Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PANCASILA

“KEBIJAKAN PELEDAKAN KAPAL DAN


PENENGGELAMAN KAPAL”

Disusun Oleh :
Desi Yupianing Kurniawati (04)
Mochammad Khoirur Rizqy (14)
Raka Nanjarsyah Pratama (21)
Rizqy Akbar (23)

POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA.


TAHUN PELAJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kebijakan
Peledakan Kapal dan Penenggelaman Kapal” ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalh ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahwa kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pelayaran.

Surabaya, 18 Januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4


A. Latar Belakang......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 6
C. Tujuan ..................................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 7
BAB III ANALISIS KASUS ..................................................................................................... 10
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau dan
luas perairan laut 5,8 juta km² (terdiri dari luas laut teritorial 0,3 juta km², luas
perairan kepulauan 2,95 juta km² dan luas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(ZEEI) 2,55 juta km²). Secara geo-politik Indonesia memiliki peran yang sangat
strategis karena berada di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia,
menempatkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam konteks perdagangan
global (the global supply chain system) yang menghubungkan kawasan Asia-
Pasifik dan Australia.
Laut sebagai wilayah teritorial, merupakan daerah yang menjadi tanggung
jawab sepenuhnya negara yang bersangkutan dengan penerapan hukum yang
berlaku di wilayahnya yaitu hukum nasional negara yang bersangkutan. Lautan
yang membentang luas dengan posisi untuk menghubungkan wilayah daratan satu
dengan yang lain memungkinkan berlakunya hukum yang berbeda, disadari atau
tidak pada dasarnya setiap insan manusia mempunyai hak untuk menikmati
kekayaan yang terkandung didalamnya, namun masalahnya sekarang ialah
bagaimana ketentuan yang mengatur masalah prosedur pemanfaatan kekayaan
tersebut.
Namun, nyatanya hal itu belum cukup untuk membuat negara Indonesia
mendapatkan gelar pengekspor nomer 1 di ASEAN. ini disebabkan masih
maraknya kegiatan ilegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal) di perairan
Indonesia.
Praktek penangkapan ikan secara illegal merupakan tindak kriminal lintas
negara yang terorganisir dan telah menyebabkan kerusakan serius bagi Indonesia
dan negara – negara di kawasan lainnya. Selain merugikan secara ekonomi, sosial,
dan ekologi, praktik ini merupakan tindakan yang melemahkan kedaulatan wilayah
suatu bangsa. Kegiatan Illegal fishing yang paling sering terjadi di wilayah
pengelolaan perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal- kapal ikan asing
(KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga. Tindakan kapal nelayan asing
yang memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa izin serta mengeksploitasi
kekayaan alam di dalamnya adalah pelanggaran terhadap kedaulatan Indonesia.
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa illegal
fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di ZEE (Exlusive Economic Zone) dan juga
cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state).

4
Berdasarkan Data Badan Pangan Dunia atau FAO (Food and Agriculture
Organization) 2008, diperkirakan sebanyak 5.400 kapalnelayan asing yang
kebanyakan dilakukanoleh para nelayan dari Thailand, Filipina, Vietnam,
Malaysia, Kamboja, Myanmar, China, Korea, Taiwan, dan Panama telah
melakukan illegal fishing di wilayah perairan laut Indonesia. Adapun potensi
kerugian yang dialami oleh Indonesia diperkirakan sebesar 1 juta ton/tahun atau
setara dengan Rp. 30 triliun/tahun, yang berlangsung sejak pertengahan 1980- an.
Untuk memberantas praktik illegal fishing tersebut, Presiden Joko Widodo
telah memerintahkan agar petugas pengawas di lapangan dapat bertindak tegas, jika
perlu dengan menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan
Indonesia. Hal ini tentunya dilakukan sesuai dengan aturan dan prosedur yang
berlaku, diantaranya adalah mengamankan terlebih dahulu para awak kapal
sebelum melakukan penenggelaman kapal, agar tidak menimbulkan permasalahan
baru dan menuai kecaman internasional. Jokowi mengatakan bahwa diperkirakan
ada ribuan pelaku illegal fishing di laut Indonesia yang mana mengakibatkan
Indonesia mengalami kerugian ratusan triliun rupiah setiap tahunnya. Tindakan
tersebut merupakan salah satu kewajiban Negara untuk mengamankan kekayaan
alam dan laut Indonesia, yang merupakan amanat Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Menteri Kelautan dan Perikanan periode tahun 2014 – 2019, Susi Pudjiastuti
langsung melaksanakan perintah tersebut. Selama menjabat, Susi dikenal sangat
giat dalam memberantas penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di laut Indonesia.
Ia tak segan-segan memerintahkan penenggelaman kapal terutama milik asing yang
terbukti mencuri ikan di perairan Indonesia. Dalam rentang waktu November 2014
hingga Agustus 2018, sebanyak 488 kapal pencuri ikan ditenggelamkan Kapal
berbendera Vietnam paling banyak ditenggelemkan yaitu sebanyak 276 kapal,
diikuti Filipina (90), Thailand (50), Malaysia (41), Indonesia (26), Papua
Nugini (2), Tiongkok (1), Belize (1), dan tanpa negara (1). Selama dua tahun
kebijakan tersebut diterapkan, stok ikan Indonesia bertambah 5,4 juta ton atau
sekitar 76%. Pada tahun 2018, stok ikan mencapai 13,1 juta ton, lebih tinggi dari
tahun 2015 yang hanya sebanyak 7,3 juta ton. Kebijakan tegas dalam memerangi
pencurian ikan oleh Susi Pudjiastuti juga berdampak pada meningkatnya ekspor
ikan Indonesia.
Langkah Susi menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan mendapat respon
positif dan negatif dari berbagai pihak. Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Luhut Panjaitan yang merupakan bagian dari kabinet Jokowi sendiri
mengkritik kebijakan Susi soal penenggelaman kapal. Luhut meminta Susi untuk
fokus meningkatkan ekspor perikanan Indonesia. Pernyataan ini didukung pula
oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta Susi melelang kapal pencuri ikan
ketimbang menenggelamkannya. Susi tetap bergeming dan mengatakan
langkahnya sudah sesuai dengan undang-undang serta dampaknya terasa dengan
meningkatnya produktivitas perikanan. Susi enggan menggunakan metode lelang
kapal karena berpotensi dibeli kembali oleh pencuri ikan dengan harga yang murah.

5
Penenggelaman kapal juga dikritik menjadi penyebab kerusakan lingkungan.
Susi menjelaskan bahwa kapal-kapal yang ditenggelemkan akan menjadi terumbu
karang. Selain itu, lokasi penenggelaman juga dipilih di area yang tidak ada
terumbu karangnya dan kapal-kapal tersebut sudah dibersihkan dari benda yang
berpotensi merusak lingkungan. Di luar negeri, kebijakan Susi mendapatkan
apresiasi seperti dari WWF Internasional yang menganugerahinya 'Leaders for a
Living Planet Awards' atas komitmennya untuk menjaga keberlanjutan sumber
daya kelautan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang melatar belakangi Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan
penenggelaman kapal asing pelaku tindak pidana illegal fishing di
Indonesia?

2. Seberapah efektifkah penerapan kebijakan peledakan kapal dan


penenggelaman kapal asing?

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui Apa yang melatar belakangi Pemerintah Indonesia
menerapkan kebijakan penenggelaman kapal asing pelaku tindak pidana
illegal fishing di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Perbuatan-perbuatan Apa saja yang Termasuk Tindak
Pidana Perikanan Menurut UU No. 45 Tahun 2009.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Kriteria Kapal yang Dapat Dilakukan
Tindakan Pembakaran dan/atau Penenggelaman dalam Tindak Pidana
Perikanan.

6
BAB II

PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di


dunia yang terdiri dari sekitar 18.306 pulau besar dan kecil dengan panjang garis
pantai kurang lebih 95.181 km² serta wilayah laut seluas 5,8 juta km² (termasuk
Zona EkonomiEksklusif Indonesia). Tiga hal ini menunjukkan bahwa negara
Indonesia merupakan negara maritime terbesar di dunia.11 Dengan kondisi wilayah
yang seperti itu maka wajar jika pembangunan di Indonesia diarahkan untuk
berorientasi Kemaritiman/Kelautan. Wilayah Perairan Indonesia sendiri telah diatur
di UU RI No 6 tahun 1996 Pasal 3 – 10.
Negara Indonesia memang kaya akan hasil lautnya, sehingga banyak orang
atau negara lain yang selalu ingin memiliki dan memburu kekayaan hayati yang ada
di pulau-pulau Indonesia, contohnya saja kekayaan jenis ikan yang ada di Laut
Indonesia.
Potensi sumberdaya hayati laut yang terbesar adalah Perikanan. Perikanan
mempunyai peran penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian
nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan
pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil,
pembudidaya ikan-ikan kecil, dan pihak-pihak pelakuusaha di bidang perikanan.
Hal ini dilakukan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan
ketersediaan sumber daya ikan. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan
yang didefinisikan sebagai segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
Dalam 10 tahun terakhir terlihat adanya kegiatan Eksploitasi dan Eksplorasi
hasil perikanan diIndonesia menunjukan peningkatan yang signifikan.Tetapi selain
berpotensi, kegiatan yang membarengi Eksplorasi di laut adalah kegiatan tindak
pidana perikanan yang sangat merugikan Indonesia.Menurut badan pangan dan
pertanian dunia (FAO),kegiatan tindak pidana perikanan disebut dengan istilah
Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUU Finshing) yang berarti bahwa
penangkapan ikan dilakukan secara secara illegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan.
Kegiatan illegal fishing yang sering terjadi di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) adalah pencurian ikan oleh
Kapal-kapal perikanan asing (KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga
(neighboring countries). Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan selama Ini,
dapat disimpulkan bahwa illegal fishing oleh KIA sebagian besar terjadi di Zona
Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI), dan juga cukup banyak terjadi di Perairan
kepulauan (teresterial waters).

7
Maka dari itu penegakan hukum untuk pelaku Illegal fishing perlu di
tegakkan. Penegakan hukum itu sendiri dapat diartikan sebagai wilayah hukum
suatu Negara (Yurisdiksi negara) pengertian dari yurisdiksi tersebut adalah:

a. Jurisdiksi of legislation atau jurisdiction to prescribe (Kewenang membuat


aturan-aturan hukum untuk mengatur berbagai kepentingan.
b. Jurisdiction to enforce the law (wewenang menegakkan aturan hukum yang
berlaku”).

Kewenangan penegakan hukum bersumber kepada:

a. Kedaulatan.
Sovereignty of State kegiatan fundamental suatu Negara terhadap orang, benda,
wilayah Negara dan lainnyan demi pertumbuhan kelangsungan hidup suatu Negara,
kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi yang terdapat pada suatu Negara.

b. Ketentuan hukum internasional.


The conventional Law / Treaty merupakan kebiasaan internasional atau prinsip
hukum umum, ini merupakan pengakuan oleh suatu Negara yang beradab sehingga
Negara adalah subyek hukum internasional.

Beberapa pengertian yang tertera diatas, dapat ditarik kesimpulan dari


divinisi dari penegakan hukum yaitu : merupakan aktifitas Negara yang didasarkan
kepada Peraturan Internasional yang berlaku sesuai dengan ketentuan, baik
Peraturan Negara Indonesia ataupun Peraturan Internasional, negara itu sendiri
maupun aturan Hukum internasional, dapat ditaati oleh setiap individu dan/atau
Negara yang mengikat dalam perjanjian internasional.

Aturan mengenai prosedur penegakan hukum atas pelaku IUU Fishing di


Laut Pedalaman, Perairan Kepulauan dan Laut Teritorial tidak dibahas secara
khusus dalam UNCLOS 1982. Akan tetapi apabila kita kaji bahwa hak negara lain
atas perairan-perairan tersebut hanyalah Hak Lintas (Lintas Damai untuk Laut
Teritorial dan Lintas ALKI untuk Perairan Kepulauan), maka setiap pelanggaran
atas ketentuan hak lintas tersebut merupakan hak negara pantai (Indonesia) untuk
menegakkanya sesuai peraturan perundang-undangan. Salah satu tindakan yang
melanggar Hak Lintas Damai kapal-kapal negara lain adalah seluruh aktivitas
menangkap ikan UNCLOS 1982 pasal 19 ayat 2.

Dan illegal fishing telah di atur di Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 pasal 27
ayat 2 tentang perikanan yang berbunyi:

“Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan


berbendera asing yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di ZEEI
wajib memiliki SIPI.”

satu pertimbangan dibentuknya undang-undang tersebut yaitu bahwa


pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan
keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan

8
kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup nelayan, pembudidaya ikan, dan/atau
pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan dan bahwa kelestarian sumber
daya ikan dan lingkungannya perlu dibina.
Bidang kelautan dan perikanan memiliki permasalahan yang kompleks
karena keterkaitannya dengan banyak sektor dan juga sensitif terhadap interaksi
terutama dengan aspek lingkungan. Terdapat berbagai isu pengelolaan perikanan
laut di Indonesia yang berpotensi mengancam kelestarian sumber daya ikan dan
lingkungan, keberlanjutan mata pencaharian masyarakat di bidang perikanan,
ketahanan pangan, dan pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari pemanfaatan
sumber daya perikanan.
Namun pada kenyataannya, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan saat ini masih belum mampu mengantisipasi perkembangan
teknologi serta perkembangan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan
pemanfaatan potensi sumber daya ikan dan belum dapat menjawab permasalahan
tersebut.

Melihat beberapa kelemahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor


31 Tahun 2004 tentang Perikanan di atas. Pemerintah memutuskan merevisi
perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 menjadi Undang Undang
Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, yang meliputi:
a. Pertama, mengenai pengawasan dan penegakan hukum menyangkut
masalah mekanisme koordinasi antarinstansi penyidik dalam penanganan
penyidikan tindak pidana di bidang perikanan, penerapan sanksi (pidana
atau denda), hukum acara, terutama mengenai penentuan batas waktu
pemeriksaan perkara, dan fasilitas dalam penegakan hukum di bidang
perikanan, termasuk kemungkinan penerapan tindakan hukum berupa
penenggelaman kapal asing yang beroperasi di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia.
b. Kedua, masalah pengelolaan perikanan antara lain kepelabuhana perikanan,
konservasi, perizinan, dan kesyahbandaran.
c. Ketiga, diperlukan perluasan yurisdiksi pengadilan perikanan sehingga
mencakup seluruh wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia.

Dan pada masa Pemerintahan Jokowi, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009


dimanfaatkan dengan baik Oleh mentri perikanan dan kelautan Dr. (H.C.) Susi
Pudjiastuti dengan menerapkan kebijakan penenggelaman kapal. Penenggelaman
kapal pelaku ILLEGAL FISHING dilakukan dengan mengacu pada Pasal 76A
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No 31/2004
tentang Perikanan yang berbunyi:

“benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak
pidana perikanan dapat dirampas untuk Negara atau dimusnahkan setelah mendapat
persetujuan ketua pengadilan negeri, dan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam
KUHAP”.

9
BAB III

ANALISIS KASUS

Susi Pudjiastuti ditunjuk sebagai menteri di Kementerian Kelautan dan


Perikanan dalam Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang ditetapkan
secara resmi pada 26 Oktober 2014. Saat ia menjabat sebagai Menteri Kelautan dan
Perikanan, ia dikenal akan kebijakannya yang tegas terhadap penangkapan ikan
ilegal. Namanya bahkan dikaitkan dengan kata "tenggelamkan" yang mengacu
kepada hukuman penenggelaman kapal-kapal asing ilegal di perairan Indonesia.
Ibu Susi Pudjiastuti pernah menerapkan kebijkan yang hampir serupa yaitu
Peledakan kapal asing. Namun upaya ini mendapat kontra dari berbagai pihak salah
satunya Bambang Haryo Soekartono, praktisi dan pemerhati sektor transportasi
logistik, peledakan kapal pada masa menteri Susi Pujiastuti itu melanggar banyak
regulasi. Tindakan itu menyebabkan kerugian besar dari sisi lingkungan hidup dan
ekonomi.
"Dampak negatifnya (peledakan kapal) lebih besar. Akibat tindakan itu, terjadi
pencemaran laut. Sebab banyak unsur anorganik dari serpihan dan bangkai kapal
yang menjadi limbah, seperti bekas bahan ledakan, oli, bahan bakar, plastik dan
sebagainya," kata Bambang Haryo.
Maka dari itu ibu Susi Pudjiastuti merubah kebijakannya yang berawal dari
peledakan kapal asing menjadi penenggelaman kapal asing agar dapat
meminimalisir pencemaran lingkungan. Upaya ini pada akhirnya membuahkan
hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature menunjukkan bahwa kebijakan
agresif Susi terhadap penangkapan ikan ilegal telah mengurangi upaya tangkap
sebesar 25% dan berpotensi menambah jumlah tangkapan sebesar 14% dan
keuntungan sebesar 12%.
Pada 7 Oktober 2019, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi
Pudjiastuti kembali melakukan penenggelaman empat kapal perikanan asing ilegal
milik Vietnam di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Penenggelaman kapal ini
merupakan rangkaian dari pemusnahan sebanyak 21 kapal di Pontianak,
Kalimantan Barat pada Minggu sebelumnya. Menteri Susi mengatakan, tidak hanya
menenggelamkan empat kapal di perairan Natuna, terdapat dua kapal berbendera
Tiongkok yang juga dikandaskan di Selat Lampa. Nantinya dua kapal ini akan
dijadikan sebagai monumen bukti dari kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) dalam membrantas ilegal fishing. Dengan penenggelaman kapal – kapal
tersebut, hingga saat ini, sudah ada 556 kapal yang dimusnahkan sejak Oktober
2014, sebagian besar berasal dari Vietnam dan Filiphina. Datanya, sebanyak 321
kapal berbendera Vietnam, 91 kapal Filipina, 87 kapal Malaysia, 24 kapal Thailand,
Papua Nugini 2 kapal, RRT 3 kapal, Nigeria 1 kapal, Belize 1 kapal, dan Indonesia
26 kapal.

10
Menteri Susi mengatakan, pemusnahan kapal dengan cara ditenggelamkan
merupakan hal rutin yang dilakukan Satgas 115. Namun dalam praktiknya, untuk
menghemat waktu dan efisiensi anggaran, eksekusi tersebut dilakukan hanya satu
atau dua kali dalam satu tahun. Menteri Susi mengatakan pemusnahan kapal
perikanan pelaku ilegal fishing sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia
untuk melawan Ilegal, Unreported and Unreguleted (IUU) fishing di Indonesia.
Sikap tegas dilakukan untuk memberikan efek jera terhadap kapal-kapal perikanan
asing yang melintasi perairan Indonesia.
Walaupun begitu, penenggelaman kapal juga tetap harus sesuai dengan
Standard Operating Procedure tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan, dan diundangkan pada Juli 2017. Ruang lingkupnya meliputi
pengumpulan dan analisis data dan informasi serta penetapan daerah operasi,
penyelidikan di darat, laut, dan udara pada daerah operasi, penyidikan, penuntutan,
upaya hukum, dan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap, penganggaran. Berikut SOP soal eksekusi penenggelaman kapal asing
berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37/PERMEN-KP/2017
tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas
Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing). Untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 69 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu tindakan khusus
berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing
dengan dasar bukti pemulaan yang cukup dapat dilakukan setelah memenuhi:

A. Syarat subyektif dan/atau obyektif, yaitu:

1. Syarat Subyektif, yaitu kapal melakukan manuver yang membahayakan


dan/atau Nakhoda/ABK melakukan perlawanan tindak kekerasan; dan/atau

2. Syarat obyektif terdiri dari:


a. Syarat kumulatif:
i. Kapal berbendera asing dengan semua ABK asing;

ii. TKP (Locus delicti) berada di Wilayah Pengelolaan


Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI);

iii. Tidak mempunyai dokumen apapun dari pemerintah


Republik Indonesia; dan

iv. Dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan atas perintah


pimpinan.

b. Syarat alternatif, yaitu:


i. Kapal tua didukung dengan fakta surat dan/atau tidak
memiliki nilai ekonomis yang tinggi; dan

11
ii. Kapal tidak memungkinkan untuk dibawa ke
pangkalan/pelabuhan/ dinas yang membidangi perikanan,
dengan pertimbangan: Kapal mudah rusak atau
membahayakan; Biaya penarikan kapal tersebut terlalu
tinggi; atau Kapal perikanan mengangkut barang yang
mengandung wabah penyakit menular atau bahan beracun
danberbahaya.

B. Sebelum melakukan tindakan pembakaran dan/atau penenggelaman kapal, dapat


diambil tindakan:

1. Menyelamatkan semaksimal mungkin seluruh ABK kapal perikanan;

2. Menginventarisasi seluruh perlengkapan dan peralatan yang ada pada kapal


perikanan dengan menyebutkan kondisi secara lengkap dan rinci;

3. Mendokumentasikan visual dengan baik menggunakan kamera dan/atau


perekam audio video;

4. Ikan hasil tangkapan kapal perikanan yang dibakar dan/atau


ditenggelamkan tersebut disisihkan untuk kepentingan pembuktian;

5. Membuat Berita Acara Pembakaran dan/atau Penenggelaman Kapal


Perikanan untuk dimasukkan ke dalam berita pelaut oleh instansi yang
bersangkutan.

Namun tindakan Menteri Susi dengan meledakkan kapal mendapat kecaman


dari beberapa pihak. Salah satunya dari Wakil Ketua DPR saat itu, Fadli Zon.
Sehingga metodenya dirubah (Tidak diledakkan). Jika dahulu beberapa kapal
dimusnahkan dengan cara dibakar, kini KKP menggunakan cara penenggelaman.
Menteri Susi mengatakan peledakan biasanya hanya dilakukan pada satu atau
dua kapal untuk menimbulkan efek mengerikan dan efek jera. Itu pun, katanya,
tidak seluruh bagian kapal yang diledakkan. Menurut Susi, cara penenggelaman
kapal lebih unggul karena kapal-kapal itu nantinya bisa jadi rumpun ikan dan diving
site baru. Ia juga memastikan minyak-minyak pada kapal sudah dibersihkan sesuai
prosedur.
Peneliti Greenpeace Indonesia, Arifsay Nasution, mengatakan Greenpeace
mendukung penenggelaman secara aman tanpa ledakan setelah pemerintah
memastikan semua sisa minyak dan B3 lainnya sudah dibersihkan.
Kepada BBC News Indonesia, sehari sebelum penenggelaman kapal di Kalimantan
Barat (03/05), ia menjelaskan bahwa kapal harus ditenggelamkam pada lokasi yang
aman juga pada kedalaman yang cukup, tidak mengganggu pelayaran, tidak
menghancurkan terumbu karang, dan bisa jadi rumpon ikan bagi nelayan pesisir.

12
"Saran lain dari Greenpeace adalah kapal-kapal itu dapat dimusnahkan di darat
dengan aman," ujarnya. Arifsay menambahkan Greenpeace juga sudah
menyampaikan saran langsung ke KKP untuk segera membakukan prosedur
penenggelaman dan pemusnahan kapal ikan secara aman, termasuk melakukan
kajian dampak di titik-titik penenggelaman yang sudah dilakukan.
Lalu Efektifkah kebijakan penenggelaman kapal ini?. Direktur National
Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengkritik kebijakan penenggelaman
kapal yang dinilainya tidak efektif karena pihak yang dituding melakukan
pencurian ikan masih sering lewat di perairan Indonesia.
"Kalau saya lihat tidak efektif. Efektif itu bukan hanya soal tidak ada pencurian
lagi, tapi berkembang nggak industri perikanan kita? Kan nggak," kata Siswanto.
Siswanto menyoroti data volume ekspor ikan yang rendah, meski menteri KKP
membanggakan kenaikan nilai ekspor dan mengklaim kenaikan stok ikan setelah
kebijakan menenggelamkan kapal. Menurut data KKP, sepanjang tahun 2012
hingga 2017, volume ekspor turun 2,53 persen per tahun, sementara volume impor
naik 2,30 persen per tahun. Volume Ekspor-Impor Hasil Perikanan tahun 2012
sampai 2017. Di sisi lain, nilai ekspor memang naik 3,6 persen per tahun karena
meningkatnya harga ekspor dan produk yang memiliki nilai tambah. Siswanto
menyebut perkembangan industri perikanan tangkap di Indonesia terhambat karena
terbatasnya armada laut Indonesia yang mampu menangkap ikan dalam jumlah
besar. Oleh sebab itu, Siswanto menyarankan KKP untuk tidak menenggelamkan
kapal, tapi meminta pemilik kapal asing untuk membayar denda dalam jumlah besar
sebagai sanksi telah melewati perairan Indonesia. Uang denda itu, ujarnya, bisa
digunakan untuk membeli kapal-kapal ikan berkapasitas besar untuk digunakan
nelayan Indonesia berlayar di laut lepas.
Namun Susi menyebut kebijakan penenggelaman kapal sebetulnya sudah
efektif di awal-awal. Hanya saja, dua tahun belakangan ini timbul wacana
pelelangan kapal yang membuat pemilik kapal asing melakukan banding. Wacana
lelang ini juga sempat disinggung oleh Menko Maritim Luhut Pandjaitan yang
menyarankan KKP untuk tidak menenggelamkan kapal, tapi melelang. Wacana itu,
kata Susi, membuat kapal-kapal asing jadi lebih berani dan agresif memasuki
perairan Indonesia. Ia menekankan pentingnya pemerintah bersikap tegas untuk
menghukum para nelayan ilegal. Sebelumnya, Susi menyebut pelelangan kapal
adalah kebijakan yang merugikan dan akan ada potensi kapal itu digunakan lagi
untuk tindakan serupa. Susi juga bersikeras bahwa kebijakannya telah berkontribusi
positif pada peningkatan stok ikan di Indonesia. Terkait data yang menunjukkan
penurunan volume ekspor hasil perikanan, Susi menyebut itu terjadi karena hasil
yang ditangkap semakin berkualitas.
Namun pada akhirnya tindakan tegas Menteri Susi tersebut pada akhirnya
membuahkan hasil, produksi perikanan pada kuartal III 2015 sebanyak 5.363.274
ton. Selanjutnya, produksi perikanan kembali mengalami kenaikan 5.24 persen
menjadi 5.664.326 ton pada 2016. Kenaikan kembali terjadi 8,51 persen di periode

13
yang sama 2017 yaitu sebesar 6.124.522 ton. Di kuartal III 2018, produksi
perikanan kembali meningkat 1,93 persen yaitu mencapai 6.242.846 ton. Indonesia
pun kini menjadi negara penghasil tuna terbesar di dunia, dengan total sumbangan
16 persen dari produksi global dengan tangkapan tahunan di perkirakan sekitar 5
miliar dollar AS atau sekita Rp 71 triliun (Kurs RP 14.200 per dollar AS).

14
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat berdasarkan uraian dan pembahasan terhadap
pokok permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah Indonesia merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia, oleh karena itu potensi Sumber Daya Hayati
laut yang terbesar adalah perikanan. Maka dari itu Pemerintah Indonesia
melindungi hal tersebut dengan cara membuat Undang Undang tentang Perikanan
tahun 2004, namun Undang Undang ini masih memiliki beberapa kelemahan.
Sehingga mendapat revisi perubahan Undang Undang tahun 2004 menjadi UU No
45/2009 tentang perikanan.
Lalu pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo UU No 45/2009
dimanfaatkan dengan baik oleh Menteri Perikanan dan Kelautan, Dr. (H.J) Susi
Pudjiastuti dengan kebijakan melakukan penenggelaman kapal ikan yang
melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Hal ini membuat para nelayan
asing yang hendak melakukan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia
berkurang secara signifikan. Dan akhirnya membuat hasil produksi perikanan di
Indonesia meningkat

B. Saran
a) Penerapan kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti yang melakukan
Penenggelaman Kapal Ikan Asing yang berbuat Illegal Fishing di wilayah
perairan Indonesia, terbukti dapat mengurangi kerugian yang dialami oleh
negara di sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Juga meningkatkan
produktivitas hasil laut Indonesia yang akhirnya berdampak pada naiknya
devisa negara. Sehingga diharapkan kebijakan ini dapat kembali diterapkan
pada masa Pemerintahan yang sekarang

b) Jika kebijakan ini akhirnya kembali diterapkan di masa pemerintahan yang


sekarang, diharapkan Pemerintah dapat melakukan penyempurnaan dan
evaluasi terhadap kebijakan ini. Salah satunya adalah pengelolaan anggaran
yang digunakan dalam melakukan kebijakan ini dan juga pengelolaan
bangkai-bangkai kapal yang ditenggelamkan agar tidak malah mencemari
lingkungan perairan laut di Indonesia.

15
16
Daftar Pustaka

Ambari, M. (2019, juli 7). Penenggelaman Tidak Membuat Jera Kapal Asing Pencuri Ikan.
Kenapa? Retrieved from mongabay:
https://www.mongabay.co.id/2019/05/07/penenggelaman-tidak-membuat-
jera-kapal-asing-pencuri-ikan-kenapa/

Azanella, L. A. (2019, mei 6). Penenggelaman Kapal Tak Rusak Lingkungan, Ini
Penjelasan Susi Pudjiastuti. Retrieved from kompas:
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/06/13012491/penenggelaman-
kapal-tak-rusak-lingkungan-ini-penjelasan-susi-pudjiastuti

Elnizar, N. E. (2017, 16 October Kamis). Begini Penjelasan Hukum atas Penenggelaman


Kapal Terlibat Illegal Fishing. Retrieved from hukumonline:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59f149581edd7/begini-
penjelasan-hukum-atas-penenggelaman-kapal-terlibat-illegal-fishing

Marta, C. W. (2019, Mei 4). Menteri Susi kembali tenggelamkan kapal: 'Ini way out yang
sangat cantik untuk bangsa kita, menakutkan untuk bangsa lainnya'. Retrieved
from bbc: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48131222

Pratama, A. M. (2019, juli 5). Menteri Susi, Dari Tenggelamkan Kapal hingga Jadi Model
Dadakan. Retrieved from kompas:
https://money.kompas.com/read/2019/07/05/054621926/menteri-susi-dari-
tenggelamkan-kapal-hingga-jadi-model-dadakan?page=all

Putra, D. A. (2019, Oktober 7). Menteri Susi Tenggelamkan 4 Kapal Asing Vietnam di
Natuna. Retrieved from liputan6:
www.liputan6.com/bisnis/read/4080556/menteri-susi-tenggelamkan-4-kapal-
asing-vietnam-di-
natuna#:~:text=Secara%20total%2C%20sejak%20Oktober%202019,Vietnam%20
dengan%20berjumlah%20321%20kapal.

Sangkala, W. (2019, Desember 1). Penenggelaman Kapal ala Susi Jangan Diteruskan.
Retrieved from mediaindonesia:
https://mediaindonesia.com/nusantara/274936/penenggelaman-kapal-ala-susi-
jangan-diteruskan

17

Anda mungkin juga menyukai