Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. LATAR BELAKANG
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
Rumah Sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga / orang lain,
merusak alat rumah tangga dan marah – marah merupakan alasan utama yang
paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga belum
memadai, keluarga seharusnya mendapat pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien ( manajemen perilaku kekerasan ).
Asuhan keperawatan perilaku kekerasan terdiri dari :
1. Manajemen krisis yaitu asuhan keperawatan saat terjadi kekerasan
2. Manajemen perilaku kekerasan ( MPK ) yaitu asuhan keperawatan yang
bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan
kesehatan tentang MPK pada keluaga

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2009). Ancaman atau kebutuhan yang
tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang
marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki
orang disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang
lain, bahkan membakar rumah.
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.
Menurut WHO dalam Bagong (2012), kekerasan adalah penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan
atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Menurut Townsend (2010), amuk (aggression) adalah tingkah laku
yang bertujuan untuk mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain
juga diartikan sebagai perang atau menyerang.
Menurut Stuart dan Sundeen (2008), perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 2013).

2. Tanda dan gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir

b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

3. Jenis dari masalah utama


Menurut Keliat BA (2008) masalah keperawatan yang sering terjadi
pada klien perilaku kekerasan adalah :
a. Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan linkungan
b. Perilaku kekerasan
c. Ganguan konsep diri harga diri rendah
d. Gangguan pemeliharaan kesehatan
e. Defisit perawatan diri, mandi dan berhias
f. Ketidakefektifan koping keluarga : ketidakmampuan keluarga
merawat klien di rumah
g. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik

4. Penyebab terjadinya masalah


a. Perilaku Kekerasan:
1) Sering dianiaya sewaktu kecil
2) Harga diri rendah
3) Sangat pencemburu dan posesif
4) Terisolasi secara seksual
5) Kontrol impuls buruk, tindakan koping buruk
6) Peyalahgunaan alkohol dan pengobatan
7) Kaku dan obsesif dalam hal kekerasan
8) Narsistik
b. Harga Diri Rendah
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup pesimis
4) Penurunan produktivitas
5) Penolakan terhadap kemampuan diri
c. Resiko Mencederai Diri
1) Pasien tampak murung
2) Tidak ada perhatian terhadap penampilan diri
3) Apatis
4) Sukar tidur atau sering terbangun
5) Gelisah, agitasi
6) Ada tanda-tanda atau syarat untuk merusak diri
7) Marah beresiko permusuhan
8) Menolak makanan
9) Perasaan cemas dan tidak berdaya
10) Menarik diri dari lingkungan sosial
11) Ada rencana untuk percobaan bunuh diri
12) Ada kecenderungan melukai diri sendiri
13) Merasa rendah diri
14) Tidak percaya diri dan merasa tidak berdaya
15) Rasa berdosa
16) Daya perhatian berkurang
17) Tidak mau mengontrol dorongan diri sendiri
18) Ada halusinasi dan waham
19) Tidak mampu membedakan antara kenyataan dan khayalan
5. Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (2010) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamin,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1)    Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
2)    Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara
umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan
masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak
kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan
mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang
ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan
dalam hidup individu.
6. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap
7. Akibat terjadinya masalah
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan.
C. POHON MASALAH

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan
potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
sebagai proses kehidupan” (Carpenito, 2012). Adapun kemungkinan diagnosa
keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

E. RENCANA KEPERAWATAN
1. Tindakan Keperawatan untuk Klien
Tujuan:
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
a. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
b. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernahdilakukan.
c. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
d. Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya
e. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial dandengan terapi psikofarmakotika

Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya.
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara.
Tindakan yang harus dilakukan saudara dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah mengucapkan salm terapeutik, berjabat
tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak topik,
waktu dan tempat setiap kali bertemu klien.
b. Diskusikan kepada klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi
dimasa lalu dan saat ini.
c. Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
d. Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku
kekerasan, baik kekerasan fisik, psikologis, sosial, spiritual maupun
intelektual.
e. Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasanya
dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
f. Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku
marahnya.Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku
kekerasan baik secara fisik (pukul kasur/bantal serta tarik nafas dalam),
obat-obatan, sosial/verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya
secara asertif) ataupun spiritual (sholat/berdoa sesuai keyakinan klien).

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


Tujuan:
Keluarga dapat merawat klien dirumah
Tindakan:
a. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi
penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari
perilaku tersebut.
b. Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku
kekerasan
c. Anjurkan keluarga untuk memotivasi klien agar melakukan tindakan
yang telah di ajarkan oleh perawat.
d. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota
keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
e. Diskusikan bersama keluarga tidakan yang harus dilakukan bila klien
menunjukan gejala-gejala perilaku kekerasan.
f. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar/memukul benda/orang
lain.
DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, (2013).Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,


FKUI; Jakarta.

Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,


(2012).Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta :Depkes

Keliat Budi Anna, dkk, (2008).Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta :EGC

Keliat Budi Anna, (2009).Marah Akibat Penyakit yang Diderita, Jakarta ;EGC.

Keliat Budi Anna, (2012).Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, Jakarta : FIK


UI

Rasmun, (2012).Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi 1, Jakarta : CV. Agung Seto.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, (2008).Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Jakarta :
EGC

Townsend C. Mary (2010).Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3,Jakarta : EGC

WF Maramis. (2008).Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa,Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai