Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS KONSERVASI

PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI 11, 21

Disusun Oleh:
Nurul Wardhani
1112014035

Pembimbing Dep. Konservasi:


Drg. Rika Nuraisyah., Sp. KG

PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih.
Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang melibatkan email, dentin dan pulpa.
Adanya kerusakan gigi pada gigi, baik oleh karena karies maupun trauma dapat berakibat
terganggunya fungsi gigi secara maksimal. Kerusakan gigi dapat diawali dengan keradangan pulpa
dan bila tidak dilakukan perawatan dapat berlanjut dengan kematian pulpa atau yang dikenal
dengan istilah nekrosis pulpa.1

Nekrosis pulpa adalah matinya jaringan pulpa, sebagian atau seluruhnya, yang dapat terjadi
karena inflamasi maupun trauma. Nekrosis dapat disebabkan karena bakteri, trauma, iritasi dari
bahan bahan restorasi maupun inflamasi pulpa yang berlanjut.2 Sebagian besar nekrosis pulpa
terjadi karena komplikasi dari pulpitis akut dan kronik yang tidak mendapat perawatan yang baik
dan adekuat.3 Berdasarkan pemeriksaan objektif biasanya tidak menimbulkan gejala, tapi dapat
juga disertai rasa nyeri ketika ditekan karena adanya eksudat. Adanya perubahan warna gigi
menjadi keabu-abuan atau kecoklatan seringkali merupakan indikasi nekrosis pulpa. Apabila ada
rangsang panas gigi yang nekrosis akan terasa sakit karena terjadi pemuaian gas yang akan
menekan ujung saraf jaringan vital yang ada disekitarnya, sedangkan dengan rangsang dingin
(Chlor Ethyl) dan stimulasi elektrik pada gigi dengan pulpa nekrotik biasanya tidak menimbulkan
respon.2

Gigi yang mengalami nekrosis memerlukan perawatan saluran akar untuk membersihkan
ruang pulpa dari jaringan pulpa yang terinfeksi, serta membentuk saluran akar agar dapat diperoleh
apical seal yang baik dan pengisian yang hermentis. Perawatan saluran akar dilakukan dengan
tujuan untuk menghilangkan penyakit pulpa, penyakit periapikal, mempercepat penyembuhan, dan
memperbaiki jaringan yang sakit. Perawatan saluran akar dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap
preparasi biomekanis saluran akar yang merupakan suatu tahap pembersihan serta pembentukan
saluran akar dengan cara membuka jalan masuk menuju kamar pulpa dari arah koronal, tahap
sterilisasi dengan cara irigasi dan desinfeksi saluran akar, serta tahap pengisian saluran akar.
Keberhasilan pengisian saluran akar tergantung pada keadaan asepsis, pembersihan jaringan pulpa
secara menyeluruh, preparasi biomekanis, serta pengisian saluran akar yang hermetis.3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nekrosis pulpa4


2.3.1 Definisi nekrosis pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa. Dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung
pada apakah sebagian atau seluruh pulpa terlibat.nekrosis meskipun suatu inflamasi,
dapat juga terjadi setelah injuri traumatik yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi
inflamasi. Sebagai hasilnya, suatu infarksi iskemik dapat berkembang dan dapat
menyebabkan suatu pulpa nekrotik dengan gangrene kering. Nekrosis pulpa ada dua
jenis umum, yaitu koagulasi dan likuefaksi (pengentalan dan pencairan).
Pada nekrosis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau
diubah menjadi bahan solid. Pengejuan (caseation) adalah suatu bentuk nekrosis
koagulasi yang jaringannya berubah menjadi massa seperti keju, terutama terdiri dari
protein yang mengental, lemak dan air. Sedangkan nekrosis likuefaksi terjadi bila
enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang lunak, suatu cairan atau
debris amorfus.
2.3.2 Gejala dan tanda dari nekrosis pulpa
Gigi yang terlihat normal dengan nekrosis pulpa tidak menyebabkan gejala rasa sakit.
Diskolorasi gigi merupakan indikasi pertama terjadinya nekrosis pulpa. Mahkota gigi
menunjukkan perubahan warna yang buram atau opak yang disebabkan oleh
kurangnya translusensi normal, terkadang gigi mengalami perubahan warna menjadi
keabuan atau kecoklatan. Kemudian gejala pada gigi biasanya asimptomatis, tidak
terdapat nyeri pada nekrosis pulpa seluruhnya. Sedangkan pada nekrosis pulpa
sebagian dapat simptomatis atau ditemukannya rasa nyeri.
2.3.3 Diagnosis nekrosis pulpa
Pemeriksaan radiografi menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan yang besar, suatu
jalan terbuka ke saluran akar, dan penebalan ligament periodontal. Beberapa gigi
tidak mempunyai kavitas ataupun tumpatan dan pulpanya nekrosis akibat trauma.
Sedikit pasien mempunyai riwayat rasa sakit parah yang berlangsung beberapa menit
sampai beberapa jam, kemudian hilang secara tiba-tiba dan menyeluruh. Gigi dengan
nekrosis pulpa tidak bereaksi terhadap dingin, tes pulpa elektrik, atau tes kavitas.
Namun pada gigi dengan nekrosis pulpa sebagian dapat simptomatis atau ditemui
nyeri.
2.2. Penyakit periapikal
Lesi periapikal diklasifikasikan berdasarkan temuan klinis dan histologis. Seperti penyakit
pulpa, sedikit korelasi yang ada antara tanda dan gejala klinis, dan durasi lesi dibandingkan
dengan temuan histopatologis. Karena perbedaan ini, lesi periapikal diklasifikasikan menjadi
lima kelompok utama: periodontitis apikalis akut, periodontitis apikalis kronik, condensing
osteitis, abses apikalis akut, dan abses apikal kronik.5,8
1) Periodontitis apikalis akut (PAA)
Periodontitis apikalis akut atau dikenal sebagai periodontitis apikal simptomatik.
Merupakan kelanjutan utama dari peradangan pulpa ke jaringan periapikal. Penyebab
iritasi dapat berasal dari mediator inflamasi pulpitis irreversible atau keluarnya toksin
bakteri dari pulpa nekrotik, bahan kimia (seperti bahan irigan atau agen desinfektan),
restorasi yang hiperoklusi, overinstrumentasi, dan ekstrusi bahan obturasi.
Gambaran klinis PAA adalah ketidaknyamanan spontan sedang hingga berat serta
nyeri saat pengunyahan atau kontak oklusal. Apabila PAA merupakan kelanjutan dari
pulpitis, maka tanda dan gejala yang ditemukan adalah responsivitas terhadap dingin,
panas, dan elektrik. Sedangkan PAA yang disebabkan oleh nekrosis, gigi tidak akan
merespon tes vitalitas. Kemudian saat diberikan tekanan dengan ujung jari atau perkusi
menggubakan kaca mulut dapat menyebabkan rasa sakit yang menyiksa. Gambaran
radiografi PAA menunjukkan penebalan ligament periodontal dengan lamina dura yang
utuh.

Gambar 1. Gambaran radiografi PAA yang menunjukkan


penebalan ligament periodontal
2) Periodontitis apikalis kronis (PAK)
Periodontitis apikal kronis terjadi akibat nekrosis pulpa dan biasanya merupakan lanjutan
dari PAA. Periodontitis apikal kronis tanpa gejala atau dikaitkan dengan sedikit
ketidaknyamanan dan akan lebih baik diklasifikasikan sebagai periodontitis apikal
asimptomatik. Karena pulpa nekrotik, gigi dengan PAK tidak merespons rangsangan
elektrik atau termal. Saat dilakukan perkusi menimbulkan sedikit atau tidak ada rasa
sakit. Selain itu terdapat sedikit kepekaan terhadap palpasi, yang menunjukkan
perubahan tulang kortikal dan perluasan PAK ke jaringan lunak. Gambaran radiografi
menunjukkan terputusnya lamina dura hingga kerusakan jaringan periradikular dan
interradikular.

Gambar 2. Gambaran radiografi menunjukkan gigi M1 rahang


bawah mengalami PAK dan terlihat kerusakan tulang yang luas
disertai putusnya lamina dura
3) Condensing osteitis
Condensing osteitis (focal sclerosing osteomyelitis), varian dari periodontitis apikal
kronis (asimtomatik), menunjukkan peningkatan pada tulang trabekuler sebagai respon
terhadap iritasi yang persisten. Iritan yang menyebar dari saluran akar ke jaringan
periapikal adalah penyebab utama condensing osteitis. Lesi ini biasanya ditemukan di
sekitar apeks gigi posterior rahang bawah, yang menunjukkan kemungkinan penyebab
inflamasi pulpa atau nekrosis. Namun, condensing osteitis dapat terjadi di sekitar apeks
gigi lainnya.
Berdasarkan penyebabnya (pulpitis atau nekrosis pulpa), condensing osteitis dapat
asimtomatik atau berhubungan dengan nyeri. Jaringan pulpa gigi dengan condensing
osteitis dapat merespon atau tidak rangsangan elektrik atau termal. Selain itu, juga dapat
sensitif atau tidak sensitive terhadap palpasi atau perkusi. Gambaran radiografi
menunjukkan gambaran radiopak yang konsentris dan difus di sekitar akar gigi yang
bersifat patognomonik. Gambaran histologis, menunjukkan adanya peningkatan
peradangan dan tulang trabekuler yang tersusun tidak teratur.

Gambar 3. Condensing osteitis. Peradangan yang diikuti dengan nekrosis


pada pulpa gigi M1 menunjukkan gambaran radiopak yang difus pada
jaringan periapikal
4) Abses apikalis akut (AAA)
Abses apikal akut (simptomatik) adalah lesi likuifaksi lokalis atau menyebar yang
menghancurkan jaringan periapikal dan merupakan respons inflamasi terhadap iritan
mikroba dan iritan non mikroba dari pulpa yang nekrosis. Berdasarkan tingkat keparahan
reaksinya, pasien dengan AAA biasanya mengalami ketidaknyamanan atau
pembengkakan dari yang sedang hingga parah. Selain itu, terdapat manifestasi sistemik
dari proses infeksi seperti suhu tinggi, malaise (rasa tidak enak badan), dan leukositosis.
Karena AAA hanya terjadi pada nekrosis pulpa, maka saat diberikan stimulasi elektrik
atau termal tidak memberikan respon. Namun terasa nyeri saat dilakukan perkusi dan
palpasi. Berdasarkan tingkat kerusakan jaringan keras yang disebabkan oleh iritan,
gambaran radiografi menunjukkan penebalan ligament periodontal hingga lesi resorptif
yang jelas, dan hilangnya lamina dura.
Gambar 4. Gambaran radiografi gigi molar RB dengan abses apikalis akut
5) Abses apikalis kronis (AAK)
Abses apikalis kronis dikenal juga sebagai periodontitis apikal supuratif kronis,
periodontitis periradikuler supuratif, abses periradikuler kronis, abses periapikal kronis.
Abses apikalis kronis adalah infeksi tulang alveolar periradikuler yang berjalan lama dan
bertingkat rendah. Pada umumnya tanpa gejala dan ditandai dengan adanya drainase
melalui sinus tract. Sumber infeksi terdapat di dalam saluran akar. AAK merupakan
sekuela alami matinya pulpa dengan perluasan proses infektif sebelah periapikal, atau
dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya sudah ada.
Gigi dengan abses apikalis kronis biasanya asimptomatik atau hanya nyeri ringan.
Terkadang dapat terdeteksi selama pemeriksaan radiografi rutin atau ditemukannya
fistula pada intra oral maupaun ekstra oral. Fistula ini biasanya mencegah biasanya
mencegah eksaserbasi atau pembengkakan mengadakan drainase lesi periradikular yang
terus-menerus.
Terkadang tanda pertama kerusakan tulang terlihat jelas secara radiografik pada
saat pemeriksaan rutin atau terdapat perubahan warna pada mahkota gigi. Pemeriksaan
radiografi sering menunjukkan suatu daerah difus rarefaksi tulang dan ligamen
periodontal yang menebal. Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan sebuah kavitas,
restorasi komposit atau logam, dan crown full coverage namun pulpa dibawah dapat mati
tanpa menimbulkan gejala. Pada kasus lain, pasien dapat mengelukan adanya nyeri
ringan pada gigi terutama saat mengunyah. Selain itu, gigi tidak memberika reaksi
terhadap tes termal dan elektrik.
2.3. Perawatan saluran akar
Perawatan saluran akar merupakan perawatan yang bertujuan untuk meringankan rasa sakit
dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan
keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Ini
berarti bahwa tidak terdapat lagi gejala, dapat berfungsi dengan baik dan tidak ada tanda-
tanda patologis yang lain.6
Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap (triad endodontik), yaitu preparasi
biomekanis meliputi pembersihan dan pembentukan, sterilisasi yang meliputi irigasi dan
disinfeksi serta pengisian saluran akar. Mikroba direduksi atau dieliminasi di dalam sistem
saluran akar, agar terjadi proses penyembuhan melalui tindakan pembersihan dan
pembentukan saluran akar (cleaning and shaping). Pembersihan dilakukan dengan
mengeluarkan jaringan pulpa vital dan nekrotik, serta mereduksi mikroorganisme.
Pembentukan dilakukan dengan membentuk saluran akar sedemikian rupa agar saluran akar
dapat menerima bahan pengisi dengan baik.6
2.3.1 Indikasi perawatan saluran akar6
Secara umum perawatan saluran akar diindikasikan untuk:
1) Email yang tidak didukung oleh dentin
2) Gigi dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi vital, nekrosis
sebagian maupun gigi sudah nonvital
3) Kelainan jaringan periapeks pada gambaran radiografi kurang dari sepertiga
apeks
4) Mahkota gigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik (untuk
pilar restorasi jembatan)
5) Gigi tidak goyang dan periodonsium normal
6) Foto ronsen menunjukan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apikal, tidak ada
granuloma
7) Kondisi pasien baik
8) Pasien ingin giginya dipertahankan dan bersedia untuk memelihara kesehatan
gigi dan mulutnya
9) Keadaan ekonomi pasien memungkinkan
2.3.2 Kontraindikasi perawatan saluran akar6
Secara umum, kontraindikasi perawatan saluran akar adalah sebagai berikut:
1) Fraktur akar gigi yang vertikal
2) Tidak dapat lagi dilakukan restorasi
3) Kerusakan jaringan periapikal melibatkan lebih dari sepertiga panjang akar gigi
4) Resorbsi tulang alveolar melibatkan setengah dari permukaan akar gigi
5) Kondisi sistemik pasien, seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol
2.3.3 Tahapan perawatan saluran akar6
1) Pembersihan saluran akar
Pembersihan saluran akar atau debridement merupakan proses pembuangan iritan
dari sistem saluran akar. Tujuannya adalah untuk membasmi iritan tersebut
walaupun dalam kenyataannya sulit mengeliminasi semua iritan. Iritan-iritan
tersebut adalah bakteri, produk samping bakteri, jaringan nekrotik, debris
organik, darah, dan kontaminan lain.
Teknik pembersihan saluran akar dengan cara instrumen berkontak pada
dinding saluran akar dan membersihkan secara mekanis dinding saluran akar
untuk melepas debris. Selanjutnya, bahan irigasi secara kimiawi akan melarutkan
sisa-sisa zat organik dan menghancurkan mikroorganisme dan kemudian bahan
irigasi ini akan membersihkan semua debris dari rongga saluran akar dan
akhirnya akan membebaskan saluran akar dari iritan. Bahan irigasi yang
digunakan adalah sodium hipoklorit (NaOCl) dimana bahan irigasi ini mampu
melarutkan jaringan pulpa dan sebagai agen antimikroba. Namun pada penelitian
diungkapkan, untuk mencapai pembersihan yang sempurna sangat sulit dicapai
walaupun klinisi sudah berupaya dengan baik. Sehingga tujuan pembersihan
adalah untuk mengurangi iritan sampai ke daerah yang sulit dicapai dan untuk
mengobturasi saluran akar sehingga sisa-sisa iritan itu akan terisolasi di dalam
saluran akar.
2) Preparasi saluran akar
Preparasi saluran akar yang ideal meliputi 4 tahap, yaitu:
 Menentukan arah saluran akar,
 Membersihkan saluran akar (cleaning)
 Membentuk saluran akar (shaping)
 Preparasi daerah apikal
Selama proses preparasi saluran akar dilakukan irigasi untuk membersihkan
sisa jaringan pulpa, jaringan nekrotik dan serbuk dentin. Tujuan irigasi saluran
akar adalah sebagai berikut:
 Mengeluarkan debris
 Melarutkan jaringan smear layer
 Antibakteri
 Sebagai pelumas
Terdapat beberapa teknik preparasi saluran akar, diantaranya teknik crown
down, dan teknik step back
 Teknik teknik crown down
Teknik preparasi crown down dimulai dari daerah korona menuju apikal.
Pelebaran saluran akar dimulai dari daerah sepertiga tengah dan sepertiga
korona saluran akar dengan menggunakan instrumen rotatif. Selanjutnya
daerah sepertiga apikal dipreparasi menggunakan K-file dengan gerakan
memutar tanpa tekanan, diikuti file berikutnya dengan ukuran yang lebih
kecil sampai salah satu file mencapai panjang kerja sebenarnya (file dimulai
dari ukuran besar ke ukuran yang lebih kecil)
 Teknik step back
Teknik step back menghasilkan bentuk corong yang lebih halus dari korona
ke apeks. Teknik ini merupakan teknik yang sering dilakukan di klinik.
Preparasi saluran akar dimulai dari daerah apikal menuju korona
menggunakan MAF yang panjangnya sesuai panjang kerja yaitu panjang gigi
dikurangi 2 mm. File lebih besar digunakan berikutnya dengan panjang kerja
1 mm lebih pendek dari file sebelumnya sampai tiga nomor di atas MAF.
Setiap peningkatan nomor diikuti dengan pengurangan panjang kerja sebesar
1 mm dan selalu dilakukan rekapitulasi dan irigasi
Teknik step back dapat digunakan untuk sebagian besar saluran akar,
seperti saluran akar lurus, saluran akar bengkok, saluran akar dengan
pembengkokan sempit. Teknik preparasi step back mempunyai beberapa
keuntungan, diantaranya:
a. Kemungkinan terjadinya trauma periapikal lebih kecil
b. Memudahkan pengambilan lebih banyak debris
c. Instrumen yang menghasilkan bentuk corong yang baik akan
memudahkan penempatan kon gutta perchabaik dengan metode
kondensasi lateral maupun kondensasi vertikal
3) Pengisian saluran akar7
Tujuan pengisian saluran akar untuk menutup jalan masuk saluran akar agar tidak
terjadi infeksi ulang. Bahan pengisi saluran akar harus dapat menutup seluruh
sistem saluran akar terutama daerah apikal. Pada pengisian saluran akar harus
disertai pasta saluran akar. Melalui pengisian yang hermetis (kedap dan rapat)
kuman tidak dapat hidup dalam saluran akar, hal ini dikarenakan hubungan
saluran akar dengan jaringan periapeks herpetis. Kesembuhan jaringan periapeks
dengan kuman yang masih tersisa di dalam saluran akar. Dengan adanya bahan
pengisi saluran akar gutta percha yang biokompatibel dan pasta saluran akar yang
bersifat bakterisial akan membuat suasana steril dan penyembuhan jaringan akan
terjadi.
Syarat untuk melakukan pengisian saluran akar antara lain adalah tidak ada
keluhan penderita, tidak ada eksudat yang berlebihan (saluran akar kering),
tumpatan sementara masih dalam kondisi yang baik. Syarat bahan pengisi saluran
akar antara lain adalah mudah dimasukkan ke dalam saluran akar, dapat menutup
saluran akar dengan rapat ke arah lateral dan apikal, tidak menyusut setelah
dimasukkan ke dalam saluran akar, tahan kelembaban/ tidak larut dalam cairan
tubuh, bersifat barterisid/ menghambat pertumbuhan bakteri, radiopak, tidak
menyebabkan perubahan warna pada gigi, tidak mengiritasi jaringan periapikal,
mudah dikeluarkan dari dalam saluran akar bila diperlukan.
Pengisian saluran akar terdiri dari gutta percha berbentuk konus sebagai
bahan pengisi utama. Gutta percha merupakan bahan pengisi yang sangat
diperlukan karena merupakan bahan yang memiliki sifat biokompatibiilitas yang
baik terhdap jaringan periapikal. Gutta percha tidak dapat menutup saluran di
bagian lateral dan aksesoris sehingga harus dikombinasi dengan siler (semen
saluran akar).7 Siler dapat memberikan ikatan yang baik antara dinding dentin
dan material obturasi inti. Siler juga berfungsi sebagai antibakteri, mengisi ruang
yang kosong antara gutta percha dan dinding dentin, memberikan gambaran
radiopak, serta bertindak sebagai lubrikan.6
Secara umum, terdapat empat jenis siler saluran akar yaitu, siler berbasis
ZOE, resin, semen ionomer kaca, kalsium hidroksid. Syarat dan karakteristik siler
menurut Grossman adalah sebagai berikut:6,7
 Menyatu dengan baik ketika dicampur agar memiliki sifat adhesi yang baik
dengan dinding saluran akar
 Menutup secara hermetis
 Bersifat radiopak agar terlihat dalam radiografi
 Manipulasi mudah
 Tidak mengkerut selama setting
 Tidak menyebabkan perubahan warna pada struktur gigi.
 Harus bersifat bakteriostatik, tidak mendukung pertumbuhan bakteri
 Waktu setting tidak terlalu cepat
 Tidak larut dalam cairan mulut
 Tidak mengiritasi jaringan periradikuler
Banyak cara digunakan untuk pengisian saluran akar dengan gutta percha
dan siler, tergantung pada ukuran saluran akar yang telah dipreparasi, bentuk final
dari preparasi dan ketidakteraturan dalam saluran akar. Teknik pengisian saluran
akar yang dapat digunakan diantaranya:6
 Single cone
Teknik pengisian saluran akar dengan cara satu gutta point (cone) yang
dimasukkan ke dalam satu saluran akar
 Kondensasi lateral
Saluran akar diulasi semen dan gutta point utama dimasukkan sesuai
dengan panjang preparasi, kemudian ditekan dengan spreader ke arah lateral.
Dengan cara yang sama dimasukkan guttap point tambahan (lebih kecil
dari spreader) hingga seluruh saluran akar terisi sempurna. Kondensasi
lateral dapat dilakukan hampir pada semua keadaan, kecuali pada saluran akar
yang sangat bengkok atau bentuk akar yang abnormal atau saluran akar
yang ketidakteraturannya tinggi seperti pada resorpsi interna.
Gambar 4. Teknik kondensasi lateral
 Kondensasi vertikal
Saluran akar diulasi semen dan guttap point utama dimasukkan sesuai
dengan panjang preparasi, kemudian gutta point dipanaskan lalu ditekan
dengan plugger ke arah vertikal. Dengan cara yang sama gutta percha
tambahan dimasukkan dan ditekan hingga seluruh saluran akar terisi
sempurna. Kondensasi vertikal merupakan teknik yang efektif pada kasus
resorpsi interna dan pada induksi ujung akar.

Gambar 5. Teknik kondensasi vertikal


2.3.4 Irigasi saluran akar
Irigasi saluran akar mempunyai peranan penting selama perawatan saluran akar.
Selama dan sesudah pembersihan dan pembentuk saluran harus diirigasi untuk
menghilangkan fragmen jaringan pulpa, serpihan dentin yang menumpuk dan infeksi
mikroba intraradikuler.
Syarat bahan irigasi endodontik yang adalah sebagai berikut:4
1) Aktivitas antimikroba
2) Secara mekanis membersihkan debris dari saluran akar
3) Tidak toksik dan biokompatibel
4) Melarutkan jaringan pulpa nekrotik dan vital
5) Berfungsi sebagai pelumas
6) Menghilangkan smear layer
7) Tegangan permukaan rendah
Bahan irigasi yang sering digunakan dalam perawatan saluran akar diantara
adalah sebagai berikut:8,9
1) Sodium hipoklorit (NaOCl)
Sodium hipoklorit (NaOCl) merupakan agen pereduksi, berupa larutan bening
berwarna jerami yang mengandung sekitar 5% klorin. Sodium hipoklorit adalah
bahan irigasi yang sering digunakan. Kelebihan sodium hipoklorit adalah mampu
melarutkan jaringan pulpa vital dan nekrotik, membilas debris keluar dari saluran
akar, bersifat anti mikroba dengan spekrum luas, sporisid, virusid, pelumas,
harganya ekonomis dan mudah diperoleh.
NaOCl pada saat ionisasi membentuk asam hipoklorus (HOCl-) dan ion
hipoklorit (OCl-) , apabila berkontak dengan jaringan organik, melepaskan klorin,
yang merupakan zat aktif dari larutan sodium hipoklorit. Klorin mampu merusak
metabolisme sel bakteri dengan menghambat enzim bakteri, merusak sintesis
DNA dan menghidrolisis asam amino.
Konsentrasi sodium hipoklorit yang digunakan dalam perawatan saluran
akar, telah menjadi perdebatan panjang. Konsentrasi yang lebih tinggi
menunjukkan efektivitas sodium hipoklorit yang lebih besar sesuai dengan
peningkatan konsentrasi. Beberapa penelitian in vitro menunjukkan larutan
5,25% NaOCl mampu mematikan kuman E.faecalis dalam waktu 30 detik dan
semua sel jamur dalam waktu 15 detik, dibandingkan dengan waktu 10-30 menit
yang diperlukan oleh larutan 2,5% dan 0,5% NaOCl. Penelitian in vivo lain
menunjukkan larutan sodium hipoklorit 2.5% yang ditahan selama 5 menit dalam
saluran akar, mampu membuat saluran akar menjadi steril.
2) Klorheksidin
Klorheksidin merupakan basa kuat dan paling stabil dalam bentuk garam
klorheksidin diglukonat yang larut dalam air. Klorheksidin sangat luas digunakan
sebagai desinfektan karena memiliki sifat antimikroba yang baik terhadap bakteri
gram+, bakteri gram-, spora bakteri, virus lipofilik, jamur dan dermatofit.
Klorheksidin 0,1-0,2% merupakan antiseptik yang secara luas digunakan
mengontrol plak rongga mulut.
Konsentrasi 2% klorheksidin dianjurkan sebagai larutan irigasi saluran
akar, karena memiliki efek antimikoba yang luas dan dapat bertahan lama dengan
kemampuannya melekat pada dinding saluran akar. Disamping itu, klorheksidin
tidak mengiritasi jaringan periapikal, kurang toksik dibandingkan dengan larutan
lainnya, dan baunya tidak menyengat. Akan tetapi kemampuan klorheksidin
tergantung dari pH dan kehadiran komponen organik.
Klorheksidin tidak dapat digunakan sebagai larutan irigasi tunggal pada
perawatan saluran akar karena tidak memiliki kemampuan melarutkan jaringan
nekrotik dan kurang efektif terhadap bakteri gram negatif. Disamping itu,
efektivitas klorheksidin berkurang dengan adanya protein dan matriks dentin
organik. Oleh sebab itu kombinasi larutan irigasi NaOCl dan klorheksidin
dianjurkan untuk meningkatkan kemampuan keduanya.
3) EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid)
Larutan kelator yang sering digunakan dalam perawatan endodontik adalah
garam disodium dari ethylendiamin tetraacetic acid (EDTA 17% dalam larutan
netral). Kelator adalah pelarut komponen anorganik dan memiliki efek anti
bakteri yang rendah, sehingga dianjurkan sebagai pelengkap dalam irigasi saluran
akar setelah sodium hipoklorit.
2.3.5 Medikamen saluran akar10
Medikamen digunakan untuk membantu meningkatkan prognosis perawatan
endodontik. Medikamen tersebut diharapkan dapat berpenetrasi ke dalam tubulus
dentinalis dan membunuh bakteri di dalamnya. Bermacam- macam medikamen
digunakan untuk disinfeksi saluran akar yang menyeluruh. Tujuan pemberian
medikamen intrakanal, antara lain adalah mengurangi peradangan periradikuler,
dengan demikian mengurangi rasa sakit antar kunjungan, mengurangi
jumlah/membunuh dan mencegah pertumbuhan kembali bakteri, membantu
mengeliminasi eksudat periapikal bila ada, mencegah atau menahan resorpsi akar bila
ada, dan mencegah reinfeksi sistem saluran akar, yaitu bertindak sebagai 16ntibio
kimia dan fisik bila restorasi sementara bocor.
Medikamen yang digunakan dalam perawatan endodontik dapat dibagi atas
beberapa kelompok besar yaitu senyawa fenolik, senyawa aldehida/formadehida,
senyawa halida/halogen, steroid, kalsium hidroksida, antibiotik, dan kombinasi.
Senyawa fenolik meliputi eugenol, kamforated monoparaklorofenol (CMCP),
paraklorofenol (PCP), kamforated paraklorofenol (CPC), metakresilasetat
(Kresatin), kresol, Kreosote (Beechwood), dan timol. Senyawa
aldehida/formaldehida, misalnya formokresol, glutaraldehid, dan trikresol formalin.
Sementara senyawa halida/halogen meliputi sodium hipokhlorit (NaOCl) dan iodine-
potasium iodide.
1) Senyawa fenol
Fenol (C6H5OH) adalah salah satu medikamen yang pertama digunakan dalam
bidang endodontik. Karena toksisitasnya yang cukup berat maka dikembangkan
derivatnya yang lebih banyak digunakan misalnya paramonokhlorofenol
(C6H4OHCl), timol (C6H3OHCH3C3H7) dan kresol (C6H4OHCH3).
Penempatan medikamen ini bisa pada kapas butir (cotton pellet) yang
diletakkan di dalam kamar pulpa atau pada paper point yang ditempatkan di
dalam saluran akar dengan anggapan bahwa efek antimikroba dilaksanakan oleh
uapnya.
2) Senyawa aldehida/formaldehida
Formaldehida banyak digunakan dalam perawatan endodontik meskipun
toksisitasnya tinggi serta berpotensi mutagenik dan karsinogenik. Derivat yang
sering dipakai, misalnya formokresol dengan kandungan formaldehida 19-37%
dan trikresol formalin yang komposisinya terdiri atas 10% trikresol dan 90%
formaldehida.
3) Senyawa halide/ halogen
Senyawa halida yang sering digunakan pada perawatan endodontik yaitu dari
golongan klorin, NaOCl, yang umumnya digunakan sebagai larutan irigasi.
Meskipun demikian, kadang-kadang digunakan sebagai medikamen dalam
bentuk chloramine-T.
Senyawa halida lainnya, iodine, bersifat bakterisidal, fungisidal,
tuberkulosidal, virusidal dan sporasidal yang daya kerjanya cepat namun larutan
iodine encer dan tidak stabil. Larutan povidone iodine digunakan sebagai larutan
irigasi pada perawatan endodontik. Ini didasarkan pada aksi antiseptik yang
cepat, toksisitas rendah, hipoalergen dan cenderung mengurangi pewarnaan
dentin.
4) Steroid/kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan suatu bahan yang dapat mengontrol rasa nyeri dan
inflamasi. Digunakan sebagai medikamen intrakanal karena berpotensi
menurunkan nyeri gigi. Pemberian sediaan ini pada pasien penderita pulpitis
ireversibel dan periodontitis apikalis akut akan sangat membantu.
Kombinasi triamsinolon 1% (glukokortikoid) dengan antibiotik,
demeklosiklin 3%, dapat berdifusi melalui tubulus dentinalis dan sementum
untuk mencapai jaringan periodonsium dan periapikal. Kombinasi ini
mengurangi jumlah S. aureus dalam tubulus dentinalis maupun setelah
rekontaminasi. Karena kortikosteroid merupakan suatu bahan biokompatibel,
penempatan dalam intrakanal merupakan standar protokol untuk tindakan darurat
pada trauma yang diprediksi dapat terjadi resorpsi akar, atau infeksi pulpa,
sepanjang sumber infeksi sudah dihilangkan.
5) Kalsium hidroksida
Saat ini kalsium hidroksida sangat populer digunakan sebagai medikamen dalam
perawatan endodontik, sejak digunakan secara luas pada tahun 1920. Mempunyai
efek antimikroba pada pH yang tinggi (>12), tidak cepat mengeras, tidak larut
dalam alkohol, mudah dikeluarkan dan radiopak. Kalsium hidroksida dapat
menghancurkan sisa-sisa jaringan nekrotik dan bakteri serta produknya.
Diketahui ion kalsium berperan dalam stimulasi sel, migrasi, proliferasi dan
mineralisasi. Kalsium hidroksida juga menginaktivasi LPS, dengan demikian
membantu perbaikan jaringan periapikal.
Efek letal dari kalsium hidroksida berkaitan dengan beberapa mekanisme, yaitu
secara mekanis dan secara fisik. Aksi mekanis berlangsung melalui cara merusak
membran sitoplasmik mikroba dengan aksi langsung ion hidroksil, menekan
aktivitas enzim dan mengganggu metabolisme seluler, dan menghambat replikasi
DNA dengan memisahkan DNA. Sedangkan secara fisik melalui bertindak
sebagai barrier yang mengisi rongga dalam kanal dan mencegah masuknya
bakteri ke dalam sistem saluran akar dan membunuh mikroorganisme.
6) Antibiotik
Pemilihan antibiotik sebagai medikamen intrakanal diperkenalkan oleh
Grossman, dengan menggabungkan beberapa antibiotik yang dikenal sebagai
PBSC. Alasan penggabungan ini karena masing-masing antibiotik penyusunnya
biasanya efektif hanya untuk beberapa strain mikroba padahal diketahui di dalam
saluran akar terdapat bermacam-macam mikroba. Terdapat bermacam- macam
kombinasi antibiotik, misalnya PBSC (penisilin, basitrasin, streptomosin,
kaprilat sodium), kombinasi antibiotik dengan kortikosteroid (demeklosiklin HCl
3,2 % dan triamsinolon), atau dapat dikombinasi lagi dengan kalsium hidroksida,
dan kombinasi siprofloksasin, metronidazole, dan minosiklin.
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


NRM : 19-05-098
Nama : Nn. Anisa Aulia
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tanah abang
No. Telepon : 087774XXXX
3.2 Temuan masalah umum
1. Data subjektif
Pasien perempuan usia 19 tahun datang ke RSGM Yarsi dengan keluhan gigi depan
rahang atas terasa sakit saat menutup mulut dan terkadang terasa nyeri tiba-tiba.
Sebelumnya gigi tersebut pernah ditambal ± 3 tahun yang lalu dan sekarang ingin
diperbaiki. Pasien tidak ada riwayat alergi, tidak memiliki penyakit sistemik dan tidak
merokok, serta menyikat gigi 2 kali sehari.
2. Data objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Status Gizi : Normal
Tanda Vital : 120/80mmHg
Penyakit sistemik : TAK
3. Pemeriksaan ekstra oral
Pembesaran kelenjar : TAK
Wajah : Simetri
Bibir : Normal
Kebiasaan buruk : Tidak ada
TMJ : Normal
4. Pemeriksaan intra oral
Sisa makanan : Regio 1, 2, 3, 4
Plak : Ada pada semua region
Kalkulus : Ada pada region 3, 4
Gingiva :-
Crowding :-
Mukosa :-
ODONTOGRAM
Rencana Rencana
Gigi Diagnosis Gigi Diagnosis
Perawatan Perawatan
Sk D6 site 2, size 3
18 Sou 21 Psa
(nekrosis pulpa)
17 Sou 22 Sou
16 Sou 23 Sou
15 Sou 24 Sou
14 Sou 25 Sou
D car D3 site 2, size
13 Sou 26 Rk kls II
1 (pulp rev)
12 Sou 27 O car D3 site 1 sixe 1 GIS kls I
Sk D6 site 2, size 3
11 Psa 28 Sou
(nekrosis pulpa)

Rencana Rencana
Gigi Diagnosis Gigi Diagnosis
Perawatan Perawatan
41 Sou 38 Sou
O car D3 site 1 size 1
42 Sou 37 Rk kls I
(pulp rev)
O car car D6 site 1
83 Nekrosis pulpa Ekstraksi 36 size 3 (nekrosis Psa
pulpa)
44 Sou 35 Sou
45 Sou 34 Sou
46 Sou 33 Sou
0 car D3 site 1,3
47 Rk kls I 32 Sou
size 2( pulp rev)
48 Sou 31 Sou

FOTO KLINIS
FOTO PANORAMIK

5. Faktor resiko karies


6. Perawatan non-invasif

7. Pemeriksaan, diagnosis, dan rencana perawatan 11, 21


1) Pemeriksaan
a. Pemeriksaan subjektif
Gigi depan kanan dan kiri atas kadang terasa sakit tiba-tiba (spontan) dan hilang
dalam hitungan detik. Selain itu juga terasa sakit saat menutup bibir
b. Pemeriksaan objektif
Secara klinis terlihat tambalan komposit dengan karies sekunder pada bagian
proksimal mesial gigi 11, 21. Termis (-), perkusi (+), palpasi (-), gingiva (normal)
c. Pemeriksaan penunjang
Karies : mencapai pulpa
Kamar pulpa : normal
Saluran akar : normal
Akar : normal
Ligament periodontal : lebar
Lamina dura : putus
Periapeks : radiolusen berbatas tidak jelas (±5 mm)
2) Diagnosis
Nekrosis pulpa disertai abses peripaikal pada gigi 11, 21
3) Rencana perawatan
PSA non vital
4) Rencana restorasi
Pasak fiber
5) Perawatan yang dilakukan
a. Tanggal 16/4/2019
Keadaan gigi : Nekrosis pulpa disertai abses periapikal 11, 21
Tindakan : Pengisian status konservasi
b. Tanggal 6/11/2019
 Melakukan foto periapikal terbaru pada gigi 11, 21
 Melakukan open akses, ekstirpasi, menghitung panjang kerja (23 mm) dan
preparasi saluran akar dengan gerakan watch winding sampai sepanjang
kerja. Kemudian Medikamen Ca(OH)2 + TS

c. Tanggal 21/11/2019
 Melakukan preparasi saluran akar menggunakan teknik step back dengan
panjang kerja gigi 11 (20/23 mm) dan gigi 21 (20/22,5 mm)
 Melakukan foto MAF pada gigi 11 (35/23 mm) dan gigi 21 (35/22,5 mm).
Kemudian Medikamen Ca(OH)2 + TS

d. Tanggal 20/12/2019
 Melakukan foto MAC pada gigi 11 (35/23 mm) dan gigi 21 (35/22,5 mm)
 Melakukan obturasi dengan teknik kondensasi lateral dan basis GIC

e. Tanggal 13/1/2020
Melakukan kontrol paska PSA. Berdasarkan pemeriksaan subjektif pasien tidak
ada keluhan dan pemeriksaan objektif dengan tes perkusi (-)
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, gigi insisif sentral atas kanan dan kiri mengalami nekrosis pulpa dan ditemukan
lesi periaikal. Kematian jaringan pulpa pada gigi tersebut terjadi karena adanya karies sekunder
akibat restorasi yang mengalami kebocoran tumpatan. Kebocoran pada suatu tumpatan resin
komposit akan membuka jalan masuknya bakteri dan mikroorganisme. Bakteri akan melakukan
fermentasi dan menciptakan suasana asam yang memicu terjadinya proses demineralisasi pada
jaringan keras gigi. Proses tersebut semakin lama akan meluas dan dapat melibatkan area sekitar
pulpa dan menyebabkan iritasi dan inflamasi jaringan pulpa sampai kematian jaringan pulpa.
Invasi bakteri yang menyebabkan nekrosis pulpa dapat meluas ke apikal melalui saluran akar dan
menyebabkan inflamasi pada daerah periapikal sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
peningkatan permeabilitas vaskuler, dan transmigrasi leukosit dari pembuluh darah ke
perivaskuler untuk memfagositosis dan membunuh mikroorganisme. Peradangan terus menerus
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sel-sel radang dan menghasilkan eksudat sehingga
terjadi abses11.

Pada kasus ini preparasi saluran akar yang digunakan adalah teknik step back, kelebihan
teknik ini antara lain lebih efektif membersihkan saluran akar, mempermudah obturasi, pengisian
lebih padat karena spreader dapat menjangkau sampai dekat dengan apeks sehingga mengurangi
kebocoran apikal. Kerugian teknik ini antara lain membutuhkan waktu yang agak lama, ukuran
saluran akar hasil preparasi biomekanik kecil pada aspek korona, dan pada proses obturasi rentan
terjadinya gap baik vertikal maupun horizontal.1

Preparasi biomekanis pada kasus ini menggunakan kombinasi sodium hipoklorit (NaOCl)
2,5% dan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tatsuta
(1999), bahwa kombinasi NaOCl dan EDTA seringkali direkomendasikan untuk menghilangkan
smear layerdari dinding saluran akar. Konsentrasi sodium hipoklorit 2,5% cukup efektif dalam
membantu melarutkan jaringan organik, memiliki sifat antimikroba spektrum luas dan efektif
terhadap bakteri anaerob serta mikroorganisme fakultati, namun tidak efektif menghilangkan
smear layer, oleh karena itu digunakan NaOCl dan EDTA secara bergantian pada irigasi terakhir
setelah preparasi saluran akar. Tahap ini merupakan bagian penting dalam perawatan saluran akar,
hal tersebut sesuai dengan pernyataan Desai dan Himel (2009) yaitu debridemen dengan instrumen
dan bahan irigasi merupakan bagian penting pada tahap perawatan saluran akar.11

Pada kasus ini kalsium hidroksida digunakan untuk menginduksi penyembuhan daerah
periapikal. Medikamen ini memiliki kemampuan sebagai antimikrobial, anti inflamasi,
mengurangi matriks metalloproteinase dengan aktvitas alkalin fosfat dan sintesis kolagen. Kalsium
hidroksida memiliki pH 12.5 – 12.8 dan dapat terpecah menjadi ion kasium dan hidroksil. Ion
hidroksil memiliki ph alkali sehingga dapat menghancurkan membran sitoplasma bakteri, dan
menghancukan proteinnya. Souza dkk mengatakan bahwa penggunaan kalsium hidroksida pada
perawatan endodontik dapat meningkatkan keberhasilan perawatan lesi periapikal.12

Obturasi pada kasus ini menggunakan teknik kondensasi lateral dengan sealer
endomethasone karena memiliki kemampuan sebagai antimikroba, juga mengandung efek anti
inflamasi sehingga dapat membantu penyembuhan bila ada kelainan di periapikal. Pemakaian
sealer diharapkan dapat meningkatkan kerapatan pada saat pengisian saluran akar.2

Restorasi gigi pasca endodontik bergantung kepada sisa jaringan gigi, kebutuhan fungsi
bagi pasien, posisi/lokasi dari gigi serta morfologi dari saluran akar. Selain itu, pemilihan bentuk
dan jenis pasak tergantung pada ukuran mahkota klinis gigi, diameter saluran akar dan posisi gigi
yang akan direstorasi sehingga kesehatan jaringan periodontal tetap terjaga dengan baik. Pada
kasus ini direncanakan restorasi akhir menggunakan pasak fiber.13
BAB 5
KESIMPULAN

Karies yang tidak dirawat dapat menyebabkan penyakit pulpa seperti nekrosis pulpa bahkan lesi
periapikal karena bakteri yang menyebar sampai ke periapeks. Perawatan endodontik merupakan
pilihan yang tepat karena dapat mengeliminasi sebanyak mungkin bakteri dari dalam saluran akar.
Namun, untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan kombinasi preparasi mekanis, pemberian
larutan irigasi, medikamen serta pengisian yang berkualitas agar dapat memenuhi indikator
penyembuhan lesi periapeks.
DAFTAR PUSTAKA

1. Triharsa S, Mulyawati E. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan Pada Pulpa Nekrosis
Disertai Restorasi Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dengan Pasak Fiber Reinforced
Composit (Kasus Gigi Insisivus Sentralis Kanan Maksila). Maj Ked Gi. Juni 2013; 20(1): 71-
77
2. Rachmawati M, Richata MF, Sukartini E, Armilia M. Perawatan saluran akar satu kali
kunjungan pada gigi insisivus dengan nekrosis pulpa tanpa lesi periapikal (laporan kasus).
Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober 2011:175-178
3. Santoso L, Kristanti Y. Perawatan saluran akar satu kunjungan gigi molar kedua kiri mandibula
nekrosis pulpa dan lesi periapikal. MKGK. Agustus 2016; 2(2): 65-71
4. Grossman, L. I., Oliet, S., and Del Rio, C. E., 1995, Ilmu Endodontik Dalam Praktek Edisi 11.
Jakarta: EGC
5. Walton, RE dan M. Torabinejad. Principles and Practice of Endodontics. 3rd ed. 2002.
Philadelphia:W. B. Saunder
6. Bachtiar ZA. Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan bahan gutta percha
(Root canal treatment in permanent teeth of children with gutta percha). Jurnal PDGI 65 (2)
Hal. 60-67. 2016
7. Budijanto HK. Perbedaan antibakteri kombinasi siler bioceramic dan epoxy resin yang
dicampur amoksilin dan chlorhexidine 2% terhadap Enterococcus faecalis (tesis). Jakarta.
FKG. Universitas Trisakti. 2019
8. Grossman, L. I., Chandra, B. S., dan Gopikrishna, V. (2014). Grossman's Endodontic Practice
13th Edition. India: Wolters Kluwer Health
9. Tanumihardja M. Larutan irigasi saluran akar. Dentofasial, Vol. 9, No.2, Oktober 2010:108-
115
10. Mattulada IK. Pemilihan medikamen intrakanal antar kunjungan yang rasional Dentofasial,
Vol.64 9, No.1, April 2010:63-68
11. Adisetyani Y, Mulyawati E. Perawatan saluran akar pada gigi parulis dengan restorasi resin
komposit diperkuat pita fiber. MKGK. Desember 2016; 2( 3 ): 156 162
12. Elline, Indah DP. Penatalaksanaan Perawatan Endodontik Pada Molar Kedua Maksila Yang
Memiliki Saluran Mesiobukal Dua. JKGT VOL.1,NOMOR 1, JULY (2019) 11-14
13. Sidiartha GA, Parama PW. PENATALAKSANAAN FRAKTUR ELLIS KELAS III 11
DENGAN PULPEKTOMI DAN RESTORASI MAHKOTA PASAK. Interdent.jkg. vol.16,
no.2. Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai