Definisi
endometrium yang paling ringan. Endometritis dapat merupakan lesi primer namun
demikian bisa berkembang secara cepat menjadi peradangan uterus yang berat.
Endometritis dapat terjadi pada induk sapi setelah perkawinan alam dengan
trichomoniasis, dan vibrosis. Infeksi uterus postpartus yang diawali dari kejadian
retensio sekundinae atau karena kelahiran yang sulit (distokia) tanpa penanganan
Infertilitas yang terjadi dapat berbentuk matinya embrio yang masih muda karena
Etiologi
dan penanganan partus yang kurang higienis sehingga banyak kontaminasi bakteri
Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas
foetus) yang terbawa masuk ke dalam uterus pada saat dilakukannya IB atau masuk
pada saat melahirkan dimana serviks dalam keadaan terbuka. Bakteri tersebut dapat
berasal dari lingkungan seperti feses maupun kotoran yang lainnya (Sheldon, 2007).
Patogenesis
dalam vagina, melewati serviks dan mengkontaminasi lumen uterus. Sebagian besar
bakteri ini bersifat kontaminan oportunistik dan bakteri-bakteri ini dieliminasi dari
uterus selama tiga minggu pertama setelah kelahiran dengan adanya kontraksi
cara fagositosis bakteri oleh neutrofil. Beberapa sapi perah mengalami endometritis
pada tiga minggu pertama setelah partus dan mengalami lesi berupa materi purulen
Terjadinya infeksi juga tergantung dari virulensi kuman maupun daya tahan
tubuh yang dimiliki oleh sapi khususnya daya tahan uterus. Daya tahan uterus
Gejala Klinis
Gejala endometritis yang bersifat akut adalah suhu yang meningkat disertai
adanya demam, sering urinasi, nafsu makan menurun, produksi susu menurun,
denyut nadi lemah, pernafasan cepat, ada rasa sakit pada uterus ditandai dengan
sering menengok ke belakang, ekor sering diangkat, dan selalu merejan (Hariadi
dkk., 2011).
Gejala yang dapat terlihat adalah keluarnya discharge purulent (putih kekuningan).
Bila sudah berlangsung lama biasanya hewan tidak memperlihatkan gejala sakit dan
Endometritis Subklinis
paling ringan, ditandai dengan kawin berulang. Sekitar 50% dari kasus endometritis
kronis umumnya tidak terdeteksi. Beberapa penyakit yang berkaitan dengan kondisi
uterus sapi tampak normal, tidak ada perubahan baik dari konsistensi maupun
ukuran. Siklus estrus normal namun jika dikawinkan sulit untuk bunting.
Endometritis subklinis terjadi ketika proses involusi sudah lengkap (sekitar lima
minggu postpartus). Terapi yang biasa digunakan dengan injeksi antibiotik atau
keluar discharge, anoreksia dan terjadi penurunan susu. Ukuran uterus setelah 40
hari partus 8-10 kali lebih besar dari ukuran normal (Nurhayati dkk., 2014).
terdeteksi dalam vagina 21 hari atau lebih setelah partus; atau mukopurulen (50%
nanah dan 50% lendir) terdeteksi pada vagina setelah 26 hari (Sheldon et al., 2008).
Terapi yang digunakan dengan injeksi antibiotik untuk membunuh bakteri yang
dkk., 2011).
Diagnosis
menebal. Kelainan mungkin teraba hanya pada satu kornua, tetapi dapat pula pada
mungkin tidak teraba adanya kelainan pada uterus. Pada sapi, endometritis yang
ringan masih dapat menunjukan gejala birahi, dan bila dikawinkan akan diikuti oleh
kegagalan menjadi bunting karena terjadi kematian embrio dini atau abortus
uterus oleh mikroorganisme, khususnya pada saat melahirkan atau pada waktu
2014).
sistemik, irigasi uterus, pemberian estrogen untuk menginduksi respon uterus, dan
lugol dengan konsentrasi yang rendah. Irigasi diulangi beberapa kali dengan
Ayuningsih, K. 2013. Pengaruh Infusi Larutan Iodin Povidon 1,5% Secara Intrauterina
Terhadap Days Open Sapi Simpo yang Mengalami Endometritis [Skripsi]. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.
Ruhiat, E. 2014. Problem Post Partus Pada Sapi. Buletin Laboratorium Veteriner Balai
Besar Veteriner Waters. 14(4): 31-37.