Anda di halaman 1dari 25

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 ANALISA REGRESI LOGISTIK PARTISIPASI SISWA TAMATAN


SLTP KE SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab III tentang analisis data yang

digunakan uji regresi logistik untuk memprediksi pengaruh yang terjadi diantara

variabel-variabel yang ada yaitu Y = Partisipasi Melanjutkan Pendidikan, X1 =

pendidikan orang tua laki-laki, X2 = pendidikan orang tua perempuan, X3 =

pekerjaan orang tua laki-laki, X4 = pekerjaan orang tua perempuan, X5 =

pengeluaran rumat tangga, X6 = jenis kelamin dan X7= lokasi antara desa dan

kota.

Uji regresi logistik dipergunakan jika variabel dependent bukan data

ratio/metric melainkan data kategori/nominal dan terdiri dari dua kategori yaitu 1

dan 0. Penerapan analisa regresi logistik dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui probabilitas partisipasi sekolah anak usia 13-18 tahun yang sekolah di

SMK atau lainnya dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi, Interpretasi

koefisien regresi tersebut dalam bentuk odds ratio (kecendrungan) atau dalam

adjusted probality (probabilitas yang disesuaikan) yang ditulis eksponen B atau

Exp (B).

Probabilitas siswa tamatan Sekolah Manengah Pertama melanjutkan

pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan dapat dilihat faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi anak. Berdasarkan hasil pengolahan tabel 5.1 tersebut

dijelaskan sebagai berikut


55

Tabel 5.1 Hasil Regresi Logistik Partisipasi Siswa SMP melanjutkan Pendidikan ke SMK

Variable Koef Sig Odd ratio 95% confidence


Intervel Odd
        Ratio
1 2 3 4 5

Pendidikan Orang Tua Laki-laki (EDCM) 1,811 0,030 6,116 1,195-5,098

Pendidikan Orang Tua Perempuan (EDCF) 3,085 0,000 8,293 4,157-6,885

Pekerjaan Orang Tua Laki-laki (JOBM) -1,142 0,049 0,319 0,103-0,993

Pekerjaan Orang Tua Perempuan (JOBF) 2,242 0,026 9,409 1,314-3,514

Pengeluaran Rumah Tangga (JOBRT) 1,203 0,027 3,328 1,144-3,892

Jenis Kelamin (Sex) -3,595 0,000 0,027 0,013-0,057

Lokasi (Loc) 0,529 0,311 0,589 0,211-1,641

Constant -5,236      
Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Dari analisis tabulasi silang dengan uji chi-square telah diketahui faktor-

faktor yang mempengaruhi partisipasi sekolah terpisah yaitu masing-masing

variabel penjelas terhadap variabel terikat. Untuk melihat pengaruh variabel bebas

secara bersama-sama terhadap variabel terikatnya digunakan model regresi

logistik.

Dari nilai koefisien regresi yang diperoleh maka di dapat dibuat persamaan

logistik sebagai berikut :

Y = -5,236 + 1,181 X1 + 3,085 X2 + (-1,142) X3 + 2,242 X4 + 1,203 X5 +

(-3,595) X6 + (-0,529) X7
56

Sebelum melihat Partisipasi Siswa SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK

maka ditetapkan batasan tingkat kepercayaan sebesar 95 %, maka hasilnya

diketahui bahwa pengeluaran rumah tangga, pendidikan orang tua laki-laki dan

perempuan, pekerjaan orang tua laki-laki dan perempuan dan jenis kelamin

secara signifikan terhadap siswa berpartisipasi siswa SLTP melanjutkan

pendidikan ke SMK.

5.1.1 PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN BAPAK TERHADAP


PARTISIPASI SISWA MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SMK

Pada tahap pertama didapat slope positif sebesar 1,811 dimana slope

variabel tingkat pendidikan bapak memiliki hubungan yang searah dengan

partisipasi siswa tamatan SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK dengan kata lain

semakin rendah tingkat pendidikan bapak semakin besar peluang anak

berpartisipasi melanjutkan pendidikan ke SMK dan diinterpretasikan sebagai Ln

(pi/1-pi)= 1,181 perbandingan resiko sebesar e1,181 = 6,116. Artinya pendidikan

Bapak yang tamat kurang dari SLTA dalam partisipasi siswa SLTP melanjutkan

pendidikan ke SMK sebesar 6,116 kali dibanding dengan pendidikan bapak yang

tamat SLTA ke atas. Jadi pendidikan bapak yang tamat dibawah SLTA cendrung

menyekolah anaknya ke SMK dibandingkan bapak yang berpendidikan tamat

SLTA ke atas.

Pada uji signifikansi variabel ini significance pada á=5 % ini menandakan

bahwa, partisipasi siswa SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK banyak yang

berasal dari bapak yang berpendidikan tamat di bawah SLTA tapi dan ini

menunjukkan bahwa partisipasi siswa melanjutkan pendidikan ke SMK


57

ditentukan oleh pendidikan bapak, karena peluang siswa berpartisipasi melajutkan

pendidikan di SMK berkisar 1,195-5,098 kali dibandingkan pendidikan bapak

yang tamat SLTA ke atas.

Tetapi bila dibandingkan dengan secara satu persatu maka pendidikan

ayah significance pada á=5 %. Bapak cendrung mempunyai mempengaruhi

partisipasi siswa melanjutkan pendidikan ke SMK.

Seperti hasil penelitian, koefisien pendidikan bapak akan mempengaruhi

partisipasi sekolah anaknya. Hal ini bisa disebabkan oleh peranan bapak sebagai

kepala rumah tangga, yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya.

Bapak yang mempunyai pendidikan di bawah SLTA ingin anaknya

langsung bisa membantu perekonomian rumah tangga. Dengan harapan setelah

tamat dari SMK anaknya dari pekerjaan yang bisa menopang perekonomian

rumah tangga.

Tingkat pendidikan yang ditamatkan bapak dan ibu dibagi dua yaitu tamat

dibawah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan tamat Sekolah menengah Lanjutan

Atas dan sederajat atau sekolah keagamaan seperti Madrasah Aliyah ke atas.

Dengan perincian seperti tabel 5.2 sebagai berikut :

Tabel 5.2 Hasil Crosstabs Pendidikan Bapak Dan Partisipasi Sekolah

Tingkat Pendidikan Bapak Hasil uji Chi-Square


Partisipasi Sekolah
Tamat di bawah SLTA Lainnya Odd 95% confidence
ratio
jumlah % Jumlah % interval
109 73,15 40 26,85
SMK
6,116 1,195-5,098
570 62,91 336 37,09
Lainnya
Total
679 64,36 376 35,64    

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)


58

Berdasarkan crosstabs yang dilakukan antara partisipasi siswa tamatan

SLTP melanjutkan pendidikan dengan tingkat pendidikan Bapak tamat dibawah

SLTA diperoleh 109 orang memilih SMK dan 507 orang memilih selain SMK.

Sedangkan partisipasi tamatan SLTP melanjutkan pendidikan yang mempunyai

bapak berpendidikan tamat SLTA ke atas adalah 40 orang memilih SMK dan 336

orang memilih selain SMK.

Gambar 5.1 :
Partisipasi Siswa di SMK dan Lainnya
Menurut Pendidikan Orang Tua Laki-laki Tahun 2006

600

500

400
orang 300 SMK
200 Lainnya

100

0
Tamat di bawah SLTA lainnya
pendidikan orang tua laki-laki

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Serta didapatkan 73,72 % bapak yang berpendidikan tamat dibawah SLTA

memilih menyekolahkan anaknya di SMK dan hanya 24,28% bapak

berpendidikan tamat SLTA ke atas menyekolahkan anak ke SMK.

5.1.2 PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN IBU TERHADAP


PARTISIPASI SISWA MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SMK

Sedangkan Slope variabel untuk pendidikan ibu mempunyai parameter

koefisien positif yaitu sebesar 3,085 menggambarkan proporsi ibu yang

mempunyai pendidikan tamat dibawah SLTA lebih besar untuk berpartisipasi


59

dalam menyekolahkan anak ke SMK dibandingkan dengan pendidikan ibu tamat

SLTA ke atas. Slope ini dapat diinterpretasikan sebagai Ln (pi/1-pi)= 3,085

perbandingan resiko sebesar e3,085. Artinya bila ibu mempunyai pendidikan tamat

di bawah SLTA mempunyai peranan untuk menyekolahkan anaknya yang

tamatan SLTP untuk berpartisipasi di SMK sebesar 3,085 kali dibandingkan

dengan ibu yang mempunyai pendidikan tamat SLTA ke atas. Dengan artian ibu

yang berpendidikan tamatan di bawah SLTA lebih tinggi partisipasinya

menyekolah anak di SMK dibandingkan ibu yang berpendidikan tamat SLTA ke

atas.

Pada uji signifikansi variabel ini significance pada á=5 % ini menandakan

bahwa, walaupun partisipasi siswa SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK banyak

yang berasal dari ibu yang berpendidikan tamat di bawah SLTA menunjukkan

bahwa partisipasi siswa melanjutkan pendidikan ke SMK ditentukan oleh

pendidikan ibu, karena peluang siswa berpartisipasi melajutkan pendidikan di

SMK hanya berkisar 4,157-6,885 kali dibandingkan pendidikan ibu yang tamat

SLTA ke atas.

Pendidikan ibu mempengaruhi partisipasi sekolah siswa tamatan karena

ibu yang tamat di bawah SLTA rata-rata adalah mempunyai pekerjaan sebagai ibu

rumah tangga biasa, sehingga cendrung menyerahkah semua keputusan kepada

bapak sebagai kepala rumah tangga.


60

Partisipasi tamatan SLTP melanjutkan pendidikan berdasarkan pendidikan

ibu diperoleh hasil seperti dalam tabel 5.3

Tabel 5.3 Hasil Crosstabs Pendidikan Ibu Dan Partisipasi Sekolah

Tingkat Pendidikan Ibu Hasil uji Chi-Square


Partisipasi Sekolah
Tamat di bawah SLTA Lainnya Odd 95% confidence
ratio
jumlah % jumlah % interval
131 75,72 42 24,28
SMK
8,293 4,157-6,885
657 67,04 323 32,96
Lainnya
788 68,34 365 31,66    
Total

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Berdasarkan tabel 5.3 yang dilakukan antara partisipasi tamatan SLTP

melanjutkan pendidikan dengan tingkat pendidikan ibu tamat dibawah SLTA

diperoleh 131 orang memilih SMK dan 657 orang memilih selain SMK.

Sedangkan partisipasi tamatan SLTP melanjutkan pendidikan yang mempunyai

ibu yang berpendidikan tamat SLTA ke atas adalah 42 orang memilih SMK dan

323 orang memilih selain SMK.

Serta didapatkan 75,72% ibu yang berpendidikan tamat dibawah SLTA

memilih menyekolahkan anaknya di SMK dan hanya 24,28% ibu berpendidikan

tamat SLTA ke atas menyekolahkan anak ke SMK.

Dari kedua tabel diatas dapat dilihat bahwa peningkatan partisipasi

tamatan SLTP melanjutkan pendidikan di SMK semakin tinggi seiring dengan

turunnya tingkat pendidikan orang tua baik bapak maupun ibu.


61

Gambar 5.2 :
Partisipasi Siswa di SMK dan Selain SMK
Menurut Pendidikan Orang Tua Perempuan Tahun 2006

700
600
500
400
orang SMK
300
Lainnya
200
100
0
Tamat di bawah SLTA lainnya
Pendidikan Orang Tua Perempuan

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

5.1.3 PENGARUH BIDANG PEKERJAAN BAPAK TERHADAP


PARTISIPASI SISWA MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SMK

Slope variabel ini mempunyai parameter koefisien negatif yaitu sebesar

-1,142 dapat dipresentasikan sebagai berikut Ln (pi/1-pi)= -1,142 perbandingan

resiko sebesar e-1,142= 0,319 interaksi ini mempunyai hubungan yang negatif.

Tanda negatif ini memperlihatkan bahwa menggambarkan proporsi bapak yang

mempunyai pekerjaan di sektor informal lebih besar untuk berpartisipasi dalam

menyekolahkan anak ke SMK dibandingkan dengan perkerjaan bapak di sektor

formal.

Artinya bila bapak bekerja di sektor informal mempunyai peranan untuk

menyekolahkan anaknya yang tamatan SLTP untuk berpartisipasi di SMK sebesar

0,319 kali dibandingkan dengan bapak yang bekerja di sektor formal. Dengan
62

artian bapak yang bekerja di sektor informal lebih tinggi partisipasinya

menyekolah anak di SMK dibandingkan bapak yang bekerja di sektor formal.

Untuk variabel bapak yang mempunyai pekerjaan di bidang informal pada

uji signifikan à=5%, tada hubungan yang signifikan antara pekerjaan bapak di

bidang informal dengan partisipasi siswa tamatan SLTP melanjutkan pendidikan

ke SMK menandakan bahwa pekerjaan bapak di bidang informal menentukan

partisipasi sekolah anaknya dengan nilai Exp.(B) nya sebesar 0,319 dengan

convidence interval odd ratio 0,103-0,993 dapat diartikan bahwa peluang

partisipasi siswa tamatan SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK berasal dari

bapak yang bekerja di sektor informal berkisar antara 0,103-0,993 kali

dibandingkan dengan bapak yang bekerja di sektor formal.

Bidang pekerjaan ayah dibagi dua yaitu sektor formal dan informal.

Dengan perincian sebagai berikut :

Tabel 5.4 Hasil Crosstabs Pekerjaan Bapak Dan Partisipasi Sekolah

Pekerjaan Bapak Hasil uji Chi-Square


Partisipasi Sekolah
Non formal Lainnya Odd 95% confidence
ratio
Jumlah % jumlah % interval
127 70,95 52 29,05
SMK
0,319 0,103-0,993
596 65,64 312 34,36
Lainnya
723 66,51 364 33,39    
Total

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Berdasarkan tabel 5.4 partisipasi tamatan SLTP melanjutkan pendidikan

dengan pekerjaan bapak di bidang informal diperoleh 127 orang memilih SMK
63

dan 596 orang memilih selain SMK. Sedangkan partisipasi siswa sekolah ditinjau

dari pekerjaan bapak di bidang formal adalah 52 orang memilih SMK dan 312

orang memilih selain SMK.

Gambar 5.3 :
Partisipasi Siswa di SMK dan Selain SMK
Menurut Pekerjaan Orang Tua Laki-laki Tahun 2006

600

500

400

orang 300 SMK


200 Lainnya

100

0
Non formal lainnya
Pekerjaan orang tua laki-laki

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Serta didapatkan 70,95 % bapak yang bekerja di sektor informal memilih

menyekolahkan anaknya di SMK dan hanya 20,95 % bapak bekerja di sektor

formal menyekolahkan anak ke SMK.

5.1.4 PENGARUH BIDANG PEKERJAAN IBU TERHADAP PARTISIPASI


SISWA MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SMK

Sementara itu dari pengolahan data didapatkan slope positif sebesar 2,242,

dimana slop variabel bidang pekerjaan ibu memiliki hubungan yang searah

dengan partisipasi siswa SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK, dengan kata lain

bahwa semakin banyak pekerjaan ibu di sektor informal semakin banyak siswa

berpartisipasi di SMK. Slope tersebut dapat diinterpretasikan sebagai Ln (pi/1-

pi)=2,242 perbandingan resiko sebesar e2,242=9,409. Dengan pengertian ibu yang


64

mempunyai pekerjaan di sektor informal untuk menyekolahkan anaknya yang

tamat SLTP ke SMK sebesar 9,409 kali dibandingkan ibu yang bekerja di sektor

formal.

Sedangkan untuk variabel ibu yang mempunyai pekerjaan di bidang

informal pada uji signifikan à=5%, mempunyai hubungan yang signifikan antara

pekerjaan ibu di bidang informal dengan partisipasi siswa tamatan SLTP

melanjutkan pendidikan ke SMK dan menandakan bahwa pekerjaan ibu di bidang

informal menentukan partisipasi sekolah anaknya dengan nilai Exp.(B) nya

sebesaar 4,048 dengan convidence interval odd ratio 1,314-3,514 dapat diartikan

bahwa peluang partisipasi siswa tamatan SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK

berasal dari ibu yang bekerja di sektor informal berkisar antara 1,314-3,514 kali

dibandingkan dengan ibu yang bekerja di sektor formal.

Sedangkan partisipasi tamatan SLTP melanjutkan pendidikan berdasarkan

pekerjaan ibu di sektor formal dan informal dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Hasil Crosstabs Pekerjaan Ibu Dan Partisipasi Sekolah

Pekerjaan Ibu Hasil uji Chi-Square


Partisipasi Sekolah
Non Formal Lainnya 95% confidence
Odd ratio
jumlah % jumlah % Interval
129 77,25 38 22,75
SMK
9,409 1,314-3,514
642 68,01 302 31,99
Lainnya
771 69,40 340 30,60    
Total

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Dari tabel 5.5 didapatkan hasil partisipasi tamatan SLTP melanjutkan

pendidikan dengan ibu yang mempunyai pekerjaan di sektor informal adalah 129
65

orang memilih SMK dan 642 orang memilih selain SMK. Sedangkan partisipasi

tamatan SLTP melanjutkan pendidikan ditinjau dari pekerjaan ibu di bidang

formal adalah 38 orang memilih SMK dan 302 orang memilih selain SMK.

Gambar 5.4 :
Partisipasi Siswa di SMK dan Selain SMK
Menurut Pekerjaan Orang Tua Perempuan Tahun 2006

700
600
500
400
orang SMK
300
Lainnya
200
100
0
Non Formal lainnya
Pekerjaan Orang Tua Perempuan

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Serta didapatkan 77,25 % ibu yang bekerja di sektor informal memilih

menyekolahkan anaknya di SMK dan hanya 22,75 % ibu bekerja di sektor formal

menyekolahkan anak ke SMK.

5.1.5 PENGARUH PENGELUARAN RUMAH TANGGA TERHADAP


PARTISIPASI SISWA MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SMK

Pada slope variabel ini mempunyai parameter koefisien positif sebesar

1,203 dan menggambarkan bahwa peluang untuk keluarga yang berada di bawah

garis kemiskinan berpastisipasi melanjutkan pendidikan di SMK dibandingkan

dengan keluarga yang diatas garis kemiskinan. Artinya proporsi probabilitas

rumah tangga berpengeluaran di atasgaris kemiskinan lebih besar menyekolahkan

anaknya di SMK. Hal ini dapat dilihat dari data sebagai berikut Ln (pi/1-pi)=
66

1,203 perbandingan resiko sebesar e1,203=3,328 artinya resiko responden rumah

tangga yang berpenghasilan di atas garis kemiskinan untuk berpartisipasi

melanjutkan pendidikan ke SMK 3,328 kali dibandingkan keluarga dibawah garis

kemiskinan.

Variabel ekonomi yang diproksikan lewat pengeluaran rumah tangga

didapatkan bahwa partisipasi siswa SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK sangat

dipengaruhi oleh tingkat pengeluaran rumah tangga. Semakin tinggi pengeluaran

suatu rumah tangga, semakin tinggi kesadaran rumah tangga tersebut untuk

menyekolahkan anak.

Pengeluaran rata-rata per bulan dan per kapita masing-masing rumah tangga

sampel yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : “diatas garis kemiskinan” dan

“dibawah garis kemiskinan” memberikan gambaran bahwa partisipasi sekolah di SMK

yang berada di atas garis kemiskinan lebih dominan dari kelompok pengeluaran di

bawah garis kemiskinan Tabel 5.5.

Tabel 5.6 Hasil Crosstabs Pengeluaran Rumah Tangga Dan Partisipasi Sekolah

Pengeluaran Rumah Tangga Hasil uji Chi-Square


Partisipasi Sekolah
Dibawah Garis Kemiskinan Lainnya Odd 95% confidence
ratio
jumlah % jumlah % Interval
41 26,28 115 73,72
SMK
3,328 1,144-3,892
313 34,10 605 65,90
Lainnya
771 32,96 720 67,04    
Total

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Dengan perincian rumah tangga yang dibawah garis kemiskinan terdapat

41 orang memilih sekolah di SMK dan 313 orang memilih sekolah di selain SMK.
67

Sedangkan yang diatas garis kemiskinan didapatkan 115 orang memilih SMK

serta 605 memilih sekolah selain SMK.

Gambar 5.4 :
Partisipasi Siswa di SMK dan Selain SMK
Menurut Pengeluaran Rumah Tangga Tahun 2006

700
600
500
400
orang
300 SMK
200 Lainnya
100
0
Dibawah Garis lainnya
Kemiskinan
Pengeluaran Rumah Tangga

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Serta didapatkan 26,28 % rumah tangga yang dibawah garis kemiskinan

memilih sekolah di SMK dan 73,72 % rumah tangga diatas garis kemiskinan

menyekolah anaknya di SMK.

5.1.6 PENGARUH JENIS KELAMIN TERHADAP PARTISIPASI SISWA


MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SMK

Jenis kelamin dalam penelitian tidak tidak terlalu berpengaruh dalam

partisipasi siswa melanjutkan pendidikan ke SMK bias gender rata-rata tidak

terjadi lagi karena adanya emansipasi wanita yang sedang digiatkan oleh

pemerintah.
68

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang memilih SMK

berjumlah 87 orang sama dengan banyaknya siswa yang memilih sekolah di

sekolah menengah umum seperti ditunjukkan tabel 5.6 berikut ini

Tabel 5.7 Hasil Crosstabs Jenis Kelamin Dan Partisipasi Sekolah

Jenis Kelamin Hasil uji Chi-Square


Partisipasi Sekolah
Laki-laki Lainnya 95% confidence
Odd ratio
jumlah % Jumlah % interval
87 50,00 87 50,00
SMK
0,027 0,013-0,057
468 49,47 478 50,53
Lainnya
555 49,55 565 50,45    
Total

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)

Partisipasi siswa berpartipasi sekolah di selain SMK juga sama banyak

jumlahnya antara laki-laku dan perempuan dengan persentase laki-laki 468 orang

dan perempuan 478 orang seperti gambar 5.5 .

Gambar 5.5 :
Partisipasi Siswa di SMK dan Selain SMK
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006

500

400

300
orang SMK
200
Lainnya
100

0
Laki-laki lainnya
Jenis Kelamin

Sumber:Susenas 2006 (data diolah)


69

Slope variabel ini mempunyai parameter koefisien negatif yaitu sebesar -3,395

dapat dipresentasikan sebagai berikut Ln (pi/1-pi)= -3,395 perbandingan resiko

sebesar e-3,395= 0,027 interaksi ini mempunyai hubungan yang negatif. Tanda

negatif ini memperlihatkan bahwa menggambarkan proporsi jenis kelamin laki-

laki dan perempuan tidak terlu berpengaruh terhadap partisipasi siswa

melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah kejuruan.

5.1.7 PENGARUH LOKASI TERHADAP PARTISIPASI SISWA


MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE SMK

Lokasi dalam penelitian tidak tidak terlalu berpengaruh dalam partisipasi

siswa melanjutkan pendidikan ke SMK karena adanya pemerataan akses

pendidikan antara desa dan kota oleh setiap pihak yang berkepentingan. Rata-rata

tiap ibukota kecamatan telah memiliki satu buah SMK dan 3 buah SMK untuk

tiap-tiap kabupaten.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang memilih SMK

berjumlah 45 orang sama dan yang memilih selain SMK sebanyak 39 orang dan

untuk partisipasi siswa di selain SMK juga hampir sama persentasenya antara desa

dan kota seperti ditunjukkan tabel 5.7 berikut ini :

Tabel 5.8 Hasil Crosstabs Lokasi Dan Partisipasi Sekolah

Lokasi Hasil uji Chi-Square


Partisipasi Sekolah
Desa Lainnya Odd 95% confidence
ratio
jumlah % jumlah % interval
45 53,57 39 46,43
SMK
0,311 0,211-1,641
465 48,29 498 51,71
Lainnya
510 48,71 537 51,29    
Total
Sumber:Susenas 2006 (data diolah)
70

Kesadaran masyarakat desa dan kota sangat tinggi untuk mennyekolahkan

anaknya di sekolah umum maupun sekolah kejuruan. Tidak terjadi perbedaan

yang mencolok tentang partisipasi siswa antara desa dan kota.

5.1.8 PENGARUH BIDANG PEKERJAAN BAPAK, PENDIDIKAN BAPAK


DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA

Partisipasi siswa melanjutkan pendidikan di SMK secara umum

dipengaruhi oleh pendidikan orang tua (bapak dan ibu) tetapi pada kenyataan

secara umum pendidikan bapak sangat mempengaruhi partisipasi sekolah anak

dibandingkan dengan pendidikan ibu.

Setelah melakukan perhitungan dengan logistik regresi diketahui bahwa

pendidikan bapak lebih besar pengaruhnya daripada pendidikan ibu dengan sistem

kontrol persamaan, dan diketahui juga bahwa variabel ekonomi rumah tangga

yang diproksikan melalui pengeluaran rumah tangga.

Dalam penelitian ini terjadi multicollinearity karena variabel bebas

berkorelasi sangat kuat sehingga sukar sekali untuk memisahkan pengaruh atau

dampak masing-masing terhadap variabel tak bebas. Disini terlilihat dari R 2 yang

tinggi serta hasil yang tidak signifikan. Pengeluaran rumah tangga akan semakin

meningkat seiring dengan naiknya tingkat pendidikan dan serta adanya pekerjaan

yang tetap orang tua yang menjamin perekonomian setiap bulannya.

Di hasil penelitian didapatkan bahwa pengeluaran rumah tangga sangat

berperan penting dalam partisipasi tersebut. Argumen ini diperlihatkan pada

rumah tangga yang berada di atas garis kemiskinan lebih peduli untuk

menyekolahkan anak di SMK.


71

Disamping itu bila dikaitkan dengan pendidikan orang tua yang

kebanyakan yang berpartisipasi di SMK adalah orang tua yang berpendidikan

tamat di bawah SLTA. Dan pekerjaan bapak di bidang informal juga berpengaruh

terhadap partisipasi siswa melanjutkan pendidikan ke SMK. Jika dilihat dari

penelitian bapak yang mempenyai pekerjaan di sektor informal, berada di atas

garis kemiskinan dan berpendidikan tamat di bawah SLTA lebih cendrung

menyekolahkan anak di SMK karena umumnya orang tua dalam hal ini orang tua

laki-laki (bapak) mengharapkan anaknya dapat membantu menanggulangi

perekonomian keluarga maka dari itu lah partisipasi siswa SLTP melanjutkan

pendidikan ke SMK dipengaruhi ketiga hal tersebut diatas.

Penelitian ini relatif sama dengan penelitian terdahulu karena karena faktor

ekonomi berpengaruh terhadap partisipasi sekolah siswa tamatan SLTP

melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan. Dan penelitian lebih

menfokuskan pengaruh pendidikan dan pekerjaan orang tua yang secara langsung

memang mempengaruhi partisipasi siswa.

Tetapi kalau kita perhatikan dari semua tabel crosstab hasil penelitian

menunjukkan bahwa partisipasi siswa tamatan SLTP untuk melanjutkan

pendidikan ke SMK sangat kecil. Dari data awal yang berupa sampel hanya 342

yang memilih bersekolah di SMK dari jumlah 3052 sampel yang dipilih.

Sementara dalam rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional

2005-2015 mencanangkan perbandingan SMK : SMA nantinya berkisar antara

70:30.

Sementara kalau saat ini kalau kita lihat dilapangan usaha yang kongkrit

dari pemerintah belum berpengaruh terlalu besar untuk merangsang tamatan


72

SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK. Secara nasional menurut Dikdasmen

(rembug nasional pendidikan : 2006) selisih siswa antara SMA dan SMK berkisar

sekitar 2.000.000 orang.

Memang banyak Unit Sekolah Baru (USB) SMK didirikan di setiap

kabupaten dan kota. Tapi pembangunan USB SMK ini belum menjamin siswa

tamatan SLTP berpartisipasi melanjutkan pendidikan ke SMK. Dari penelitian

hanya ± 20 % melanjutkan pendidikan ke SMK, sedangkan ± 80% lagi

melanjutkan pendidikan ke selain SMK. Bahkan ada beberapa SMA yang berubah

menjadi SMK seperti di kota Malang, yang beberapa buah SLTA di sana berubah

menjadi SMK.

Sedangkan menurut pengamatan penulis untuk mencapai renstra

Depdiknas seperti yang diuraikan diatas karena orang tua beranggapan bahwa

sekolah di SMK itu dikenai biaya mahal (World Bank, 2002).

Selain itu kalau orang tua yang berpendidikan tamat SLTA keatas

cendrung menyekolahkan anaknya ke SLTA karena SMK yang ada dari segi

sarana dan prasarana tidak mencukupi sehingga, sehingga orang tua tersebut

beranggapan bahwa di SMK tersebut kebanyakn hanya belajar teori saja sehingga

banyak anak tidak memiliki keterampilan apapun setelah tamat dari SMK.

Orang tua (bapak dan ibu) yang berpendidikan tamat SLTA ke atas takut

anak yang tamat SMK tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi,

sementara banyak orang tua tersebut berorientasi gelar atau sekedar mendapatkan

gelar sarjana.

Menurut hipotesis penulis semuanya berkaitan dengan faktor ekonomi.

Minat siswa SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK semakin berkurang.


73

Masyarakat menyadari bahwa masuk SMK membutuhkan biaya yang besar

misalnya iuran bahan praktek, biaya pendidikan sistem ganda di dunia

usaha/dunia industri dan biaya lainnya.

Ketakutan inilah yang menghantui para orang tua sehingga mereka enggan

menyekolahkan anaknya di SMK. Disamping ketakutan akan biaya sebagian

orang tua yang mempunyai pendidikan menengah keatas berpandangan bahwa

SMK itu adalah “sekolah kelas dua” atau alternatif bila tidak diterima di SLTA

favorit, dan kompetensi siswa SMK saat ini banyak yang tidak tepat sasaran

karena kurangnya sarana dan prasarana.

5.2 IMPLIKASI KEBIJAKAN

Banyak hal yang bisa ditempuh untuk meningkatkan partisipasi siswa

tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) melanjutkan pendidikan ke

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berdasarkan hasil penelitian yaitu, instansi

yang terkait dalam hal ini Dinas Pendidikan melalui sekolah di tingkat SLTP perlu

melakukan sosialisasi dan pemberian pemahaman secara terus menerus kepada

masyarakat terutama kepada orang tua siswa yang akan melanjutkan pendidikan

ke tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dengan tentang perbedaan Sekolah

Menengah Atas dengan Sekolah Menengah Kejuruan dan tentang peluang

kedepan.

Sosialisasi ini terus menerus dilakukan karena partisipasi sekolah siswa

tamatan SLTP melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan

tergantung kepada pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang arti sekolah
74

menengah kejuruan sehingga tingkat partisipasi mencapai ratio 70 : 30 bisa

tercapai.

Ditambah dengan program bimbingan karir, agar siswa SLTP dan para

orangtua memahami tersedianya sekolah alternatif pada jenjang SLTA yaitu

Sekolah Menengah Kejuruan. Kegiatan perkenalan oleh pihak Sekolah Menengah

Kejuruan dan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan kejuruan dengan

mengundang siswa SLTP secara terprogram dan menarik.

Karena kekurangtahuan orang tua siswa maka minat masuk SMK sangat

kurang. Masyarakat awam tahu bahwa yang penting masuk sekolah negeri karena

biaya di sekolah negeri murah. Dan mereka beramai-ramai memasukkan anaknya

ke SMA tanpa memperhitungkan bahwa selepas SMA harus melanjutkan

pendidikan ke perguruan tinggi.

Dan pada sosialisasi atau acara rapat komite sekolah pihak yang

berkepentingan dalam hal ini Dinas Pendidikan dan sekolah dapat memberikan

pemahan kepada masyarakat bahwa dengan sekolah menengah kejuruan maka

lapangan kerja menjadi terbuka lebar, walaupun tidak bekerja pada orang lain

(perusahaan) maka tamatan SMK dapat berwirausaha dengan mandiri.

Saat ini kebanyakan orang tua siswa baik itu SMA maupun SMK banyak

bekerja di sektor informal seperti tani, buruh, penjahit, tukang las, montir, industri

rumah tangga dan lain sebagainya. Dalam hal inilah peran pemerintah dalam

mensosialisasikan program berpartisipasi di SMK ini dapat ditingkatkan. Salah

satu caranya adalah dalam acara-acara kelompok tani pemerintah dapat memberi

arahan kepada masyarakat untuk mengarahkan anaknya untuk masuk sekolah

menengah kejuruan.
75

Saat ini pemerintah banyak melaksanakan program Life Skill Eduaction

(Pendidikan Kecakapan Hidup). Dan pendidikan kecakapan hidup banyak

berorientasi kepada materi kejuruan. Jadi dengan program kecakapan hidup yang

maka pemerintah secara tak langsung memberikan informasi kepada masyarakat

bahwa keterampilan hidup itu penting dalam menghasilkan pendapatan bagi

seseorang dan kecakapan itu dapat diperoleh di Sekolah Menengah Kejuruan dan

Community Collage.

Sementara itu di beberapa kabupaten dibangun SMK baru dan disertai

studi kelayakan yang benar agar jenis bidang keahlian yang dibuka benar-benar

sejalan dengan keunggulan lokal kabupaten dan kota.

Untuk menambah jumlah siswa kejuruan, di SMA dapat dibuka program

kejuruan, seperti Teknik Informatika, Pariwisata, Tata Busana, Perhotelan, dan

lain-lain sebagainya.

Serta langkah awal harus dilakukan adalah memperbaiki SMK yang ada

pada saat ini. Mulai dari kurikulum, tenaga pendidik, dana operasional, fasilitas,

dan manajemen sekolah. Kerjasama dengan DU/DI dan organisasi profesi perlu

ditingkatkan sehingga kewajiban antara masyarakat dengan pemerintah dapat

diwujudkan secara merata.

Dan untuk meningkatkan partisipasi siswa SLTP melanjutkan pendidikan

ke SMK bisa dilakukan dengan menyiapkan berbagai macam beasiswa-beasiswa

sehingga dengan adanya beasiswa bisa merangsang minat siswa tamatan SLTP

melanjutkan pendidikan ke SMK. Dengan dibantu dengan berbagai macam

beasiswa maka ketakutan masyarakat akan tingginya biaya pendidikan di SMK

bisa teratasi.
76

Dalam otonomi daerah ini maka pemerintah daerah dapat saja membuat

komitmen dengan perusahaan-perusahaan yang ada di daerah untuk lebih

memprioritaskan lulusan sekolah menengah kejuruan di daerah tersebut untuk

dipekerjakan terlebih dahulu di perusahaan tersebut. Dan dari segi pendanaan

maka dengan pemerintah dapat mengeluarkan peraturan bahwa bahwa sebagian

laba perusahaan wajib dialokasikan untuk pengembangan SMK, sehingga biaya

sekolah SMK yang mahal akan bisa diatasi.

Dan penulis berpandangan untuk meningkatkan partisipasi siswa tamatan

SLTP melanjutkan pendidikan ke SMK kita harus menyiapkan beberapa langkah

atau strategi yang nantinya bisa diaplikasikan dalam meningkatkan minat dan

untuk mencapai rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional diantaranya

adalah :

1. Pada saat siswa tersebut masih di SLTP diperlukan program bimbingan

karir dan sosialisasi kepada orang tua tentang program keahlian/jurusan atau

keuntungan masuk SMK.

2. Perlu pemahaman secara terus menerus kepada masyarakat tentang

perlunya keterampilan, tentang perbedaan SMA dengan SMK, sektor informal

dan formal dan peluang usaha lainnya di masa yang akan datang.

3. Memberikan beasiswa bagi siswa yang kurang mampu dan

menggratiskan biaya praktek.

4. Setiap mendirikan SMK baru sebaiknya harus disertai studi kelayakan

yang benar agar jenis program yang dibuka benar-benar sesuai dengan

keunggulan lokal
77

5. Mencari terobosan baru dalam hal proses transfer ilmu di SMK, misalnya

dengan menggunakan sarana multimedia dan internet yang ditopang oleh

Jardiknas (Jejaring Pendidikan Nasional) yang ada di setiap kabupaten dan

kota.

6. Untuk efisiensi biaya dilakukan penyisipan SMK di SMA. Membuat

beberap kelas SMK di sebuah SMA. Jurusan yang paling mungkin dibuat

adalah bidang keahlian teknik informatika.

7. Pemerintah Daerah harus mengeluarkan peraturan daerah yang

mewajibkan industri di kabupaten/kota memanfaatkan lulusan SMK sebagai

tenaga kerja.

8. Mengkaji kembali jurusan/program keahlian yang telah jenuh, dan

memperbaharui dengan jurusan/program keahlian yang sesuai dengan

kebutuhan pasar.

Sedangkan langkah strategis yang perlu dilakukan adalah :

1. Koordinasi yang baik antara stakeholders (Departemen Pendidikan

Nasional, Dinas Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,

pemerintah propinsi dan pemerintah daerah/kota baik dalam perencanaan,

persiapan implementasi, dan evaluasi program diharapkan menciptakan

sinergi, khususnya komitmen pemerintah daerah dalam menyukseskan

program pengembangan sumber daya manusia di wilayahnya, antara lain

dan pembukaan dan penutupan program keahlian, pembangunan Unit

Sekolah baru (USB) dan penyedian bahan praktek. Karena pengalaman

selama ini menunjukkan bahwa untuk merealisasikan dana pendamping

melalui APBD yang telah disepakati jika adanya bantuan pusat memerlukan
78

dana pendamping untuk setiap program bukanlah hal yang mudah untuk

dipenuhi.

2. Mengelola dana dari APBD, dekonstrasi maupun dana pusat untuk

peningkatan akses pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan serta efisiensi

manajemen harus dijalankan secara cermat dan tepat guna. Dan setiap

informasi yang ada harus selalu disosialisasikan kepada setiap pihak yang

ikut serta meningkatkan terealisasi hasil yang baik bagi pembangunan SMK.

3. Dinas pendidikan dan pihak sekolah perlu memperhatikan jurusan-

jurusan yang sudah jenuh (jumlah siswa tidak sesuai lagi dengan lapangan

pekerjaan yang tersedia) dan bahkan ada program keahlian yang tidak

diminati sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai