Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN GERONTIK


KONSEP MENUA & RHEUMATOID ARTHRITIS

CT: Muhammad Rauf, Ns., M.Kep


CI: Rosa Sosiawati, S.Kep., Ns

Oleh:
Nama: Midila Aulia Wati, S.Kep
NPM: 2014901110044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS A


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH BANJARMASIN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Proses Menua
A. Definisi Lansia / Proses Menua
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang
disebut Aging Process atau proses penuaan.

Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena
faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara
jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).

B. Teori Proses Menua


Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:
1. Teori – teoribiologi
a. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatietheory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
– spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel
pada saatnya akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel.
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immunetheory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virustheory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organtubuh.
e. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidakdapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai
f. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelahsel-sel tersebut mati.
2. Teori kejiwaan sosial
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup)dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa
mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagementtheory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni: (1) Kehilangan peran;
(2) Hambatan kontak sosial; (3) Berkurangnya kontak komitmen.

C. Batasan Lanjut Usia


Menurut Nugroho (2008) ada beberapa pendapat para ahli mengenai batasan
lanjut usia diantaranya :
1. Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan lanjut
usia yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90tahun
2. Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
sebagaiberikut:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25tahun
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia
25-60/65 tahun)
c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70
tahun, terbagi:
1) Usia 70-75 tahun (young old)
2) Usia 75-80 tahun (old)
3) Usia lebih dari 80 tahun (veryold)
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua tahapyaitu:
a. Early old age (usia 60-70tahun)
b. Advanced old age (usia 70 tahun keatas)
D. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan
biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif
(Maryam, 2012).

E. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:
1. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan
masalah kesehatan
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat mengahasilkan barang atau jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain

F. Perubahan Pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial
dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulitdimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60
tahun
b. Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis
danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea
dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
c. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung
(kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai
pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
1) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dandegenerasi
yang terjadi cenderung kearah progresif,konsekuensinya
kartilagopada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
2) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah
bagian dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,deformitas
dan fraktur.
3) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan
efek negatif.
4) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasiamengalami penuaan elastisitas.
d. Sistemkardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan
ikat.
e. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas
total parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dankemampuan
peregangan toraks berkurang.
f. Pencernaan danMetabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan
gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun(kepekaan rasa lapar
menurun), liver (hati) makinmengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
g. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak
fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,
dan reabsorpsi oleh ginjal.
h. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresifpada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dankemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
i. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary
danuterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki- laki testis masih dapat
memproduksispermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
2. Perubahan Kognitif:
a. Daya Ingat (Memory)
b. IQ (Intellegent Quotient)
c. Kemampuan Belajar (Learning)
d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
g. Kebijaksanaan (Wisdom)
h. Kinerja (Performance)
i. Motivasi (Motivation)
3. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan keluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri,perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakinmatang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat
dalam berfikir danbertindak sehari-hari.
4. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telahrapuh pada
lansia. Hal tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi
suatu episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuanadaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif,gangguan-gangguantersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungandengan sekunder akibat penyakit
medis, depresi, efek samping obat, atau gejalapenghentian mendadak
dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansiasering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia
yang terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia
bermain-main dengan feses dan urinnya, seringmenumpuk barang
dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut
dapat terulang kembali.
G. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia menurut Depkes RI (2016) terdiri
dari:
1. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-
tingginya,sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental.
3. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita
suatupenyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kemandirian
yangoptimal.
4. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia
yang beradadalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi
kematian dengan tenang danbermartabat.Fungsi pelayanan dapat
dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat informasi
pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial
lansiadan pusat pemberdayaan lansia.
II. Rheumatoid Arthritis
A. Pengertian
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang sendi. Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit
ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. (Hidayat, 2006)
Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan, nyeri dan
kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya (Adellia, 2011).

B. Klasifikasi
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak
maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
C. Etiologi
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi
beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan
faktor Reumatoid
2. Gangguan Metabolisme
3. Genetik
4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)
Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun
faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor
metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

D. Patofisiologi
Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena
serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.
Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan
sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang
sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun
pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan
kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long,
1996.

E. Pathway Artritis Reumatoid


F. Tanda Dan Gejala
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang
bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat
bervariasi. Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala
seperti :
1. Nyeri persendian
2. Bengkak (Reumatoid nodule)
3. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4. Terbatasnya pergerakan
5. Sendi-sendi terasa panas
6. Demam (pireksia)
7. Anemia
8. Berat badan menurun
9. Kekuatan berkurang
10. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
11. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
12. Pasien tampak ansietas

G. Komplikasi
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah
putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel
darah akan meningkat.
7. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi
faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis
reumatoid.
8. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan
vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi
anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan
( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang,
memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang
terjadi secara bersamaan.
3. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
5. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
7. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration)
atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak
leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
I. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. Memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal
penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang
merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
Pengobatan
1. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat
serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
2. Natrium kolin dan asetamenofen  meningkatkan toleransi saluran
cerna terhadap terapi obat
3. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600
mg/hari. mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing
sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
4. Garam emas
5. Kortikosteroid
Nutrisi : diet untuk penurunan berat badan yang berlebih.
Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi,
pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki
fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk
mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali
inflamasi.
2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan
tangan.
4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada
persendian.

J. Pengkajian Asuhan Keperawatan


1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),
amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi
sinovia
c. Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
d. Catat bila ada krepitasi
e. Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
f. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
g. Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
h. Ukur kekuatan otot
i. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
j. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
2. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi
karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan
merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat
melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body
image dan harga diri klien.Data dasar pengkajian pasien tergantung pada
keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata,
jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
Pengkajian 11 Pola Gordon
3. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
a. Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
c. Riwayat keluarga dengan RA
d. Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
e. Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
4. Pola Nutrisi Metabolik
a. Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang
banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
b. Riwayat gangguan metabolic
5. Pola Eliminasi: adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
6. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
b. Jenis aktivitas yang dilakukan
c. Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
d. Tidak mampu melakukan aktifitas berat
7. Pola Istirahat dan Tidur
a. Apakah ada gangguan tidur?
b. Kebiasaan tidur sehari
c. Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
d. Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
8. Pola Persepsi Kognitif: Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
9. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a. Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
b. Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
10. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
a. Bagaimana hubungan dengan keluarga?
b. Apakah ada perubahan peran pada klien?
11. Pola Reproduksi Seksualitas
a. Adakah gangguan seksualitas?
12. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
a. Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
13. Pola Sistem Kepercayaan
a. Agama yang dianut?
b. Adakah gangguan beribadah?
c. Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera (distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi).
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
penurunan, kekuatan otot.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal,
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/
mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

L. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera (distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi).
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil
1) Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
2) Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
3) Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke
dalam program kontrol nyeri.
c. Intervensi
1) Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non
verbal
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program
2) Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari
gerakan yang menyentak.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.
Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
3) Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada
waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat
untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan
rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada
panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
4) Berikan masase yang lembut
R/ Meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri
5) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi, distraksi, relaksasi
progresif)
R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
6) Berikan kompres dingin jika dibutuhkan
R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama
periode akut
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
penurunan, kekuatan otot.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas fisik
baik
b. Kriteria hasil
1) Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan
kontraktur.
2) Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari
dan/ atau kompensasi bagian tubuh
3) Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas
c. Intervensi
1) Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada
sendi
R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi
dari peoses inflamasi
2) Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal
aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus
dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.
R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh
fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan
mempertahankan kekuatan
3) Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan
resistif dan isometris jika memungkinkan
R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan
stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan
kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak
sendi
4) Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup.
Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan
mobilitas
R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi.
5) Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi,
berdiri, dan berjalan
R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan
memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran
tubuh, mengurangi kontraktor
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal,
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
mengatur kegiatan sehari-hari.
b. Kriteria hasil
1) Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten
dengan kemampuan individual
2) Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
3) Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.

c. Intervensi
1) Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/
eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang
diantisipasi.
R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan
adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini
2) Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional
3) Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri.
Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan
R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan
meningkatkan harga diri

·
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawtan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction

Brunner, A. Suddart, 2005, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,ed 8 vol.3,

EGC, Jakarta.

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi

11. Alih Bahasa : Irawati, Et Al.Jakarta : EGC

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2010. Kapita

Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media

AesculapiusNasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik Dalam Noer

S (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI

Banjarmasin, 25 November 2020


Preseptor Akademik Preseptor Klinik Ners Muda

(Muhammad Rauf, Ns.,M.Kep) (Rosa Sosiawati, S.Kep., Ns) (Midila Aulia Wati, S.Kep)

Anda mungkin juga menyukai