Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN JIWA II

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen pengampu : Riza Arisanty Latifah , M.Kep.,Ners

Disusun oleh:

KELOMPOK 4

1. Ninik Haryati 180711039


2. Puji Yana 180711055
3. Ilham Budiarto 180711056
4. Viona Rizky 180711067

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

1
2020/2021

DAFTAR ISI
BAB I...............................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..........................................................................................................................2
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................4
A. PENGERTIAN.....................................................................................................................4
C. BENTUK KDRT..................................................................................................................5
D. KEKERASAN MENURUT HADITS..................................................................................7
E. FAKTOR PENYEBAB........................................................................................................8
F. DAMPAK PSIKOLOGIS...................................................................................................10
G. DAMPAK KDRT SELAMA KEHAMILAN....................................................................11
H. UPAYA PENCEGAHAN..................................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................................
Asuhan Keperawatan pada Kasus KDRT selama Kehamilan............................................13
A. Pengkajian...........................................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................................13
C. Tujuan.................................................................................................................................13
D. Evaluasi...............................................................................................................................14
BAB IV..........................................................................................................................................15
PENUTUP....................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN...................................................................................................................15
B. SARAN...............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni, bahagia dan saling
mencintai, namun pada kenyataannya banyak keluarga yang merasa tidak nyaman, tertekan dan
sedih karena terjadi kekerasan dalam keluarga, baik kekerasan yang bersifat fisik, psikologis,
seksual, emosional, maupun penelantaran. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
terlebih-lebih di era terbuka dan informasi yang kadangkala budaya kekerasan yang muncul
lewat informasi tidak bisa terfilter pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup dalam
rumah tangga.Adanya kekerasan dalam lingkup keluarga, dpat memberikan dampak yang cukup
besar bagi keangsungan hidup korban.

Adapun Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pasal 28H ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan”. Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak
kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi
sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah
tangga.

Meskipun sudah ada UU yang mengatur tindak kekerasan dalam rumah tangga, namun nyatanya
masih banyak kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan lagi wawasan yang

3
luas tentang tindak kekerasan tersebut untuk mencegah dan meminimalisir kasus di kemudian
hari.

B. Rumusan Masalah
 Apa yang di maksud dengan KDRT?
 Bagaimana bentuk KDRT ?
 Apa saja faktor penyebab KDRT ?
 Apa dampak dari KDRT ?
 Bagaimana pencegahan dan penanganan KDRT ?

C. Tujuan
 Mengetahui dan memahami lebih dalam tentang KDRT
 Memahami pandangan Agama Kristen tentang KDRT
 Mengetahui bentuk, factor, dan dampak KDRT
 Mengetahui peran semua pihak dalam mencegah KDRT

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Kekerasan adalah sesorang atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental
psikologi sesorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari
berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap salah satu jenis kelamin tertentu
yang disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan bias gender ini di
sebuat genderrelated violence. Pada dasarnya kekerasan gender di sebabkan oleh ketidak
setaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.

Pengertian  KDRT menurut  pasal 1  UU  Penghapusan KDRT   Nomor 23 


Tahun  2004 adalah  ”Setiap perbuatan terhadap seseorang  terutama perempuan yang 
berakibat timbul nya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan atau 
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan
atau  perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Lingkup kekerasan dalam rumah tangga dilihat dari aspek person atau pelaku, yaitu  mere
ka yang  tinggal di dalam  rumah  tangga  pelaku.  Menurut pasal 2 UU PKDRT  lingkup
rumah tangga adalah suami, istri dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga dengan orang sebagaimana  yang   dimaksud   pada huruf  a karena hubungan
darah, perkawinan, persusuan,  pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah
tangga tersebut.

B. UNDANG-UNDANG TENTANG KDRT


Undang-undang RI No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT Bab I pasal I mengenai
ketentuan umum, KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, 1 Mansour
Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012),
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan korban yang dimaksud dalam
UU tersebut adalah orang yang mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan dalam
lingkup rumah tangga seperti suami, istri, anak orang-orang yang memiliki hubungan
keluarga dengan anggota inti (suami, istri, anak) karena hubungan darah, perkawinan,
persusuan, permgasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga.
Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA) sebenarnya telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga guna menyikapi maraknya
fenomena KDRT yang terjadi di masyarakat. Pemerintah menilai setiap warga negara
berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Setiap warga
negara, termasuk perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau

5
masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan,
penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

C. BENTUK KDRT
Ada beberapa jenis KDRT yaitu kekerasan fisik, adalah perbuatan yang 
mengakibatkan rasa sakit,  jatuh  sakit atau luka berat. Kekerasan psikis, perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau  penderitaan psikis berat pada seseorang.
Kekerasan seksual, meliputi: pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang  menetap dalam  lingkup   rumah  tangga  tersebut dan atau  pemaksaan
hubungan seksual terhadap seseorang dalam lingkup rumah tangganya, serta pemak saan
hubungan seksual terhadap  salah seorang dalam lingkungan rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial  dan atau tujuan tertentu
Hasil SPHPN 2016 mengungkapkan beberapa jenis kekerasan yang dialami
perempuan berumur 15-64 tahun baik oleh pasangan maupun bukan pasangan dalam
periode 12 bulan terakhr maupun semasa hidup. Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami
perempuan diantaranya yaitu kekerasan fisik, meliputi tindakan memukul, menampar,
menendang, mendorong, mencengkram dengan keras pada tubuh pasangan dan
serangkaian tindakan fisik lainnya. 18,3% perempuan yang sudah menikah dengan
jenjang usia 15-64 tahun telah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual. Kekerasan
fisik mendominasi kasus KDRT pada perempuan yaitu sebesar 12,3% dibandingkan
kekerasan seksual sebesar 10,6% (SPHPN, 2016).
1) Kekerasan emosional atau psikologis, bentuknya meliputi tindakan mengancam,
memanggil dengan sebutan yang tidak pantas dan mempermalukan pasangan,
menjelek-jelekan dan lainnya. Sebanyak 1 dari 5 perempuan yang sudah menikah
pernah mengalami kekerasan emosional yakni sebesar 20,5%.
2) Kekerasan ekonomi, dapat berupa meminta pasangan untuk mencukupi segala
keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.
Sebanyak 1 dari 4 perempuan juga mengalami kekerasan ekonomi atau sebesar
24.5%. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat maka tingkat kekerasan
yg dialami perempuan semakin rendah.
3) Bentuk kekerasan lainnya yaitu kekerasan seksual seperti memeluk, mencium,
meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman.
Angka kekerasan seksual dalam KDRT pada perempuan yaitu sebesar 10,6%.
4) Kekerasan selanjutnya yaitu pembatasan aktivitas oleh pasangan, kekerasan ini
banyak menghantui perempuan dalam kehidupan rumah tangganya, seperti
pasangan yang terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu
mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.
Kekerasan ini merupakan jenis kekerasan yang paling sering dialami perempuan
yang sudah menikah, hingga mencapai 42,3%.
Berdasarkan data jumlah bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi pada perempuan
diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan yang paling sering dialami kaum
perempuan, yaitu pembatasan aktivitas, disusul oleh kekerasan ekonomi, kemudian
kekerasan emosional/psikis, lalu kekerasan fisik dan terakhir kekerasan seksual
6
Muhamad Kamal Zubair dalam Jurnal AlMa’iyyah, mengemukakan empat jenis
kekerasan yaitu:

1. kekerasan terbuka
2. kekerasan yang di lihat seperti perkelahian
3. kekerasan tertutup, kekerasan yang tersembunyi atau tidak dilakukan, seperti
mengancam, kekerasan agresif
4. kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan, tetapi untuk mendapatkan
sesuatu, seperti penjabalan dan kekerasan definisi, kekerasan yang dilakukan
untuk perlindungan diri.

Mansour Fakih, menjelaskan macam dan bentuk kejahatan yang bisa di kategorikan
sebagai kekerasan gender, di antaranya:

1. Pertama, Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk perkosaan


dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk
mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Ketidak
relaan ini seringkali tidak bisa terekspresikan di sebabkan oleh pelbagai
faktor, misalnya ketakutan, malu, keterpaksaan, baik ekonomi, sosial maupun
kultural tidak ada pilihan lain.
2. Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga
(domiestic violence). Termasuk tindakan kekerasan dalam bentuk penyiksaan
terhadap anak-anak (child abuse).
3. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital
mutilation), misalnya penyunatan terhadap anak perempuan. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. 3 Muhamad Kamal Zubair, “Membongkar Teks
Sebagai Bias Gender Dalam Pemhaman Islam”, Jurnal Al- Ma’iyyah, 2011
Berbagai alasan diajukan oleh suatu masyarakat untuk melakukan pneyunatan
ini. Namun salah saatu alasan terkuat adalah adanya anggapan dan bias gender
di masyarakat, yakni untuk mengontrol kaum perempuan. Saat ini, penyunatan
perempuan sudah mulai jarang kita dengar.
4. Kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution). Pelacuran merupakan
bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh suatu
mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan. Setiap masyarakat
dan negara selalu menggunakan standar ganda terhadap k pekerja seksual ini.
Di situ pemerintah melarang dan menagkapi mereka, tetapi di lain pihak
negara juga menarik pajak dari mereka.Sementara sesorang pelacur dianggap
rendah oleh massyarakat, namun tempat pusat kegiatan mereka selalu saja
ramai di kunjung orang.
5. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan pornografi. Porngrafi adalah jenis
kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini termasuk kekerasan

7
nonfisik, yakni pelecahan terhadap kaum perempuan di mana tubuh
perempuan di jadikan objek demi keuntungan seseorang.
6. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam keluarga Berencana
(enforced sterilization). Keluarga Berencana di banyak tempat ternyata telah
menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan. Dalam rangka memnuhi
target mengontrol pertumbuhan penduduk, perempuan seringkali di jadikan
korban demi program tersebut, meskipun semua orang tahu bahwa
persoalannya tidak saja pada perempuan melainkan berasal kaum laki-laki
juga. Namun, lantaran bias gnder, perempuan di paksa sterelisasi yang sering
kali membahayakan baik fisik ataupun jiwa mereka.
7. Kekerasan terselubung (molestation), yakni memegang atau menyentuh
bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan pelbagai cara dan kesempatan
tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini sering terjadi di tempat
pekerjaan ataupun di tempat umum, seperti dalam bis.
8. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum di lakukan di
masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and
emotional haressment. Ada banyak bentuk pelecehan, dan yang umum terjadi
adalah unwanted attention from men. Banyak orang membela bahwa
pelecehan seksual itu merupakan usaha untuk bersahabat. Tetapi
sesungguhnya pelecehan seksual bukanlah usaha untuk bersahabat, karena
tindakan tersebut merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi
perempuan.

D. KEKERASAN MENURUT HADITS


a) Surat Al-Mu’min ayat 40 berbunyi: Barang siapa yang mengerjakan perbuatan
jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatannya.
Dan barang siapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan
sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka di
beri rizki di dalamnya tanpa hisab”.
b) Surat al-Nisa (4) ayat 124: Barang siapa yang mengejakan amal shaleh, baik laki-
laki maupun perempuan sedang ia orang beriman, maka itu, masuk ke dalam
surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”.
c) Ali Imran (3) ayat 195: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya
(dengan berfirman); sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang
yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian
kamu adalah keturunan dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang
diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanku yang berperang dan
yang dibunuh, pastilah akan kuhapuskan kesalahan kesalahan mereka dan pastilah
Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya,
sebagian pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik”.

8
Berdasarkan arti ayat tersebut diatas, Islam sangat melarang keras perlakukan
kekerasan terhadap siapapun baik laki-laki maupun perempuan. Ayat tersebut
juga memberi penjelasan tidak boleh merendahkan dan mendiskriminatifkan
sesorang diantara laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelaminnya. Allah
SWT, memberikan kesetaraan (gender) hak dan kewajiban baik laki-laki maupun
perempuan, jika keduanya melakukan suatu perbuatan yang baik sesuai dengan
nilai-nilai ajaran agama Islam.

E. FAKTOR PENYEBAB
Berdasarkan hasil SPHPN Tahun 2016 mengungkapkan terdapat 4 (empat) faktor
penyebab terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang dilakukan
oleh pasangan yaitu faktor individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor
ekonomi.
a) Faktor individu perempuan,
jika dilihat dari bentuk pengesahan perkawinan, seperti melalui kawin siri, secara
agama, adat, kontrak, atau lainnya perempuan yang menikah secara siri, kontrak,
dan lainnya berpotensi 1,42 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau
seksual dibandingkan perempuan yang menikah secara resmi diakui negara
melalui catatan sipil atau KUA.
Selain itu, faktor seringnya bertengkar dengan suami, perempuan dengan faktor
ini beresiko 3,95 kali lebih tinggi mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual,
dibandingkan yang jarang bertengkar dengan suami/pasangan. Perempuan yang
sering menyerang suami/pasangan terlebih dahulu juga beresiko 6 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah
menyerang suami/pasangan lebih dahulu.

b) Faktor pasangan,
perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain beresiko 1,34 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan perempuan yang
suaminya tidak mempunyai istri/pasangan lain. Begitu juga dengan perempuan
yang suaminya berselingkuh dengan perempuan lain cenderung mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual 2,48 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
berselingkuh.
Disamping itu, ada pula perempuan yang memiliki suami menggangur beresiko
1,36 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan
yang pasangannya bekerja/tidak menganggur. Faktor suami yang pernah minum
miras, perempuan dengan kondisi suami tersebut cenderung 1,56 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang suaminya tidak
pernah minum miras. Begitu juga dengan perempuan yang memiliki suami suka
mabuk minimal seminggu sekali, beresiko 2,25 kali lebih besar mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah mabuk.

9
Perempuan dengan suami  pengguna narkotika beresiko mengalami kekerasan
fisik dan/atau seksual 2 kali lebih besar dibandingkan yang tidak pernah
menggunakan narkotika. Perempuan yang memiliki suami pengguna narkotika
tercatat 45,1% mengalami kekerasan fisik, 35,6% mengalami kekerasan seksual,
54,7% mengalami kekerasan fisikdan/seksual, 59,3% mengalami kekerasan
ekonomi, 61,3% mengalami kekerasan emosional/psikis, dan yang paling tinggi
yaitu 74,8% mengalami kekerasan pembatasan aktivitas. Selain itu faktor suami
yang pernah berkelahi fisik dengan orang lain, perempuan dengan suami kondisi
ini beresiko 1,87 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual
dibandingkan yang tidak pernah berkelahi fisik.
c) Faktor ekonomi,
Perempuan yang berasal dari rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan yang
semakin rendah cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan. Perempuan yang berasal dari
rumahtangga pada kelompok 25% termiskin memiliki risiko 1,4 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan
kelompok 25% terkaya. Aspek ekonomi merupakan aspek yang lebih dominan
menjadi faktor kekerasan pada perempuan dibandingkan dengan aspek
pendidikan. Hal ini paling tidak diindikasikan oleh pekerjaan pelaku yang
sebagian besar adalah buruh, dimana kita tahu bahwa tingkat upah buruh di
Indonesia masih tergolong rendah dan hal ini berdampak pada tingkat
kesejahteraan rumahtangga.
d) Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya seperti timbulnya rasa khawatir akan bahaya kejahatan yang
mengancam. Perempuan yang selalu dibayangi kekhawatiran ini memiliki risiko
1,68 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan,
dibandingkan mereka yang tidak merasa khawatir. Perempuan yang tinggal di
daerah perkotaan memiliki risiko 1,2 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan mereka yang tinggal di daerah
perdesaan
Dari sekian banyak faktor yang memicu terjadinya KDRT, perlu kita pahami bahwa
pentingnya konsep kesetaraan dalam keluarga adalah kunci dalam menghentikan
tindak KDRT. Dalam keluarga terbagi peran-peran yang dijalankan oleh laki-laki dan
perempuan dimana peranan ini menentukan berbagai pengambilan keputusan, serta
nilai-nilai luhur termasuk nilai kesetaraan dan keadilan gender yang ditanamkan.
Nilai-nilai ini semestinya bisa dikomunikasikan di awal pembentukan keluarga yakni
pada jenjang pernikahan. Perlu adanya komitmen yang kuat yang terbangun baik
dalam pribadi laki-laki maupun perempuan, untuk mengemban semua konsekuensi
yang hadir ketika formasi keluarga telah terbentuk. Komitmen yang telah terbentuk
tersebut diharapkan mampu membangun komunikasi dua arah di antara suami dan
istri yang berimplikasi pada keutuhan keluarga, sehingga kasus KDRT pun dapat
tereliminasi..

10
F. DAMPAK PSIKOLOGIS
Namun pengaruh secara khusus bila seseorang  mengalami KDRT akan 
berdampak pada  fisik dan Psikis korban, yaitu secara fisik, bagi korban yang mengalami
kekerasan secara fisik akan  terlihat dari perubahan  bentuk fisik,  misalnya lebam  pada
permukaan kulit, memar, luka, patah tulang, sehingga  berdampak pada kecacatan, 
kehilangan fungsi alat  tubuh atau indra, kerusakan pada organ reproduksi anak bahkan
kematian. Secara psikis, korban yang mengalami kekerasan secara psikis  dapat 
mengalami gangguan jiwa dari ringan sampai berat, antara lain anak  menjadi  tidak 
percaya diri dalam pergaulan sosial, stress, a-sosial, tidak peduli  dengan lingkungan, 
menyendiri, depresi, dendam dan emosi yang tidak stabil.

Secara seksual, korban kekerasan dalam rumah tangga  sebagai  akibat  kekerasan
seksual terkadang mengalami gangguan  fungsi reproduksi, selain itu  berdampak
terhadap jiwa korban sehingga korban mengalami trauma  yang amat sangat  dan tidak
percaya diri dalam menatap masa depannya. Keluarga merupakan  institusi  pertama dan
utama  dalam membentuk  sistem nilai dalam menanggulangi segala  permasalahan yang 
menyangkut kekerasan  terhadap perempuan. meskipun keluarga merupakan  unit terkecil
masyarakat,  namun keluarga banyak mempe ngaruhi Perjalanan  hidup seseorang. Pada
kasus kekerasan  seksual  terhadap perempuan  misalnya Selalu disebut bahwa keluarga
yang tidak peduli dan tidak  melakukan pembina an kepada  pelaku  kekerasan tersebut 
tentang  nilai-nilai moral  dan agama serta bahaya dampak  fornografi. Selain itu 
kestabilan  dan keharmonisan  keluarga perlu ditanamkan  kepada  setiap  anggota 
keluarga guna  memiliki  pemahaman  nilai-nilai  luhur  (agama) untuk saling mengasihi,
membantu, menghormati dan menjaga perasaan orang lain.

Dampak psikologis korban KDRT ini sangat sesuai dengan apa yang telah dikemukakan
dalam landasan teoritis pada bab sebelumnya yaitu:
1) Merasa cemas, ketakutan, depresi, selalu waspada, terus terbayang bila melihat kasus
yang mirip, sering melamun, murung, mudah menangis, sulit tidur mimpi buruk,
2) Hilangnya rasa percaya diri, untuk bertindak merasa tidak berdaya,
3) Hilangnya minat untuk merawat diri, tidak teratur pola hidup yang dijalani,
4) Menurun konsentrasi seseorang, sering melakukan perbuatan ceroboh,
5) Rendah diri dan tidak yakin dengan kemampuan yang ada,
6) Pendiam, enggan untuk ngobrol, sering mengurung diri di kamar,
7) Hilangnya keberanian dalam berpendapat dan bertindak,
8) Selalu merasa kebinggungan dan mudah lupa,
9) Sering menyakiti diri sendiri dan melakukan percobaan bunuh diri,
10) Berperilaku berlebihan dan tidak lazim cenderung sulit mengendalikan diri,
11) Agresif,

G. DAMPAK KDRT SELAMA KEHAMILAN

11
Pada Ibu Perempuan yang mengalami kekerasan selama kehamilannya, dapat
berdampak pada kesehatan fisik dan mentalnya, contohnya perempuan yang mengalami
kekerasan selama kehamilan mengalami depresi 2,5 kali lebih banyak dibandingkan
dengan wanita yang tidak mengalami kekerasan selama hamil (Dunn &1Oths, 2004).
Distres emosi ini jika terus menerus terjadi akan menyebabkan risiko bunuh diri, tidak
menginginkan kehamilan dan melakukan kekerasan kepada anak. Studi ini juga
membuktikan bahwa pemukulan selama kehamilan meningkatkan risiko terjadinya
abortus spontan, persalinan prematur dan berat badan bayi rendah dua kali lebih tinggi
dibandingkan ibu yang tidak mengalami kekerasan selama hamil (Hakimi et al., 2001).

Dampak kekerasan selama hamil menurut beberapa penelitian antara lain ;


incontinensia uri, incontinensia fecal dan perdarahan pervaginal, (Espinosa L.&
Osborne,K, 2002; Martin, s.L.,2007), penelitian lain menyebutkan bahwa kekerasan pada
perempuan pada masa 8-12 bulan post partum meningkatkan depresi dan distress
psikologis pada perempuan (Escriba-Aguir,et al., 2013; dan Romito, P et al., 2009).

Menurut Beckman, Ling, Barzansky et. al. 2010 dan Records (2011), dampak lain
dari kekerasan selama kehamilan antara lain adalah ibu lebih sering mendapatkan
multiple injury terutama pada muka, bahu, pantat, perut dan payudara. Ibu juga
cenderung terlambat memeriksakan kehamilan, tidak menepati janji pertemuan dengan
tim kesehatan. Hal ini disebabkan karena suami tidak mengijinkan ibu memeriksakan
kehamilannya di pelayanan kesehatan dengan tujuan menyembunyikan tanda – tanda
kekerasan agar tidak di ketahui tenaga kesehatan. Ibu juga sering mengalami penyakit
infeksi menular seksual dan berisiko mengalami depresi post partum. Dampak lain dari
kekerasan selama kehamilan antara lain; ibu kurang menyusui bayinya, menjadi perokok,
dan menggunakan obat-obatan terlarang (Martin, S.L, Macy,R.J. &Sullivan, K, & Magee,
M.L, 2007; Heaman, M.I, 2005; Rosen, D. et al, 2007; Kendal-Tackett, K.A., 20; Lau
Y,& Chan, K.S,2007; Bhandari, S.et al, 2008).

H. UPAYA PENCEGAHAN
Menyikapi tingginya kasus KDRT di Indonesia, Kemen PPPA menginisiasi
berbagai program, diantaranya rumah tangga tangguh. Kemen PPPA menyasar target
edukasi pada pasangan-pasangan yang sedang mempersiapkan pernikahan (pra nikah)
untuk mencegah tindakan kekerasan yang akhirnya berujung perceraian. Rumah tangga
tangguh diharapkan dapat melahirkan anak-anak yang berkualitas sebagai generasi
penerus bangsa, dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk mendukung program keluarga
tangguh, meningkatkan pendidikan, pengetahuan, dan mengubah pola pikir pasangan
yang akan menikah tentang konsep keluarga harmonis. Kemen PPPA juga akan
melakukan edukasi sejak dini kepada anak-anak sekolah, terutama remaja puteri sebagai
persiapan untuk menjalani kehidupan pernikahan dan rumah tangganya kelak.
Pelibatan pihak ketiga dalam proses mediasi ketika terjadi permasalahan
diperlukan, jika tidak bisa ditangani, segera laporkan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah

12
Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) atau ke Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau ke Unit Pelayanan Perempuan dan
Anak (UPPA) Polres setempat. Jangan menunggu hingga kasusnya terlalu fatal sehingga
sulit untuk diselesaikan. Catatkan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) agar bisa
dilindungi oleh negara berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Penanaman nilai-nilai kehidupan pada anggota keluarga  hendaknya  dimulai ketika  mem
bentuk keluarga baru, dalam keluarga  Muslim sepasang suami-istri pada saat dinikahkan
diharuskan membaca  dan  memahami  sighat taklik  yang mengandung  nilai-nilai
tanggungjawab bahwa seorang suami harus memiliki tanggung jawab untuk menafkahi,
memiliki tanggung jawab untuk tidak menelantarkan dan memiliki tanggung jawab untuk
melindungi

13
BAB III

ASKEP KASUS

Kasus :

Seorang wanita bernama N berusia 30 tahun datang ke P2TP2A untuk melaporkan


tindakan suaminya yang sering memukulinya.Sang istri sudah tidah kuat lagi dengan tindakan
suaminya itu.Dia sering dipukuli dengan menggunakan tangan/  benda-benda di  benda-benda di
sekitarnya.Suami sekitarnya.Suami sering memukuli sering memukuli istri juka istri juka istri
tidak memenuhi tidak memenuhi kebutuhannya dan terkadang suaminya sering melakukan
kekerasan dalam hubungan seksual. Tidak hanya tindakan memukuli istri namun perilaku dan
ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan kepada sang istri. Mata pencarian suami adalah
seorang adalah seorang tukang b tukang becak y ang sudah ang sudah sering tidak sering tidak
bekerja karena bekerja karena sepi  penumpang  penumpang maka istri sudah istri sudah tidak p
tidak pernah menerima nafkah menerima nafkah lagi dari lagi dari suami. Mereka suami. Mereka
tinggal di perkampungan kumuh pinggiran sungai ciliwung.Anak sebanyak 5 orang yang tidak
melanjutkan sekolah mereka karena masalah biaya. Sang istri menceritakan bahwa sang suami
sering memukuli istrinya karena masalah sepele, suaminya sudah sering memukuli mulai usia
pernikahan 3 tahun yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaan terhadap istri terdapat luka lebam di
sekujur badan, tampat sering menangi dan ketakutan.Sering menyendiri dan tampak murung.
Murung.

A. PENGKAJIAN  

Nama : Ny. N : Ny. N Umur : 30 Tahun Jenis kelamin : Perempuan

B. Keluhan utama : istri merasa ti Keluhan utama : istri merasa tidak kuat lagi dengan dak
kuat lagi dengan tindakan suaminya yang tindakan suaminya yang sering memukulinya.

C. Faktor Predisposisi :

 Kekerasan fisik : Suami sering memukuli istri dengan tangan atau  benda- benda
disekitarnya
 Kekerasan Psikis : Perilaku dan ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan pada
sang istri
 Seksual : Suami sering memukuli bila istri tidak memenuhi kebutuhan suami dan
terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dalam hubungan seksual
 Kekerasan Ekonomi : Suami yang bekerja sebagai tukang becak sudah sering tidak
bekerja sepi penumpang, maka istri tidak menerima nafkah lagi dari suaminya.

14
D. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : - (Kaji tingka kesadaran klien)
 TTV : - (Kaji TD, RR, HR, T)
 Pemeriksaan luka : Terdapat luka lebam disekujur badan
 Paikososial : klien tampak sering menangis dan ketakutan, sering menyendiri dan
tampak murung

Anaisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS : Istri mengaku sering Faktor penyebab KDRT Ansietas
dipikuli oleh suami dengan
menggunakan tangan dan
benda-  benda disekitar Keadaan ekonomi rendah,
ketergantungan ekonomi
DO: Terdapat luka lebam istri terhadap suami,
disekujur tubuh, klien
tampak sering menangis
dan ketakutan Pergeseran fungsi keluarga

Stress dan cemas

Perasaan terancam

Kemarahan

Mekanisme koping tidak


adekuat

Hubungan tidak seimbang


Antara suami dan istri

Pandangan bahwa suami


lebih berkuasa daripada istri

Tindakan dekstruktif dan

15
tidak asertif

Perilaku kekerasan terhadap


istri

Istri mengalami kecemasan

Ansietas
DS : - Perilaku kekerasan terhadap Harga Diri Rendah
istri
DO: Tampak sering
menyendiri dan ketakutan
murung Pukulan dengan tangan dan
benda

Harga diri rendah

Trauma Psikis

Gangguan konsep diri :


harga diri rendah
Ds:- Perilaku kekerasan Gangguan Integritas Kulit
terhadap istri
Do : - terdapat luka
disekujur tubuh
Lebam

Gangguan integritas kulit

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan integritas kulit b.d luka pukulan yang berulang ditandai dengan luka
lebam seluruh tubuh
2. Ansietas b.d koping individu tidak efektif d.d klien tampak sering menangis dan
ketakutan
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah b.d d.d klien tampak sering menyendiri
dan murung

16
Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan integritas TUM : 1. Observasi kondisi 1. Untuk menentukan
kulit b.d luka integritas kulit kulit,karakte ristik intervensi selanjutnya
pikulan yang klien terjaga. luka, distribusi luka yang efektif.
berulang ditandai dan  jenis luka 2. Menghindari
dengan luka lebam TUK: dalam 2. Kaji  penyebab terjadinya infeksi.
seluruh tubuh 2x24  jam kulit semua luka 3. Air dingin
klien membaik, 3. Kompres dengan mengurangi nyeri dan
luka lebam menggunak  an air mempercepat
sedikit-sedikit es/air dingin penyembuhan
hilang,klien 4. Berikan  perawatan 4. Menjaga kelembaban
tidak mengeluh kulit (lotion). kulit.
kesakitan 5. Pertahankan kuku 5. Agar tidak
tetap  pendek mengiritasi kulit ketika
6. Gunakan  pakaian menggaruk kulit.
yang longgar 6. Menjaga kulit dari
7. Perhatikan  jadwal gesekan antara kulit
istirahan klien dan pakaian.
7.Mempercepat
penyembuhan luka
2. Ansietas b.d koping TUM : Klien 1. Sapa klien dengan 1. Menciptakan kesan
individu tidak dapat ramah, baik verbal yang baik di awal
efektif d.d klien mengurangi maupun nonverbal pertemuan
tampak sering ansietasnya (lakukan komunikasi 2. Menghilangka n
menangis dan sampai tingkat terpetik) kecurigaan klien  pada
ketakutan sedang atau 2. Yakinkan klien perawat
ringan. dalam keadaan aman 3. Klien lebih mudah
dan  perawat siap untuk terbuka
TUK : Klien menolong dan 4. Keterbukaan dan
percaya mendampin gi nya meningkatkan rasa
terhadap 3. Yakinkan  bahwa percaya klien terhadap
perawat, kerahasiaan klien akan perawat
ketakutan mulai tetap terjaga 5. Meningkatkankepe
menghilang dan 4. Tunjukkan sikap rcayaan dan kerjasama
tampak tegar terbuka dan  jujur klien sehingga lebih
menghadapi 5.Perhatikank  memudahkan perawat
masalahnya. ebutuhan dasar dan dalam memberikan
beri bantuan untuk intervensi
memenuhin ya 6. Kondisi lingkungan
6. Kurangi stimulus dapat memengaruhi
lingkungan dan batasi tingkat ansietas
interaksi klien dengan 7. Menurunkan ansietas
klien lain. dan membuka jalan
17
7. Diskusikan semua penyelesaian masalah
masalah yang dialami klien
klien  perawat dalam 8. Menjelasan dan
memberikan intervensi respon positif dapat
8.Berikan  penjelasan mengurangi ansietas.
dan respon  positif
terhadap masalah klien
3. Gangguan konsep TUM : konsep 1. Berikan  perhatian 1. Memberikan rasa
diri : harga diri diri  baik dan dan  penghargaa n nyaman klien terhadap
rendah b.d d.d klien mampu positif terhadap klien perawat
tampak sering mengkomunika 2. Dengarkan klien 2. Meningkatkan hub
menyendiri dan si kan dengan empati: trust antara  perawat
murung perasaannya. berikan kesempatan dan klien
TUK : bicara (jangan di  buru- 3. Mengetahui apa yang
10. Membi na buru), tunjukkan dipikirkan klien
hubung an perawat mengikuti mengenai masalahnya
saling  percaya . pembicaraa n klien. 4.Memberikan
11. Mampu 3. Bicara dengan pengetahuan dan
menyeb utkan klienpenyeb sering motivasi yang bisa
penyeb abmena mengendiri. memperbaiki konsep
rik diri,mel 4. Diskusikan akibat diri klien
akukan yang dirasakan dari 5. Mendorong
hubungan sosial menarik diri. terjadinya interaksi
secara  bertahap, 5. Diskusikan dengan orang lain
klien-  perawat , keuntungan 6. Kemampuan klien
klienkelomp ok, berinteraksi dengan mengidentifikasi
klienkeluarga. orang lain. penyebab menarik diri
6. Bantu klien akan meningkatkan
mengidentif  ik asi kesadaran dan
kemampuan yang kerjasama klien
dimiliki klien untuk 7. Interaksi singkat dan
bergaul. sering melatih klien
7. Lakukan interaksi berani  berinteraksi
sering dan singkat dengan yang lain
dengan klien 8. Dapat membantu
8. Motivasi/ temani permasalahan klien
klien 9. Berkenalan /
berkomunikasi dengan
orangorang di sekitar
klien membantu klien
untuk memulai
hubungan social
10. Keluarga
merupakan bagian
terdekat klien yang
sangat berperan dalam

18
upaya  peningkatan
kesehatan klien
11.Pengetahuan
perawat mengenai
kondisi klien dalam
berhubungan social
memudahkan  perawat
dalam mengukur
keberhasilan intervensi
12. Pujian atas
pengungkapan
perasaan membuat
merasa dihargai
sehingga semakin
termotivasi

19
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perilaku kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap


seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau  penderitaan
penderitaan secara fisik, seksual, seksual, psikologis psikologis danatau danatau
penelantaran penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan secara melawan huk kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah dalam lingkup rumah tangga (Kemenkes RI,
tangga (Kemenkes RI, 2010) Kekerasan tidak terbatas hanya pada tindakan fisik,
melainkan  penganiayaan  penganiayaan emosi, seksual, seksual, psikologis, psikologis,
bahkan korban dapat mengalami mengalami  penganiayaan ekonomi yang membatasi
penganiayaan ekonomi yang membatasi pengeluaran at pengeluaran atau pendapatan
mereka dan au pendapatan mereka dan menyebabkan kerugian moneter.
B. SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun banyak kekurangan dan kesalahan, jauh
dari kesempurnaan.Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah
yang telah disusun seperti di atas. Semoga makalah di atas dapat bermanfaat bagi pembaca
dan pembaca mampu memahami “ Asuhan Keperawatan Korban Kek erasan Dalam Rumah
Tangga ”.

20
DAFTAR PUSTAKA

DAMPAK PSIKOLOGIS KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KOTA


JAMBI 266 , Vol 17, No. 2, Oktober 2016

Beckman, C.R.B.,Ling,F.W., Barzansky, B.M.,et al. (2010).Obstetric and Ginecology (6th ed.)
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Amerika Academy of pediatric,( 2010) The role of pediatrician in recognizing and intervening on
behalf of abused woman. Pediatric,125(5),1094-1100

https://ppkb.pemkomedan.go.id/berita-145-pencegahan-kdrt.html

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-
kdrt-kenali-faktor-penyebabnya

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA

file:///C:/Users/hp/Downloads/docdownloader.com-pdf-makalah-askep-kdrt-kelompok-3docx-
dd_271737e65927e79817f517ae421e3c6b.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai