1 SM
1 SM
16
KEBIJAKAN PERLINDUNGAN SOSIAL DAN PENCEGAHAN RETRAFFICKING
BAGI ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT
Oleh
Binahayati Rusyidi, Eva Nuriyah, & Lenny Meilani
ABSTRAK
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi asal terbesar dari mana anak menjadi korban perdagangan
orang. Kebijakan perlindungan anak yang bertujuan mencegah, menangani korban serta mencegah
terjadinya pengulangan (retrafficking) menjadi suatu keniscayaan. Penelitian kualitatif ini
menganalisa kebijakan pemerintah provinsi Jawa Barat dalam perlindungan sosial trafficking anak.
Informan adalah perwakilan dari kelembagaan pemerintah yang memiliki tugas untuk merancang
dan melaksanakan program perlindungan anak yaitu Dinas Sosial, BPPAKB, UPPA Polda Jabar, dan
Dinas Pendidikan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi dokumentasi. Data
analisis dilakukan secra kualitatif berdasarkan kerangka analisa kebijakan sosial dari Gilbert & Terrel
yang memfokuskan pada: basis of allocation, nature of provision, delivery system, and finance
methods.
Penelitian menemukan bahwa Jawa Barat telah memiliki peraturan daerah yang memayungi
perlindungan sosial anak. Program-program pencegahan bersifat universal sedangkan program
bersifat selektif ditemukan mendominasi arah perlindungan sosial berupa penanganan, rehabilitasi
korban anak, serta pemberdayaan keluarga umumnya yang didistribusikan meliputi protective
regulations, layanan profesional dan in-kind. Pelaksanaan kebijakan dilakukan secara mandiri
maupun koordinatif lintas lembaga namun belum memberikan perhatian memadai pada aspek
monitoring dan evaluasi. Sumber pendanaan umumnya berasal dari APBN dan APBD masih
dianggap kurang memadai. Sementara itu pendanaan yang melibatkan keikutsertaan lembaga non-
pemerintah, khususnya duania usaha masih terbatas.
Pengembangan kebijakan yang berorientasi pencegahan, penguatan kapasitas dan ketahanan
keluarga, diversifikasi pendanaan serta penerapan monitoring dan evaluasi yang optimal agar dapat
dilaksanakan untuk efektivitas perlindungan sosial terkait perdagangan anak.
140
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
kategori anak-anak. Berdasarkan daerah asal Tindak Pidana Perdagangan Orang, ratifikasi
korban, data dari International Organization Konvensi Hak Anak Tahun 1990, Rencana
for Migration (2012) menempatkan Jawa Barat Aksi Penanggulangan Perdagangan Anak,
sebagai daerah asal terbesar korban serta pembentukan Komisi Perlindungan
perdagangan manusia, yang di dalamnya juga Anak untuk tujuan pengawasan pemenuhan
termasuk korban berusia di bawah 18 tahun. hak-hak anak. Di tingkat daerah, berbagai
Trafficking menimbulkan dampak yang bentuk kebijakan perlindungan anak
signifikan terhadap kualitas hidup dan tumbuh khususnya anak korban trafficking juga telah
kembang anak. Dampak tersebut timbul dikembangkan.
sebagai akumulasi kondisi dan perlakuan Namun demikian perlu suatu kajian yang
kekerasan serta eksploitatif yang dapat terjadi menganalisis kebijakan daerah dalam
sejak tahap perekrutan, penampungan, perlindungan anak korban trafficking untuk
pengiriman, dan atau penempatan. Anak yang melihat sejauh mana kebijakan tersebut secara
diperdagangkan tercabut haknya untuk explisit merespon kebutuhan anak korban
menerima pendidikan, bermain, bersosialisasi, trafficking dan mencegah terjadinya
serta terbebas dari tindak kekerasan. Mereka retrafficking terhadap korban. Dalam praktek
juga banyak mengalami gangguan-gangguan pekerjaan sosial, kebijakan sosial merupakan
psikologis termasuk gangguan pasca –trauma, produk yang dijadikan pedoman dalam
depresi, daan sebagainya. Khusus bagi mereka pembentukan, pengembangan atau
yang dilacurkan, korban perdagangan anak memperluas pelayanan sosial, suatu kelompok,
berisiko tinggi untuk menderita penyakit organisasi (Kahn, 1973:69; Gilbert & Terrel,
menular seksual dan mengalami kehamilan 2008). Kebijakan sosial perlindungan anak
yang tidak dikehendaki. Secara sosial, anak korban perdagangan manusia perlu menjamin
mengalami rasa malu yang luar biasa atau rasa pemenuhan kebutuhan anak dalam rangka
bersalah yang terus menghantui karena mengurangi potensi dampak negatif yang
menganggap dirinya tidak berarti, tidak berkelanjutan serta memperkuat pencegahan
berharga atau kotor (International terjadinya retrafficking terhadap korban.
Organization for Migration, 2012). Dengan adanya berbagai kebijakan yang telah
Anak korban trafficking berhak untuk ditetapkan oleh Provinsi Jawa Barat khususnya
mendapatkan perlindungan khusus dan dalam menangani masalah perdagangan anak
pertolongan guna mengatasi berbagai dampak perlu dilakukan analisis kebijakan sosial dalam
fisik, kesehatan dan psikologis yang perlindungan sosial anak korban trafficking
dialaminya. Undang-undang Nomor 23 Tahun dan pencegahan trafficking yang telah
2002 tentang Perlindungan Anak megatur dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jawa
secara khusus tugas negara dan masyarakat Barat.
dalam perlindungan anak yang “ bertujuan
untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak TINJAUAN KONSEPTUAL
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
Pengertian anak didefinisikan secara
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
berbeda dalam berbagai peraturan di tingkat
harkat dan martabat kemanusiaan, serta
internasional dan nasional. Keberagaman
mendapat perlindungan dari kekerasan dan
pendefinisian tersebut umumnya terkait pada
diskriminasi, demi terwujudnya anak
batasan usia apa seorang individu
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia
dikategorikan sebagai anak. Convention on the
dan sejahtera”.
Rights of the Child (1989) yang telah
Indonesia telah memilki perangkat
diratifikasi pemerintah Indonesia melalui
perundangan dan kelembagaan yang bertujuan
Kepres No. 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa
untuk mencegah tindak perdagangan anak dan
anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke
perlindungan hak-hak anak termasuk di
bawah. Indonesia menambahkan dimensi
dalamnya Undang-undang Pemberantasan
sosial pada definisi anak seperti tercantum
141
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
142
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
143
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
144
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
145
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
bukanlah merupakan kegiatan yang terstruktur Selama pelatihan anak akan mendapatkan
sehingga lebih didasarkan pada pendekatan asrama, dukungan alat/bahan, fasilitas
personal. magang, dan modal awal berupa peralatan
Reintegrasi bertujuan mengintegrasikan untuk memulai usaha. Semua fasilitas selama
korban ke lingkungan sosial termasuk keluarga pelatihan diberikan secara cuma-
dan lingkungan yang lebih luas melalui cuma.Pelatihan dilaksanakan di balai Bina
pelaksanaan fungsi-fungsi sosialnya secara remaja selama kurang lebih 4 (empat) bulan.
wajar sebagai anggota masyarakat. Untuk Program Bina remaja dilaksanakan sebanyak 2
korban anak, kegiatan reintegrasi dapat angkatan per tahun dengan peserta rata-rata 60
dilakukan melalui 2 kegiatan utama yaitu 1) orang anak per angkatan. Saat ini Dinas Sosial
pendidikan formal dan 2) pendidikan luar tengah menjajaki kerja sama dengan beberapa
sekolah berupa pelatihan keterampilan. perusahaan swasta untuk menyediakan
Kegiatan reintegrasi ini dilakukan dengan tetap fasilitas pelatihan dan penempatan peserta
memperhatikan aspirasi dan keinginan anak Bina remaja di seluruh wilayah Indonesia.
korban serta pertimbangan-pertimbangan dari Dinas Sosial juga melakukan penguatan
keluarga untuk kepentingan terbaik anak. ekonomi keluarga.Bantuan dana melalui
Program untuk mengembalikan korban program Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
anak ke lembaga pendidikan formal bertujuan merupakan salah satu strategi untuk
adalah untuk menjamin terpenuhinya hak meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga
korban anak akan pendidikan. Pada banyak anak korban trafficking, terutama dengan
kasus, anak korban trafficking adalah tujuan untuk mencegah terjadinya kembali
siswa/pelajar yang terpaksa berhenti dari trafficking pada korban. Setiap tahun Dinas
sekolahnya karena dipekerjakan/dieksploitasi Sosial Provinsi akan mengajukan sejumlah
oleh pelaku perdagangan manusia. Jika anak dana UEP ke Kementrian Sosial. Pengajuan
berasal dari keluarga tidak mampu, maka didasarkan pada kebutuhan yang diajukan oleh
Dinas Sosial akan berkoordinasi dengan Dinas Dinas Sosial Kabupaten/Kota. Pendanaan UEP
Pendidikan agar keluarga anak dibebaskan dari berasal dari APBN dan APBD Jawa Barat.
kewajiban membayar biaya pendidikannya. Dalam UEP, keluarga korban
Selain itu, jika anak korban trafficking mendapatkan pelatihan usaha ekonomi
memutuskan tidak melanjutkan pendidikan, produktif dan bantuan dana yang diberikan
maka Dinas Sosial dapat menawarkan program dalam bentuk barang untuk modal usaha.
pelatihan keterampilan kepada korban anak Jumlah dana yang diterima sekitar 3 juta rupiah
melalui program Bina Remaja. Tujuan dari dan bersifat bantuan sosial sehingga penerima
pelatihan Bina remaja adalah mempersiapkan tidak diwajibkan untuk mengembalikan
anak agar bisa mandiri melalui dunia kerja bantuan yang sudah diterima kepada Dinas
(mendapatkan pekerjaan atau membuka Sosial. Peserta UEP dapat memilih usaha
lapangan kerja baru. Keterampilan yang produktif yang sesuai dengan minat dan
dimiliki anak diharapkan dapat mempercepat kemampuan masing-masing, di antaranya
pemulihan trauma dan meningkatkan rasa pengolahan pangan, jahit, toko kelontong, dan
percaya diri korban, mempercepat proses sebagainya. Penerima UEP mendapatkan
reintegrasi korban, dan mengurangi kerentanan pendampingan dari petugas yang bertugas
korban untuk kembali dijadikan korban. memantau perkembangan usaha yang dijalani
Banyak korban trafficking terjebak iming- dan perkembangan kehidupan keluarga
iming pekerjaan dan penghasilan yang tinggi peserta. Namun menurut Dinas Sosial Provinsi
dari para pelaku Jawa Barat, pendampingan kurang berjalan
Bina Remaja memberikan pendidikan dengan baik sehingga usaha peserta tidak
keterampilan sesuai dengan minat dan bakat bertahan dan produktif. Modal usaha berupa
anak, diantaranya perbengkelan, pengolahan barang tersebut kadangkala dijual atau dipakai
pangan, tata kecantikan, dan sebagainya.
146
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
oleh penerima untuk menutupi kebutuhan pemahaman dan kesadaran unsur pendidikan
sehari-hari. terhadap perdagagangan manusia. Khususnya,
pemahaman atau sosialisasi kepada para guru-
Kebijakan Dinas Pendidikan Jawa Barat guru dan kepala sekolah agar dapat mencegah
Kebijakan Dinas Pendidikan Jawa Barat terjadinya perdagangan manusia. Program
tidak terkait langsung dengan penanganan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa
korban tetapi program-program yang bersifat sebagian anak korban trafficking berstatus
pencegahan. Namun demikian program terkait pelajar. Melalui sosialisasi tersebut diharapkan
pencegahan trafficking tidak berdiri sendiri bahwa kepala sekolah dan guru BP dapat
melainkan diintegrasikan dengan kegiatan- mensosialisasikannya kepada guru dan siswa
kegiatan Pengarusutamaan Gender di Jawa sekolah, sehingga pada gilirannya diharapkan
Barat. Adapun kegiatan-kegiatan terkait PUG dapat mencegah dan menekan angka
tersebut meliputi: a) Sosialisasi PUG Tingkat trafficking usia sekolah di Jawa Barat.
Pemangku Kebijakan se Jawa Barat; Program tersebut dilaksanakan sejak tahun
b)Pelatihan PSBG tingkat SD, SMP, 2009 dan masih dilaksanakan sampai saat ini.
SMA/SMK se Jawa Barat; c) Bantuan Sosial Dalam program sosialisasi, para guru (peserta)
PUG Tingkat SD, SMP, SMA/SMK untuk memperoleh pelatihan mengenai pengertian,
sosialiasasi dan penyusunan silabus tingkat bentuk, penyebab dan penanganan
satuan pendidikan Rp 15.000.000,00; d) perdagangan manusia. Pelatihan dilaksanakan
Pembuatan leaflet, poster dan buku pedoman 1 kali dalam satu tahun ajaran sekolah. Selain
PUG; e) Penyusunan profil gender; f) sosialisasi, setiap sekolah dianjurkan
Penyusunan position paper PUG bidang memasang leaflet-leaflet tentang bahaya
pendidikan Provinsi Jawa Barat; trafficking. Program tersebut diselenggarakan
g)Penyusunan dan penggandaan buku melalui bidang Pendidikan Non Formal dan
Keterkaitan Sistem Keluarga dan Sekolah Informal (PNFI). Pendanaan program
Terhadap Kenakalan Pelajar; h)Penyusunan bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat
dan penggandaan buku Analisis Bahan Ajar namun jumlah anggaran tersebut dirasakan
Yang Responsif Gender Tingkat SD, SMP, dan masih terbatas sehingga perlu ditingkatkan.
SMA/SMK; i) Bantuan keuangan untuk
Piloting Pokja Gender dan Sosialisasi pada 5 Kebijakan Badan Pemberdayaan
kabupaten se Jawa Barat (Kabupaten Perempuan, Kependudukan dan Keluarga
Tasikmalaya, Kabupaten Subang, Kabupaten Berencana Provinsi Jawa Barat
Sukabumi, Kabupaten Karawang, dan Kota Dalam prakteknya, peran BPPKB dalam
Bogor); j)Bantuan keuangan untuk 21 perlindungan anak korban perdagangan
kabupaten/kota untuk pembentukan Pokja manusia lebih bersifat koordinatif dan
Gender Bidang Pendidikan Tingkat fasilitatif. Ini artinya, BPPKB tidak
Kabupaten/Kota se Jawa Barat; k) Penguatan menjalankan fungsi teknis secara langsung
Jejaring PUG (Stakeholder Bidang dalam perlindungan sosial anak. Fungsi teknis
Pendidikan); l) Pembentukan Pokja Gender penanganan anak korban trafficking
Tingkat Provinsi; m) Pelatihan PPRG Bagi dilaksanakan oleh Pusat Pelayanan Terpadu
Pengelola PUG Tingkat Kabupaten/Kota Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(PNFI dan Bagian Perencanaan); n)Kerjasama (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat. Tugas pokok
dan kemitraan dengan PSW UNPAD, PSW BPPKB dalam penanganan trafficking terkait
UPI, PSW IPB dan BPPKB Provinsi Jawa dengan perumusan kebijakan/regulasi,
Barat; o)Evaluasi program PUG Provinsi Jawa pencegahan dan peningkatan kapasitas
Barat; p) Sosialisasi dan Pelatihan Bagi kelembagaan dalam pencegahan dan
Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan penanganan trafficking, termasuk trafficking
Di dalam kegiatan-kegiatan di atas Dinas anak.
Pendidikan memasukkan peningkatan
147
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
Sebagai lembaga non-teknis, BPPKB untuk menimbulkan daya tangkal sejak dini
banyak menjalankan peran fasilitator dan sehingga tidak terpengaruh oleh bujuk rayu
koordinasi dalam pelaksanaan tugasnya. Dalam dari para calo penyalur tenaga kerja wanita dan
pelaksanaan fungsinya, BPPKKB melakukan anak secara illegal melalui berbagai
kerjasama dan koordinasi dengan penyuluhan; b) Preventif; dengan tujuan guna
lembaga/dinas terkait di lingkup provinsi mencegah lalu lintas manusia yang
seperti Dinsos, Dinkes, Kepolisian, Disdik , diperdagangkan secara illegal dari desa ke kota
P2TP2A Jawa Barat dan sebagainya: maupun dari satu kota ke kota lain dan dari
pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat; dalam negeri ke negara tujuan . Hal ini
pemerintah provinsi lainnya; Kementrian dilakukan dengan melakukan pengawasan
terkait, khususnya Kementrian Pemberdayaan secara ketat di tempat penampungan / kos dan
Perempuan dan Perlindungan Anak; lembaga- tempat lain yang dapat diperkirakan dapat
lembaga non-pemerintah tingkat nasional dan melancarkan lalu lintas perdagangan wanita
internasional seperti Komnas Perempuan, dan anak seperti pelabuhan laut, pelabuhan
Komnas Anak, International Organisation for udara, pintu gerbang perbatasan dengan negara
Migration, International Catholic Migration lain dan patroli di perairan untuk mengawasi
Commission; serta pusat kajian perempuan dan kapal perahu yang diduga membawa tenaga
anak di lingkungan perguruan tinggi. kerja korban perdagangan manusia; c) .
BPPKKB juga baru saja mengembangkan Represif dengan tujuan untuk menanggulangi
kerjasama dengan unsur TNI Bintara Pembina setiap kejahatan terhadap perdagangan wanita
desa (Babinsa) di 5 kabupaten dalam dan anak serta menangkap para pelaku dan
pencegahan dan penanganan perdagangan mengungkapkan jaringan untuk diproses
orang. secara hukum yang berlaku dengan melakukan
Pendanaan kegiatan bersumber dari dana kegiatan raziadi tempat penampungan wanita
APBD dan dana dari donor, khususnya dan anak , tempat pelacuran tempat hiburan,
lembaga-lembaga internasional yang memiliki pelabuhan peti kemas, pemeriksa kapal atau
perhatian terhadap isu perdagangan manusia. perahu di daerah perairan dan pelabuhan udara.
Misalnya pada tahun 2012, APBD Jawa Barat Terkait pendanaan, kegiatan di UPPA Polda
untuk menangani masalah kekerasan terhadap Jabar bersumber dari APBN.
perempuan dan anak (termasuk peragangan Terkait dengan penanganan kasus,
manusia) mencapai 30 milyar yang disebar ke korban dan pelaku dilakukan dalam Unit
P2TP2A, Badan Pemberdayaan Perempuan Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA).
dan Keluarga Berencana (BPPKB), Gugus Tugas UPPA adalah memberikan pelayanan
Tugas Pencegahan, Dinas Koperasi dan Usaha dalam bentuk perlindungan terhadap
Kecil dan Menengah (KopKUKM), Dinas perempuan dan anak yang menjadi korban
Pendidikan (Disdik), Dinas Perindustrian dan kejahatan/kekerasan dan penegakan hukum
Perdagangan (Disperindag), dan Penanganan terhadap pelakunya. Termasuk di dalamnya:
Tindak Pidana Perdagangan Orang. menerima laporan/pengaduan tentang
tindak kekerasan terhadap perempuan dan
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak anak (termasuk perdagangan orang); membuat
Polda Jawa Barat laporan polisi; -memberikan konseling,
Penanganan permasalahan perdaga- mengirimkan/merujuk korban ke Pusat
ngaan manusia khususnya perempuan dan Pelayanan Terpadu (PPT ) atau Rumah Sakit
anak di Polda Jawa Barat ditangani oleh Unit terdekat; -melakukan penyidikan perkara,
Trafficking dan Penyelundupan Orang. termasuk permintaan Visum et Repertum; -
Adapun kebijakan terkait dengan perlindungan memberikan kepastian kepada pelapor, bahwa
dan penanganan anak korban trafficking di akan ada tindak lanjut dari laporan /
Polda Jawa Barat yang dilaksanakan sejak pengaduan; -menyalurkan korban ke Lembaga
tahun 2006 meliputi: a) Preemtif; bertujuan Bantuan Hukum (LBH) atau Rumah Aman,
148
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
149
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
untuk mengurangi kerentanan anggota bersifat selektif. Hal ini karena sasaran
masayarakat terhadap praktek trafficking. program umumnya ditujukan kepada korban
Kedua, korban trafficking, khususnya anak dan atau keluarga korban (attributed needs).
yang diperdagangkan bukan hanya dirampas Penjemputan korban, rehabilitasi psiko-sosial,
haknya untuk bebas dari tindak kekerasan, tapi penanganan kasus dan perlindungan melalui
juga mengalami dampak negative multi- kepolisian umumnya hanya diberikan kepada
dimensi yang dapat menghambat tumbuh korbansaja. Kriteria tersebut merupaan hal
kembangnya secara wajar. Dengan demikian yang wajar mengingat perlindungan korban
perlu dilakukan pelayanan-pelayanan untuk merupakan hal yang prioritas dan spesifik.
membantu korban mengatasi dampak negative Sementara itu kriteria-kriteria tambahan
yang dialaminya. penerimaan pelayanan dapat dilihat pada
Namun demikian kajian ini tidak beberapa program lainnya. Misalnya, kondisi
menemukan kebijakan/program yang sosial-ekonomi keluarga melalui means-tested
bertujuan memantau kondisi dan merupakan indikator tambahan dalam program
perkembangan anak korban perdagangan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui
manusia dan keluarganya. Meskipun Usaha Ekonomi Produktif dan penyaluran
pencatatan dilakukan pada saat korban fasilitas Jaminan Kesehatan Keluarga Miskin.
mendapatkan pelayanan, tidak ada tidak lanjut Kedua program ini dikhususkan bagi korban
untuk memonitor kondisi korban dan dan keluarga korban yang berasal dari
keluarganya secara khusus dalam jangka kelompok miskin saja. Sementara itu pelatihan
tertentu. Tidak ada monitoring setelah korban keterampilan melalui Program Bina Remaja
menjalani reintegrasi, merefleksikan suatu menambahkan kriteria usia dan attributed
asumsi bahwa reintegrasi berjalan dengan needs sebagai prasyarat untuk mendapatkan
sebagaimana mestinya dan telah terjadi pelayanan. Para peserta pelatihan adalah anak
perubahan positif pada korban dan berusia remaja, mengalami putus sekolah serta
keluarganya. Padahal faktor-faktor resiko dan bersedia untuk mendapatkan pelatihan
faktor-faktor pelindung yang berasal dari keterampilan kerja..
dalam diri maupun lingkungan korban anak Yang menjadi pertanyaan adalah
berbeda-beda sehingga daya tangkal terhadap bagaimana dengan pelayanan korban
kemungkinan re-trafficking antara individu trafficking yang tidak berasal dari keluarga
korban satu dengan lainnya berbeda-beda. miskin atau tidak memenuhi kriteria-kriteria
Selain itu, program-program yang tambahan lainnya? Jika kebanyakan pelayanan
ditujukan untuk meningkatkan peran serta dan diasosiasikan sebagai pelyanan bagi anak
kemampuan orangtua dalam pengasuhan dan korban trafficking yang tidak mampu,
perawatan anak belum mendapat perhatian. bukankah nantinya hal tersebut menciptakan
Program-program untuk penguatan keluarga stigma bagi pelayanan-pelayanan tersebut? .
umumnya hanya ditujukan untuk penguatan Sebaliknya, kriteria eligibilitas penerima
ekonomi. Padahal kemampuan pengasuhan, pelayanan yang berfokus pada kelompok
termasuk di dalamnya pengawasan anak, miskin seakan-akan mengasumsikan bahwa
pemberian dukungan kepada anak yang korban yang berasal dari kelompok mampu
menjadi korban trafficking dan sebagainya tidak memerlukan pelayanan atau tidak layak
merupakan salah satu aspek penting dalam dibantu. Kriteria tambahan sebagai dasar
perlindungan anak korban, temasuk untuk penentuan eligibilitas bisa saja diperluas,
meningkatkan daya tangkal anak dan misalnya didasarkan pada tingkat keparahan
mencegah retrafficking. kasus trafficking dan dampaknya pada korban
Berdasarkan basis alokasinya, mengingat bahwa kebutuhan korban yang
program/kebijakan perlindungan sosial anak mengalami kasus atau dampak berat akan
korban trafficking pada umumnya dapat berbeda dengan mereka yang mengalami kasus
digolongkan sebagai program-program yang atau dampak yang relative lebih ringan.
150
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
151
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
152
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
153
PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 4 NOMOR: 1 HAL: 1 - 140 ISSN: 2442-4480
Ebbe, N, Obi, K dan Dilip, D. 2008. Global Shireman, Joan. 2003. Critical Issues in Child
Trafficking in Women and Children. Welfare. New York: Columbia University
London: CRS Press. Press.
Gilbert, N. & Terrell, P. (2008). Dimensions of Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat
Social Welfare Policy (6th ed.). Boston: Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika
Allyn and Bacon. Aditama.
International Organization for Migration. ------------------. 2000. Pembangunan
2012. Trafficking in Indonesia: Severity dan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Victim Profile. IOM-Indonesia: Jakarta Bandung: LSP-STKS Bandung.
Leedy Paul & Jeanne E. Ormrod. 2005. -----------------. 2008. Analisis Kebijakan
Practical Research: Planning and Design Publik. Bandung: Alfabeta.
Research. Ohio: Pearson.
Mulyanto. 2004. Melacur Demi Hidup
Fenomena Perdagangan Anak Perempuan Sumber lain:
di Palembang. Yogyakarta: Pusat Studi Convention on The Right of the Child (1989)
Kependudukan dan Kebijakan Universitas Undang-Undang RI Tentang Perlindungan
Gadjah Mada. Anak
Spicker, Paul. 1995. Social Policy, Themes and Undang-Undang RI tentang Pemberantasan
Approach. London: Prentice Hall. Tindak Pidana Perdagangan Orang
Perda Jabar No. 3 tahun 2008
154