Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSIONAL

SHOULDER ET CAUSA FROZEN SHOULDER SINISTRA

DI RSUP Dr.TADJUDDIN CHALID MAKASSAR

OLEH:

YUSRIANI YUNUS

PO.713241181048

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

JURUSAN FISIOTERAPI

TAHUN 2021
i

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus praktek klinik komprehensif dengan judul “Penatalaksanaan

Fisioterapi Pada Gangguan Fungsional Shoulder Et Causa Frozen Shoulder Sinistra”

telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

praktek klinik di RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar , mulai tangga 15 Februari – 13

Maret 2021

Makassar, 25 Februari 2021

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Preceptor

Hj. Susilawati, S.Tr.FT Hj. Hasnia Ahmad, S.Pd, S.St. Ft, M.Kes

NIP : 197206051998032002 NIP : 196405051988032002


ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat

dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyusun laporan kasus ini

yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan Fungsional

Shoulder Et Causa Frozen Shoulder Dextra” Laporan kasus ini merupakan salah

satu dari tugas klinik RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar. Selain itu juga laporan

kasus ini bertujuan memberikan informasi mengenani penatalaksaan fisioterapi untuk

kasus tersebut.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Klinik dan

Pembimbing Akademik yang memberikan arahan selama menyusun laporan ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan,

oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Semoga dengan selesainya laporan ini dapat

bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman yang membutuhkan.


iii

DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS...........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
TINJAUAN TENTANG KASUS.....................................................................................2
A. Tinjuan Tentang Anatomi Biomekanik..............................................................2
B. Tinjauan Tentang Frozen Shoulder..................................................................14
C. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi......................................................20
D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi..........................................................25
BAB III............................................................................................................................43
PROSES FISIOTERAPI.................................................................................................43
A. Identitas Pasien...................................................................................................43
B. History Taking....................................................................................................43
C. Inspeksi/Observasi..............................................................................................44
D. Regional Screening Test.....................................................................................44
E. Pemeriksaan Gerak............................................................................................45
F. Pemeriksaan Spesifik..........................................................................................46
G. Pengukuran Fisioterapi......................................................................................51
H. Problematik Fisioterapi......................................................................................55
BAB IV............................................................................................................................57
INTERVENSI FISIOTERAPI.........................................................................................57
A. Rencana Intervensi Fisioterapi..............................................................................57
B. Strategi Intervensi Fisioterapi...............................................................................57
C. Prosedur Pelaksanaan............................................................................................59
BAB V.............................................................................................................................68
PEMBAHASAN..............................................................................................................68
A. Pembahasan Assessment Fisioterapi.................................................................68
B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi...................................................................69
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................72
iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

American Shoulder dan Elbow Surgeons mendefinisikan frozen shoulder

sebagai kondisi etiologi yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dari gerak

aktif dan pasif bahu yang terjadi karena kerusakan jaringan dalam. Banyak fisioterapis

percaya frozen shoulder termasuk kondisi yang sulit untuk dipecahkan.(Varcin, L:

2013). Frozen shoulder yang disebut juga adhesive capsulitis adalah suatu keadaan

yang ditandai dengan kekakuan dan nyeri pada sendi bahu. Keadaan ini bisa menjadi

lebih buruk yang ditandai dengan luas pergerakan bahu yang berkurang. Etiologi

dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor

predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use,

cidera atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit kardiovaskuler, clinical

depression dan Parkinson.

Prevalensi frozen shoulder 3 – 5% dari populasi, lebih sering terjadi pada usia

40 – 60 tahun dan umumnya lebih banyak mengenai wanita dan pekerja dibanding laki

– laki . Frozen shoulder juga terjadi pada 10 – 20% dari penderita diabetes melitus yang

merupakan salah satu faktor resikonya.


2

BAB II

TINJAUAN TENTANG KASUS

A. Tinjuan Tentang Anatomi Biomekanik

1. Anatomi Shoulder

Shoulder kompleks merupakan sendi yang paling kompleks pada

tubuh manusia karena memiliki 5 sendi yang saling terpisah. Shoulder

kompleks tersusun oleh 3 tulang utama yaitu clavicula, scapula, dan

humerus yang membentuk kombinasi three joint yang menghubungkan

upper extremity dgn thoraks.

Shoulder kompleks terdiri atas 3 sendi sinovial dan 2 sendi non-

sinovial. Ketiga sendi sinovial adalah sternoclavicular joint,

acromioclavicular joint, dan glenohumeral joint, sedangkan kedua sendi

non-sinovial adalah suprahumeral joint dan scapulothoracic joint.

Suprahumeral joint merupakan syndesmosis karena pertemuan kedua

tulang hanya dihubungkan oleh ligamen (jaringan fibrous) dan secara

fungsional terlibat pada gerakan elevasi, depresi, protraksi, retraksi,

abduksi dan fleksi shoulder.Scapulothoracic joint merupakan sendi

fungsional karena secara anatomis tidak memiliki karakteristik arsitektur

sendi, dimana sendi ini secara fungsional terlibat pada gerakan elevasi,

depresi, protraksi, retraksi, abduksi dan fleksi shoulder.


3

Anatomi Shoulder terdiri dari tulang, sendi, ligamen, dan otot.

Tulang – tulang yang membentuk shoulder adalah scapula, humerus, dan

clavicula.

1. Tulang

a. Scapula

Scapula tulang berbentuk pipih yang terletak pada aspek dorsal

thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang

belakang, akromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat

melekat beberapa otot yang berfungsi menggerakkan bahu secara

kompleks. Empat otot rotator cuff yang berorigo pada scapula (S,

Lynn.: 2013). Otot- otot tersebut adalah supraspinatus, infraspinatus,

teres minor dan subskapularis (K, Stephen: 2015).

b. Clavicula

Clavicula merupakan tulang berbentuk “S” yang terhubung dengan

scapula pada sisi lateral dan manubrium pada sisi medial. Menahan

scapula untuk mencegah tulang humerus bergeser berlebih.


4

c. Humerus

Humerus merupakan tulang pembentuk shoulder joint yang pada

bagian distal humerus terdapat epikondilus lateral dan medial.

Terdiri dari caput humeri yang membuat persendian dengan

rongga glenoidalis scapula. Terdapat tuberositas mayor dibagian luar

dan tuberositas minor dibagian dalam. Diantara

keduatuberositas terdapat sulcus intertubercularis. Pada os humerus

juga terdapat tuberositas deltoid sebagi tempat melekatnya insertio

otot deltoid. Pada bagian distal humerus terdapat epikondilus lateral

dan medial.
5

2. Sendi

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket

joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu

sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan

lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun

struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan

ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia

dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar

bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu

mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral,

sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut

bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas

lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok

karena fossa glenoidalis dangkal.


6

Gambar 2. Sendi Penyusun Bahu

a. Sternoclavicular joint

Sternoclavicular joint dibentuk oleh ujung proksimal clavicula yang

bersendi dengan incisura clavicularis dari manubrium sternum dan cartilago

costa I. Sternoclavicular joint terdiri dari 2 permukaan yang berbentuk

saddle, salah satu permukaan terdapat pada ujung proksimal clavicula dan

satu permukaan lagi terdapat pada incisura clavicularis dari manubrium

sternum, sehingga sternoclavicular joint tergolong kedalam saddle joint.

Sternoclavicular joint memiliki diskus artikular fibrokartilago yang

dapat memperbaiki kesesuaian kedua permukaan tulang yang bersendi &

berperan sebagai shock absorber. Sternoclavicular joint dibungkus oleh

kapsul artikularis yang tebal dan kendor, serta diperkuat oleh ligamen

sternoclavicular anterior dan posterior. Selain ligamen sternoclavicular

anterior dan posterior, sendi ini juga diperkuat oleh ligamen

costoclavicularis dan interclavicularis. Ligamen costoclavicular memiliki 2

lamina yaitu lamina anterior yang memiliki serabut kearah lateral dari costa I

ke clavicula, dan lamina posterior yang memiliki serabut kearah medial dari

costa I ke clavicula.Ligamen interclavicularis menghubungkan kedua ujung

proksimal clavicula dan ikut menstabilisasi sternoclavicular joint.Sendi

cromioclavicular menghubungkan scapula da clavicula.


7

b. Acromioclavicular Joint

Acromioclavicular joint dibentuk oleh processus acromion

scapula yang bersendi dengan ujung distal

clavicula.Acromioclavicular joint termasuk kedalam irregular joint

atau plane joint dengan permukaan sendi yang hampir rata, dimana

permukaan acromion berbentuk konkaf dan ujung distal clavicula

berbentuk konveks.Acromioclavicular joint memiliki diskus artikular

diantara kedua permukaan tulang pembentuk sendi.

Acromioclavicular joint dibungkus oleh kapsul artikularis yang

lemah tetapi diperkuat oleh ligamen acromioclavicularis superior dan

inferior.Pada bagian posterior dan superior sendi juga diperkuat oleh

aponeurosis otot upper trapezius dan deltoideus. Ligamen

coracoclavicularis (serabut trapezoideum pada sisi lateral dan serabut

conoideum pada sisi medial) dan ligamen coracoacromialis tidak

berhubungan langsung dengan acromioclavicular joint tetapi ikut

membantu menstabilisasi acromioclavicular joint

c. Glenohumeral joint

Glenohumeral joint dibentuk oleh caput humeri yang bersendi

dengan cavitas glenoidalis yang dangkal. Glenohumeral joint

termasuk sendi ball and socket joint dan merupakan sendi yg paling

bebas pada tubuh manusia.Caput humeri yang berbentuk hampir

setengah bo-la memiliki area permukaan 3 – 4 kali lebih besar

daripada fossa glenoidalis scapula yang dangkal se-hingga

memungkinkan terjadinya mobilitas yang tinggi pada shoulder. Fossa


8

glenoidalis diperlebar oleh sebuah bibir/labrum fibrokartilago yang

mengelilingi tepi fossa, disebut dengan “labrum glenoidalis”.Labrum

glenoidalis dapat membantu menambah stabilitas glenohumeral joint.

Kapsul artikularisnya kendor dan jika lengan ter-gantung ke bawah

akan membentuk kantong kecil pada permukaan medial, yang disebut

“recessus axillaris”.

Bagian atas kapsul diperkuat oleh lig.coracohumeral dan bagian

anterior kapsul diperkuat oleh 3 serabut lig. glenohumeral yang lemah

yaitu lig. glenohumeral superior, middle dan inferior. Ada 4 tendon

otot yang memperkuat kapsul sendi yaitu supraspinatus, infraspinatus,

teres minor dan subscapularis. Keempat otot tersebut dikenal dengan

“rotator cuff muscle”, berperan sebagai stabilitas aktif shoulder joint.

Selain rotator cuff muscle, stabilitas aktif sendi juga dibantu oleh

tendon caput longum biceps brachii. Rotator cuff muscle memberikan

kontribusi terhadap gerakan rotasi humerus dan tendonnya

membentuk collagenous cuff disekitar sendi shoulder sehingga

membungkus shoulder pada sisi posterior, superior dan anterior.

Ketegangan dari rotator cuff muscle dapat menarik caput humerus

kearah fossa glenoidalis sehingga memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap stabilitas sendi.

d. Suprahumeral joint
9

Suprahumeral joint terdiri atas coracoclavicular joint dan

coracoacromialis joint.Kedua sendi tersebut tidak memiliki karakteristik

sinovial, kedua tulang hanya dihubungkan oleh ligamen sehingga tergolong

syndesmosis.

Coracoclavicularis joint dibentuk oleh processus coracoideus scapula

dan permukaan inferior clavicula yang diikat oleh lig. coracoclavicularis.

Coracoacromialis joint dibentuk oleh processus coracoideus scapula dan

processus acromion scapula yang diikat oleh lig. coracoacromialis.

Suprahumeral joint memiliki ruang dengan atapnya adalah processus

acromion dan ujung distal clavicula sedangkan dindingnya adalah ligamen

coraco acromialis dan ligamen coracoclavicularis (serabut trapezoideum dan

serabut conoideum).Didalam ruang suprahumeral terdapat struktur jaringan

yaitu bursa subacromialis/subdeltoidea, tendon supraspinatus & tendon caput

longum biceps.

Bursa subacromial berperan sebagai bantal dari rotator cuff muscle

terutama otot supraspinatus dari tulang acromioin diatasnya.Bursa

subacromial dapat menjadi teriritasi akibat kompresi yang berulang-ulang

selama aksi/pukulan overhead lengan.

e. Scapulothoracic joint
10

Scapulothoracic joint merupakan pertemuan antara scapula dengan

dinding thoraks, yang dibatasi oleh otot subscapularis & serratus anterior.

Scapulothoracic joint dipertahankan oleh 3 otot trapezius, rhomboid major

et minor, serratus anterior & levator scapula.

3. Otot

Otot pembentuk pada shoulder joint sebagai berikut:

a. M. Pectoralis Major

- Origo: Medial clavicula ketiga. Sternum, costal cartilago ribs keenam

- Insersio: Sulcus intertubercularis lateral

- Fungsi : Fleksi shoulderadduksi bahu dan rotasi internal humerus.

b. M. Deltoideus

- Origo : 1. Anterior : Sepertiga antero lateral clavicula.

2. Medial: Lateral Acromion

3. Posterior: Inferior spina scapula

- Insesio : Tuberositas humerus

- Fungsi: 1. Anterior : Fleksi, abduksi, rotasi internal humerus.

2. Medial: Abduksi humerus


11

3. Posterior: Ekstensi, abduksi, rotasi ekternal humerus

c. M. Latissimus Dorsi

- Origo : Prosesus spinosus dari T7-L5 via dorsolumbar fascia, posterior

sacrum, illium.

- Insersio : Medial inter tuberositas humerus.

- Fungsi : Ekstensi, abduksi, internal rotasi humerus.

d. M. Seratus Anterior

- Origo : Upper costae 1-9

- Insersio : Anterior medial scapula

- Fungsi : Protaksi dan upward scapula.


12

e. M. Levator Scapula

- Origo : Prosesus tranversus C1-C4

- Insesio : Medial atas spina scapula

- Fungsi : Elevasi

f. M. Subscapularis

- Origo : Fossa subscapularis scapula

- Insersio : Tuberculus humeri.


13

- Fungsi : Medial rotasi.

2. Biomekanik Shoulder

a. Gerakan arthokinematika

Pada sendi glenohumeral gerakan fleksi-ekstensi dan abduksi- adduksi terjadi

karena rolling dan sliding caput humerus pada fossa glenoid. Arah slide

berlawana arah dengan shaft humerus. Pada gerakkan fleksi shoulder

caput humerus slide ke arah posterior dan inferior, pada gerakan ekstensi slide

ke arah anterior dan superior. (A, Charles Rockwood:2009).

b. Gerakan osteokinematika

Gerakan fleksi yaitu pada bidang sagital dengan axis pusat caput humeri.

Otot penggerak utama adalah m.deltoid anterior dan m. Supraspinatus rentang

0-90 derajat, untuk rentang 90-180 derajat dibantu oleh m. Pectoralis

mayor, m. Corachobracialis dan m. Biceps brachii. (A, Charles

Rockwood:2009). Gerakan ekstensi yaitu gerakan pada bidang sagital

menjahui posisi anatomis. Otot penggerak utama adalah m. Latissimus dorsi

dan m. teres mayor. Sedangkan pada gerakan hiper ekstensi, fungsi m. Teres

mayor digantikan m. Deltoid posterior.

Gerakan abduksi yaitu gerakan menjahui midline tubuh. Bergerak pada

bidang frontal. Otot penggerak utama m. Pectoralis mayor dan m. Latissimus

dorsi. (A, Charles Rockwood:2009). Gerakkan adduksi yaitu gerakkan lengan


14

ke medial mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama m. Pectoralis

mayor, m. Teres mayor, m. Latissimus dorsi. (A, Charles Rockwood:2009).

Gerakan rotasi internal dengan arah gerakan searah axis longitudinal

yang mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama m. Subscapularis, m.

pectoralis mayor, m. teres mayor, m. latissimus dorsi, m. Deltoid anterior. (A,

Charles Rockwood:2009). Gerakkan rotasi ekternal adalah gerakan rotasi

lengan searah axis longitudinal yang menjahui midline tubuh. Otot

penggerak utama m. Infraspinatus, m. Teres minor, m. Deltoid

posterior. (A, Charles Rockwood:2009).

B. Tinjauan Tentang Frozen Shoulder

1. Definisi

Frozen shoulder adalah kekakuan, nyeri, dan terbatasnya gerakan

pada gerakan sendi bahu. Frozen shoulder atau adhesive capsulitis

dapat terjadi jika ada cedera, gerakan yang berlebihan atau penyakit

diabetes atau stroke. Gangguan ini mengakibatkan jaringan di sekitar

sendi menjadi kaku dan membentuk jaringan parut. Kondisi ini

biasanya datang perlahan-lahan, kemudian akan hilang dengan

perlahan-lahan hingga juga lebih dari satu tahun. 

Frozen shoulder adalah kekauan pada sendi glenohumeral yang

dihasilkan dari jaringan non-kontraktil kecuali jika berdampingan

dengan lesi pada jaringan non-kontraktil. Gerakan aktif atau pasif

dapat menimbulkan nyeri dan mengakibatkan keterbatasan lingkup

gerak sendi. Pada gerakan pasif mobilisasi terbatas pada pola kapsuler
15

yaitu eksrotasi lebih terbatas dari abduksi lebih terbatas endorotasi.

Frozen shoulder secara terminologi terdiri atas frozen yang berarti

kaku dan shoulder yang berarti bahu, sehingga frozen shoulder dapat

diartikan sebagai kekakuan sendi bahu.

1. Frozen shoulder atau disebut juga adhesive capsulitis atau

shoulder periarthritis merupakan manifestasi muskuloskeletal

yang mengacu pada kekakuan sendi glenohumeral akibat

penebalan dan kontraksi kapsul sendi menyebabkan penurunan

cukup besar kapasitas volume kapsul (Marcel, 2015).

2. Frozen shoulder adalah kondisi peradangan di mana jaringan

ikat di sekitar sendi bahu menebal dan mengencang, yang

menyebabkan hilangnya mobilitas. Pada dasarnya, frozen

shoulder dikenal sebagai bahu “membeku”. Definisi teknis

bahu beku adalah adhesive capsulitis, yang merupakan istilah

medis untuk kekakuan dan nyeri yang terkait dengan rentang

gerakan terbatas di bahu. Ini paling sering terjadi hanya dalam

satu bahu tetapi dapat terjadi pada keduanya.

2. Etiologi

Penyebab frozen shoulder tidak dipahami dengan jelas. Apa yang kita

ketahui, bagaimanapun, adalah kelompok-kelompok yang menghadapi risiko

terbesar dari kondisi ini. Frozen shoulder lebih sering terjadi pada mereka

yang berusia di atas 40 tahun, wanita, dan jauh lebih umum pada penderita

diabetes dan mereka yang menderita stroke, penyakit tiroid, pasca

immobilisasi, atau penyakit Parkinson.


16

Frozen shoulder diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder frozen

shoulder.

a. Frozen shoulder primer

Frozen shoulder primer mengacu pada bentuk etiologi idiopatik nyeri

bahu dan kekakuan. Pada frozen shoulder idiopatik, kemungkinan

penyebabnya termasuk imunologi, inflamasi, biokimia, dan perubahan

endokrin.

Frozen shoulder primer tergolong idiopatik atau tidak diketahui

peyebabnya. Frozen shoulder primer patogenesisnya dapat berupa

inflamasi kronis yang memprovokasi jaringan musculotendinous atau

jaringan sinovial seperti rotator cuff, tendon biseps, dan kapsul sendi.

b. Frozen shoulder sekunder

Frozen shoulder sekunder dapat mengikuti peristiwa pencetus atau

trauma, yang dapat diidentifikasi untuk menjelaskan kehilangan gerak.

Contoh kejadian seperti itu yang menyebabkan frozen shoulder termasuk

keterbatasan setelah operasi, trauma jaringan lunak, dan fraktur. Tiga

fase frozen shoulder mungkin tidak selalu dikenali pada pasien

akibatfrozen shoulder sekunder. Frozen shoulder sekunder berhubungan

dengan peristiwa pencetus seperti trauma, penyakit kardiovaskular,

hemiparesis, prosedur bedah dan diabetes.

Frozen shoulder juga terjadi karena jaringan fleksibel yang

mengelilingi sendi bahu (shoulder capsule) menebal dan meradang.

Namun penyebab pasti terjadinya penebalan dan peradangan belum

diketahui.
17

Walau demikian, ada beberapa hal yang diduga dapat menjadi

pemicu, yaitu:

a. Idiopatik (kondisi penyakit yang penyebabnya tidak diketahui).

b. Trauma, misalnya karena pembedahan pada bahu, robekan tendon,

atau patah tulang lengan atas

c. Imobilisasi, misalnya akibat bekas operasi lama seperti bedah

toraks dan kardiovaskular, atau bedah saraf.

d. Penyakit metabolik/ endokrin, misalnya karena diabetes,

penyakit autoimun, dan penyakit tiroid.

e. Masalah saraf, misalnya karena stroke atau Parkinson’s Disease. 

f. Masalah jantung, seperti hipertensi atau iskemia jantung.

g. Obat-obatan, misalnya konsumsi protease inhibitor, anti-

retrovirus, imunisasi, atau florokuinolon.

h. Penyebab lain, misalnya hiperlipidemia (kolesterol tinggi), atau

keganasan sel.

3. Patofisiologi

Pada frozen shoulder patofisiologinya terjadi kekakuan pada capsul

sendinya. Dimana bila terjadi gangguan pada kapsul sendinya maka

keterbatasan gerak yang terjadi adalah pola kapsuler. Pola kapsuler pada

bahu adalah external rotasi lebih terbatas daripada abduksi lebih terbatas dari

internal rotasi. Salah satu gerakan yang terhambat adalah abduksi shoulder

dimana pada gerakan abduksi tersebut terjadi gerakan atrhrokinematik

berupa tranlasi ke kaudal.


18

Pola non-kapsular keterbatasan LGS tidak hanya terjadi pada gerakan-

gerakan tertentu pada sendi bahu. Besar kemungkinan keterbatasan sendi

dalam pola non-kapsular digambarkan dengan aktualitas, dimana aktualitas

merupakan derajat keluhan pada saat pemeriksaan dalam keadaan nyata yang

menunjukkan aktivitas dari proses patologis terjadi. Pada kasus frozen

shoulder kapsul artikularis glenohumeral mengalami perubahan : mengalami

synovitis atau peradangan maupun degenerasi pada cairan synovium pada

sekitar kapsul sendi dan mengakibatkan reaksi fibrosus, kontraktur ligamen

coracohumeral, penebalan ligamen superior glenohumeral, penebalan

ligamen superior glenohumeral, penebalan ligamen inferior glenohumeral,

peningkatakn pada ressesus axilaris, dan pada kapsul sendi bagian posterior

terjadi kontraktur sehingga yang khas pada kasus frozen shoulder adalah

pola kapsuler. Perubahan patologi tersebut dikarenakan rusaknya jaringan

lokal berupa inflamasi pada membran sinovial dan kapsul sendi

glenohumeral yang membuat formasi adhesive sehingga menyebabkan

perlengketan pada kapsul sendi glenohumeral.

Capsulitis adhesiva memiliki 3 fase :

1. Fase Freezing Terjadi selama 2-9 bulan yaitu rasa nyeri pada bahu

yang memburuk pada malam hari dan semakin bertambahnya

kekakuan otot sehingga menyebabkan kehilangan fungsi gerak bahu.

2. Fase Frozen Selama 4-12 bulan yang menyebabkan kesulitan dalam

beraktifitas namun sakit mulai menurun walaupun masih terdapat

kekakuan otot.
19

3. Fase Thawing adalah masa pemulihan pada 2- 24 bulan fungsi bahu

kemabali atau mendekati normal.

4. Gambaran Klinis

Manifestasi klinik dari kasus frozen shoulder adalah Nyeri. Nyeri adalah

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari

kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama

seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi

bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa

pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.

1. Nyeri Akut

Nyeri akut biasanya mulainya tiba- tiba dan umumnya berkaitan

dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa

kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi

dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun

sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi

kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk

tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang

berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.

2. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu

penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan

dengan penyebab atau cedera spesifik. Meski nyeri akut dapat

menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan


20

sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah

dengan sendirinya.

3. Penurunan Kekuatan Otot Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya

kesukaran mengangkat lengan dan pemeriksaan tes khusus dengan

pasien melakukan gerakkan konpensasi dengan shrugging

mechanism. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS) Ditandai

dengan adanya keterbatasan LGS glenohumeral pada semua

gerakkan baik aktik atau pasif. Keterbatasan gerak menunjukkan pola

spesifik pola kapsular.

4. Gangguan Aktivitas Fungsional Dengan beberapa adanya tanda dan

gejala klinis yang ditemukan pada pasien frozen shoulder seperti

adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot maka

secara langsung akan memengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani.

Gambar 2.6

Timeline untuk frozen shoulder


21

Sumber : Morgan and Protthoff (2012)

C. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman,

yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan.

Nyeri dapat di ukur dengan parameter VAS (Visual Analog Scale).

VAS adalah alat ukur yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri

dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, salah satu ujungnya ditandai “tidak

ada nyeri”, dan ujung lainnya ditandai “nyeri hebat”. Skala ini digunakan secara

vertikal atau horizontal, sambil meminta pasien untuk menandai garis dengan

titik yang menggambarkan derajat nyeri yang dirasakan.

VAS dapat diaplikasikan pada semua pasien, dapat digunakan untuk

mengukur semua jenis nyeri. VAS sangat bergantung pada pemahaman

pasien terhadap alat ukur tersebut. Sehingga edukasi / penjelasan terapis /

pengukur tentang VAS terhadap pasien sangat dibutuhkan.

1) Skala 1 : tidak ada nyeri

2) Skala 2-4 : nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh nyeri, atau masih

dapat ditolerir karena masih dibawah ambang rangsang.

3) Skala 5-6 : nyeri sedang, dimana klien mulai merintih dan mengeluh, ada

yang sambil menekan pada bagian yang nyeri


22

4) Skala 7-9 : termasuk nyeri berat, klien mungkin mengeluh sakit sekali dan k

lien tidak mampu melakukan kegiatan biasa.

5) Skala 10 : termasuk nyeri yang sangat, pada tingkat ini klien tidak dapat

lagimengenal dirinya.

2. Pengukuran Kekuatan Otot

Pengukuran kekuatan otot dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosa fisioterapi dan jenis latihan yang diberikan, dan

dapat menentukan prognosis pasien serta dapat digunakan sebagai bahan

evaluasi. Maka pemeriksaan kekuatan otot dianggap penting. Parameter

yang digunakan untuk mengetahui nilai kekuatan otot adalah pemeriksaan

kekuatan otot secara manual atau manual muscle testing (MMT) dengan

ketentuan sebagai berikut :

Nilai 0 Tidak ada kontraksi atau tonus otot sama sekali.

Nilai 1 Terdapat kontraksi atau tonus otot tetapi tidak ada gerakan

sama sekali.

Nilai 2 Terdapat kontraksi otot, Mampu melakukan gerakan


23

namun belum bisa melawan gravitasi.

Nilai 3 Mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi secara penuh

dan melawan gravitasi tetapi belum bisa melawan tahanan

minimal.

Nilai 4 Mampu bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat

melawan tahanan sedang.

Nilai 5 Mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan

maksimal.

3. Pengukuran Fungsional/Disabilitas

Untuk menilai kemampuan fungsional dasar pasien dengan

menggunakan indeks SPADI (Shoulder Pain and Disability Indeks).

FORM PEMERIKSAAN SHOULDER PAIN AND DISABILITY INDEX

(SPADI)

SKALA NYERI :

Seberapa besar nyeri yang anda rasakan ?

0 = Tidak ada nyeri

1 2 3 = Nyeri ringan

4 5 6 = Nyeri sedang
24

7 8 9 = Nyeri berat

10 = Sangat nyeri, nyeri tak tertahankan

Saat kondisi paling


1. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
buruk?

Saat berbaring pada sisi


2. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
lesi?

Saat meraih sesuatu di


3. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tempat tinggi?

Saat menyentuh bagian


4. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
belakang leher?

Saat mendorong dengan


5. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
lengan sisi nyeri?

SKALA DISABILITAS

Seberapa besar kesulitan yang anda alami ?

0 = Tidak ada kesulitan

1 2 3 = Kesulitan ringan

4 5 6 = Kesulitan sedang

7 8 9 = Kesulitan berat

10 = Sangat sulit, harus dibantu orang lain

Saat mencuci rambut


1. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(keramas)?

2. Saat mandi 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
25

membersihkan

punggung?

Saat memakai kaos


3. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dalam / melepas sweater?

Saat memakai baju


4. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dengan kancing depan?

5. Saat memakai celana? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Saat menaruh benda di


6. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tempat tinggi?

Saat membawa benda


7. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dengan berat ± 5kg?

Jumlah skor nyeri : 372 / 50 x 100 =

Jumlah skor disabilitas : 18 / 80 x 100 =

Jumlah skor SPADI : Skor nyeri + skor disability / 130 x 100 =

D. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)

a. Definisi TENS

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

perangsangan saraf secara elektris melalui kulit. Dua pasang elektroda

yang berperekat dipasang pada punggung, dikedua sisi dari tulang

punggung. Elektroda ini dihubungkan dengan sebuah kotak kecil yang

mempunyai tombol-tombol putar dan tekan. Tombol putar mengendalikan

kekuatan dan frekuensi denyut listrik yang dihasilkan oleh mesin. Denyut
26

ini menghambat pesan nyeri yang dikirim ke otak dari rahim dan leher

rahim serta merangsang tubuh mengeluarkan bahan pereda nyeri alaminya,

yaitu endorfin. Penelitian menunjukkan bahwa TENS paling efektif

meredakan nyeri (Nolan, 2004).

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

penerapan arus listrik melalui kulit untuk kontrol rasa sakit, dihubungkan

dengan kulit menggunakan dua atau lebih elektroda, diterapkan pada

frekuensi tinggi (>50Hz) atau frekuensi rendah (<10Hz) dengan intensitas

yang menghasilkan sensasi getar (Robinson, 2008).

b. Indikasi TENS

a) Pada kondisi akut: nyeri pasca operasi, nyeri sewaktu melahirkan, nyeri

haid (dysmenorrhea), nyeri musculosceletal, dan nyeri akibat patah

tulang.

b) Nyeri yang berhubungan dengan penanganan kasus gigi.

c) Pada kondisi kronik: nyeri punggung bawah, arthritis, nyeri punting

dan nyeri phantom, neuralgia pasca herpetic, neuralgia trigeminal.

d) Injuri saraf tepi.

e) Angina pectoris.

f) Nyeri fascial.

g) Nyeri tulang akibat metastase.

c. Kontraindikasi TENS

a) Penyakit vaskuler.

b) Adanya kecenderungan perdarahan.

c) Keganasan pada area yang diterapi.


27

d) Pasien beralat pacu jantung.

e) Kehamilan, apabila terapi diberikan pada area pungggung dan

abdomen.

f) Luka terbuka yang sangat lebar.

g) Kondisi infeksi.

h) Pasien yang mengalami gangguan hambatan komunikasi.

i) Kondisi dermatologi. (Amelia, 2014).

Mekanisme kerja TENS adalah dengan pengaturan neuromodulasi

seperti penghambatan pre sinaps pada medula spinalis, pelepasan endorfin

yang merupakan analgesik alami dalam tubuh dan penghambat langsung

pada saraf yang terserang secara abnormal. Mekanisme analgesia TENS

adalah stimulasi elektrik akan mengurangi nyeri dengan menghambat

nosiseptif pada pre sinaps. Stimulasi elektrik akan mengaktifkan serabut

saraf bermyelin yang akan menahan perambatan nosisepsi pada serabut C

tak bermyelin ke sel T yang berada di substansia gelatinosa pada cornu

posterior yang akan diteruskan ke cortex cerebri dan talamus. Pada

pemberian TENS juga akan terjadi peningkatan beta – endorphin dan met

– encephalin yang memperlihatkan efek antinosiseptif (Susilo, 2010).

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Pada kasus low back

pain karena spasme musculus erector spine ini menggunakan TENS

dengan mekanisme segmental, karena dengan mekanisme ini akan

memblokir nyeri, yang nanti nya akan menghasilkan efek anagesia dengan
28

jalan mengaktifkan serabut A beta yang selanjutnya akan menginhibisi

neuron nosiseptif di kornu dorsalis medula spinalis.

Menurut Parjoto (2006) Spesifikasi mekanisme konvensional yang

merangsang serabut syaraf segmental yaitu mengaktivasi syaraf diameter

besar, yang mengaktivassi serabut A beta, dan menimbulkan paraestesia

yang kuat dan menimbulkan sedikit kontraksi. Dengan menggunakan

frekuensi tinggi (10 – 200 pps/hz), intensitas yang rendah dan berpola

kontinyu.

2. Passive movement exercise

Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan

yang dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot

atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau

toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi

darah, relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah

pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan. Tiap gerakan

dilakukan sampai batas nyeri pasien

3. Mobilisasi With Movement

Tujuan : Untuk membantu gerak translasi pada shoulder agar mengurangi

nyeri pada saat bergerak.

a. Roll glide Caudal (untuk mengurangi nyeri dan menambah ROM

abduksi.

1) Posisi pasien : supine lying dan shoulder kiri pasien abduksi 900
29

2) Posisi fisioterapis dan peletakan tangan fisioterapis : Berdiri

disamping badan pasien. tangan kanan fisioterapis berada diatas

bahu dan tangan kiri memegang sisi luar elbow pasien.

3) Teknik pelaksanaan : Tangan fisioterapis yang berada diatas bahu

mendorong kearah caudal, kemudian melakukan abduksi dengan

bantuan perut fisioterapis untuk mendorong.

Gambar 3.4

Shoulder caudall glide mobilization

Sumber : Chad E. Cook

b. Ventral glide (memelihara dan meningkatkan ROM eksorotasi

shoulder)

1) Posisi pasien : Pasien berbaring miring, Posisi shoulder kanan

pasien fleksi 50o dan sedikit eksorotasi elbow dan tangan kiri pasien

berada di axilla.

2) Posisi fisioterapis dan peletakan tangan fisioterapis : Berdiri

dibelakang pasien, tangan kanan fisioterapis memegang lengan


30

bawah bagian distal pasien, dan tangan kiri berada di bagian dorsal

shoulder.

3) Teknik pelaksanaan : Tangan fisioterapis yang berada pada lengan

bawah pasien berfungsi sebagai penyangga dan melakukan

eksorotasi elbow, sementara tangan yang berada pada posterior

shoulder mendorong kearah ventral dengan menggunakan bagian

ulnar dari wrist. Tangan pasien yang berada pada axila berfungsi

untuk menahan badannya saat di dorong oleh fisioterapis. Saat

mendorong shoulder ke ventral disertai dengan melakukan

eksorotasi pada lengan bawah pasien (lakukan secara berulang).

Gambar 3.5

Shoulder ventral glide mobilization

Sumber : Sudaryanto, 2016

c. Roll glide Dorsal

1) Posisi pasien : Tidur terlentang dan shoulder kiri pasien abduksi

90o.
31

2) Posisi fisioterapis dan peletakan tangan fisioterapis : Berdiri

disamping bed sisi dada pasien. Tangan kiri diletakkan pada caput

humeri sedangkan tangan kanan diletakkan pada sisi luar elbow.

3) Teknik pelaksanaan : Tangan fisioterapis yang berada pada

shoulder mendorong kearah dorsal sementara tangan yang berada

dielbow berfungsi untuk menstabilisasi elbow dan melakukan

endorotasi.

Gambar 3.6

Shoulder dorsa glide mobilization

Sumber : Chad E. Cook

d. Maitland Mobilization

Tujuan : Meningkatkan ROM (Hipomobility)

a. Glenohumeral abduction
32

Gambar 3.9

Glenohumeral abduction grade IV

Sumber : Chad E. Cook

1) Posisi pasien : tidur terlentang

2) Posisi awal lengan pasien : lengan pasien diposisikan abduksi

shoulder pada ROM yang ada disertai dengan fleksi elbow

3) Posisi fisioterapis : berdiri disamping bed pasien

4) Peletakan tangan fisioterapis : satu tangan fisioterapis berada di

atas caput humeri dengan mengaplikasikan gerakan glide kearah

caudal dan satu tangan fisioterapis lainnya memegang sisi


33

medial elbow pasien dengan mengaplikasikan gerakan pasif

abduksi yang berulang-ulang.

5) Teknik pelaksanaan

a) Instruksikan pasien untuk relaks

b) Tangan fisioterapis yang berperan sebagai penggerak

melakukan gerak pasif amplitudo kecil secara berulang-ulang

kearah abduksi

c) Dosis yang diberikan adalah 10 kali repetisi gerakan pasif

dengan 2 set, mulai grade 3 sampai 4, jumlah intervensi

sebanyak 12 kali.

b. Glenohumeral postero-anterior movement lateral rotation

Gambar 3.10

Glenohumeral posteroanterior in abduction prone

Sumber : Chad E. Cook

1) Posisi pasien : tidur tengkurap (prone lying)


34

2) Posisi awal lengan pasien : abduksi dan sedikit external rotasi

shoulder dengan tangan bersandar di atas bed. Jika terjadi

keterbatasan external rotasi yang berat maka dapat diberi handuk

di bawah elbow.

3) Posisi fisioterapis : berdiri disamping bed

4) Peletakan tangan fisioterapis : salah satu telapak tangan

fisioterapis yang membentuk cupping berperan sebagai penggerak

berada di bagian posterior caput humeri.

5) Teknik pelaksanaan

a) Instruksikan pasien untuk relaks

b) Tangan fisioterapis yang berperan sebagai penggerak

melakukan gerakan gliding anterior di atas caput humeri.

c) Dosis yang diberikan adalah 10 kali repetisi gerakan pasif

dengan 2 set, mulai grade 3 sampai 4, jumlah intervensi

sebanyak 12 kali.

c. Glenohumeral medial rotation

Gambar 3.11
35

Glenohumeral medial rotation grade III & IV

Sumber : Chad E. Cook

1) Posisi pasien : tidur terlentang

2) Posisi awal lengan pasien : lengan pasien diposisikan abduksi shoulder

pada ROM yang ada disertai dengan fleksi elbow + pronasi lengan

bawah dan elbow pasien diluar bed

3) Posisi fisioterapis : berdiri di samping bed

4) Peletakan tangan fisioterapis : satu tangan fisioterapis sebagai

stabilisator/fixator memegang elbow sisi medial pasien dengan lengan

bawah berada di atas anterior medial shoulder pasien, satu tangan

fisioterapis lainnya memegang distal lengan bawah atau dekat wrist

joint pasien.

5) Teknik pelaksanaan :

a) Instruksikan pasien untuk relaks

b) Tangan fisioterapis yang berperan sebagai penggerak melakukan

gerak pasif amplitudo kecil secara berulang-ulang kearah internal

rotasi.

c) Lengan bawah fisioterapis yang berperan sebagai stabilisator

mendorong caput humeri kearah posterior.

d) Dosis yang diberikan adalah 10 kali repetisi gerakan pasif dengan 2

set, mulai grade 3 sampai 4, jumlah intervensi sebanyak 12 kali.

e. Kaltenborn Mobilization

Tujuan : Meningkatkan ROM (Hipomobility)


36

a. Shoulder caudal glide untuk keterbatasan abduksi

Gambar 3.12

Shoulder caudal glide mobilization

Sumber : Chad E. Cook

1) Posisi pasien : tidur terlentang

2) Posisi awal lengan pasien : lengan pasien diposisikan abduksi

shoulder pada ROM yang ada.

3) Posisi fisioterapis : berdiri disamping pasien

4) Peletakan tangan fisioterapis : satu tangan fisioterapis berada di atas

caput humeri pasien untuk gerakan glide dan satu tangan fisioterapis

lainnya menyanggah lengan pasien dengan memegang elbow sisi

medial pasien untuk gerakan abduksi.


37

5) Teknik pelaksanaan :

a) Instruksikan pasien untuk relaks

b) Satu tangan fisioterapis melakukan gliding kearah caudal

sementara tangan fisioterapis lainnya melakukan gerak fisiologis

kearah abduksi

c) Dosis yang diberikan adalah gerak glide dan fisiologis sebanyak

5 kali repetisi, 2 set, mulai grade 2 sampai 3, jumlah intervensi

sebanyak 12 kali.

b. Shoulder ventral glide untuk keterbatasan external rotasi

Gambar 3.13

Shoulder ventral glide mobilization

1) Posisi pasien : tidur tengkurap dengan handuk di bawah processus

coracoideus

2) Posisi awal lengan pasien : lengan pasien dengan posisi sedikit

abduksi shoulder dan fleksi elbow


38

3) Posisi fisioterapis : berdiri di belakang pasien

4) Peletakan tangan fisioterapis : satu tangan fisioterapis dengan

eminensia hypothenar berada di atas caput humeri bagian posterior

(untuk gerak glide) dan satu tangan lainnya memegang elbow pasien

sambil menyanggah lengannya.

5) Teknik pelaksanaan :

a) Instruksikan pasien untuk relaks

b) Satu tangan fisioterapis melakukan gerakan glide kearah ventral

sambil tangan lainnya menggerakkan lengan kearah ekstensi +

external rotasi shoulder.

c) Dosis yang diberikan adalah gerak glide dan fisiologis

sebanyak 5 kali repetisi, 2 set, mulai grade 2 sampai 3, jumlah

intervensi sebanyak 12 kali.

c. Shoulder dorsal glide untuk keterbatasa internal rotasi


39

Gambar 3.14

Shoulder dorsal glide

Sumber : Chad E. Cook

1) Posisi pasien : tidur terlentang dengan handuk diberikan di bawah

scapula

2) Posisi awal lengan pasien : lengan pasien di luar bed

3) Posisi fisioterapis : berdiri di samping bed

4) Peletakan tangan fisioterapis : satu tangan fisioterapis dengan

eminensia hypothenar berada di atas caput humeri bagian anterior

(untuk gerak glide) dan satu tangan lainnya memegang elbow pasien

sambil menyanggah lengannya.

5) Teknik pelaksanaan :

a) Instruksikan pasien untuk relaks

b) Satu tangan fisioterapis melakukan gerakan glide kearah dorsal

sambil tangan lainnya menggerakkan lengan kearah fleksi +

internal rotasi shoulder.

c) Dosis yang diberikan adalah gerak glide dan fisiologis sebanyak

5 kali repetisi, 2 set, mulai grade 2 sampai 3, jumlah intervensi

sebanyak 12 kali.
40

BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. Nurhayati C

Umur : 57 Tahun

Alamat : Jl.Paccerakang, Makassar

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. History Taking

Keluhan utama : Nyeri pada bahu kiri dan kaku bila di angkat ke atas,

susah menyisir, dan mengaitkan tali bra.

Lama Keluhan : ± 10 bulan

Lokasi keluhan : Shoulder sinistra

Sifat keluhan : Nyeri terlokalisir

RPP : Awal keluhan pasien dirasakan pada bulan Maret 2020,

diindikasi penyebab utama terjadinya nyeri karena

pekerjaan pasien yang berat dimana pasien merupakan

pekerja keras yang selalu mengangkat barang berat dan

melakukan kegiatan yang membutuhkan banyak tenaga

terutama pada bagian tangan yang menumpu berat pada

bahu.

Riwayat Penyakit : Tidak ada


41

Riwayat Keluarga : Tidak ada

C. Inspeksi/Observasi

1. Statis

- Pada bagian anterior shoulder terlihat dekstra

- Tidak terlihat adanya artropi otot

- Tidak terlihat adanya oedem

2. Dinamis

 Pasien datang dalam keadaan mandiri

 Pasien merasakan nyeri saat menggerakkan lengan kanan serta

terdapat keterbatasan ROM

 Raut wajah meringis ketika melakukan gerakan maksimal

D. Regional Screening Test

a. Abduksi – elevasi shoulder/ bilateral shoulder abduction

1) Teknik pelaksanaan

a) Posisi pasien berdiri

b) Pasien diminta untuk melakukan gerakan abduksi pada kedua

lengan secara bersamaan.

c) Fisioterapi secara hati-hati mengevaluasi gerakan simetris dan

koordinasi gerakan.

d) Pasien diminta untuk menurunkan kedua lengan secara bersamaan,

fisioterapis dengan hati-hati mengevaluasi gerakan untuk simetris

dan koordinasi gerakan.


42

2). Hasil : Nyeri, tidak full ROM dan terdapat reverse scapulohumeral

rhythm.

E. Pemeriksaan Gerak

- Shoulder

GERAKAN AKTIF PASIF TIMT

Fleksi - ROM terbatas - ROM terbatas - Ada nyeri

Shoulder - Ada nyeri ringan - Ada nyeri - Kualitas otot

- Koordinasi gerakan ringan mampu

baik - Soft endfeel melawan tahan

minimum
Ekstensi - ROM terbatas - ROM terbatas - Ada nyeri

Shoulder - Ada nyeri ringan - Ada nyeri - Kualitas otot

- Koordinasi gerakan ringan mampu melawan

baik - Elastic tahan minimum

endfeel
Abduksi - ROM terbatas - ROM terbatas - Ada nyeri

Shoulder - Ada nyeri sedang - Ada nyeri - Kualitas otot

- Koordinasi gerakan sedang mampu

baik - Hard endfeel melawan tahan

minimum
Adduksi - ROM terbatas - ROM terbatas - Ada nyeri

Shoulder - Ada nyeri ringan - Ada nyeri - Kualitas otot


43

- Koordinasi gerakan ringan mampu

baik pada derajat - Elastic melawan tahan

tertentu endfeel minimum


Eksternal - ROM terbatas - ROM terbatas - Ada nyeri

Rotasi - Ada nyeri sedang - Ada nyeri - Kualitas otot

Shoulder - Koordinasi gerakan sedang mampu

baik - Hard endfeel melawan tahan

minimum
Internal - ROM terbatas - ROM terbatas - Ada nyeri

Rotasi - Ada nyeri sedang - Ada nyeri - Kualitas otot

Shoulder - Koordinasi gerakan sedang mampu

baik - Hard endfeel melawan tahan

minimum

F. Pemeriksaan Spesifik

1. Palpasi

- Teknik : Cara pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan

memegang organ atau bagian tubuh pasien.

- Hasil : Oedem : (-)/(-)

Kontur kulit : (-)/(-)

Tenderness : M.Seratus Anterior, M.Infraspinatus,

M.Pectoralis minor
44

2. Drop Arm Test

- Tujuan : test untuk mengidentifikasi tear pada rotator duff.

- Prosedur Tes : Pasien dengan posisi lengan disamping badan. Kemudian

terapis secara pasif mengabuksian shoulder pasien sekitar 60 derajat.

Fisioterapis lalu meminta pasien menahan posisi tersebut dan memberikan

resisten diatas lengan bawah pasien pada sisi dorsal.

- Positif Tes: Pasien tidak mampu mengontrol lengannya ke bawah da terjatuh.

- Interpretasi: Positif tes mengindikasi tear pada rotator cuff

3. Scratch Test

1. Apley Scratch Test

a. Teknik pelaksanaan

1) Untuk melakukan pemeriksaan ini posisi pasien berdiri

2) Dimulai dengan sisi yang sehat terlebih dahulu, pasien

diperintahkan untuk menjangkau di belakang kepalanya dan

sentuh serendah mungkin pada tulang belakang.

3) Selanjutnya pada sisi yang sakit pasien kemudian

diinstruksikan untuk meraih ke belakang dan mencapai aspek

yang sama pada sisi yang berlawanan.

4) Pasien diminta untuk mencoba dan menyentuh jari-jari kedua

tangan selama gabungan gerakan abduksi serta eksternal

rotasi dengan satu lengan dan adduksi serta internal rotasi

pada lengan lainnya.

a. Hasil : Eksternal rotasi dan abduksi : Nyeri dan terjadi keterbatasan

pada gerakan pasien.


45

Internal rotasi dan adduksi : Nyeri dan terjadi keterbatasan pada

gerakan pasien.

4. Capsular Pattern Test

- Tujuan : test untuk mengidentifikasi adanya pola kapsular pada shoulder.

- Prosedur Tes : Pasien dengan posisi berdiri dan diinstruksikan melakukan

gerakan eksorotasi, abduksi dan internal rotasi dan diukur ROM setiap

gerakan

- Positif Tes: Hasil positif jika terjadi gerakan pola kapsular

eksorotasi<abd<internal rotasi

- Hasil : + capsular pattern

5. Painful arch

Digunakan untuk membandingkan impingement pada area subacromal dengan

patologi sendi acromioclavicular.

- Pelaksanaan Posisi Pasien: Berdiri, pasien secara aktif melakukan gerakan

abduksi bahu maksimal

- Posisi Terapis: Berdiri dibelakang pasien untuk mengobesrvasi dan fiksasi

gerakan bahu

- Positif apabila pasien mengeluhkan nyeri pada lingkup gerak sendi 600-1200

- Nyeri diluar jangkauan tersebut mengindikasikan hasil negatif. Apabila

nyeri bertambah berat saat lengan mencapai 1800 maka mengindikasikan

masalah pada sendi acromioclavicular.

- Hasil : (-) Negatif

6. Join Play Movement

- Dorsal Glide
46

Posisi awal pasien terlentang dan tangan pasien dalam posisi 50 derajat

kemudian posisi fisioterapis tangan kanannya berada dibagian caput

humeri sedangkan tangan yang satu menyanggah lengan bawah pasien dan

tangan kiri fisioterapi berada dibagian atas elbow setelah itu tangan kanan

fisioterapis mendorong caput humeri kearah caudal dan tangan kiri

fisioterapis menggerakkan elbow mengikuti caput humeri

- Glenohumeral Joint

Posisi pasien tengkurap dan posisi fisioterapi berada disamping pasien

kemudian tangan kiri fisioterapis berada pada caput humeri pasien lalu

tangan kanan berada pada lengan bawah pasien kemudian fisioterapis

menarik sesuai sumbu tulang

- Distraksi
47

Posisi pasien berbaring terlentang kemudian tangan pasien abduksi 30

derajat sedangkan posisi fisioterapis berdiri disamping pasien. Axilla

fisioterapis mengjepit lengan bawah pasien kemudian kedua tangan

diletakkan dicaput humeri setelah itu fisioterapis melakukan distraksi

sambil melakukan hitungan sebanyak 10 kali

- Caudal Glide

Pasien terlentang dibed dan fisioterapis berdiri disamping pasien dan

tangan fisioterapis diletakkan dicaput humeri dan tangan satunya

diletakkan dielbow pasien kemudian tangan fisioterapis mengdorong

caput humeri kearah caudal dan tangan lainnya melakukan gerakan

abduksi

- Ventral Glide
48

Posisi pasien dalam keadaan tidur miring, fisioterapis berdiri disamping

pasien dan tangan kiri fisioterapis mengdorong caput humeri kearah

ventral dan tangan kanan fisioterapis memegang lengan distal bagian

bawah pasien, tangan kiri pasien memegang axillanya untuk menahan

dorongan dari fisioterapis.

G. Pengukuran Fisioterapi

1. Visual Analog Scale (VAS)

Tujuan : Untuk mengetahui derajat nyeri pasien

Hasil :

- Nyeri diam : 5,0

- Nyeri tekan : 5,8

- Nyeri gerak : 6,3

2. Manual Muscle Testing (MMT)


49

Gerakan MMT
Fleksi (M. Deltoidanterior, M. 4

Suprasinatus, M. pectoralis mayor)


Ekstensi (M. latissimus dorsi, M. 4

teres mayor, M. deltoid posterior)


Eksorotasi (M. infraspinatus, M. 4

teres minor, M. deltoid posterior)


Endorotasi (M. subscapulais, M. 4

pectoralis mayor, M. teres mayor,

M. latissimus dorsi, M. deltoid

anterior)
Abduksi (M. pectoralis mayor, M. 4

latissimus dorsi
Adduksi (M. pectoralis mayor, M. 4

teres mayor, M. teres minor, M.

latissimus dorsi)

3. Pengukuran ROM

Gerakan ROM Hasil Hasil

Normal Pengukuran Pengukuran

ROM aktif ROM pasif


o
Fleksi 160-180 130o 150o
Ekstensi 60o 45o 50o
Eksorotasi 90o 20o 27o
Endorotasi 90o 50o 58o
Abduksi 170o 115o 120o
Adduksi 45o 30o 34o

4. Shoulder Pain And Disability Index (SPADI)

SKALA NYERI :
50

Seberapa besar nyeri yang anda rasakan ?

0 = Tidak ada nyeri

1 2 3 = Nyeri ringan

4 5 6 = Nyeri sedang

7 8 9 = Nyeri berat

10 = Sangat nyeri, nyeri tak tertahankan

Saat kondisi paling


1. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
buruk?

Saat berbaring pada sisi


2. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
lesi?

Saat meraih sesuatu di


3. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tempat tinggi?

Saat menyentuh bagian


4. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
belakang leher?

Saat mendorong dengan


5. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
lengan sisi nyeri?

SKALA DISABILITAS

Seberapa besar kesulitan yang anda alami ?

0 = Tidak ada kesulitan

1 2 3 = Kesulitan ringan
51

4 5 6 = Kesulitan sedang

7 8 9 = Kesulitan berat

10 = Sangat sulit, harus dibantu orang lain

Saat mencuci rambut


1. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(keramas)?

Saat mandi

2. membersihkan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

punggung?

Saat memakai kaos


3. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dalam / melepas sweater?

Saat memakai baju


4. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dengan kancing depan?

5. Saat memakai celana? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Saat menaruh benda di


6. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tempat tinggi?

Saat membawa benda


7. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dengan berat ± 5kg?

Mengambil sesuatu dari


8. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
saku belakang

Jumlah skor nyeri : 46/ 50 x 100 = 92%

Jumlah skor disabilitas : 59 / 80 x 100 = 74%

Jumlah skor SPADI : Skor nyeri + skor disability / 130 x 100 = 92% + 74% /

130 x 100 = 150


52

H. Problematik Fisioterapi

No. Komponen ICF Pemeriksaan/Pengukuran yang

Membuktikan
1. Impairment

a. Nyeri terlokalisir sedang Pemeriksaan fungsi gerak dasar, Vas,

JPM

b. Keterbatasan gerak pada Pengukuran ROM

shoulder
c. Tenderness Palpasi

d. Kelemahan otot Tes Isometrik Melawan Tahanan (TIMT)

e. Pola kapsuler Capsular Pattern Test

2. Activity Limitation

a. Kesulitan melakukan Shoulder Pain And Disability Index

aktivitas sehari – hari/ADL (SPADI)

(menyisir rambut,

mengaitkan tali bra)


3. Participation Restriction

a. Pasien tidak dapat melakukan Shoulder Pain And Disability Index

pekerjaan di tempat kerja (SPADI)


53

BAB IV

INTERVENSI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Panjang

a. Mengembalikan aktivitas sehari-hari tanpa ada keluhan

b. Mengembalikan aktivitas sosial pasien

2. Tujuan Jangka Pendek

a. Mengurangi nyeri

b. Meningkatkan ROM Shoulder

c. Menurunkan tonus otot

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

No. Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Interveni


1. Impairment

a. Nyeri terlokalisir Mengurangi US, TENS

sedang nyeri

b. Keterbatasan gerak Meningkatkan Actived Resisted Exercise,

pada shoulder ROM Shoulder active & passive exercise,

mobilisasi sendi

c. Kelamahan otot Meningkatkan Actived Resisted Exercise

penggerak pada kekuatan otot

shoulder
d. Tenderness Menurunkan TENS, US

nyeri tekan
54

e. Pola kapsuler Actived Resisted Exercise,

active & passive exercise,

mobilisasi sendi

2. Activity Limitation

a. Kesulitan melakukan Mengembalikan US, TENS, IR, Actived

aktivitas sehari – aktivitas sehari- Resisted Exercise, active &

hari/ADL (menyisir hari/ADL passive exercise, mobilisasi

rambut, mengaitkan (menyisir sendi

tali bra) rambut,

mengaitkan tali

bra)

3. Participation Restriction

a. Pasien tidak dapat Mengembalikan US, TENS, IR, Actived

melakukan aktivitas pasien Resisted Exercise, active &

pekerjaannya di ditempat passive exercise, mobilisasi

tempat kerja kerjanya sendi

C. Prosedur Pelaksanaan

1. TENS

Tujuan : mengurangi nyeri dan merelaksasikan otot otot.

Prosedur :
55

- Posisi Pasien :Posisikan pasien dalam keadaan menyamping/side lying,

dan melepaskan pakaian yang menutup area shoulder dan bersihkan

- Posisi Fisioterapis :Fisioterapis berada di samping pasien

- Persiapan alat : Siapkan alat, pastikan alat tersambung ke listrik dan pad

dalam keadaan basah

- Teknik Pelaksanaan :

1. Pastikan alat menyala

2. Pad dalam keadaan basah

3. Posisikan pasien dalam posisi menyamping (side lying

4. Letakkan pad pada daerah sekitar nyeri yaitu pada shoulder dengan

posisi pad contraplanar

5. Masukkan dosis pada alat, yang digunakan yaitu tingkat analgesia

untuk rasa nyeri frekuensi 50Hz selama 8 menit, pulse 70.00

,countinous dengan intensitas sesuai toleransi pasien, dalam kasus ini

pasien intensitas yng diberikan 17,0 mA

- Dosis :

F : 50Hz

I : 17.0 mA

T : Carrier Frequency

T : 8 menit

3. Active Resissted Movement

- Tujuan : untuk meningkatkan kekuatan otot

- Posisi pasien : supine lying


56

- Posisi fisioterapis : Posisi fisioterapis berdiri disamping

pasien.

- Teknik pelaksanaan : fisioterapis menginstruksikan pasien

untuk melakukan gerakan fleksi, eksitensi, abduksi, adduksi, ekso dan

endorotasi sambil diberikan tahanan

- Intensitas : 8x hitungan selama 3x pengulangan

4. Active movement exercise

- Tujuan : untuk meningkatkan LGS

- Posisi pasien : supine lying dan duduk

- Posisi fisioterapis : Posisi fisioterapis berdiri disamping

pasien.

- Teknik pelaksanaan : fisioterapis menginstruksikan pasien

untuk melakukan gerakan fleksi, eksitensi, abduksi, adduksi, ekso dan

endorotasi secara mandiri

- Intensitas : 8x hitungan selama 3x pengulangan

5. Passive movement exercise

- Tujuan : untuk meningkatkan LGS

- Posisi pasien : supine lying dan duduk

- Posisi fisioterapis : Posisi fisioterapis berdiri disamping

pasien

- Teknik pelaksanaan : Fisioterapis menggerakkan tangan pasien

secara pasif tanpa adanya bantuan dari pasien, gerakan yang dilakukan

adalah gerakan fleksi, eksitensi, abduksi, adduksi, ekso dan endorotasi

- Intensitas : 8x hitungan selama 3x pengulangan


57

4. Mobilisasi With Movement

a. Glenohumeral Distraction

Tujuan :

- Sebagai tes dan awal treatment.

- Untuk meningkatkan ROM glenohumeral joint dan menilai

kuantitas/kualitas dari traction joint play pada glenohumeral joint,

termasuk end-feel.

Posisi Awal :

- Pasien posisi telentang dengan shoulder dalam posisi rest.

Penempatan Fiksasi dan Tangan Fisioterapis :

- Fiksasi: gunakan sebuah strap yang diikatkan pada dada pasien.

- Tangan stabilisator : Satu tangan fisioterapis menggenggam bagian

proksimal humerus pasien dari Sisi lateral, dengan thumb berada

dibagian anterior dan jemari tainnya dibagian posterior.

- Tangan penggerak : Tangan fisioterapis yang satunya menggenggam

bagian proksimal humerus pasien dari Sisi medial, dengan thumb

berada dibagian anterior dan jemari lainnya dibagian posterior.

Prosedur :

Aplikasikan gerakan distraksi Grade l, Il, atau Ill pada glenohumeral

joint pasien secara langsung ke lateral menggunakan tangan penggerak

anda.
58

b. Roll glide Caudal (untuk mengurangi nyeri dan menambah ROM

abduksi.

- Posisi pasien : supine lying dan shoulder kiri pasien abduksi 900

- Posisi fisioterapis dan peletakan tangan fisioterapis : Berdiri

disamping badan pasien. tangan kanan fisioterapis berada diatas

bahu dan tangan kiri memegang sisi luar elbow pasien.

- Teknik pelaksanaan : Tangan fisioterapis yang berada diatas bahu

mendorong kearah caudal, kemudian melakukan abduksi dengan

bantuan perut fisioterapis untuk mendorong.

Gambar 3.4

Shoulder caudall glide mobilization

Sumber : Chad E. Cook

c. Ventral glide (memelihara dan meningkatkan ROM eksorotasi

shoulder)

- Posisi pasien : Pasien berbaring miring, Posisi shoulder kanan

pasien fleksi 50o dan sedikit eksorotasi elbow dan tangan kiri

pasien berada di axilla.


59

- Posisi fisioterapis dan peletakan tangan fisioterapis : Berdiri

dibelakang pasien, tangan kanan fisioterapis memegang lengan

bawah bagian distal pasien, dan tangan kiri berada di bagian dorsal

shoulder.

- Teknik pelaksanaan : Tangan fisioterapis yang berada pada lengan

bawah pasien berfungsi sebagai penyangga dan melakukan

eksorotasi elbow, sementara tangan yang berada pada posterior

shoulder mendorong kearah ventral dengan menggunakan bagian

ulnar dari wrist. Tangan pasien yang berada pada axila berfungsi

untuk menahan badannya saat di dorong oleh fisioterapis. Saat

mendorong shoulder ke ventral disertai dengan melakukan

eksorotasi pada lengan bawah pasien (lakukan secara berulang).

Gambar 3.5

Shoulder ventral glide mobilization

Sumber : Sudaryanto, 2016

d. Roll glide Dorsal


60

- Tujuan : untuk menambah fleksi dan endorotasi shoulder dengan

meningkatkan dorsal glide shoulder

- Posisi pasien : Tidur terlentang dan shoulder kiri pasien abduksi 90o.

- Posisi fisioterapis dan peletakan tangan fisioterapis : Berdiri

disamping bed sisi dada pasien. Tangan kiri diletakkan pada caput

humeri sedangkan tangan kanan diletakkan pada sisi luar elbow.

- Teknik pelaksanaan : Tangan fisioterapis yang berada pada shoulder

mendorong kearah dorsal sementara tangan yang berada dielbow

berfungsi untuk menstabilisasi elbow dan melakukan endorotasi.

Gambar 3.6

Shoulder dorsa glide mobilization

Sumber : Chad E. CookKaltenborn Mobilization

Tujuan : Meningkatkan ROM (Hipomobility) Edukasi dan Home Program


61

D. Edukasi dan Home Program

1. Edukasi

- Pasien dianjurkan agar tetap meggunakan lengannya dalam batas

toleransi pasien untuk menghindari posisi immobilisasi yang lama yang

dapat memperburuk kondisi frozen shoulder.

- Menghindari posisi menetap yang lama yang dapat memicu rasa nyeri

- Menghindari mengangkat benda berat.

2. Home Program

- Meminta pasien untuk melakukan stretching exercise dirumah

E. Evaluasi Fisioterapi

Intervensi Evaluasi
No Problematik
Fisioterapi Awal Terapi Akhir Terapi

-Nyeri diam : -Nyeri diam :

5,0 4,1

-Nyeri tekan : -Nyeri tekan :


1. Nyeri terlokalisir US, TENS
5,8 4,9

-Nyeri gerak : Nyeri gerak :

6,3 5,5

Fleksi : 130o Fleksi : 145o


Ekstensi : 45o Ekstensi : 00
Actived Resisted
Keterbatasan gerak Eksorotasi : 20o Eksorotasi : 300
2. Exercise,
pada Knee Endorotasi : 50o Endorotasi : 650
mobilisasi sendi
Abduksi : 115o Abduksi : 1270
Adduksi : 30o Adduksi :400
3. Kelemahan otot Actived Resisted MMT 4 MMT 4
62

Exercise
Kesulitan melakukan Masih sulit
US, TENS,
aktivitas sehari – Sulit melakukan melakukan
4 Actived Resisted
hari/ADL (menyisir gerakan dan gerakan dan
Exercise,
rambut, mengaitkan terasa nyeri nyeri sedikit
mobilisasi sendi
tali bra) berkurang
Masih sulit
Pasien tidak dapat US, TENS,
Sulit melakukan melakukan
melakukan Actived Resisted
5. gerakan dan gerakan dan
pekerjaannya di Exercise,
terasa nyeri nyeri sedikit
tempat kerja mobilisasi sendi
berkurang

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assessment Fisioterapi

1. History Taking

Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan oleh

pasien melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang pemeriksa

sudah mempunyai gambaran untuk menentukan strategi dalam pemeriksaan

klinis selanjutnya, karena dengan anamnesis yang baik membawa kita

menempuh setengah jalan kearah diagnosis yang tepat.Secara umum sekitar 60-

70 % kemungkinan diagnosis yang benar dapat ditegakkan hanya dengan

anamnesis yang benar.

2. Inspeksi

Inspeksi adalah suatu pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati

keadaan pasien secara langsung. Inspeksi dibagi menjadi 2, yaitu inspeksi statis
63

(inspeksi pada saat diam atau tidak bergerak) dan inspeksi dinamis (inspeksi

pada saat bergerak).

3. Pemeriksaan/Pengukuran Fisioterapi.

a. Visual Analog Scale (VAS)

Vas digunakan untuk mengukur kwantitas dan kwalitas nyeri yang pasien

rasakan, dengan menampilkan suatu kategorisasi nyeri mulai dari ”tidak

nyeri, ringan, sedang atau berat” . Secara operasional VAS umumnya

berupa garis horizontal atau vertical, panjang 10 cm seperti yang di

ilustrasikan pada gambar. Pasien menandai garis dengan menandai sebuah

titik yang mewakili keadaan nyeri yang di rasakan pasien saat ini.

b. Manual Muscle Testing (MMT)

Manual Muscle Testing adalah  metode pengukuran kekuatan

otot paling popular dan banyak digunakan oleh fisioterapis. Dalam

pemeriksaan MMT, fisioterapis akan menggerakkan bagian tubuh tertentu

dan pasien akan diminta menahan dorongan tersebut, lalu nilai atau skor

akan dicatat sesuai dengan penilai berdasarkan skala MMT. Penilaian

kekuatan otot ini mempunyai rentang nilai 0-5.

B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi

1. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Salah satu masalah kesehatan yang sering dialami oleh lansia adalah

gangguan sistem muskuloskeletal dengan “Low Back Pain” (LPB). Berfokus

pada modalitas elektroterapi yang dapat memproduksi berbagai jenis gelombang

elektronik untuk meredakan rasa nyeri, termasuk pada kasus LBP. Beberapa
64

review elektroterapi yang berbasis bukti menemukan bahwa terapi dengan

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) bermanfaat pada beberapa

pasien dengan LBP. Terlepas dari adanya bukti mengenai manfaat dari terapi

TENS untuk kasus LBP, TENS merupakan modalitas yang sering diberikan pada

kasus LBP dikarenakan tingginya permintaan terhadap intervensi

nonfarmakologis yang non invasif.

Mekanisme kerja dari TENS menurut Foley (dalam Allen dan Wilson,

2010) dalam mengurangi rasa nyeri adalah dengan mengurangi input rasa nyeri

secepat mungkin agar mengurangi central pain generation melalui radiks spinalis

dorsalis dan menyebabkan terjadinya remodeling N-methyl- D-aspartate.

Berbagai penelitian melaporkan efektivitas klinis yang signifikan terhadap

penggunaan TENS terhadap pasien dengan keluhan nyeri yang disebabkan oleh

osteoartritis, nyeri servikal, trigeminal neuralgia, migrain, pos amputasi, nyeri

neuropati periferal, dan nyeri bahu

2. Infrared

Fisioterapi dapat menggunakan beberapa modalitas fisioterapi untuk

menurunkan nyeri pada low back pain salah satunya 5 yaitu infra-red (ir) dengan

tujuan untuk melancarkan aliran darah dan juga menurunkan spasme pada otot

punggung sehingga dapat mengurangi nyeri. Dengan memanfaatkan efek panas

dari infra-red yang mempunyai panjang gelombang 1,5-5,6 mikron serta radiasi

yang mencapai 5,6-1000 mikron serta penetrasi 3,75 cm. Radiasi infra-red (ir)

dapat meningkatkan suhu jaringan sehingga terjadi efek vasodilatasi dan

melancarkan aliran darah lalu dapat merileksasikan otot sehingga dapat


65

menunrunkan nyeri hingga memaksimalkan aktivitas fungsional(Ansari

dkk,2014)

3. Active Resissted Movement

Active Ressisted Exercise dimana gerakan yang terjadi akibat kontraksi otot yang

bersangkutan dan mendapat bantuan dari luar. Apabila kerja otot tidak cukup untuk

melakukan suatu gerakan maka diperlukan kekuatan dari luar. Kekuatan tersebut

harus diberikan dengan arah yang sesuai.

4. Active movement exercise

Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh

itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara

reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan

berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan

menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan “pumping

action” pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan

mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal.

5. Passive movement exercise

Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang

dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas

otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada

latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan

meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan.

Tiap gerakan dilakukan sampai batas nyeri pasien

6. Ultrasound
66

Penerapan Ultrasound pada kondisi frozen shoulder ditujukan pada kapsul

sendi glenohumeral bagian anterior yang mengalami tight, dengan tujuan untuk

memperbaiki ekstensibilitas jaringan kapsul. Seperti diketahui bahwa seluruh

kapsul sendi glenohumeral mengalami tight atau kontraktur terutama kapsul bagian

anterior sehingga sangat membatasi gerakan external rotasi. Ultrasound merupakan

modalitas terapeutik yang umumnya digunakan untuk memperbaiki ekstensibilitas

jaringan ikat, termasuk memecah serat-serat didalam jaringan parut, meningkatkan

penyembuhan jaringan dan remodeling pada jaringan ikat (kapsul sendi). Terdapat

bukti yang jelas dari beberapa penelitian terhadap hewan yang menunjukkan bahwa

ultrasound memiliki beberapa efek positif terhadap karakteristik jaringan ikat, nyeri

dan inflamasi jaringan, serta penyembuhan (Susan et al, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Arisandy. 2019. Physical Therapy Special Test II. Sidoarjo : Widya Physo

Publishing

Ervianty, Widya. 2013. “Pengaruh Terapi Manipulasi Terhadap Peningkatan Lingkup

Gerak Sendi Bahu Pada Frozen Shoulder Di Rst Dr. Soedjono Magelang”.

Google Scholar. 1:3-15.

Ganong, William F, 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari

Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC


67

Guyton and Hall. 1997. Textbook of Medical Physiology. In: Setiawan Irawati,

Tengadi, dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Irfan, Frozen Shoulder (kaku bahu), 2009, Diakses tanggal 12/12/2017.

Irfan, Muhammad., Wismanto., Meidian, Abdul, C. 2013. Modul Praktikum Topik

Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Bahu (Shoulder Joint). Jakarta: Universitas

Esa Unggul

Kelley, Martin J. 2013; Shoulder Pain And Mobilitaty Deficits: Adhesive Capsulitis.

Journal Of Orthopedic & Sports Physical Therapy

Kisner, C., Allen Colby. 2012. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques Six

Edition. Philadelphia : FA. Davis Company.

Kumar, A., Aggarwal, A., Kumar, R., Ghosh Das, P. 2012. Effectiveness of Maitland

Techniques in Idiopathic Shoulder Adhesive Capsulitis. International Scholarly

Research Network Rehabilitation, Volume 2012.

Kuntono, P. Heru. 2004. Kupas Tuntas Frozen Shoulder. Ikatan Fisioterapi Indonesia.

Surabaya

Magee, D.J. 2008. Orthopedic Physical Assessment. Fifth Edition. Sounders Elsevier :

Philadelphia.
68

Mansfield PJ dan Neumann DA. 2009. Essentials of Kinesiology for the

PhysicalTherapist Assistant. America. Mosby, inc., an affiliate of Elsevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai