Disusun Oleh :
Desi Yupianing Kurniawati (04)
Mochammad Khoirur Rizqy (14)
Raka Nanjarsyah Pratama (21)
Rizqy Akbar (23)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kebijakan
Peledakan Kapal dan Penenggelaman Kapal” ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalh ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahwa kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pelayaran.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau dan
luas perairan laut 5,8 juta km² (terdiri dari luas laut teritorial 0,3 juta km², luas
perairan kepulauan 2,95 juta km² dan luas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(ZEEI) 2,55 juta km²). Secara geo-politik Indonesia memiliki peran yang sangat
strategis karena berada di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia,
menempatkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam konteks perdagangan
global (the global supply chain system) yang menghubungkan kawasan Asia-
Pasifik dan Australia.
Laut sebagai wilayah teritorial, merupakan daerah yang menjadi tanggung
jawab sepenuhnya negara yang bersangkutan dengan penerapan hukum yang
berlaku di wilayahnya yaitu hukum nasional negara yang bersangkutan. Lautan
yang membentang luas dengan posisi untuk menghubungkan wilayah daratan satu
dengan yang lain memungkinkan berlakunya hukum yang berbeda, disadari atau
tidak pada dasarnya setiap insan manusia mempunyai hak untuk menikmati
kekayaan yang terkandung didalamnya, namun masalahnya sekarang ialah
bagaimana ketentuan yang mengatur masalah prosedur pemanfaatan kekayaan
tersebut.
Namun, nyatanya hal itu belum cukup untuk membuat negara Indonesia
mendapatkan gelar pengekspor nomer 1 di ASEAN. ini disebabkan masih
maraknya kegiatan ilegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal) di perairan
Indonesia.
Praktek penangkapan ikan secara illegal merupakan tindak kriminal lintas
negara yang terorganisir dan telah menyebabkan kerusakan serius bagi Indonesia
dan negara – negara di kawasan lainnya. Selain merugikan secara ekonomi, sosial,
dan ekologi, praktik ini merupakan tindakan yang melemahkan kedaulatan wilayah
suatu bangsa. Kegiatan Illegal fishing yang paling sering terjadi di wilayah
pengelolaan perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal- kapal ikan asing
(KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga. Tindakan kapal nelayan asing
yang memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa izin serta mengeksploitasi
kekayaan alam di dalamnya adalah pelanggaran terhadap kedaulatan Indonesia.
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa illegal
fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di ZEE (Exlusive Economic Zone) dan juga
cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state).
4
Berdasarkan Data Badan Pangan Dunia atau FAO (Food and Agriculture
Organization) 2008, diperkirakan sebanyak 5.400 kapalnelayan asing yang
kebanyakan dilakukanoleh para nelayan dari Thailand, Filipina, Vietnam,
Malaysia, Kamboja, Myanmar, China, Korea, Taiwan, dan Panama telah
melakukan illegal fishing di wilayah perairan laut Indonesia. Adapun potensi
kerugian yang dialami oleh Indonesia diperkirakan sebesar 1 juta ton/tahun atau
setara dengan Rp. 30 triliun/tahun, yang berlangsung sejak pertengahan 1980- an.
Untuk memberantas praktik illegal fishing tersebut, Presiden Joko Widodo
telah memerintahkan agar petugas pengawas di lapangan dapat bertindak tegas, jika
perlu dengan menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan
Indonesia. Hal ini tentunya dilakukan sesuai dengan aturan dan prosedur yang
berlaku, diantaranya adalah mengamankan terlebih dahulu para awak kapal
sebelum melakukan penenggelaman kapal, agar tidak menimbulkan permasalahan
baru dan menuai kecaman internasional. Jokowi mengatakan bahwa diperkirakan
ada ribuan pelaku illegal fishing di laut Indonesia yang mana mengakibatkan
Indonesia mengalami kerugian ratusan triliun rupiah setiap tahunnya. Tindakan
tersebut merupakan salah satu kewajiban Negara untuk mengamankan kekayaan
alam dan laut Indonesia, yang merupakan amanat Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri Kelautan dan Perikanan periode tahun 2014 – 2019, Susi Pudjiastuti
langsung melaksanakan perintah tersebut. Selama menjabat, Susi dikenal sangat
giat dalam memberantas penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di laut Indonesia.
Ia tak segan-segan memerintahkan penenggelaman kapal terutama milik asing yang
terbukti mencuri ikan di perairan Indonesia. Dalam rentang waktu November 2014
hingga Agustus 2018, sebanyak 488 kapal pencuri ikan ditenggelamkan Kapal
berbendera Vietnam paling banyak ditenggelemkan yaitu sebanyak 276 kapal,
diikuti Filipina (90), Thailand (50), Malaysia (41), Indonesia (26), Papua
Nugini (2), Tiongkok (1), Belize (1), dan tanpa negara (1). Selama dua tahun
kebijakan tersebut diterapkan, stok ikan Indonesia bertambah 5,4 juta ton atau
sekitar 76%. Pada tahun 2018, stok ikan mencapai 13,1 juta ton, lebih tinggi dari
tahun 2015 yang hanya sebanyak 7,3 juta ton. Kebijakan tegas dalam memerangi
pencurian ikan oleh Susi Pudjiastuti juga berdampak pada meningkatnya ekspor
ikan Indonesia.
Langkah Susi menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan mendapat respon
positif dan negatif dari berbagai pihak. Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Luhut Panjaitan yang merupakan bagian dari kabinet Jokowi sendiri
mengkritik kebijakan Susi soal penenggelaman kapal. Luhut meminta Susi untuk
fokus meningkatkan ekspor perikanan Indonesia. Pernyataan ini didukung pula
oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta Susi melelang kapal pencuri ikan
ketimbang menenggelamkannya. Susi tetap bergeming dan mengatakan
langkahnya sudah sesuai dengan undang-undang serta dampaknya terasa dengan
meningkatnya produktivitas perikanan. Susi enggan menggunakan metode lelang
kapal karena berpotensi dibeli kembali oleh pencuri ikan dengan harga yang murah.
5
Penenggelaman kapal juga dikritik menjadi penyebab kerusakan lingkungan.
Susi menjelaskan bahwa kapal-kapal yang ditenggelemkan akan menjadi terumbu
karang. Selain itu, lokasi penenggelaman juga dipilih di area yang tidak ada
terumbu karangnya dan kapal-kapal tersebut sudah dibersihkan dari benda yang
berpotensi merusak lingkungan. Di luar negeri, kebijakan Susi mendapatkan
apresiasi seperti dari WWF Internasional yang menganugerahinya 'Leaders for a
Living Planet Awards' atas komitmennya untuk menjaga keberlanjutan sumber
daya kelautan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang melatar belakangi Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan
penenggelaman kapal asing pelaku tindak pidana illegal fishing di
Indonesia?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui Apa yang melatar belakangi Pemerintah Indonesia
menerapkan kebijakan penenggelaman kapal asing pelaku tindak pidana
illegal fishing di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Perbuatan-perbuatan Apa saja yang Termasuk Tindak
Pidana Perikanan Menurut UU No. 45 Tahun 2009.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Kriteria Kapal yang Dapat Dilakukan
Tindakan Pembakaran dan/atau Penenggelaman dalam Tindak Pidana
Perikanan.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
Maka dari itu penegakan hukum untuk pelaku Illegal fishing perlu di
tegakkan. Penegakan hukum itu sendiri dapat diartikan sebagai wilayah hukum
suatu Negara (Yurisdiksi negara) pengertian dari yurisdiksi tersebut adalah:
a. Kedaulatan.
Sovereignty of State kegiatan fundamental suatu Negara terhadap orang, benda,
wilayah Negara dan lainnyan demi pertumbuhan kelangsungan hidup suatu Negara,
kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi yang terdapat pada suatu Negara.
Dan illegal fishing telah di atur di Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 pasal 27
ayat 2 tentang perikanan yang berbunyi:
8
kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup nelayan, pembudidaya ikan, dan/atau
pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan dan bahwa kelestarian sumber
daya ikan dan lingkungannya perlu dibina.
Bidang kelautan dan perikanan memiliki permasalahan yang kompleks
karena keterkaitannya dengan banyak sektor dan juga sensitif terhadap interaksi
terutama dengan aspek lingkungan. Terdapat berbagai isu pengelolaan perikanan
laut di Indonesia yang berpotensi mengancam kelestarian sumber daya ikan dan
lingkungan, keberlanjutan mata pencaharian masyarakat di bidang perikanan,
ketahanan pangan, dan pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari pemanfaatan
sumber daya perikanan.
Namun pada kenyataannya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan saat ini masih belum mampu mengantisipasi perkembangan
teknologi serta perkembangan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan
pemanfaatan potensi sumber daya ikan dan belum dapat menjawab permasalahan
tersebut.
“benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak
pidana perikanan dapat dirampas untuk Negara atau dimusnahkan setelah mendapat
persetujuan ketua pengadilan negeri, dan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam
KUHAP”.
9
BAB III
ANALISIS KASUS
10
Menteri Susi mengatakan, pemusnahan kapal dengan cara ditenggelamkan
merupakan hal rutin yang dilakukan Satgas 115. Namun dalam praktiknya, untuk
menghemat waktu dan efisiensi anggaran, eksekusi tersebut dilakukan hanya satu
atau dua kali dalam satu tahun. Menteri Susi mengatakan pemusnahan kapal
perikanan pelaku ilegal fishing sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia
untuk melawan Ilegal, Unreported and Unreguleted (IUU) fishing di Indonesia.
Sikap tegas dilakukan untuk memberikan efek jera terhadap kapal-kapal perikanan
asing yang melintasi perairan Indonesia.
Walaupun begitu, penenggelaman kapal juga tetap harus sesuai dengan
Standard Operating Procedure tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan, dan diundangkan pada Juli 2017. Ruang lingkupnya meliputi
pengumpulan dan analisis data dan informasi serta penetapan daerah operasi,
penyelidikan di darat, laut, dan udara pada daerah operasi, penyidikan, penuntutan,
upaya hukum, dan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap, penganggaran. Berikut SOP soal eksekusi penenggelaman kapal asing
berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37/PERMEN-KP/2017
tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas
Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing). Untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 69 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu tindakan khusus
berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing
dengan dasar bukti pemulaan yang cukup dapat dilakukan setelah memenuhi:
11
ii. Kapal tidak memungkinkan untuk dibawa ke
pangkalan/pelabuhan/ dinas yang membidangi perikanan,
dengan pertimbangan: Kapal mudah rusak atau
membahayakan; Biaya penarikan kapal tersebut terlalu
tinggi; atau Kapal perikanan mengangkut barang yang
mengandung wabah penyakit menular atau bahan beracun
danberbahaya.
12
"Saran lain dari Greenpeace adalah kapal-kapal itu dapat dimusnahkan di darat
dengan aman," ujarnya. Arifsay menambahkan Greenpeace juga sudah
menyampaikan saran langsung ke KKP untuk segera membakukan prosedur
penenggelaman dan pemusnahan kapal ikan secara aman, termasuk melakukan
kajian dampak di titik-titik penenggelaman yang sudah dilakukan.
Lalu Efektifkah kebijakan penenggelaman kapal ini?. Direktur National
Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengkritik kebijakan penenggelaman
kapal yang dinilainya tidak efektif karena pihak yang dituding melakukan
pencurian ikan masih sering lewat di perairan Indonesia.
"Kalau saya lihat tidak efektif. Efektif itu bukan hanya soal tidak ada pencurian
lagi, tapi berkembang nggak industri perikanan kita? Kan nggak," kata Siswanto.
Siswanto menyoroti data volume ekspor ikan yang rendah, meski menteri KKP
membanggakan kenaikan nilai ekspor dan mengklaim kenaikan stok ikan setelah
kebijakan menenggelamkan kapal. Menurut data KKP, sepanjang tahun 2012
hingga 2017, volume ekspor turun 2,53 persen per tahun, sementara volume impor
naik 2,30 persen per tahun. Volume Ekspor-Impor Hasil Perikanan tahun 2012
sampai 2017. Di sisi lain, nilai ekspor memang naik 3,6 persen per tahun karena
meningkatnya harga ekspor dan produk yang memiliki nilai tambah. Siswanto
menyebut perkembangan industri perikanan tangkap di Indonesia terhambat karena
terbatasnya armada laut Indonesia yang mampu menangkap ikan dalam jumlah
besar. Oleh sebab itu, Siswanto menyarankan KKP untuk tidak menenggelamkan
kapal, tapi meminta pemilik kapal asing untuk membayar denda dalam jumlah besar
sebagai sanksi telah melewati perairan Indonesia. Uang denda itu, ujarnya, bisa
digunakan untuk membeli kapal-kapal ikan berkapasitas besar untuk digunakan
nelayan Indonesia berlayar di laut lepas.
Namun Susi menyebut kebijakan penenggelaman kapal sebetulnya sudah
efektif di awal-awal. Hanya saja, dua tahun belakangan ini timbul wacana
pelelangan kapal yang membuat pemilik kapal asing melakukan banding. Wacana
lelang ini juga sempat disinggung oleh Menko Maritim Luhut Pandjaitan yang
menyarankan KKP untuk tidak menenggelamkan kapal, tapi melelang. Wacana itu,
kata Susi, membuat kapal-kapal asing jadi lebih berani dan agresif memasuki
perairan Indonesia. Ia menekankan pentingnya pemerintah bersikap tegas untuk
menghukum para nelayan ilegal. Sebelumnya, Susi menyebut pelelangan kapal
adalah kebijakan yang merugikan dan akan ada potensi kapal itu digunakan lagi
untuk tindakan serupa. Susi juga bersikeras bahwa kebijakannya telah berkontribusi
positif pada peningkatan stok ikan di Indonesia. Terkait data yang menunjukkan
penurunan volume ekspor hasil perikanan, Susi menyebut itu terjadi karena hasil
yang ditangkap semakin berkualitas.
Namun pada akhirnya tindakan tegas Menteri Susi tersebut pada akhirnya
membuahkan hasil, produksi perikanan pada kuartal III 2015 sebanyak 5.363.274
ton. Selanjutnya, produksi perikanan kembali mengalami kenaikan 5.24 persen
menjadi 5.664.326 ton pada 2016. Kenaikan kembali terjadi 8,51 persen di periode
13
yang sama 2017 yaitu sebesar 6.124.522 ton. Di kuartal III 2018, produksi
perikanan kembali meningkat 1,93 persen yaitu mencapai 6.242.846 ton. Indonesia
pun kini menjadi negara penghasil tuna terbesar di dunia, dengan total sumbangan
16 persen dari produksi global dengan tangkapan tahunan di perkirakan sekitar 5
miliar dollar AS atau sekita Rp 71 triliun (Kurs RP 14.200 per dollar AS).
14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat berdasarkan uraian dan pembahasan terhadap
pokok permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia, oleh karena itu potensi Sumber Daya Hayati
laut yang terbesar adalah perikanan. Maka dari itu Pemerintah Indonesia
melindungi hal tersebut dengan cara membuat Undang Undang tentang Perikanan
tahun 2004, namun Undang Undang ini masih memiliki beberapa kelemahan.
Sehingga mendapat revisi perubahan Undang Undang tahun 2004 menjadi UU No
45/2009 tentang perikanan.
Lalu pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo UU No 45/2009
dimanfaatkan dengan baik oleh Menteri Perikanan dan Kelautan, Dr. (H.J) Susi
Pudjiastuti dengan kebijakan melakukan penenggelaman kapal ikan yang
melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Hal ini membuat para nelayan
asing yang hendak melakukan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia
berkurang secara signifikan. Dan akhirnya membuat hasil produksi perikanan di
Indonesia meningkat
B. Saran
a) Penerapan kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti yang melakukan
Penenggelaman Kapal Ikan Asing yang berbuat Illegal Fishing di wilayah
perairan Indonesia, terbukti dapat mengurangi kerugian yang dialami oleh
negara di sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Juga meningkatkan
produktivitas hasil laut Indonesia yang akhirnya berdampak pada naiknya
devisa negara. Sehingga diharapkan kebijakan ini dapat kembali diterapkan
pada masa Pemerintahan yang sekarang
15
16
Daftar Pustaka
Ambari, M. (2019, juli 7). Penenggelaman Tidak Membuat Jera Kapal Asing Pencuri Ikan.
Kenapa? Retrieved from mongabay:
https://www.mongabay.co.id/2019/05/07/penenggelaman-tidak-membuat-
jera-kapal-asing-pencuri-ikan-kenapa/
Azanella, L. A. (2019, mei 6). Penenggelaman Kapal Tak Rusak Lingkungan, Ini
Penjelasan Susi Pudjiastuti. Retrieved from kompas:
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/06/13012491/penenggelaman-
kapal-tak-rusak-lingkungan-ini-penjelasan-susi-pudjiastuti
Marta, C. W. (2019, Mei 4). Menteri Susi kembali tenggelamkan kapal: 'Ini way out yang
sangat cantik untuk bangsa kita, menakutkan untuk bangsa lainnya'. Retrieved
from bbc: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48131222
Pratama, A. M. (2019, juli 5). Menteri Susi, Dari Tenggelamkan Kapal hingga Jadi Model
Dadakan. Retrieved from kompas:
https://money.kompas.com/read/2019/07/05/054621926/menteri-susi-dari-
tenggelamkan-kapal-hingga-jadi-model-dadakan?page=all
Putra, D. A. (2019, Oktober 7). Menteri Susi Tenggelamkan 4 Kapal Asing Vietnam di
Natuna. Retrieved from liputan6:
www.liputan6.com/bisnis/read/4080556/menteri-susi-tenggelamkan-4-kapal-
asing-vietnam-di-
natuna#:~:text=Secara%20total%2C%20sejak%20Oktober%202019,Vietnam%20
dengan%20berjumlah%20321%20kapal.
Sangkala, W. (2019, Desember 1). Penenggelaman Kapal ala Susi Jangan Diteruskan.
Retrieved from mediaindonesia:
https://mediaindonesia.com/nusantara/274936/penenggelaman-kapal-ala-susi-
jangan-diteruskan
17