Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen pengampu : Riza Arisanty Latifah , M.Kep.,Ners
Disusun oleh:
KELOMPOK 4
1
2020/2021
DAFTAR ISI
BAB I...............................................................................................................................................2
PENDAHULUAN..........................................................................................................................2
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................4
A. PENGERTIAN.....................................................................................................................4
C. BENTUK KDRT..................................................................................................................5
D. KEKERASAN MENURUT HADITS..................................................................................7
E. FAKTOR PENYEBAB........................................................................................................8
F. DAMPAK PSIKOLOGIS...................................................................................................10
G. DAMPAK KDRT SELAMA KEHAMILAN....................................................................11
H. UPAYA PENCEGAHAN..................................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................................
Asuhan Keperawatan pada Kasus KDRT selama Kehamilan............................................13
A. Pengkajian...........................................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................................13
C. Tujuan.................................................................................................................................13
D. Evaluasi...............................................................................................................................14
BAB IV..........................................................................................................................................15
PENUTUP....................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN...................................................................................................................15
B. SARAN...............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17
2
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga harmoni, bahagia dan saling
mencintai, namun pada kenyataannya banyak keluarga yang merasa tidak nyaman, tertekan dan
sedih karena terjadi kekerasan dalam keluarga, baik kekerasan yang bersifat fisik, psikologis,
seksual, emosional, maupun penelantaran. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama,
terlebih-lebih di era terbuka dan informasi yang kadangkala budaya kekerasan yang muncul
lewat informasi tidak bisa terfilter pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup dalam
rumah tangga.Adanya kekerasan dalam lingkup keluarga, dpat memberikan dampak yang cukup
besar bagi keangsungan hidup korban.
Adapun Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pasal 28H ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan”. Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak
kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi
sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah
tangga.
Meskipun sudah ada UU yang mengatur tindak kekerasan dalam rumah tangga, namun nyatanya
masih banyak kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan lagi wawasan yang
3
luas tentang tindak kekerasan tersebut untuk mencegah dan meminimalisir kasus di kemudian
hari.
B. Rumusan Masalah
Apa yang di maksud dengan KDRT?
Bagaimana bentuk KDRT ?
Apa saja faktor penyebab KDRT ?
Apa dampak dari KDRT ?
Bagaimana pencegahan dan penanganan KDRT ?
C. Tujuan
Mengetahui dan memahami lebih dalam tentang KDRT
Memahami pandangan Agama Kristen tentang KDRT
Mengetahui bentuk, factor, dan dampak KDRT
Mengetahui peran semua pihak dalam mencegah KDRT
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kekerasan adalah sesorang atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental
psikologi sesorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari
berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap salah satu jenis kelamin tertentu
yang disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan bias gender ini di
sebuat genderrelated violence. Pada dasarnya kekerasan gender di sebabkan oleh ketidak
setaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.
5
masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan,
penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
C. BENTUK KDRT
Ada beberapa jenis KDRT yaitu kekerasan fisik, adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan psikis, perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Kekerasan seksual, meliputi: pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan atau pemaksaan
hubungan seksual terhadap seseorang dalam lingkup rumah tangganya, serta pemak saan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkungan rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu
Hasil SPHPN 2016 mengungkapkan beberapa jenis kekerasan yang dialami
perempuan berumur 15-64 tahun baik oleh pasangan maupun bukan pasangan dalam
periode 12 bulan terakhr maupun semasa hidup. Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami
perempuan diantaranya yaitu kekerasan fisik, meliputi tindakan memukul, menampar,
menendang, mendorong, mencengkram dengan keras pada tubuh pasangan dan
serangkaian tindakan fisik lainnya. 18,3% perempuan yang sudah menikah dengan
jenjang usia 15-64 tahun telah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual. Kekerasan
fisik mendominasi kasus KDRT pada perempuan yaitu sebesar 12,3% dibandingkan
kekerasan seksual sebesar 10,6% (SPHPN, 2016).
1) Kekerasan emosional atau psikologis, bentuknya meliputi tindakan mengancam,
memanggil dengan sebutan yang tidak pantas dan mempermalukan pasangan,
menjelek-jelekan dan lainnya. Sebanyak 1 dari 5 perempuan yang sudah menikah
pernah mengalami kekerasan emosional yakni sebesar 20,5%.
2) Kekerasan ekonomi, dapat berupa meminta pasangan untuk mencukupi segala
keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.
Sebanyak 1 dari 4 perempuan juga mengalami kekerasan ekonomi atau sebesar
24.5%. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat maka tingkat kekerasan
yg dialami perempuan semakin rendah.
3) Bentuk kekerasan lainnya yaitu kekerasan seksual seperti memeluk, mencium,
meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman.
Angka kekerasan seksual dalam KDRT pada perempuan yaitu sebesar 10,6%.
4) Kekerasan selanjutnya yaitu pembatasan aktivitas oleh pasangan, kekerasan ini
banyak menghantui perempuan dalam kehidupan rumah tangganya, seperti
pasangan yang terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu
mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.
Kekerasan ini merupakan jenis kekerasan yang paling sering dialami perempuan
yang sudah menikah, hingga mencapai 42,3%.
Berdasarkan data jumlah bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi pada perempuan
diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan yang paling sering dialami kaum
perempuan, yaitu pembatasan aktivitas, disusul oleh kekerasan ekonomi, kemudian
kekerasan emosional/psikis, lalu kekerasan fisik dan terakhir kekerasan seksual
6
Muhamad Kamal Zubair dalam Jurnal AlMa’iyyah, mengemukakan empat jenis
kekerasan yaitu:
1. kekerasan terbuka
2. kekerasan yang di lihat seperti perkelahian
3. kekerasan tertutup, kekerasan yang tersembunyi atau tidak dilakukan, seperti
mengancam, kekerasan agresif
4. kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan, tetapi untuk mendapatkan
sesuatu, seperti penjabalan dan kekerasan definisi, kekerasan yang dilakukan
untuk perlindungan diri.
Mansour Fakih, menjelaskan macam dan bentuk kejahatan yang bisa di kategorikan
sebagai kekerasan gender, di antaranya:
7
nonfisik, yakni pelecahan terhadap kaum perempuan di mana tubuh
perempuan di jadikan objek demi keuntungan seseorang.
6. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam keluarga Berencana
(enforced sterilization). Keluarga Berencana di banyak tempat ternyata telah
menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan. Dalam rangka memnuhi
target mengontrol pertumbuhan penduduk, perempuan seringkali di jadikan
korban demi program tersebut, meskipun semua orang tahu bahwa
persoalannya tidak saja pada perempuan melainkan berasal kaum laki-laki
juga. Namun, lantaran bias gnder, perempuan di paksa sterelisasi yang sering
kali membahayakan baik fisik ataupun jiwa mereka.
7. Kekerasan terselubung (molestation), yakni memegang atau menyentuh
bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan pelbagai cara dan kesempatan
tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini sering terjadi di tempat
pekerjaan ataupun di tempat umum, seperti dalam bis.
8. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum di lakukan di
masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and
emotional haressment. Ada banyak bentuk pelecehan, dan yang umum terjadi
adalah unwanted attention from men. Banyak orang membela bahwa
pelecehan seksual itu merupakan usaha untuk bersahabat. Tetapi
sesungguhnya pelecehan seksual bukanlah usaha untuk bersahabat, karena
tindakan tersebut merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi
perempuan.
8
Berdasarkan arti ayat tersebut diatas, Islam sangat melarang keras perlakukan
kekerasan terhadap siapapun baik laki-laki maupun perempuan. Ayat tersebut
juga memberi penjelasan tidak boleh merendahkan dan mendiskriminatifkan
sesorang diantara laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelaminnya. Allah
SWT, memberikan kesetaraan (gender) hak dan kewajiban baik laki-laki maupun
perempuan, jika keduanya melakukan suatu perbuatan yang baik sesuai dengan
nilai-nilai ajaran agama Islam.
E. FAKTOR PENYEBAB
Berdasarkan hasil SPHPN Tahun 2016 mengungkapkan terdapat 4 (empat) faktor
penyebab terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang dilakukan
oleh pasangan yaitu faktor individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor
ekonomi.
a) Faktor individu perempuan,
jika dilihat dari bentuk pengesahan perkawinan, seperti melalui kawin siri, secara
agama, adat, kontrak, atau lainnya perempuan yang menikah secara siri, kontrak,
dan lainnya berpotensi 1,42 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau
seksual dibandingkan perempuan yang menikah secara resmi diakui negara
melalui catatan sipil atau KUA.
Selain itu, faktor seringnya bertengkar dengan suami, perempuan dengan faktor
ini beresiko 3,95 kali lebih tinggi mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual,
dibandingkan yang jarang bertengkar dengan suami/pasangan. Perempuan yang
sering menyerang suami/pasangan terlebih dahulu juga beresiko 6 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah
menyerang suami/pasangan lebih dahulu.
b) Faktor pasangan,
perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain beresiko 1,34 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan perempuan yang
suaminya tidak mempunyai istri/pasangan lain. Begitu juga dengan perempuan
yang suaminya berselingkuh dengan perempuan lain cenderung mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual 2,48 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
berselingkuh.
Disamping itu, ada pula perempuan yang memiliki suami menggangur beresiko
1,36 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan
yang pasangannya bekerja/tidak menganggur. Faktor suami yang pernah minum
miras, perempuan dengan kondisi suami tersebut cenderung 1,56 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang suaminya tidak
pernah minum miras. Begitu juga dengan perempuan yang memiliki suami suka
mabuk minimal seminggu sekali, beresiko 2,25 kali lebih besar mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah mabuk.
9
Perempuan dengan suami pengguna narkotika beresiko mengalami kekerasan
fisik dan/atau seksual 2 kali lebih besar dibandingkan yang tidak pernah
menggunakan narkotika. Perempuan yang memiliki suami pengguna narkotika
tercatat 45,1% mengalami kekerasan fisik, 35,6% mengalami kekerasan seksual,
54,7% mengalami kekerasan fisikdan/seksual, 59,3% mengalami kekerasan
ekonomi, 61,3% mengalami kekerasan emosional/psikis, dan yang paling tinggi
yaitu 74,8% mengalami kekerasan pembatasan aktivitas. Selain itu faktor suami
yang pernah berkelahi fisik dengan orang lain, perempuan dengan suami kondisi
ini beresiko 1,87 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual
dibandingkan yang tidak pernah berkelahi fisik.
c) Faktor ekonomi,
Perempuan yang berasal dari rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan yang
semakin rendah cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan. Perempuan yang berasal dari
rumahtangga pada kelompok 25% termiskin memiliki risiko 1,4 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan
kelompok 25% terkaya. Aspek ekonomi merupakan aspek yang lebih dominan
menjadi faktor kekerasan pada perempuan dibandingkan dengan aspek
pendidikan. Hal ini paling tidak diindikasikan oleh pekerjaan pelaku yang
sebagian besar adalah buruh, dimana kita tahu bahwa tingkat upah buruh di
Indonesia masih tergolong rendah dan hal ini berdampak pada tingkat
kesejahteraan rumahtangga.
d) Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya seperti timbulnya rasa khawatir akan bahaya kejahatan yang
mengancam. Perempuan yang selalu dibayangi kekhawatiran ini memiliki risiko
1,68 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan,
dibandingkan mereka yang tidak merasa khawatir. Perempuan yang tinggal di
daerah perkotaan memiliki risiko 1,2 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan mereka yang tinggal di daerah
perdesaan
Dari sekian banyak faktor yang memicu terjadinya KDRT, perlu kita pahami bahwa
pentingnya konsep kesetaraan dalam keluarga adalah kunci dalam menghentikan
tindak KDRT. Dalam keluarga terbagi peran-peran yang dijalankan oleh laki-laki dan
perempuan dimana peranan ini menentukan berbagai pengambilan keputusan, serta
nilai-nilai luhur termasuk nilai kesetaraan dan keadilan gender yang ditanamkan.
Nilai-nilai ini semestinya bisa dikomunikasikan di awal pembentukan keluarga yakni
pada jenjang pernikahan. Perlu adanya komitmen yang kuat yang terbangun baik
dalam pribadi laki-laki maupun perempuan, untuk mengemban semua konsekuensi
yang hadir ketika formasi keluarga telah terbentuk. Komitmen yang telah terbentuk
tersebut diharapkan mampu membangun komunikasi dua arah di antara suami dan
istri yang berimplikasi pada keutuhan keluarga, sehingga kasus KDRT pun dapat
tereliminasi..
10
F. DAMPAK PSIKOLOGIS
Namun pengaruh secara khusus bila seseorang mengalami KDRT akan
berdampak pada fisik dan Psikis korban, yaitu secara fisik, bagi korban yang mengalami
kekerasan secara fisik akan terlihat dari perubahan bentuk fisik, misalnya lebam pada
permukaan kulit, memar, luka, patah tulang, sehingga berdampak pada kecacatan,
kehilangan fungsi alat tubuh atau indra, kerusakan pada organ reproduksi anak bahkan
kematian. Secara psikis, korban yang mengalami kekerasan secara psikis dapat
mengalami gangguan jiwa dari ringan sampai berat, antara lain anak menjadi tidak
percaya diri dalam pergaulan sosial, stress, a-sosial, tidak peduli dengan lingkungan,
menyendiri, depresi, dendam dan emosi yang tidak stabil.
Secara seksual, korban kekerasan dalam rumah tangga sebagai akibat kekerasan
seksual terkadang mengalami gangguan fungsi reproduksi, selain itu berdampak
terhadap jiwa korban sehingga korban mengalami trauma yang amat sangat dan tidak
percaya diri dalam menatap masa depannya. Keluarga merupakan institusi pertama dan
utama dalam membentuk sistem nilai dalam menanggulangi segala permasalahan yang
menyangkut kekerasan terhadap perempuan. meskipun keluarga merupakan unit terkecil
masyarakat, namun keluarga banyak mempe ngaruhi Perjalanan hidup seseorang. Pada
kasus kekerasan seksual terhadap perempuan misalnya Selalu disebut bahwa keluarga
yang tidak peduli dan tidak melakukan pembina an kepada pelaku kekerasan tersebut
tentang nilai-nilai moral dan agama serta bahaya dampak fornografi. Selain itu
kestabilan dan keharmonisan keluarga perlu ditanamkan kepada setiap anggota
keluarga guna memiliki pemahaman nilai-nilai luhur (agama) untuk saling mengasihi,
membantu, menghormati dan menjaga perasaan orang lain.
Dampak psikologis korban KDRT ini sangat sesuai dengan apa yang telah dikemukakan
dalam landasan teoritis pada bab sebelumnya yaitu:
1) Merasa cemas, ketakutan, depresi, selalu waspada, terus terbayang bila melihat kasus
yang mirip, sering melamun, murung, mudah menangis, sulit tidur mimpi buruk,
2) Hilangnya rasa percaya diri, untuk bertindak merasa tidak berdaya,
3) Hilangnya minat untuk merawat diri, tidak teratur pola hidup yang dijalani,
4) Menurun konsentrasi seseorang, sering melakukan perbuatan ceroboh,
5) Rendah diri dan tidak yakin dengan kemampuan yang ada,
6) Pendiam, enggan untuk ngobrol, sering mengurung diri di kamar,
7) Hilangnya keberanian dalam berpendapat dan bertindak,
8) Selalu merasa kebinggungan dan mudah lupa,
9) Sering menyakiti diri sendiri dan melakukan percobaan bunuh diri,
10) Berperilaku berlebihan dan tidak lazim cenderung sulit mengendalikan diri,
11) Agresif,
11
Pada Ibu Perempuan yang mengalami kekerasan selama kehamilannya, dapat
berdampak pada kesehatan fisik dan mentalnya, contohnya perempuan yang mengalami
kekerasan selama kehamilan mengalami depresi 2,5 kali lebih banyak dibandingkan
dengan wanita yang tidak mengalami kekerasan selama hamil (Dunn &1Oths, 2004).
Distres emosi ini jika terus menerus terjadi akan menyebabkan risiko bunuh diri, tidak
menginginkan kehamilan dan melakukan kekerasan kepada anak. Studi ini juga
membuktikan bahwa pemukulan selama kehamilan meningkatkan risiko terjadinya
abortus spontan, persalinan prematur dan berat badan bayi rendah dua kali lebih tinggi
dibandingkan ibu yang tidak mengalami kekerasan selama hamil (Hakimi et al., 2001).
Menurut Beckman, Ling, Barzansky et. al. 2010 dan Records (2011), dampak lain
dari kekerasan selama kehamilan antara lain adalah ibu lebih sering mendapatkan
multiple injury terutama pada muka, bahu, pantat, perut dan payudara. Ibu juga
cenderung terlambat memeriksakan kehamilan, tidak menepati janji pertemuan dengan
tim kesehatan. Hal ini disebabkan karena suami tidak mengijinkan ibu memeriksakan
kehamilannya di pelayanan kesehatan dengan tujuan menyembunyikan tanda – tanda
kekerasan agar tidak di ketahui tenaga kesehatan. Ibu juga sering mengalami penyakit
infeksi menular seksual dan berisiko mengalami depresi post partum. Dampak lain dari
kekerasan selama kehamilan antara lain; ibu kurang menyusui bayinya, menjadi perokok,
dan menggunakan obat-obatan terlarang (Martin, S.L, Macy,R.J. &Sullivan, K, & Magee,
M.L, 2007; Heaman, M.I, 2005; Rosen, D. et al, 2007; Kendal-Tackett, K.A., 20; Lau
Y,& Chan, K.S,2007; Bhandari, S.et al, 2008).
H. UPAYA PENCEGAHAN
Menyikapi tingginya kasus KDRT di Indonesia, Kemen PPPA menginisiasi
berbagai program, diantaranya rumah tangga tangguh. Kemen PPPA menyasar target
edukasi pada pasangan-pasangan yang sedang mempersiapkan pernikahan (pra nikah)
untuk mencegah tindakan kekerasan yang akhirnya berujung perceraian. Rumah tangga
tangguh diharapkan dapat melahirkan anak-anak yang berkualitas sebagai generasi
penerus bangsa, dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk mendukung program keluarga
tangguh, meningkatkan pendidikan, pengetahuan, dan mengubah pola pikir pasangan
yang akan menikah tentang konsep keluarga harmonis. Kemen PPPA juga akan
melakukan edukasi sejak dini kepada anak-anak sekolah, terutama remaja puteri sebagai
persiapan untuk menjalani kehidupan pernikahan dan rumah tangganya kelak.
Pelibatan pihak ketiga dalam proses mediasi ketika terjadi permasalahan
diperlukan, jika tidak bisa ditangani, segera laporkan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah
12
Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) atau ke Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau ke Unit Pelayanan Perempuan dan
Anak (UPPA) Polres setempat. Jangan menunggu hingga kasusnya terlalu fatal sehingga
sulit untuk diselesaikan. Catatkan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) agar bisa
dilindungi oleh negara berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Penanaman nilai-nilai kehidupan pada anggota keluarga hendaknya dimulai ketika mem
bentuk keluarga baru, dalam keluarga Muslim sepasang suami-istri pada saat dinikahkan
diharuskan membaca dan memahami sighat taklik yang mengandung nilai-nilai
tanggungjawab bahwa seorang suami harus memiliki tanggung jawab untuk menafkahi,
memiliki tanggung jawab untuk tidak menelantarkan dan memiliki tanggung jawab untuk
melindungi
13
BAB III
ASKEP KASUS
Kasus :
A. PENGKAJIAN
B. Keluhan utama : istri merasa ti Keluhan utama : istri merasa tidak kuat lagi dengan dak
kuat lagi dengan tindakan suaminya yang tindakan suaminya yang sering memukulinya.
C. Faktor Predisposisi :
Kekerasan fisik : Suami sering memukuli istri dengan tangan atau benda- benda
disekitarnya
Kekerasan Psikis : Perilaku dan ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan pada
sang istri
Seksual : Suami sering memukuli bila istri tidak memenuhi kebutuhan suami dan
terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dalam hubungan seksual
Kekerasan Ekonomi : Suami yang bekerja sebagai tukang becak sudah sering tidak
bekerja sepi penumpang, maka istri tidak menerima nafkah lagi dari suaminya.
14
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : - (Kaji tingka kesadaran klien)
TTV : - (Kaji TD, RR, HR, T)
Pemeriksaan luka : Terdapat luka lebam disekujur badan
Paikososial : klien tampak sering menangis dan ketakutan, sering menyendiri dan
tampak murung
Anaisa Data
Perasaan terancam
Kemarahan
15
tidak asertif
Ansietas
DS : - Perilaku kekerasan terhadap Harga Diri Rendah
istri
DO: Tampak sering
menyendiri dan ketakutan
murung Pukulan dengan tangan dan
benda
Trauma Psikis
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit b.d luka pukulan yang berulang ditandai dengan luka
lebam seluruh tubuh
2. Ansietas b.d koping individu tidak efektif d.d klien tampak sering menangis dan
ketakutan
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah b.d d.d klien tampak sering menyendiri
dan murung
16
Intervensi
18
upaya peningkatan
kesehatan klien
11.Pengetahuan
perawat mengenai
kondisi klien dalam
berhubungan social
memudahkan perawat
dalam mengukur
keberhasilan intervensi
12. Pujian atas
pengungkapan
perasaan membuat
merasa dihargai
sehingga semakin
termotivasi
19
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun banyak kekurangan dan kesalahan, jauh
dari kesempurnaan.Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah
yang telah disusun seperti di atas. Semoga makalah di atas dapat bermanfaat bagi pembaca
dan pembaca mampu memahami “ Asuhan Keperawatan Korban Kek erasan Dalam Rumah
Tangga ”.
20
DAFTAR PUSTAKA
Beckman, C.R.B.,Ling,F.W., Barzansky, B.M.,et al. (2010).Obstetric and Ginecology (6th ed.)
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Amerika Academy of pediatric,( 2010) The role of pediatrician in recognizing and intervening on
behalf of abused woman. Pediatric,125(5),1094-1100
https://ppkb.pemkomedan.go.id/berita-145-pencegahan-kdrt.html
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-
kdrt-kenali-faktor-penyebabnya
file:///C:/Users/hp/Downloads/docdownloader.com-pdf-makalah-askep-kdrt-kelompok-3docx-
dd_271737e65927e79817f517ae421e3c6b.pdf
21