Anda di halaman 1dari 3

Nama : Wawan Hidayat

NIM : 1910211310172
Fakultas : Hukum ULM

Banyaknya pendapat kontra dari masyarakat Indonesia dimana masa pandemi ini,
Disaat bangsa ini sedang berjibaku melawan Covid-19 , DPR bersama Pemerintah malah
sibuk membahas omnibus law cipta kerja yang masih banyak menuai kontra dari berbagai
kalangan masyarakat maupun akademisi. Model pembahasan dan pengesahan yang sangat
cepat dan tertutup dari partisipasi publik, telah menjadi model legislasi buruk di tengah
pandemi. Pemerintah memanfaatkan situasi pandemi ini untuk memuluskan kehendak
politiknya, yang justru bukan untuk tujuan kemakmuran rakyat. Bukan hanya aspek formil-
nya yang bermasalah, aspek materiil dari RUU ini juga memunggungi jaminan-jaminan hak
konstitusional warga negara dan kewajiban konstitusional negara
Sebenarnya apakah itu omnibus law ? Omnibus law bermakna hukum untuk semua
atau segalanya. Banyak pakar menyebutnya UU sapu jagat karena memang dengan
keluarnya UU ini dapat merevisi puluhan UU dan ratusan pasal. Alasan utama pemerintah
mengeluarkan UU omnibus law cipta kerja ini adalah untuk menyederhanakan regulasi
dalam menunjang daya saing ekonomi negara. Memang semenjak reformasi setiap lembaga
baik pusat maupun daerah bisa mengeluarkan aturan masing – masing. Hal tersebut dapat
meningkatkan kegiatan politik transaksional dalam pembuatan aturan. Ini juga yang ingin
diatasi omnibus law.
Tetapi omnibus law sebagai aturan hukum yang komplesk menjadi bola liar. Karena
pembahasannya melibatkan lintas sektor dan berpotensi merusak tatanan demokrasi dan
otonomi daerah. Kita ketahui bersama bahwa otonomi daerah adalah produk hukum sesuai
UU nomor 33 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang mengatur pelimpahan sebagian
kewenangan pemerintah pusat pada pemerintah daerah. Kita ketahui bersama bahwa pada
masa orde baru segala hal diurus pusat sehingga daerah tampak sebagai pajangan saja.
Maka otonomi daerah yang diperjuangkan dalam reformasi ingin memberikan daerah
kewenangan mengatur dirinya sendiri. Namun omnibus law ini nantinya akan merampas
kewenangan itu kembali. Salah satu contoh kewenangan yang dirampas pemerintah pusat
adalah terkait perijinan usaha untuk pendirian semua fasilitas layanan kesehatan. Hal itu
sesuai dengan pasal 62 RUU Cipta Kerja yang merubah UU nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan. Jadi, jika ada yang ingin mendirikan klinik, rumah sakit bahkan puskesmas
sekalipun harus mengurus izinnya di pusat. Logika logis melihat ini berpotensi mencederai
otonomi daerah. Malah akan menghambat pengembangan kesehatan karena harus urus ijin
di pusat dulu dan antri dengan daerah lain dari seluruh Indonesia. Selain itu pada pasal 251
RUU Cipta Kerja akan merubah UU nomor 23 tahun 2014 dan UU nomor 9 tahun 2015
tentang Pemerintah Daerah. Isi Pasal 251 tersebut adalah pemerintah pusat dapat
membatalkan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota yang bertentangan dengan
aturan yang lebih tinggi. Yang mana aturan serupa seperti ini sudah dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi dalam putusan No.37/PUUXIII/2015 dan putusan
No.66/PUUXIV/2016. Dengan adanya putusan tersebut maka Mahkamah Agung adalah
institusi tunggal yang dapat membatalkan peraturan daerah. Sedangkan omnibus law cipta
kerja akan menyerahkan urusan tersebut kepada menteri dalam negeri. Masih banyak lagi
hal kontroversial Omnibus law terkait otonomi daerah. Seperti revisi pasal 350 UU
Pemerintah Daerah tentang perizinan serta revisi UU nomor 26 tahun 2007 tentang Tata
Ruang. Memang kita akui bersama bahwa regulasi di Indonesia berbelit – belit dan
menghambat kemudahan berusaha dan investasi. tentunya segala kebijakan di dunia ini,
tidak hanya Indonesia menuai pro dan kontra. Pada akhirnya, kita memang tidak akan
pernah bisa memuaskan semua orang.
Begitu juga dengan RUU Omnibus Cipta Kerja ini, banyak sekali pro dan kontra. Di
satu sisi, RUU Omnibus ini merupakan proyeksi ambisius, sebuah terobosan hukum
(setidak-tidaknya di Indonesia) untuk mengubah langsung 79 peraturan perundang-
undangan. Dan tentunya, di dalamnya banyak sekali deregulasi perizinan investasi. Di sisi
lain, ada argumen kontra, terutama terkait kebijakan lingkungan yang direvisi, bahwa
besar kemungkinan investor akan meng-abuse keringanan perizinan ini dan malah
mencemari. Selain itu, pembuatan RUU Omnibus ini sangatlah kompleks, sehingga bahkan
kita disini sebagai masyarakat dengan latar belakang hukum sendiri penuh dengan tanda
tanya apa yang diatur di dalam RUU Omnibus, karena sulit sekali membaca seluruh RUU
Omnibus Cipta Kerja yang berjumlah 1000-an halaman tersebut, Satu hal yang pasti sistem
hukum itu harus tetap berkembang dan dibenahi, Indonesia tidak boleh berhenti di tempat.
dan jika nanti bermasalah, mari kita rundingkan, masih ada upaya amandemen dan
pengujian Undang-Undang melalui Mahkamah Konstitusi.

Profil Singkat
Nama : Wawan Hidayat
Alamat : Jl. Hikmah banua gg budi berlian Banjarmasin rt 03 rw 02
Hp/ WA : 08990025605
Email : wawanhidayat251@gmail.com
Pekerjaan : Mahasiwa ULM

Anda mungkin juga menyukai