Akuatik pening merupakan salah satu akuatik yang terletak pada ketinggian kurang lebih 463
meter dpl. Pemanfaatan Akuatik pening selain untuk perikanan, juga untuk kegiatan irigasi,
wisata dan pembangkit tenaga listrik. Ekosistem akuatik ini termasuk ekosistem air tenang (letik)
berbeda dengan hutan akuatik gambut, yaitu tidak terdapatnya kandungan gambut yang tebal dan
sumber airnya berasal dari air hujan dan air sungai. Ekosistem yang ada di akuatik condong ke
arah ekosistem yang subur, fluktuasi ketinggian air dapat menjaga stabilitas dan fertilitas air.
Nutrisi yang terlarut dalam air meningkatkan produktivitas.
Komponen pembentuk ekosistem akuatik ini terdiri dari abiotik dan biotik. Abiotik atau
komponen tak hidup adalah komponen fisik dan kimia yang berupa medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Komponen abiotik dapat berupa suhu,
air, garam, cahaya matahari, tanah dan batu, serta iklim. Komponen biotik atau disebut dengan
komponen hidup adalah suatu komponen yang menyusun suatu ekosistem selain komponen
abiotik (tidak bernyawa). Misalnya pada perairan akuatik lebak lebung di Sumatera Selatan
terdapat ikan nila (Oreochromis niloticus), betok (Anabas testudineus), sepat siam (Trichogaster
pectoralis), gabus (Channa striata), ikan lele (Clarias spp), belut (Monopterus albus), dan berbagai
jenis vegetasi air dari familia Graminae dan berbagai jenis pepohonan besar yang merupakan
sumberdaya hayati yang sangat menentukan kehidupan hewan-hewan air (Irwan 1997).
Berdasarkan, peran dan
fungsinya, makhluk hidup dalam ekosistem air tawar (akuatik) ini dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu autotrof, heterotrof, dan decomposer. Autotrof merupakan komponen produsen yang terdiri
dari organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari bahan organik dengan bantuan
energi seperti sinar matahari dan bahan kimia. Autotrof berperan sebagai produsen. Pada ekositem
akuatik ini yang tergolong autotrof adalah tumbuhan berklorofil seperti gulma dan eceng gondok.
Heterotrof adalah komponen yang terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan–bahan
organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya. Komponen heterotrof disebut
juga konsumen makro karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil. Golongan heterotrof
adalah manusia, hewan, jamur dan mikroba. Dekomposer atau disebut juga pengurai adalah
organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati. Organisme
pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang
sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Golongan pengurai pada ekosistem ini
adalah bentos yang berupa cacing darah atau larva chironomid (Susanto 2000).
Penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos tidak jauh berbeda dengan komponen biotik
lainnya yaitu ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti
pasang surut, kedalaman, kecepatan arus, warna, kekeruhan atau kecerahan dan suhu air. Sifat
kimia perairan antara lain, kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor
biologi yang berpengaruh adalah komposisi biotik jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah
produsen yang merupakan sumber makanan bagi hewan bentos dan hewan predator yang akan
mempengaruhi kelimpahan bentos penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan
oleh sifat fisika, kimia dan biologi perairan (Irwan 1997).
Berdasarkan, peran dan fungsinya, makhluk hidup dalam ekosistem air tawar (akuatik) ini
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu autotrof, heterotrof, dan decomposer. Autotrof merupakan
komponen produsen yang terdiri dari organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari
bahan organik dengan bantuan energi seperti sinar matahari dan bahan kimia. Autotrof berperan
sebagai produsen. Pada ekositem akuatik ini yang tergolong autotrof adalah tumbuhan berklorofil
seperti gulma dan eceng gondok. Heterotrof adalah komponen yang terdiri dari organisme yang
memanfaatkan bahan–bahan organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya.
Komponen heterotrof disebut juga konsumen makro karena makanan yang dimakan berukuran
lebih kecil. Golongan heterotrof adalah manusia, hewan, jamur dan mikroba. Dekomposer atau
disebut juga pengurai adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari
organisme mati. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan
melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Golongan
pengurai pada ekosistem ini adalah bentos yang berupa cacing darah atau larva chironomid
(Susanto 2000).
Pada ekosistem ini, maka terbentuklah suatu rantai makanan. Rantai makanan adalah
peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai
makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai konsumen, dan produsen. Rantai makanan ini
dimulai dari gulma atau lumut sebagai peghasil atau produsen yang dapat dimakan oleh
komponen heterotrof berupa ikan nila. Pakan Alami dapat mempercepat pertumbuhan ikan nila,
seperti pitoplankton dan zooplankton. Selain itu ikan nila adalah jenis ikan pemakan tumbuh-
tumbuhan (herbivore). Komponen heterotrof yang mati diuraikan oleh dekomposer yang ada di
air tawar (akuatik) berupa cacing dengan bantuan sinar matahari membentuk komponen baru
autotrof berupa gulma. Keberadaan dekomposer sangat penting dalam ekosistem. Oleh
dekomposer, hewan atau tumbuhan yang mati akan diuraikan dan dikembalikan ke tanah menjadi
unsur hara (zat anorganik) yang penting bagi pertumbuhan tumbuhan. Aktivitas pengurai juga
menghasilkan gas karbondioksida yang penting bagi fotosintesis. Proses rantai makanan ini selalu
berjalan untuk mempertahankan kehidupan pada ekositem air akuatik. Akan tetapi, siklus dalam
rantai makanan dapat berjalan seimbang apabila semua komponen tersedia. Apabila salah satu
komponen didalamnya tidak ada maka akan terjadi ketimpangan dalam urutan makan dan
dimakan dalam rantai makanan tersebut (Susanto 2000).
Perairan Akuatik pening mempunyai fungsi hidrologis se- bagai kawasan penyangga untuk
menampung air dalam jumlah besar yang berasal dari curahan hujan lebat agar tidak langsung
membanjiri daratan rendah di hilir akuatik. Dalam hal ini akuatik berfungsi untuk mengurangi
besarnya fluktuasi aliran air yang mengalir di perairan.sama seperti fungsi hutan di daerah
pegunungan, akuatik adalah regulator aliran air tetapi daya tampung akuatik jauh lebih besar.
Fungsi regulator kontuinitas aliran air ini sangat penting bagi makhluk hidup termasuk manusia
yang berdiam di hilir akuatik (Afrika, 2005).
Akuatik lebak di Sumatera Selatan memiliki berbagai jenis vegetasi air Vegetasi air ini
melalui proses fotosintesis merupakan penghasil energi untuk metabolisme dalam kehidupan
seharihari serta merupakan sumber energi untuk produksi sekunder. Dalam proses fotosintesa
dihasilkan oksigen untuk pernafasan hewani yang hidup dalam ekosistem tersebut.
Sumberdaya hayati dalam ekosistem perairan lebak merupakan sumberdaya terbaru,
dimana dalam proses pembaruan diri materi mengalami daur ulang. Dengan pendauran itu
menjadikan proses pemurnian diri lingkungan karena bahan sisa dari suatu proses akan digunakan
sebagai bahan baku untuk proses yang lain yang menghasilkan zat yang berguna bagi organism
yang bersangkutan. Apabila dinamika ini terjaga dengan baik akan selalu menghasilkan energi
yang dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan dan kelestarian sumberdaya perikanan sepanjang
tahun (Gaffar 1998).
Perikanan perairan akuatik lebak sebagai suatu kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang
bersifat terbuka dapat dimanfaatkan oleh masyarakat baik sebagai produsen mapun sebagai
konsumen sebagai sumber pangan protein hewani. Pengelolaan perikanan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pembinaan dan melindungi sumberdaya untuk kebutuhan
generasi mendatang. Perairan akuatik lebak dimanfaatkan selain untuk bidang pertanian, juga
budidaya perikanan karena dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan daya jual yang bernilai
tinggi. Jenis ikan yang dapat dibudidayakan pada ekosistem ini adalah ikan nila (Gaffar 1998).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas perikanan air
tawar (akuatik). Ikan nila termasuk kedalam Eurihaline yaitu ikan yang mampu hidup dalam
kisaran salinitas yang luas antara 5-45 ppm dan mempunyai alat pernapasan tambahan
(abyrinthichi) berfungsi untuk mempertahankan diri untuk hidup didalam air yang kandungan
oksigennya rendah. Ikan nila juga mempunyai kelebihan antara lain mudah berkembang biak,
mempunyai tingkat toleransi terhadap lingkungan sangat tinggi sehingga tahan terhadap
perubahan lingkungan dan serangan penyakit, dan pemakan segala (Omnivora) sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air (Afliyah 1993). Ikan nila adalah salah satu
komoditas perikanan yang sangat popular di masyarakat, karena harganya murah rasanya
enak dan kandungan proteinnya cukup tinggi. Kandungan zat gizi ikan nila dalam 100 gram
menghasilkan energi 113 Kal, protein 17 gram, lemak 4,5 gram dan vitamin A 150 SI. Asam
lemak tidak jenuh ganda pada ikan nila menyebabkan ikan menjadi sangat mudah mengalami
proses oksidasi atau hidrolisis dan enzim yang dapat menguraikan protein menjadi putresin,
isobutilamin, kadaverin sehingga menyebabkan timbulnya bau tidak sedap atau tengik.
Akuatik lebak di Sumatera Selatan memiliki potensi pangan bagi masyarakat sekitar akuatik
lebak karena daya dukung ekosistemnya sebesar 193 persen.