu3:
a. Zona perifer : zona terbesar sebanyak 65% dari prostat normal. Zona ini
mengelilingi uretra bagian distal. Kebanyakan karsinoma muncul dari zona
perifer prostat dan akan terpalpasi saat melakukan pemeriksaan rectal
touché, zona ini paling rentan terkena radang.
b. Zona sentral : zona terbesar kedua sebanyak 30% dari volume prostat
normal. Duktus ejakulatorius dikelilingi zona ini. Sel pada zona ini lebih
mencolok dan sitoplasma sedikit basofilik dengan nukleus lebih besar.
Kemungkinan zona ini secara embriologik berasal dari inklusi duktus
mesonefrikus saat prostat berkembang.
c. Zona transisi : menyusun 5% kompoonen kelenjar, yang terdiri glandula
mukosal. Zona yang berada disegmen proksimal uretrra dan seringkali
mengalami hyperplasia dan membentuk massa nodular sel epitel yang
dapat menekan uretra prostatika menyebabkan gangguan urinasi. Kondisi
tersebut dinamakan BPH (Benign Prostatic Hyperplasia).
d. Zona anterior fibromuskular : zona non-glandular yang berada di
anteromedial prostat.
Gambar 1. Pembagian 4 zona prostat
Pertumbuhan epithelium glandula prostat dipengaruhi oleh hormon
tertentu yakni dihidrotestosteron (DHT). Hormon tersebut diperoleh dari
konversi testoteron dan androgen adrenal yang memasuki sel sekretorik
epithelium glandular untuk kemudian diubah menjadi dihidrotestosteron oeh
enzim 5alfa-reduktase. DHT memilliki aktivitas 30 kali lebih kuat dari
testosteron dan ikatan DHT dengan reseptor androgen (AR) akan menyebabkan
perubahan konformasional reseptor menuju nukleus yang pada akhirnya
mempengaruhi transkripsi gen yang menstimulasi pertumbuhan normal
epithelium prostat selain itu juga dapat membuat pertumbuhan benign
prostatic hyperplasia (BPH) bahkan dapat menjadi kanker prostat yang
dependen terhadap androgen.
Prostat bersama dengan kelenjar aksesoris lainnya akan menghasilkan
cairan sekretorik yang akan bercampur dengan spermatozoa membentuk
semen. Penjelasan yangl ebih detail lagi, yakni prostat akan menghasikan
cairan sedikit asam, tipis, cair, dan berkontribusi sebesar 20% volume total
semen dengan sekretnya yang kaya akan asam sitrat, spermin, kolestrol,
fosfolipid, fibrinolisin, fibrinogenase, seng, prostatic acid phosphatase (PAP),
amilase, dan prostate-specific antigen (PSA).
2. Definisi
Castrate Resistant Prostate Cancer (CRPC) didefinisikan sebagai tahap
lanjut kanker prostat yang tetap progresif dalam terapi penekanan androgen
(androgen deprivation theraphy/ADT), dengan manifestasi berupa peningkatan
kadar serum (Prostate Spesific Antigen/PSA), bertambahnya keluhan klinis
atau munculnya metastasis baru. CRPC masih responsif terhadap terapi
hormon lini kedua, termasuk anti-androgen, esterogen dan kortikosteroid4.

3. Epidemiologi
Sekitar 10-20% dari pasien kanker prostat stadium lanjut akan mengalami
CRPC dalam waktu 5 tahun dan ≥ 84% mengalami metastasis saat didiagnosis
CRPC. Jika tidak mengalami metastasis saat didiagnosis CRPC, sekitar 33%
akan mengalami metastasis dalam waktu 2 tahun5.

4. Faktor Risiko
Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa faktor yang tampaknya
meningkatkan resiko terkena karsinoma prostat, termasuk6:
a. Usia : Jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, namun insidensi
meningkat dengan cepat pada usia di atasnya.
b. Ras : Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Afrika
Amerika di Amerika dan laki-laki Karibia. Di Amerika Serikat, ras Afrika
memiliki risiko lebih tinggi dari jenis kanker, dibandingkan orang Asia
maupun Hispanik.
c. Diet dan gaya hidup : Diet tinggi lemak jenuh, daging merah, sedikit buah
dan sedikit sayuran, rendah tomat, rendah ikan dan atau rendah kedelai
meningkatkan resiko terkena kanker prostat. Diet tinggi kalsium juga
berhubungan dengan peningkatan resiko kanker prostat. Hubungan kanker
prostat dengan obesitas masih kontroversial, namun obesitas berhubungan
dengan tingginya grading kanker prostat.
d. Riwayat keluarga : Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma prostat
meningkatkan risiko penyakit. Seorang laki-laki yang memiliki ayah atau
saudara laki laki yang terdiagnosa kanker pada usia 50 tahun memiliki
resiko 2 kali lipat lebih tinggi terkena karsinoma prostat. Resiko
meningkat menjadi tujuh samapi delapan kali lipat lebih tinggi pada laki
laki yang memiliki dua atau lebih keluarga yang menderita kanker prostat.
e. Mutasi Genetik Berhubungan dengan mutasi BRCA1 atau BRCA2 dan
sindrom Lynch.
f. Merokok

5. Patogenesis
Secara umum patogenesis CRPC dapat dibagi menjadi dua kelompok
teori, yaitu Androgen Receptor dan AR independent (seperti stem cell). Untuk
AR independent dibagi lagi menjadi ligand dependent (seperti intratumoral
steroidogenesis - produksi androgen di dalam tumor, selain dari testis dan
kelenjar adrenal - yang tetap aktif dan amplifikasi gen AR) dan ligand
independent (seperti varian bentuk AR, mutasi gen AR, perubahan coactivator
dan epigenetic pada jalur aktivasi AR)7.

6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada pasien CRPC sangat bervariasi. Mulai dari tidak
ada tanda dan gejala (asimtomatik), gejala dan tanda minimal (simtomatik
minimal) dengan tanda-tanda penyakit yang sangat menonjol. Gejala yang
mungkin timbul pada pasien CRPC adalah seperti pada umumnya gejala
penderita kanker prostat stadium lanjut. Keluhan berkemih mulai dari sulit
berkemih, disuria, sering berkemih, perih saat berkemih, hematuria, sampai
retensio urin akut/kronik. Nyeri tulang, terutama pada tulang belakang, panggul
dan iga merupakan gejala yang pada umumnya melemahkan dan menurunkan
keadaan umum menderita. Pada penyakit lebih lanjut dapat ditemukan defisit
neurologis terutama tubuh bagian bawah (kelemahan tungkai, retensio urin dan
alvi)8.
7. Kriteria CRPC
Kriteria CRPC6:
Kadar kastrasi serum testosterone < 50 ng/dl atau < 1.7 nmol/L, ditambah
salah satu dibawah ini :
a. Progresi biokimia : 3 kali peningkatan berturut-turut kadar PSA serum
dengan minimal interval 1 minggu, dimana 2 peningkatan 50% di atas nadir
dengan PSA > 2 ng/dl
b. Progresi radiologis: penampakan dua atau lebih lesi tulang pada bone scan
atau lesi jaringan lunak menggunakan Response Evaluation Criteria in
Solid Tumours (RECIST). Tetapi ini tidak cukup untuk mendiagnosis
CRPC.

Gambar 2. Kriteria CRPC

8. Klasifikasi
Berdasarkan publikasi data terkini, dan bertujuan membantu dalam
membuat keputusan klinis, 6 indeks pasien di bawah ini dibuat berdasarkan
representasi yang paling sering terjadi dalam praktek sehari-hari, yaitu
berdasarkan ada atau tidak adanya metastasis, derajat gejala, status performa
pasien (berdasarkan skala ECOG atau Karnofsky) dan berdasarkan terapi
dengan kemoterapi sebelumnya9.
Tabel 1. Status performa pasien

Tabel 2. Klasifikasi kanker prostat6


9. Penatalaksanaan CRPC
Berikut ini penatalaksanaan CRPC berdasarkan EAU Guidelines 20206 :
a. First line
 Abiraterone
Efek samping terkait kelebihan mineralokortikoid dan kelainan fungsi
hati lebih sering terjadi dengan abiraterone, tetapi kebanyakan derajat 1-
2. Efektifnya pada populasi lansia (> 75 tahun)
 Enzalutamide
Efek samping yang paling umum relevan secara klinis adalah kelelahan
dan hipertensi. Enzalutamide sama efektif dan ditoleransi dengan baik
pada pria > 75 tahun serta pada mereka dengan atau tanpa metastasis
viseral. Namun, untuk pria dengan metastasis hati, tampaknya tidak ada
manfaat yang terlihat
 Doxetaxel
Kemoterapi berbasis docetaxel meningkatkan kelangsungan hidup 2-2.9
bulan. kemoterapi lini pertama standar adalah docetaxel 75 mg/m2, dosis
3 mingguan (BID) hingga 10 siklus. Prednison dapat dihilangkan jika
terdapat kontraindikasi atau tidak ada gejala utama. Faktor prognostik
independen berikut; metastasis viseral, nyeri, anemia (Hb <13 g / dL),
progresi bone scan, dan estramustine sebelumnya dapat membantu
stratifikasi respon terhadap docetaxel. Usia bukanlah kontraindikasi
terhadap docetaxel tetapi harus diberikan pemantauan yang cermat
terhadap komorbiditas . Pada pria dengan mCRPC yang dianggap tidak
dapat mentolerir dosis dan jadwal standar, docetaxel 50 mg/m2 setiap dua
minggu tampaknya dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping
tingkat 3-4 yang lebih rendah dan waktu yang lama untuk kegagalan
pengobatan
 Sipuleucel-T
sipuleucel-T menunjukkan manfaat kelangsungan hidup pada mCRPC
asimtomatik atau gejala minimal, kelangsungan hidup rata-rata adalah 2
tahun
b. Second line
 Cabazitaxel
Cabazitaxel adalah taxane baru dengan aktivitas pada kanker yang
resisten terhadap docetaxel. Cabazitaxel memiliki efek samping toksik
yang signifikan baik hematologis maupun non-hematologis. Cabazitaxel
sebaiknya diberikan dengan Profilaksis Granulocyte Colony-Stimulating
Factor (G-CSF) dan harus diberikan oleh dokter yang ahli dalam
menangani neutropenia dan sepsis.
 Abiraterone acetate setelah pemberian docetaxel
Abiraterone acetate setelah pemberian docetaxel memiliki efek samping
yang tidak begitu signifikan, tetapi efek samping yang paling terjadi
terkait mineralkortikoid berupa retensi cairan, edema serta hipokalemia.
 Enzalutamide setelah docetaxel
Kelangsungan hidup pasien dengan kelompok enzalutamide yaitu 1,5
tahun. Enzalutamide juga akif pada pasien dengan metastasis visceral.
Efek samping yang ditimbulkan pada enzalutamide yaitu kejang.
 Radium-223
Satu-satunya obat spesifik tulang yang dikaitkan dengan kelangsungan
hidup adalah α-emitor radium-223. Radium-223 secara signifikan
mempertahankan  kondisi skeletal (terkait patah tulang), peningkatan
skor nyeri dan peningkatan kualitas hidup. Efek samping lain yaitu diare
dan gangguan hematologis. Radium-223 tidak dianjurkan diberikan
bersamaan dengan docetaxel.
c. Ringkasan penatalaksanaan CRPC
Perawatan lini pertama untuk mCRPC akan dipengaruhi oleh perawatan
mana yang digunakan saat metastasis kanker pertama kali ditemukan.
Tidak ada rekomendasi yang jelas dapat dibuat untuk obat yang paling
efektif untuk pengobatan CRPC lini pertama (yaitu terapi hormon,
kemoterapi atau radium-223) karena tidak ada faktor prediktif yang
divalidasi. Pastikan bahwa kadar testosteron dipastikan <50 ng / dL,
sebelum mendiagnosis CRPC. Konseling, kelola dan obati pasien dengan
metastatic CRPC (mCRPC) secara multidisiplin tim. Rawat pasien dengan
mCRPC dengan agen yang memperpanjang hidup. Mendasarkan pilihan
pengobatan lini pertama pada status kinerja, gejala, komorbiditas, lokasi
dan luasnya penyakit, preferensi pasien, dan pada pengobatan sebelumnya
hormone-sensitive metastatic PCa (HSPC) (urutan abjad: abiraterone,
cabazitaxel, docetaxel, enzalutamide, radium-223, sipuleucel-T)
d. Pedoman Penatalaksanaan sitotoksik CRPC
 Berikan pada pasien mCRPC untuk terapi sitotoksik dengan docetaxel
75 mg / m2 setiap 3 minggu.
 Menawarkan pasien dengan mCRPC dan progresi setelah kemoterapi
docetaxel pilihan pengobatan yang memperpanjang umur, yang
meliputi abiraterone, cabazitaxel, enzalutamide dan radium-223.
 Dasarkan keputusan perawatan lebih lanjut dari mCRPC pada status
kinerja pra-perawatan, respons untuk pengobatan sebelumnya, gejala,
komorbiditas, luasnya penyakit dan preferensi pasien.
 Memberikan cabazitaxel kepada pasien yang sebelumnya dirawat
dengan docetaxel dan berkembang di dalamnya 12 bulan pengobatan
dengan abiraterone atau enzalutamide.
e. Pedoman supportive care CRPC
 Berikan Bone Protective Agent kepada pasien dengan mCRPC untuk
mencegah terjadi komplikasi tulang.
 Pantau kalsium serum dan berikan suplemen kalsium dan vitamin D
saat meresepkan baik denosumab atau bifosfonat.
 Obati metastasis tulang yang sejak dini dengan tindakan paliatif seperti
External Beam Radiotheraphy (EBRT), dan penggunaan analgesik yang
adekuat.
 Pada pasien dengan kompresi sumsum tulang belakang segera mulai
kortikosteroid dosis tinggi dan menilai operasi tulang belakang diikuti
dengan iradiasi. Jika tindakan pembedahan tidak sesuai maka dapat
diteruskan dengan terapi radiasi saja

Tabel 2. Modalitas pengobatan kanker prostat10

10. Edukasi Pasien pada CRPC


Pasien sebaiknya diinformasikan tentang derajat kondisi penyakit saat
ini, perjalanan penyakit, dan pemantauan yang akan dilakukan, serta potensi
manfaat dan kerugian (risiko efek samping) dari pilihan-pilihan terapi yang
akan dilaluinya. Selain kepada spesialis Urologi dan onkologi medik, pasien
juga perlu diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan spesialis yang
terkait dalam penatalaksanaan terapi paliatifnya sebagai suatu tim kerja.
Pasien juga perlu diingatkan akan risiko terapi kanker prostat yang dapat
menyebabkan disfungsi seksual, infertilitas, masalah pada organ rectum
(gangguan defekasi) dan inkontinensia (gangguan berkemih)11.

11. Pemantauan Pasien CRPC


Pemantauan pada pasien CRPC secara umum adalah pemantauan PSA
setiap 3 bulan pada semua kondisi. Sesuai literatur, PSA saja tidak bisa
dijadikan dasar untuk melihat progresifitas penyakit dan efektivitas terapi
pada pasien CRPC9. Jadi untuk pemantauan pasien CRPC yang disarankan
adalah klinis, PSA, dan pencitraan metastasis. Khusus untuk efektivitas terapi
pada CRPC, evaluasinya berdasarkan pada perubahan PSA setelah 12
minggu. Hasil pengukuran PSA dalam 12 minggu awal terapi tidak bisa
dijadikan dasar untuk menghentikan atau mengubah terapi. Bagi pasien
dengan kondisi khusus, sebagai berikut: CRPC dengan metastasis tulang11:
 Dengan lesi tulang baru: pengulangan pencitraan tulang > 6 minggu
 Tanpa lesi tulang baru: terapi dilanjutkan. Pencitraan terbaik adalah
dengan bone scan dan / atau MRI. Pemantauan klinis dilakukan jika
timbul nyeri dan/ atau defisit neurologi, maka segera perlu dilakukan
pencitraan segera (MRI atau bone scan). CRPC dengan metastasi non-
tulang, digunakan kriteria RECIST
BAB III
PENUTUP

Ca
strate Resistant Prostate Cancer (CRPC) didefinisikan sebagai tahap
lanjut kanker prostat yang tetap progresif dalam terapi penekanan androgen
(androgen deprivation theraphy / ADT), dengan manifestasi berupa peningkatan
kadar serum (Prostate Spesific Antigen / PSA), bertambahnya keluhan klinis atau
munculnya metastasis baru. CRPC masih responsif terhadap terapi hormon lini
kedua, termasuk anti-androgen, esterogen dan kortikosteroid. Pasien sebaiknya
diinformasikan tentang derajat kondisi penyakit saat ini, perjalanan penyakit,
dan pemantauan yang akan dilakukan, serta potensi manfaat dan kerugian (risiko
efek samping) dari pilihan-pilihan terapi yang akan dilaluinya. Selain kepada
spesialis Urologi dan onkologi medik, pasien juga perlu diberi kesempatan untuk
berkonsultasi dengan spesialis yang terkait dalam penatalaksanaan terapi
paliatifnya sebagai suatu tim kerja. Pasien juga perlu diingatkan akan risiko terapi
kanker prostat yang dapat menyebabkan disfungsi seksual, infertilitas,
masalah pada organ rectum (gangguan defekasi) dan inkontinensia (gangguan
berkemih).
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Pedoman Pelayanan Kedokteran Kanker Prostat Komite


Penanggulangan Kanker Nasional. KPKN 2017.
2. Kemenkes RI. Panduan Penatalaksanaan Kedokteran Kanker Prostat Komite
Penanggulangan Kanker Nasional. KPKN 2017.
3. Snell Richard. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC. 2017
4. William T. Lowrance, et all. Castration-resistant Prostate Cancer: AUA Guideline
Amandement 2018. American Urological Association (AUA) Guideline.
Approved by the AUA Board of Directors December 2018.© 2018 by the
American Urological Association.
5. E David Crawford, et al. Darolutamide: An Evidenced-Based Review of Its
Efficacy and Safety in the Treatment of Prostate Cancer. Cancer Management and
Research. July 2020.
6. N. Motet, et al. EAU – EANM – ESTRO – ESUR – SIOG Guidelines on Prostate
Cancer. Uropean Association or Urology 2020. 87-93
7. Oxnard GR, et al. When Progressive Disease Does Not Mean Treatment Failure:
Reconsidering The Criteria for Progression. J Natl Cancer Inst 2012; 104: 1534-
1541
8. Mottet N, et all. Guidelines on Prostate Cancer. European Association of Urology
2020
9. C. Parker, et all. Prostate Cancer: ESMO Clinical Practice Guideline for diagnosis,
treatment and follow-up. Annals of Oncology 2020; 24 (Supplement 6): vi 106-
vi114. -79.
10. Schet HI, et al, Design and End Points of Clinical Trials for Patients With
Progressive Prostate Cancer and Castrate Levels of Testosterone:
Recommendations of The Prostate Cancer Clinical Trials Working Group. J Clin
Oncol 2018; 26:1148-1159.
11. A. Salonia, et al. EAU Guidelines on Sexual and Productive Health. Uropean
Association or Urology 2020 : 28 ; 45

Anda mungkin juga menyukai