Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)


DI RUANG PERINATOLOGI RSUD MOCH. ANSARI SALEH
BANJARMASIN

Disusun Oleh :
I Gusti Ngurah Kasdiana Putra
113063J120085

Preseptor Akademik :
Ns. Selly Kresna Dewi, S. Kep, Sp. Mat

Preseptor Klinik :
Sam’ah, S. Kep., Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN X


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN PRESEPTOR

Laporan Pendahuluan BBLR disusun oleh I Gusti Ngurah Kasdiana Putra, S. Kep,
NIM 113063J120085. Laporan Pendahuluan ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Preseptor Akademik dan Preseptor Klinik.

Banjarmasin, Januari 2021

Preseptor Lahan Preseptor Akademik

Sam’ah, S. Kep., Ners Ns.Selly Kresna Dewi. S.Kep, M.Kep Sp. Kep, Mat

Mengetahui
Kaprodi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners STIKES Suaka Insan Banjarmasin

Sr.Margaretha Martini, SPC, BSN, MSN


I. Konsep Dasar Penyakit
1.1 Definisi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya
kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang
dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan
lingkungan yang baru sehingga dapat mengakibatkan pada
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat
terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup
bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).

1.2 Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus),
danpenyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal
ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi
janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan
kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion,
plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar
(sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain :
tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat
beracun.

1.3 Manifesasi Klinis


Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri
Bayi BBLR :
a. Berat kurang dari 2500 gram
b. Panjang kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
f. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
g. Kepala lebih besar
h. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
i. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
j. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif
pada lengan dan sikunya
k. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
l. Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit
mengkilap, telapak kaki halus.
m. Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak
efektif dan tangisnya lemah.
n. Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit

1.4 Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan
semakin tinggi resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek
pada masalah gizi.
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam
tubuh sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti
zat besi, kalsium, fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu
terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai
potensi terhadap peningkatan hipoglikemia, anemia dan lain-lain.
Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang terutama pada bayi BBLR
Prematur.
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm
mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan
untuk mencerna dan mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan
bayi aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan,
koordinasi antara refleks hisap dan menelan belum berkembang
dengan baik sampai kehamilan 32-34 minggu, padahal bayi BBLR
kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena target pencapaian BB nya
lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan buruknya
motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan
kebutuhan kalori yang meningkat.
e. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh tidak
sebanding dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah
kulit. Kehilangan panas ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.
(Proverawati, 2010)
1.5 Komplikasi
1.6 Collaborative Care Management
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir
rendah menurut Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai
berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan
badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat
di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam
rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi
air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu perawatan
bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna,
lambung kecil, enzim pecernaan belum matang. Sedangkan
kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB (Berat Badan) dan kalori
110 gr/ kg BB, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat.
Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih
lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit,
tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.  ASI merupakan
makanan yang paling utama, sehingga ASI-lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat
diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau
dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan yang
diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan
tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan
pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya
preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga
tidak terjadi persalinan prematuritas atau BBLR. Dengan demikian
perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau
nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh
sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim
hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak
dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus
dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi
karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka
warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus
muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran
hialin. Pada penyakit ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada
dalam 4 jam bayi harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam
inkubator dada abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi
usaha pernapasan.
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi
berberat badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala
timbul dengan pemeriksaan gula darah secara teratur.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang
menggambarkan reflek dan maturitas fisik untuk menilai reflek
pada bayi tersebut untuk mengetahui apakah bayi itu prematuritas
atau maturitas.
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
merupakan tes pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang
yang lupa mens terakhirnya.
c. Darah rutin, glokosa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
d. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk
melihat bayi lahir tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau dapat atau
diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
II. Rencana Asuhan Keperawatan Anak dengan BBLR
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam
kandungan terganggu.
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan
atau suhu tubuh rendah.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37
minnggu ,berat badan kurang atau sama dengan 2.500 gram,
apgar pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan
yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal
e. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti
DM,TB Paru, tumor kandungan, kista, hipertensi.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik; Data Fokus


1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
120-140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama
jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung
(murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill  (kurang dari 2-3 detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung,
penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, interkostal;
frekuensi dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-
60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing
atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut
bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah
(jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah,
warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks
menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia,
hipospadia, urin (jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi,
refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi
atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala
kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga
belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu
lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda
lahir, lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit
kering, halus, terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau
kurang dari 2500 gram, panjang badan sama dengan atau
kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau
kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau
kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut,
keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan
wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada
laki-laki skrotum belum berkembang, tidak menggantung
dan testis belum turun., nilai APGAR pada menit 1 dan
ke 5, kulit keriput.

2.1.3 Diagnosa Keperawatan


Menurut Proverawati (2010), diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada BBLR adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat
pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan
energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan.
c. Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna
nutrisi karena imaturitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis
yang kurang.

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa I : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas
pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot,
penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolik.
2.2.1 Definisi : Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang
tidak memberi ventilasi.
2.2.2 Batasan Karakteristik :
a. Perubahan kedalaman pernapasan
b. Dispneu
c. Bradipnea
d. Pernapasan cuping hidung
e. Takipneu
2.2.3 Faktor yang berhubungan :
a. Ansietas
b. Deformitas dinding dada
c. Imaturitas neurologis

Diagnosa II : Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang


imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan.
2.2.4 Definisi : Penurunan suhu tubuh dibawah
Normal.
2.2.5 Batasan Karakteristik :
a. Akral dingin
b. Bradikardi
c. Penurunan suhu tubuh dibawah kiasaran normal
2.2.6 Faktor yang berhubungan :

Diagnosa III : Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan
mencerna nutrisi karena imaturitas.
2.2.7 Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik.
2.2.8 Batasan Karakteristik :
a. Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
b. Tonus otot menurun
2.2.9 Faktor yang berhubungan :
a. Faktor biologis
b. Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien

2.3 Rencana Tindakan


Diagnosa I : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas
pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot,
penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolik.
2.3.1 Tujuan : Pola napas menjadi efektif
Kriteria Hasil :
a. RR 30-60 x/mnt
b. Sianosis (-)
c. Sesak (-)
d. Ronchi (-)
e. Whezing (-)
2.3.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional
a. Observasi pola Nafas.
b. Observasi frekuensi dan bunyi nafas
c. Observasi adanya sianosis.
d. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
e. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
f. Beri O2 sesuai program dokter
g. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
h. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
i. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya

Diagnosa II : Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang


imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan.
2.3.3 Tujuan : Suhu tubuh dalam rentang normal
Kriteria hasil :
a. Suhu 36-37C.
b. Kulit hangat.
c. Sianosis (-)
d. Ekstremitas hangat
2.3.4 Intervensi dan Rasional
a. Observasi tanda-tanda vital.
b. Tempatkan bayi pada incubator.
c. Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai
kebutuhan.
d. Monitor tanda-tanda Hipertermi.
e. Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu
tubuh.
f. Ganti pakaian setiap basah
g. Observasi adanya sianosis.

Diagnosa III : Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan
mencerna nutrisi karena imaturitas.
2.3.5 Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Reflek hisap dan menelan baik
b. Muntah (-)
c. Kembung (-)
d. BAB lancar
e. Berat badan meningkat 15 gr/hr
f. Turgor elastis
2.3.6 Intervensi dan Rasional
a. Observasi intake dan output.
b. Observasi reflek hisap dan menelan.
c. Beri minum sesuai program
d. Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
e. Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
f. Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
g. Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
h. Timbang BB setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA

Jumiarni.2006. Asuhan Keperawatan Perinatal.Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono.2006.Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal.Jakarta : YBP –SP

Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:

Nuha Medika

Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. (2010). Pedoman Pelayanan

Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jakarta: IDAI

Proverawati, A., Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah.

Yogyakarta: Nuha Medika

Surasmi A., Handayani S., Kusuma H.2005. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.

Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai