Disusun Oleh:
Nurul Wardhani
1112014035
Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih.
Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang melibatkan email, dentin dan pulpa.
Adanya kerusakan gigi pada gigi, baik oleh karena karies maupun trauma dapat berakibat
terganggunya fungsi gigi secara maksimal. Kerusakan gigi dapat diawali dengan keradangan pulpa
dan bila tidak dilakukan perawatan dapat berlanjut dengan kematian pulpa atau yang dikenal
dengan istilah nekrosis pulpa.1
Nekrosis pulpa adalah matinya jaringan pulpa, sebagian atau seluruhnya, yang dapat terjadi
karena inflamasi maupun trauma. Nekrosis dapat disebabkan karena bakteri, trauma, iritasi dari
bahan bahan restorasi maupun inflamasi pulpa yang berlanjut.2 Sebagian besar nekrosis pulpa
terjadi karena komplikasi dari pulpitis akut dan kronik yang tidak mendapat perawatan yang baik
dan adekuat.3 Berdasarkan pemeriksaan objektif biasanya tidak menimbulkan gejala, tapi dapat
juga disertai rasa nyeri ketika ditekan karena adanya eksudat. Adanya perubahan warna gigi
menjadi keabu-abuan atau kecoklatan seringkali merupakan indikasi nekrosis pulpa. Apabila ada
rangsang panas gigi yang nekrosis akan terasa sakit karena terjadi pemuaian gas yang akan
menekan ujung saraf jaringan vital yang ada disekitarnya, sedangkan dengan rangsang dingin
(Chlor Ethyl) dan stimulasi elektrik pada gigi dengan pulpa nekrotik biasanya tidak menimbulkan
respon.2
Gigi yang mengalami nekrosis memerlukan perawatan saluran akar untuk membersihkan
ruang pulpa dari jaringan pulpa yang terinfeksi, serta membentuk saluran akar agar dapat diperoleh
apical seal yang baik dan pengisian yang hermentis. Perawatan saluran akar dilakukan dengan
tujuan untuk menghilangkan penyakit pulpa, penyakit periapikal, mempercepat penyembuhan, dan
memperbaiki jaringan yang sakit. Perawatan saluran akar dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap
preparasi biomekanis saluran akar yang merupakan suatu tahap pembersihan serta pembentukan
saluran akar dengan cara membuka jalan masuk menuju kamar pulpa dari arah koronal, tahap
sterilisasi dengan cara irigasi dan desinfeksi saluran akar, serta tahap pengisian saluran akar.
Keberhasilan pengisian saluran akar tergantung pada keadaan asepsis, pembersihan jaringan pulpa
secara menyeluruh, preparasi biomekanis, serta pengisian saluran akar yang hermetis.3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Rencana Rencana
Gigi Diagnosis Gigi Diagnosis
Perawatan Perawatan
41 Sou 38 Sou
O car D3 site 1 size 1
42 Sou 37 Rk kls I
(pulp rev)
O car car D6 site 1
83 Nekrosis pulpa Ekstraksi 36 size 3 (nekrosis Psa
pulpa)
44 Sou 35 Sou
45 Sou 34 Sou
46 Sou 33 Sou
0 car D3 site 1,3
47 Rk kls I 32 Sou
size 2( pulp rev)
48 Sou 31 Sou
FOTO KLINIS
FOTO PANORAMIK
c. Tanggal 21/11/2019
Melakukan preparasi saluran akar menggunakan teknik step back dengan
panjang kerja gigi 11 (20/23 mm) dan gigi 21 (20/22,5 mm)
Melakukan foto MAF pada gigi 11 (35/23 mm) dan gigi 21 (35/22,5 mm).
Kemudian Medikamen Ca(OH)2 + TS
d. Tanggal 20/12/2019
Melakukan foto MAC pada gigi 11 (35/23 mm) dan gigi 21 (35/22,5 mm)
Melakukan obturasi dengan teknik kondensasi lateral dan basis GIC
e. Tanggal 13/1/2020
Melakukan kontrol paska PSA. Berdasarkan pemeriksaan subjektif pasien tidak
ada keluhan dan pemeriksaan objektif dengan tes perkusi (-)
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, gigi insisif sentral atas kanan dan kiri mengalami nekrosis pulpa dan ditemukan
lesi periaikal. Kematian jaringan pulpa pada gigi tersebut terjadi karena adanya karies sekunder
akibat restorasi yang mengalami kebocoran tumpatan. Kebocoran pada suatu tumpatan resin
komposit akan membuka jalan masuknya bakteri dan mikroorganisme. Bakteri akan melakukan
fermentasi dan menciptakan suasana asam yang memicu terjadinya proses demineralisasi pada
jaringan keras gigi. Proses tersebut semakin lama akan meluas dan dapat melibatkan area sekitar
pulpa dan menyebabkan iritasi dan inflamasi jaringan pulpa sampai kematian jaringan pulpa.
Invasi bakteri yang menyebabkan nekrosis pulpa dapat meluas ke apikal melalui saluran akar dan
menyebabkan inflamasi pada daerah periapikal sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
peningkatan permeabilitas vaskuler, dan transmigrasi leukosit dari pembuluh darah ke
perivaskuler untuk memfagositosis dan membunuh mikroorganisme. Peradangan terus menerus
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sel-sel radang dan menghasilkan eksudat sehingga
terjadi abses11.
Pada kasus ini preparasi saluran akar yang digunakan adalah teknik step back, kelebihan
teknik ini antara lain lebih efektif membersihkan saluran akar, mempermudah obturasi, pengisian
lebih padat karena spreader dapat menjangkau sampai dekat dengan apeks sehingga mengurangi
kebocoran apikal. Kerugian teknik ini antara lain membutuhkan waktu yang agak lama, ukuran
saluran akar hasil preparasi biomekanik kecil pada aspek korona, dan pada proses obturasi rentan
terjadinya gap baik vertikal maupun horizontal.1
Preparasi biomekanis pada kasus ini menggunakan kombinasi sodium hipoklorit (NaOCl)
2,5% dan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tatsuta
(1999), bahwa kombinasi NaOCl dan EDTA seringkali direkomendasikan untuk menghilangkan
smear layerdari dinding saluran akar. Konsentrasi sodium hipoklorit 2,5% cukup efektif dalam
membantu melarutkan jaringan organik, memiliki sifat antimikroba spektrum luas dan efektif
terhadap bakteri anaerob serta mikroorganisme fakultati, namun tidak efektif menghilangkan
smear layer, oleh karena itu digunakan NaOCl dan EDTA secara bergantian pada irigasi terakhir
setelah preparasi saluran akar. Tahap ini merupakan bagian penting dalam perawatan saluran akar,
hal tersebut sesuai dengan pernyataan Desai dan Himel (2009) yaitu debridemen dengan instrumen
dan bahan irigasi merupakan bagian penting pada tahap perawatan saluran akar.11
Pada kasus ini kalsium hidroksida digunakan untuk menginduksi penyembuhan daerah
periapikal. Medikamen ini memiliki kemampuan sebagai antimikrobial, anti inflamasi,
mengurangi matriks metalloproteinase dengan aktvitas alkalin fosfat dan sintesis kolagen. Kalsium
hidroksida memiliki pH 12.5 – 12.8 dan dapat terpecah menjadi ion kasium dan hidroksil. Ion
hidroksil memiliki ph alkali sehingga dapat menghancurkan membran sitoplasma bakteri, dan
menghancukan proteinnya. Souza dkk mengatakan bahwa penggunaan kalsium hidroksida pada
perawatan endodontik dapat meningkatkan keberhasilan perawatan lesi periapikal.12
Obturasi pada kasus ini menggunakan teknik kondensasi lateral dengan sealer
endomethasone karena memiliki kemampuan sebagai antimikroba, juga mengandung efek anti
inflamasi sehingga dapat membantu penyembuhan bila ada kelainan di periapikal. Pemakaian
sealer diharapkan dapat meningkatkan kerapatan pada saat pengisian saluran akar.2
Restorasi gigi pasca endodontik bergantung kepada sisa jaringan gigi, kebutuhan fungsi
bagi pasien, posisi/lokasi dari gigi serta morfologi dari saluran akar. Selain itu, pemilihan bentuk
dan jenis pasak tergantung pada ukuran mahkota klinis gigi, diameter saluran akar dan posisi gigi
yang akan direstorasi sehingga kesehatan jaringan periodontal tetap terjaga dengan baik. Pada
kasus ini direncanakan restorasi akhir menggunakan pasak fiber.13
BAB 5
KESIMPULAN
Karies yang tidak dirawat dapat menyebabkan penyakit pulpa seperti nekrosis pulpa bahkan lesi
periapikal karena bakteri yang menyebar sampai ke periapeks. Perawatan endodontik merupakan
pilihan yang tepat karena dapat mengeliminasi sebanyak mungkin bakteri dari dalam saluran akar.
Namun, untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kombinasi preparasi mekanis, pemberian
larutan irigasi, medikamen serta pengisian yang berkualitas agar dapat memenuhi indikator
penyembuhan lesi periapeks.
DAFTAR PUSTAKA
1. Triharsa S, Mulyawati E. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan Pada Pulpa Nekrosis
Disertai Restorasi Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dengan Pasak Fiber Reinforced
Composit (Kasus Gigi Insisivus Sentralis Kanan Maksila). Maj Ked Gi. Juni 2013; 20(1): 71-
77
2. Rachmawati M, Richata MF, Sukartini E, Armilia M. Perawatan saluran akar satu kali
kunjungan pada gigi insisivus dengan nekrosis pulpa tanpa lesi periapikal (laporan kasus).
Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober 2011:175-178
3. Santoso L, Kristanti Y. Perawatan saluran akar satu kunjungan gigi molar kedua kiri mandibula
nekrosis pulpa dan lesi periapikal. MKGK. Agustus 2016; 2(2): 65-71
4. Grossman, L. I., Oliet, S., and Del Rio, C. E., 1995, Ilmu Endodontik Dalam Praktek Edisi 11.
Jakarta: EGC
5. Walton, RE dan M. Torabinejad. Principles and Practice of Endodontics. 3rd ed. 2002.
Philadelphia:W. B. Saunder
6. Bachtiar ZA. Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta percha
(Root canal treatment in permanent teeth of children with gutta percha). Jurnal PDGI 65 (2)
Hal. 60-67. 2016
7. Budijanto HK. Perbedaan antibakteri kombinasi siler bioceramic dan epoxy resin yang
dicampur amoksilin dan chlorhexidine 2% terhadap Enterococcus faecalis (tesis). Jakarta.
FKG. Universitas Trisakti. 2019
8. Grossman, L. I., Chandra, B. S., dan Gopikrishna, V. (2014). Grossman's Endodontic Practice
13th Edition. India: Wolters Kluwer Health
9. Tanumihardja M. Larutan irigasi saluran akar. Dentofasial, Vol. 9, No.2, Oktober 2010:108-
115
10. Mattulada IK. Pemilihan medikamen intrakanal antar kunjungan yang rasional Dentofasial,
Vol.64 9, No.1, April 2010:63-68
11. Adisetyani Y, Mulyawati E. Perawatan saluran akar pada gigi parulis dengan restorasi resin
komposit diperkuat pita fiber. MKGK. Desember 2016; 2( 3 ): 156 162
12. Elline, Indah DP. Penatalaksanaan Perawatan Endodontik Pada Molar Kedua Maksila Yang
Memiliki Saluran Mesiobukal Dua. JKGT VOL.1,NOMOR 1, JULY (2019) 11-14
13. Sidiartha GA, Parama PW. PENATALAKSANAAN FRAKTUR ELLIS KELAS III 11
DENGAN PULPEKTOMI DAN RESTORASI MAHKOTA PASAK. Interdent.jkg. vol.16,
no.2. Desember 2020