Nama lengkap Abu Bakar adalah ‘Abdullah bin ‘Utsman bin Amir bi Amru bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu
nasabnya dengan nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, dan ibu dari abu Bakar
adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim yang berarti
ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya
adalah Abdul Ka’bah (artinya ‘hamba Ka’bah’), yang kemudian diubah oleh Muhammad
menjadi Abdullah (artinya ‘hamba Allah’). Muhammad memberinya gelar Ash-
Shiddiq (artinya ‘yang berkata benar’) setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra
Mi’raj yang diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal
dengan nama “Abu Bakar ash-Shiddiq”.
Memeluk Islam
a. Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia
juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang
mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun,
penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak.
Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para
keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal
ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan
membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.
b. Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M),
Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga
terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak
perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat
setelah Hijrah.
c. Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu
Bakar ditunjuk untuk menjadiimam salat menggantikannya, banyak yang
menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan
posisinya. Bahkan ‘pun setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar
Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi
meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan
musyawarah di kalangan para pemuka
kaum Anshar dan Muhajirindi Madinah, yang akhirnya menghasilkan
penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam ataukhalifah Islam
pada tahun 632 M.
d. Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan.
Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan
menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam
terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi’ah. Di satu sisi kaum Syi’ah percaya
bahwa seharusnyaAli bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang
menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri,
sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk
menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Muhammad
mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara
muslim syi’ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum
dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggal
umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat
terahir. Banyak hadits yang menjadi Referensi dari kaum Sunni maupun
Syi’ah tentang siapa khalifah sepeninggal rasulullah, serta jumlah pemimpin
Islam yang dua belas. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat
masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan
kesetiaannya (berbai’at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya
(Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan
pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung
setia Abu Bakar dan Umar. Sementara kaum syi’ah menggambarkan bahwa
Ali melakukan baiat tersebut secara pro forma, mengingat ia berbaiat setelah
sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia
menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Perang Ridda
Pelestatian Qur’an
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur’an. Dikatakan
bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzab
dalam perang Riddah, banyak para penghafal Al Qur’an yang ikut tewas dalam
pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al
Qur’an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah
dikumpulkan lembaran-lembaran al-Qur’an dari para penghafal al-Qur’an dan tulisan-
tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain
sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar.
setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian
disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian
pada masa pemerintahan Usman bin Affankoleksi ini menjadi dasar penulisan teks al-
Qur’an yang dikenal saat ini.
Kami (para sahabat) pernah menilai orang terbaik di zaman Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam , maka kami dapatkan yang terbaik adalah Abu Bakar Radhiyallahu
anhu , kemudian Umar bin Khattâb Radhiyallahu anhu , kemudian Utsmân bin Affân,
mudah-mudahan Allâh meridhai mereka semua”. [HR. al-Bukhâri, no. 3655]
Bahkan penilaian tersebut di sampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thâlib
Radhiyallahu anhu ketika di tanya oleh putranya Muhammad bin al-Hanafiyyah yang
mengatakan :
َ َِار إِ ْذ َيقُو ُل ل
صاح ِِب ِه اَل َتحْ َزنْ إِنَّ هَّللا َ َم َع َنا ْ ِ ِين َك َفرُوا َثان َِي ْاث َني
ِ ْن إِذ ُه َما فِي ْالغ َ ص َرهُ هَّللا ُ إِ ْذ أَ ْخ َر َج ُه الَّذ ُ إِاَّل َت ْن
َ صرُوهُ َف َق ْد َن
Hal itu ditegaskan dalam hadits yang sangat populer dikalangan kaum
Muslimin:
ﻷصا ِح َب ُك ْم َخلِياًل
َ ُ َو َق ِد ا َّت َخ َذهللا،صاح ِِبي ُ ت ُم َّتخ ًِذا َخلِياًل اَل َّت َخ ْذ
َ َولَ ِك َّن ُه أَخِي َو، ت أَ َبا َب ْك ٍر َخلِياًل ُ لَ ْو ُك ْن
ِي ۖ َوإِنْ ُت ْخفُو َها َو ُت ْؤ ُتو َها ْالفُ َق َرا َء َفه َُو َخ ْي ٌر َل ُك ْم ِ إِنْ ُت ْبدُوا الصَّدَ َقا
َ هWت َف ِن ِع َّما
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali, jika
kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir,
maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. [al-Baqarah/2:271]
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dari jalan ‘Amir asy-Sya’bi
rahimahullah, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar
Radhiyallahu anhu dan Umar Radhiyallahu anhu ketika mereka berdua
berlomba-lomba untuk bersedekah. Umar Radhiyallahu anhu memberikan
setengah hartanya, tiba-tiba Abu Bakar Radhiyallahu anhu memberikan
seluruh kekayaannya dengan mengatakan,”Aku tinggalkan untuk mereka
Allâh dan RasulNya.” Maka Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu
mengatakan :
Selamanya, aku tidak akan dapat mengalahkannya dalam hal apapun [HR
Tirmidzi, no. 3675, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah. Lihat
juga Tafsîr Ibnu Katsîr 1/702]
َف َمنْ أَ ْط َع َم ِم ْن ُك ُم ْال َي ْو َم مِسْ كِي ًنا: َقا َل، أَ َنا: از ًة؟ َقا َل أَبُو َب ْك ٍر
َ َف َمنْ َت ِب َع ِم ْن ُك ُم ْال َي ْو َم َج َن: َقا َل، أَ َنا: صا ِئمًا؟ َقا َل أَبُو َب ْك ٍر
َ َمنْ أَصْ َب َح ِم ْن ُك ُم ْال َي ْو َم
ٍ َمااجْ َت َمعْ َن فِي ا ْم ِر: صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
ئ َ هللا ِ َف َقا َل َرسُو ُل، أَ َنا: َف َمنْ َعادَ ِم ْن ُك ُم ْال َي ْو َم َم ِريضًا َقا َل أَبُو َب ْك ٍر: َقا َل، أَ َنا: َقا َل أَبُو َب ْك ٍر
دَخ َل ْال َج َّن َة
َ إِاَّل
‘Siapakah diantara kalian yang berpuasa hari ini?’ Abu Bakar menjawab,’Saya.’ Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapakah diantara kalian yang telah mengantar
jenazah hari ini?’ Abu Bakar pun menjawab, ‘Saya.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kembali bertanya, ‘Siapakah diantara kalian yang telah memberi makan orang miskin hari
ini?’ Abu Bakar menjawab lagi, ‘Saya.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih bertanya
lagi, ‘Siapakah diantara kalian yang telah menjenguk orang sakit hari ini?’ Abu Bakar pun
menjawab lagi, ‘Saya.’ Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah
amal-amal yang telah disebutkan tadi berkumpul pada satu orang, melainkan ia akan masuk
surga.’. [HR. Muslim, no. 1028]
Inilah ibadah seorang sahabat yang paling mulia, seorang calon penghuni
surga, ternyata beliau Radhiyallahu anhu bukanlah orang yang merasa bebas dalam
ibadah, bahkan keseharian beliau betul-betul mencerminkan seorang figur yang
sangat pantas diteladani dalam ketaatan.
َ َي ْو َم َلي، َمنْ َل َها َي ْو َم ال َّسب ُِع: الذ ْئبُ َف َقا َل ِّ َف ْال َتفَتَ إِلَ ْي ِه، َفأ َ َخ َذ ِم ْن َها َشا ًة َف َطلَ َب ُه الرَّ اعِ ي، ُالذ ْئب ِّ َب ْي َن َما َراع فِي غَ َن ِم ِه َعدَ ا َعلَ ْي ِه
ٍ ْس لَ َها َر
اع ٍ
: ُ َقا َل ال َّناس.ِت ل ِْل َحرْ ث ُ إِ ِّني لَ ْم أُ ْخلَ ْق لِ َه َذا َولَ ِك ِّني ُخلِ ْق: ت ْ َف ْال َت َف َت،ُوق َب َق َر ًة َق ْد َح َم َل َعلَ ْي َها
ْ َ َف َقال،ُت إِلَ ْي ِه َف َكلَّ َم ْته ُ َغي ِْري؟ َو َب ْي َن َما َر ُج ٌل َيس
ِ الخ َّطا
ب َ ُ َو ُع َم ُر بْن، َوأَبُو َب ْك ٍر، َفإِ ِّني أُومِنُ ِب َذل َِك: صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َ ُّ َقا َل ال َّن ِبي،ِ ان هَّللا
َ ُسب َْح
Ketika suatu hari seorang penggembala (dari Bani Israil) sedang bersama kambing
gembalaannya, tiba-tiba seekor serigala datang memangsa seekor kambing,
kemudian si penggembala berhasil merebutnya kembali, maka serigala tersebut
menoleh sambil mengatakan, ‘Punya siapakah kambing-kambing itu nanti pada hari
Sabu’, hari ketika tidak ada yang menggembalakan selainku?’ (Kisah lain) ketika
seseorang sedang menuntun seekor sapi yang telah ia pikulkan beban berat diatas
punggungnya, maka sapi tersebut menoleh dan memprotesnya, ‘Aku tidak diciptakan
untuk pekerjaan ini, aku hanya diciptakan untuk membajak tanah. Maka orang-orang
(yang mendengar kisah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terheran-heran
sambil mengatakan), ‘Subhânallâh, beliaupun bersabda,’Adapun aku, Abu Bakar dan
Umar, maka kami percaya dengan kisah ini.’[HR. al-Bukhâri, no. 3663 dan Muslim,
no. 2388]
Hal ini tidak akan pernah terlupakan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
6. Abu Bakar Radhiyallahu anhu memiliki sifat lemah lembut dan pemaaf
Kisah terfitnahnya ibu kaum beriman ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma putri Abu
Bakar Radhiyallahu anhu adalah bukti hasadnya (kedengkian) orang-orang
munâfiq terhadap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
pengikutnya. Namun merupakan kebesaran Allâh Azza wa Jalla , Dia akan
memuliakan orang-orang yang menjadi hamba-Nya, hingga turunlah ayat
pensucian ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma dari tuduhan tersebut (Surat an-
Nûr/24:11-20), sehingga jikalau terjadi penuduhan dari seseorang setelah
turun ayat tersebut, niscaya kekufurannya terhadap al-Qur’ân semakin jelas.
Ketika terjadi penuduhan, Mishthoh bin Utsatsah adalah seorang yang
terlibat dalam fitnah tersebut, padahal Abu Bakar Radhiyallahu anhu selama
ini yang memberinya nafkah, maka beliau z marah dan bersumpah untuk
tidak memberikan nafkah kembali, hingga turunlah firman Allâh Azza wa Jalla
:
ُّْون أَن
َ يل هَّللا ِ ۖ َو ْل َيعْ فُوا َو ْل َيصْ َفحُوا ۗ أَاَل ُت ِحب َ َواَل َيأْ َت ِل أُولُو ْال َفضْ ِل ِم ْن ُك ْم َوال َّس َع ِة أَنْ ي ُْؤ ُتوا أُولِي ْالقُرْ َب ٰى َو ْال َم َساك
َ ِين َو ْال ُم َها ِج ِر
ِ ين فِي َس ِب
َي ْغف َِر هَّللا ُ لَ ُك ْم ۗ َوهَّللا ُ َغفُو ٌر َرحِي ٌم
َ َف َر َج َع إِلَى مِسْ َط ٍح الَّذِي َك،َبلَى َوهَّللا ِ إِ ِّني أَل ُحِبُّ أَنْ َي ْغف َِر هَّللا ُ لِي
ان يُجْ ِري َعلَ ْي ِه
“Ya, demi Allâh, sungguh aku lebih suka Allâh mengampuni dosaku.”
Kemudian Beliau Radhiyallahu anhu kembali memberikan nafkah kepada
Mishthah. [HR. al-Bukhâri, no. 2661 dan Muslim, no. 2770. Lihat pula Tafsir
Ibnu Katsir, 6/20]
َف َع َسى هللاُ أَنْ َي ْه ِد َي ُه ْم لِإْل ِ سْ اَل ِم،ار ْ َ َ َ ِ ُه ْم َب ُنو ْال َع ِّم َو ْالعَش،َِيا َن ِبيَّ هللا
ِ أ َرى أنْ َتأ ُخ َذ ِم ْن ُه ْم ف ِْد َي ًة َف َت ُكونُ لَ َنا قُوَّ ًة َعلَى ْال ُك َّف،ِيرة
Wahai Nabi Allâh, mereka adalah anak dari paman dan keluarga kita,
aku memandang jikalah engkau mengambil denda dari mereka sehingga
dapat memperkuat kita dalam menghadapi orang kafir, mudah-mudahan
Allâh memberi hidayah mereka agar masuk Islam. [HR. Muslim, no. 1763]
ك األَيَّا َم
َ صلَّى أَبُو َب ْك ٍر ت ِْل َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِلَى أَ ِبي َب ْك ٍر ِبأَنْ ي
ِ ُصلِّ َي ِبال َّن
َ َف: ِوفِ ْي ِه,اس َ َُّفأَرْ َس َل ال َّن ِبي
ُ َو َيأْ َبى هللا، أَ َنا أَ ْولَى: َفإِنِّ ي أَ َخافُ أَنْ َي َت َم َّنى ُم َتمَنٍّ َو َيقُو ُل َقا ِئ ٌل،ب ِك َتابًا
َ َح َّتى أَ ْك ُت، ِ َوأَ َخاك، ِ أَبَاك،ْادعِ ي لِي أَ َبا َب ْك ٍر
ْ َ ُ ْ
َ َوالم ُْؤ ِمن
ون إِ َّل اأ َبا َبك ٍر
Panggilkan Abu Bakar ayahmu, dan juga saudaramu agar aku tuliskan
sebuah wasiat, karena sungguh aku khawatir akan ada orang yang bercita-cita, atau
ada yang mengatkan, ‘Aku lebih berhak,’ sementara Allâh dan orang-orang yang
beriman merasa enggan kecuali hanya kepada Abu Bakar”. [HR. Muslim, no. 2387]