Anda di halaman 1dari 18

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Akhlak Tasawuf Nor Fadilah Lc., M.H

“Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf di Indonesia serta


Beberapa Tokoh dan Ajarannya”

Disusun Oleh: Kelompok 11

Yunita Zuhrupi Ikram (180105010070)

Sofa Rizkina (180105010126)

Ahmad Imron Rosyadi (170101050861)

Yuni (180105010073)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Pertumbuhan dan perkembangan tasawuf di Indonesia serta
beberapa tokoh dan ajarannya” ini. Makalah ini dibuat sebagai bagian dalam
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah “Akhlak Tasawuf”. Shalawat
serta salam tak lupa pula kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta,
Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, kerabat, beserta
seluruhpengikut dan kaum muslimin yang tetap teguh dalam memegang dan
melaksanakan ajaran beliau.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan


disebabkan oleh keterbatasan dan kekurangan kami sebagai penulis dalam
memahami materi, bacaan, dan tata cara penulisan. Akan tetapi, terlepas dari
itu semua, semoga makalah ini bisa memberi manfaat dan pengerjaannya
dapat bernilai ibadah disisi Allah SWT.

Selasa, 15 Desember 2020

Kelompok 11

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ......................................................................................... 4
A. Latar Belakang .................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................. 4
C. Tujuan Masalah ................................................................................ 5
BAB II ............................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................ 6
A. Perkembangan dan Pertumbuhan Tasawuf di Indonesia ............. 6
B. Tokoh-Tokoh Tasawuf Di Indonesia ............................................... 7
1. Hamzah al-Fansuri .......................................................................... 7
2. Syamsyudin al-Sumatrani................................................................ 9
3. Nuruddin ar-Raniri ........................................................................ 10
4. Abdur Rauf as-Sinkli ..................................................................... 12
5. Yusuf al-Makassari ........................................................................ 13
BAB III ........................................................................................................ 16
PENUTUP ................................................................................................... 16
Kesimpulan ............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan agama Islam mengalami perkembangan yang
pesat di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya peran kontribusi dari
tokoh-tokoh tasawuf dalam melakukan dakwah untuk menyebarkan
agama Islam, yang kenyataan ini telah diakui oleh para peneliti dan
sejarawan. Didukung dengan sifat sufi yang lebih kompromis dan
hangat, akan dapat membuat masyarakat terbuka dan menerima ajaran
Islam di lingkungannya.
Tasawuf merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan dan
perkembangan Islam. Tasawuf mempunyai warna tersendiri dengan
kondisi pelaku dan waktu yang melingkupinya. Memang terkadang sulit
merasionalkan tasawuf dengan rasionalitas. Karena sebagian
diantaranya adalah pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan oleh
pengetahuan rasionalitas yang begitu deskriptif dan definitif. Ia adalah
pengetahuan subjektif yang masing-masing orang berbeda persepsi,
satu titik yang bertolak belakang dengan objektifitas yang jadi ukuran
utama kebenaran dalam rasio. Apapun definisinya tidak akan pernah
bisa mengungkapkan hal yang sebenarnya. Layaknya definisi mawar
tidak akan pernah bisa merasakan keindahan mawar itu sendiri. Jadi
wajar jika dalam perjalanannya ia tetap menjadi ulasan sepanjang
waktu, perdebatan para pakar, menghasilkan banyak sarjana, bukan saja
dalam dunia Islam tapi juga dalam dunia orientalisme.
Pengalaman ghaib didapat melalui suluk, maka seorang
pengembara harus mencapai puncak ma’rifat Allah yang mana
merupakan tujuan akhir dan sekaligus merupakan tingkat kebahagiaan
paripurna yang mungkin dicapai manusia di dunia ini. Dalam tulisan ini
akan membahs mengenai perkembangan tasawuf di Indonesia serta
beberapa tokoh-tokoh tasawuf dan ajaranya dalam melakukan
penyebaran Islam.
B. Rumusan Masalah

4
1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan tasawuf di Indonesia?
2. Siapa saja tokoh tasawuf di Indonesia dan ajarannya?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui perkembangan dan pertumbbuhan tasawuf di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh tasawuf dan ajarannya di Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan dan Pertumbuhan Tasawuf di Indonesia
Masuknya Agama Islam ke Indonesia membawa sebuah
pemikiran bahwa tersebarnya Islam bukan karena misi tertentu juga
bukan karena sebuah penjajahan yang membawa kepada kesengsaraan,
tetapi Agama Islam membawa kedamaian dan keselamatan bagi
penganutnya serta orang-orang di sekelilingnya. Jika merunut pada
berbagai negara tentunya memiliki motif yang berbeda dengan negara
Indonesia, kalau di negara Eropa sistem penyebarannya melalui
ekspansi dan dakwah, di beberapa negara Asia dilakukan dakwah secara
terang-terangan, sementara di Indonesia tidak tampak melainkan
melalui jalur perdagangan. Penyebaran Agama Islam di Indonesia pada
umumnya berawal dari para saudagar yang melakukan kegiatan
perniagaan serta membawa pesan dakwah Islam. Hubungan dagang
memang sudah terjalin antara India dan Cina, sehingga bermula dari
para saudagar dari Gujarat yang telah mendapatkan Islam melalui jalur
Laut Merah dan Selat Malaka, sehingga dengan cara melakukan
transaksi jual beli yang pada saat itu pulalah diselipkan ajaran agama
Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. 1
Sejak berdirinya kerajaan Islam Pasai, kawasan Pasai menjadi
titik sentral penyiaran agama Islam ke berbagai daerah di Sumatera dan
pesisir utara Pulau Jawa. Islam tersebar di tanah Minangkabau atas
upaya Syekh Burhanuddin Ulakan (Syekh Tarekat Syattariyah). Sampai
sekarang, kebesaran nama Syekh dari Ulakan tetap diabadikan
masyarakat pesisir Minangkabau melalui upacara “basapa” pada setiap
bulan Safar. Penyebaran Islam ke Pulau Jawa, juga berasal dari kerajaan
Pasai, terutama atas jasa Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, dan
Ibrahim Asmuro. 2

1
Danial Hilmi, Potret Nilai Tasawuf dalam Bermasyarakat, (Malang: researechgate.net),
hlm.2-3
2
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm.338

6
Perkembangan Islam di tanah Jawa selanjutnya digerakkan oleh
Wali Songo atau Wali Sembilan. Sebutan ini sudah cukup menunjukkan
bahwa mereka adalah penghayat tasawuf yang sudah sampai derajat
“wali”. Para wali bukan saja berperan sebagai penyiar Islam, melainkan
mereka juga ikut berperan kuat pada pusat kekuasaan kesultanan.
Karena posisi itu, mereka mendapat gelarSusuhunan yang biasa disebut
Sunan. Dari peranan politik itu, mereka dapat “meminjam” kekuasaan
sultan dan kelompok elite keraton dalam menyebarkan dan
memantapkan penghayatan Islam sesuai dengan keyakinan sufisme
yang mereka anut.
Warna sufisme yang kental juga terlihat dari nilai anutan mereka
yang didominasi sufisme aliran al-Ghazali. Buku-buku karangan al-
Ghazali menjadi sumber bacaan sufisme yang paling digemari dan pada
umumnya memuat pokok bahasan tasawuf akhlak dan tasawuf amali.
Pengaruh tasawuf falsafi cukup kuat dan luas penganutnya dikalangan
penganut tarekat. Sedangkan tokohnya yang paling populer pada masa
itu adalah Syekh Siti Jenar. Semenjak penyiaran Islam di Jawa diambil
alih oleh kerabat elite keraton, secara perlahan-lahan terjadi proses
akulturasi sufisme dengan kepercayaan lama dan tradisi lokal, yang
berakibat bergesernya nilai keislaman sufisme karena tergantikan oleh
model spiritualis nonreligius.3
B. Tokoh-Tokoh Tasawuf Di Indonesia
Ada banyak sekali tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia. Ada
beberapa tokoh yang paling dikenal, diantaranya adalah:
1. Hamzah al-Fansuri
Hampir semua penulis sejarah islam mencatat bahwa Syekh
Hamzah al-Fansuri dan muridnya Syekh Syamsuddin as-Sumatrani
termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan al-Hallaj. Syekh
Hamzah al-Fansuri diakui sebagai salah seorang pujangga Islam
yang sangat populer pada zamannya. Namanya tercatat sebagai

3
Ibid, hlm.339

7
seorang kaliber besar dalam perkembangan Islam di Nusantara dari
abadnya hingga ke abad kini.4
Beliau adalah seorang ulama’ yang cerdas dan menguasai
dengan baik bahasa Arab, Persi, Jawa, Melayu, Aceh, Siam dan
Urdu. Beliau banyak melakukan pengembaraan ke berbagai Negara
dan tempat di kepulauan Nusantara, Semenanjung Melayu, Siam,
India, Persia dan Arab.
Menurut para ahli, beliau adalah sebagai perintis bahasa
Melayu dalam bidang sastra tulis. Melalui beliau inilah bahasa
Melayu terangkat tinggi sehingga disebut sebagai Bapak Bahasa
dan Sastra Melayu. Beliau juga adalah orang yang pertama kali
menciptakan syair dan pantun.5
Syekh Hamzah Fansuri adalah penganut faham Wahdatul
Wujud. Faham Wahdatul Wujud inilah yang mengakibatkan beliau
dan muridnya, Syekh Syamsuddin Sumatrani mendapatkan
tantangan keras dari ulama’-ulama’ syari’at, terutama oleh Syekh
Nuruddin ar Raniri karena menganut faham nilai beliau dicap
sebagai orang yang zindiq, sesat, kafir, dan sebagainya. Selain
menganut faham Wahdatul Wujud, ijttihad dan hulul dalam bidang
tashawwuf, beliaupun dikatakan juga sebagai penganut syi’ah
dalam aqidah. Syekh Hamzah Fansuri sangat giat dalam
menyebarkan dan mengembangkan thariqat ke berbagai negeri.
Beliau pernah sampai ke berbagai negeri di Timur Tengah
utamanya Mekkah dan Madinah. Begitu pula dengan negeri-negeri
di Nusantara pernah dijelajahi, seperti Pahang, Kedah, Banten,
Jawa dan sebagainya. Bahkan ada yang mengatakan pernah sampai

4
Ibid, hlm.340.
5
Asrifin, S.Ag, Tokoh-Tokoh Shufi, (Surabaya: Karya Utama), hlm 256

8
ke seluruh Semenanjung dan memperkembangkan tashawwuf itu di
negeri Perak, Perlis, Kelantan, Trengganu dan lain-lain.6
Disamping giat menyebarkan tashawwuf ke berbagai pelosok
negeri, beliaupun giat menulis baik dalam bentuk puisi maupun
prosa. Pengaruh dari karya Syekh Hamzah Fansuri memang luar
biasa besarnya. Karena itu, karya-karya beliau baik yang berbentuk
puisi maupun prosa banyak mendapat perhatian para sarjana
maupun orentalis barat. Demikian perjuangan Syekh Hamzah
Fansuri dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan faham yang
diyakininya di tengah-tengah masyarakat sampai akhir hayatnya.
Dan hingga sekarang kuburnya tidak diketahui.7

2. Syamsyudin al-Sumatrani
Syamsuddin Sumatrani adalah putra seorang ulama Aceh
terkenal yang bernama Syekh Abdullah as Sumatrani.[8] Pemikiran
tasawufnya Syamsuddin al-Sumatrani membahas tentang martabat
tujuh dan dua puluh sifat Tuhan. Konsep martabat tujuh ini pertama
kali dicetuskan oleh Muhammad Ibn Fadlullah al-Burhanpuri
seorang ulama kelahiran India.8
Beliau mendapatkan pendidikan dari tokoh shufi pada masa
itu, yaitu Syekh Hamzah Fansuri di Aceh dan kemudian beliau
melanjutkan pendidikannya di Pulau Jawa dimana pada saat itu
agama Islam sudah berkembang pesat berkat perjuangan gigih dari
para Walisongo. Syamsuddin Sumatrani sangat giat mempelajari
9
ilmu keislaman terutama ilmu tashawwuf. Terbukti dari guru-guru
yang beliau pilih adalah para tokoh ahli tashawwuf. Baik Syekh
Hamzah Fansuri maupun Syekh Maulana Makdum Ibrahim adalah

6
Ibid, hlm.257.
7
Ibid, hlm.258-259.
8
Ibid, hlm.259.
9
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada,2013), hlm. 65.

9
para ulama’ ahli tashawwuf yang cukup terkenal ketika itu.
Meskipun keduanya berbeda aliran dalam tashawwufnya dan
faham yang dianutnya.10
Setelah beliau menamatkan pelajarannya dan kembali ke
kampung halamannya Aceh, nampaknya beliau langsung mendapat
tempat pada posisi yang terbaik di Kerajaan Aceh. Beliau di
percaya memangku jabatan “Perdana Menteri” di Kerajaan Aceh.
Disamping itu, beliau juga termasuk seorang pujangga Islam
Indonesia yang kedua setelah Syekh Hamzah Fansuri. Disamping
beliau disibukkan dalam kegiatan pemerintahan Kerajaan Aceh,
beliau tetap giat menyebarkan dan mengembangkan tashawwuf
dengan mengajar dan menulis. Tashawwuf yang diajarkan dan
dikembangkan oleh Syekh Syamsuddin Sumatrani tidak berbeda
dengan gurunya Syekh Hamzah Fansuri, yaitu faham Wahdatul
Wujud, hulul, ittihad dan sebangsanya. Karena faham inilah beliau
banyak mendapat kecaman dari berbagai kalangan.11
Jumlah keseluruhan karya Syekh Syamsuddin Sumatrani
keseluruhan yang diketahui ada 18 kitab. Dari karya-karya beliau
ini Nampak sekali keluasan dan kedalaman ilmu beliau, sehingga
beliau menjadi seorang ulama’ yang disegani baik lawan maupun
kawan. Sewaktu beliau wafat pada tanggal 12 Rajab 1039 H / 1619
M. ada yang mengatakan beliau wafat tahun 1661 M. Syekh
Nuruddin ar Raniri menulis pengakuan tentang kealiman beliau
dalam kitabnya yang bernama Bustanus Salatin.12

3. Nuruddin ar-Raniri
Ar-Raniri dilahirkan di Ranir, sebuah kota pelabuhan tua di
Pantai Gujarat, India. Pendidikan pertamanya diperoleh di Ranir
kemudian dilanjutkan ke wilayah Hadramaut. Menurut catatan
Azyumardi Azra, ar-Raniri merupakan tokoh pembaruan di Aceh.

10
Asrifin,Tokoh-Tokoh Shufi, hlm. 256.
11
Ibid, hlm.261.
12
Ibid, hlm.262-263.

10
Ia mulai melancarkan pembaruan Islamnya di Aceh setelah
mendapat pijakan yang kuat di istana Aceh. Pembaruan utamanya
adalah memberantas aliran Wujudiyyah yang dianggap sebagai
aliran sesat. ar-Raniri dikenal pula sebagai seorang syekh Islam
yang mempunyai otoritas untuk mengeluarkan fatwa menentang
aliran Wujudiyyah ini.13
Menurutnya, pendapat Hamzah al-Fansuri tentang Wahdat Al-
Wujud dapat membawa pada kekafiran. Ar-Raniri berpandangan
bahwa jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, dapat
dikatakan bahwa manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah
manusia, dan jadilah seluruh makhluk itu adalah Tuhan. Semua
yang dilakukan manusia, baik buruk maupun baik, Allah SWT.
turut serta melakukannya. Jika demikian halnya, manusia
mempunyai sifat-sifat Tuhan. Pemisahan antara syariat dan hakikat,
menurut ar-Raniri, merupakan sesuatu yang tidak benar. Untuk
menguatkan argumentasinya, ia mengajukan beberapa pendapat
pemuka sufi, di antaranya adalah Syekh Abdullah al-Aidarusi yang
menyatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah SWT., kecuali
melalui syariat yang merupakan pokok dan cabang Islam.14
Pendirian ar-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya
bersifat kompromis. Ia berupaya menyatukan paham Mutakallimin
dengan paham para sufi yang diwakili Ibnu Arabi. Pandangan ar-
Raniri hampir sama dengan Ibnu Arabi bahwa alam ini merupakan
tajalli Allah SWT. Akan tetapi, tafsirannya membuatnya terlepas
dari label panteisme Ibnu Arabi. Ar-Raniri berpandangan bahwa
alam ini diciptakan Allah SWT. melaluitajalli. Ia menolak teori al-
faidh (emanasi) al-Farabi karena membawa pada pengakuan bahwa
alam ini qadim sehingga dapat jatuh pada kemusyrikan.15

13
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hml.344.
14
Ibid, hlm.345.
15
Ibid, hlm.346.

11
Gema pemikiran ar-Raniri sampai juga ke daerah Nusantara
lainnya sehingga buku-bukunya banyak dipelajari orang.
Pemikiran-pemikiran tasawuf Nuruddin ar-Raniri banyak diterima
dan dipelajari oleh Sultan Iskandar Tsani sehingga kebijakan
Nuruddin mengeluarkan fatwa “kufur” kepada wujudiyah ternyata
didukung oleh sultan. Pemikiran ar-Raniri tersebut ternyata
berpengaruh besar ke seluruh Nusantara sehingga peranan
Nuruddin ar-Raniri dalam perkembangan Islam di wilayah Melayu
Indonesia. Kehadiran Nuruddin ar-Raniri harus diakui telah
berhasil mematahkan pemikiran wujudiyah-nya Syamsuddin al-
Sumatrani.16

4. Abdur Rauf as-Sinkli


Syekh Abdur Rauf Bin Ali Fansuri adalah seorang penyebar
pertama thariqat Syathariyah di Indonesia. Beliau adalah murid dari
Syekh Shafiuddin Ahmad ad-Dajjani al-Qusysyi, seorang guru
besar shufi di Mekkah dan juga murid dari Syekh Ibrahim Al
Kurani, seorang guru besar di Madinah.17
Sebelum as-Sinkili membawa ajaran tasawufnya, di Aceh telah
berkembang ajaran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf Wujudiyyah yang
kemudian dikenal dengan namaWahdat Al-Wujud. Ajaran tasawuf
Wujudiyyah ini dianggapnya sebagai ajaran sesat dan penganutnya
dianggap sudah murtad. as-Sinkili berusaha merekonsiliasi antara
tasawuf dan syariat. Ajaran Tasawufnya sama dengan Syamsuddin
dan Nuruddin, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki,
yaitu Allah SWT., sedangkan alam ciptaan-Nya bukanlah
merupakan wujud hakiki, melainkan bayangan dari yang hakiki.
Menurutnya, jelaslah bahwa Allah SWT. berbeda dengan alam.
Walaupun demikian, antara bayangan (alam) dan yang
memancarkan bayangan (Allah) tentu terdapat keserupaan. Sifat-

16
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, hlm. 65-66.
17
Asrifin, Tokoh-Tokoh Shufi, hlm. 263.

12
sifat manusia adalah bayangan Allah SWT., seperti yang hidup,
yang tahu, dan yang melihat. Pada hakikatnya, setiap perbuatan
adalah perbuatan Allah SWT.18
Ajaran tasawuf al-Sinkli yang lain adalah bertalian dengan
martabat perwujudan. Syekh Abdul Rauf al-Sinkili, dalam segi lain
sering dipandang sebagai penganjur Tarekat syatariyat yang
menilai banyak murid di Nusantara. Pemahaman Abdul Rauf
terhadap konsep martabat tujuh terletak pada posisi Tuhan terhadap
ciptaan-Nya. Ia lebih menekankan aspek imanensi yang menurut,
sebagai paham kaum Wujudiyah.19
Para penyebar thariqat Syathariyyah yang semuanya berpuncak
pada Syekh Abdur Rauf Bin Ali Fansuri wafat boleh dikatakan
tiada lagi generasi pelanjutnya. Namun thariqat ini pengaruhnya
tetap ada hingga saat ini.20

5. Yusuf al-Makassari
Syekh Yusuf al-Makasari adalah seorang tokoh sufi agung
yang berasal dari Sulawesi. Naluri fitrah pribadi Syekh Yusuf sejak
kecil telah menampakkan bahwa ia cinta akan pengetahuan
keislaman. Dalam tempo relatif singkat, ia tamat mempelajari al-
Qur’an 30 juz.21
Pada masa Syekh Yusuf, memang hampir setiap orang lebih
menggemari ilmu tasawuf. Syekh Yusuf pernah melakukan
perjalanan ke Yaman. Di Yaman, ia menerima tarekat dari
syekhnya yang terkenal, yaitu Syekh Abi Abdullah Muhammad
Baqi Billah. Semua tarekat yang telah dipelajari Syekh Yusuf
mempunyai silsilah yang bersambung hingga kepada Nabi

18
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 348.
19
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, hlm. 67.

20
Asrifin, Tokoh-Tokoh Shufi, hlm. 264.

21
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 349.

13
Muhammad SAW. Akan tetapi, semua silsilah itu belum
ditemukan, kecuali silsilah Naqsabandiyah yang terdapat pada
salah satu tulisan tangannya.22
Syekh Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak
dari asumsi dasar bahwa ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu:
aspek lahir (syariat) dan aspek batin (hakikat). Syariat dan hakikat
harus dipandang dan diamalkan sebagai satu kesatuan. Syekh
Yusuf menggarisbawahi bahwa proses ini tidak akan mengambil
bentuk kesatuan wujud antara manusia dengan Tuhan.23
Kalau ajaran Abdul Rauf singkat ialah boleh dikatakan tidak
mempunyai paham atau ajaran yang tersendiri. Dalam masalah
keagamaan, beliau mengikuti paham Ahlussunnah Waljama’ah dan
khusus dalam bidang fikih beliau adalah pengikut syafi’iyah,
sedangkan dalam tasawuf mengikuti thariqat syattariyah dan
paham-paham ini pulalah yang ia sebarkan dalam semua kegiatan
dakwahnya.24
Meskipun berpegang teguh pada transedensi Tuhan, ia
meyakini bahwa Tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu dekat
dengan sesuatu. Mengenai hal ini,Syekh Yusuf mengembangkan
istilah ihathah(peliputan) dan al-ma’iyyah(kesertaan). Kedua istilah
itu menjelaskan bahwa Tuhan turun (tanazul), sementara manusia
naik (taraqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya
semakin dekat. Syekh Yusuf menggarisbawahi bahwa proses ini
tidak akan mengambil bentuk kesatuan wujud antara manusia dan
Tuhan. Syekh Yusuf berbicara pula tentang insan kamil dan proses
penyucian jiwa. Ia mengatakan bahwa seorang hamba akan tetap
hamba walaupun telah naik derajatnya, dan Tuhan akan tetap
Tuhan walaupun turun pada diri hamba. Menurutnya, kehidupan

22
Ibid, hlm. 350.
23
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, hlm. 68.
24
Ibid, hlm. 68-69.

14
dunia bukanlah untuk ditinggalkan dan hawa nafsu harus
dimatikan.25

25
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 352.

15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1. Perkembangan tasawuf di Indonesia, tidak lepas dari pengkajian proses


islamisasi dikawasan ini. Sebab, sebagian besar penyebaran Islam di
Nusantara merupakan jasa para sufi. Hal ini menunjukkan bahwa
pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam
masyarakat pada masa itu. Perkembangan Islam di tanah Jawa
selanjutnya digerakkan oleh Wali Songo atau Wali Sembilan. Para wali
bukan saja berperan sebagai penyiar Islam, melainkan mereka juga ikut
berperan kuat pada pusat kekuasaan kesultanan.

2. Tokoh-tokoh Tasawuf di Indonesia

a. Hamzah al-Fansuri
Menurut para ahli, beliau adalah sebagai perintis bahasa
Melayu dalam bidang sastra tulis. Melalui beliau inilah bahasa
Melayu terangkat tinggi sehingga disebut sebagai Bapak Bahasa
dan Sastra Melayu. Beliau juga adalah orang yang pertama kali
menciptakan syair dan pantun.
b. Syamsuddin al-Sumatrani
Jumlah keseluruhan karya Syekh Syamsuddin Sumatrani
keseluruhan yang diketahui ada 18 kitab. Dari karya-karya beliau
ini nampak sekali keluasan dan kedalaman ilmu beliau, sehingga
beliau menjadi seorang ulama’ yang disegani baik lawan maupun
kawan.
c. Nuruddin ar-Raniri
Ar-Raniri dikenal pula sebagai seorang syekh Islam yang
mempunyai otoritas untuk mengeluarkan fatwa menentang aliran
Wujudiyyah ini. Ar-Raniri berpandangan bahwa jika benar Tuhan
dan makhluk hakikatnya satu, dapat dikatakan bahwa manusia
adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia, dan jadilah seluruh
makhluk itu adalah Tuhan. Semua yang dilakukan manusia, baik
buruk maupun baik, Allah SWT. turut serta melakukannya. Jika
demikian halnya, manusia mempunyai sifat-sifat Tuhan.
d. Abdur Rauf as-Sinkili
As-Sinkili berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dan syariat.
Menurutnya, jelaslah bahwa Allah SWT. berbeda dengan alam.
Walaupun demikian, antara bayangan (alam) dan yang
memancarkan bayangan (Allah) tentu terdapat keserupaan. Sifat-
sifat manusia adalah bayangan Allah SWT., seperti yang hidup,

16
yang tahu, dan yang melihat. Pada hakikatnya, setiap perbuatan
adalah perbuatan Allah SWT.
e. Yusuf al-Makassari
Syekh Yusuf mengungkapkan paradigma sufistiknya bertolak
dari asumsi dasar bahwa ajaran Islam meliputi dua aspek, yaitu:
aspek lahir (syariat) dan aspek batin (hakikat). Syariat dan hakikat
harus dipandang dan diamalkan sebagai satu kesatuan. Syekh
Yusuf menggarisbawahi bahwa proses ini tidak akan mengambil
bentuk kesatuan wujud antara manusia dengan Tuhan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Nasution Bangun, Ahmad dan Sinegar Hanum, Rayani. 2013.Akhlak


Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Asrifin. Tokoh-tokoh Shufi. Surabaya: Karya Utama

Danial Hilmi. 2012. Potret Nilai Tasawuf dalam Bermasyarakat, Malang:


researechgate.net

18

Anda mungkin juga menyukai