Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM LINGKUNGAN – TL 3103


MODUL 02
ASIDITAS-ALKALINITAS, CO2 AGRESIF, FOSFAT

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
Kamis, 1 Oktober 2020
MODUL 04
ASIDITAS-ALKALINITAS

I. Tujuan
1. Menentukan banyaknya NaOH serta H2SO4 yang dibutuhkan dalam proses titrasi asiditas
2. Menentukan banyaknya H2SO4 yang dibutuhkan dalam proses titrasi alkalinitas
3. Menentukan banyaknya CO2 dan HCO3- dalam sampel air
4. Menentukan banyaknya CO3-2 dan HCO3- dalam sampel air

II. Landasan Teori


Asiditas adalah kemampuan air untuk menetralkan larutan basa. Air yang mengandung pH kurang
dari 8.5 dianggap mengandung asiditas (Sawyer, 2003). Asiditas pada air diakibatkan oleh karbon
dioksida atau oleh asam mineral yang kuat. (Sawyer, 2003)

Alkalinitas adalah kemapuan air untuk menetralkan larutan asam. Alkalinitas mampu menetralisir
keasaman di dalam air. Secara khusus alakalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan
kapasitas pembufferan dari ion bikarbonar, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air.
(Loftus, 2012) Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa antara sampel
dengan larutan standar disebut analisis asidimetri dan alkalimetri. (Keenan, 1991)

Asiditas-alkalinitas dalam air berkaitan erat dengan pH, dan penyebabnya adalah :
1. Asiditas dengan H+ hanya dalam air pada pH <4,5 (asam mineral, asam organik)
2. Asiditas sebagai CO2 hanya dalam pH 4,5-8,3 (dari atmosfer, dari hasil penguraian zat organik
oleh mikroorganisme)
3. Alkalitas sebagai HCO3- hanya dalam air pH 4,5-8,3 (bikarbonat, Ca(HCO3)2)
4. Alkalinitas sebagai CO3-2 hanya dalam air pada pH >8,3 (karbonat, Na2CO3)
5. Alkalinitas sebagai OH- hanya dalam air pada pH lebih besar dari 10,5 (hidroksida, NaOH,
Ca(OH)2))

Asam mineral (HCl, H2SO4, H2S dll.) atau asam organik (asam asetat, asam format dll.), banyak
terdapat di dalam air limbah industri, seperti air limbah dari proses metalurgi atau electroplating.
Data asiditas alkalinitas dalam air sangat berguna untuk :
1. Data CO2 banyak digunakan untuk mengetahui sifat korosifitas air, terutama korosifitas dalam
pipa distribusi air minum,
2. Berguna untuk mengetahui efektifitas proses aerasi
3. Proses koagulasi dalam pengolahan air
4. Perhitungan kebutuhan kapur dan soda dalam proses kapur soda untuk penurunan kesadahan
5. Untuk mengetahui kualitas air dalam rangka memenuhi baku mutu air

III. Prinsip Praktikum


Prinsip praktikum kali ini adalah melakukan pengukuran alkalinitas-asiditas dengan titrasi
menggunakan larutan asam (HCl, H2SO4) dan larutan basa NaOH, dengan menggunakan indicator
fenolftalin, metil orange atu metil jingga. Serta menggunakan pH meter sebagai indicator titik akhir
titrasi apabila air yang akan diperiksa berwarna. Titrasi perekasi dilakukan sampai cairan berubah
warna lalu dilakukan pengukuran asiditas/ alkalinitas. Pengukuran dilakukan berdasar SNI 06-2422-
1991, serta pengukuran secara umum.

IV. Alat dan Bahan


Alat :
1. Labu Erlenmeyer
2. Buret
3. Tabung reaksi
4. Pipet
Bahan :
1. Aquades
2. Contoh air
Kamis, 1 Oktober 2020
3. Larutan NaOH 0,1 N
4. Larutan HCl 0,1 N
5. Larutan indicator fenolftalein 0,035%
6. Larutan indicator metil orange 0,1%

V. Cara Kerja

Gambar V.1 Cara kerja pengukuran asiditas alkalinitas

VI. Tabel Data Hasil Praktikum

Tabel VI.1 Data pengamatan pengukuran asiditas alkalinitas


No Dokumentasi Keterangan

1. Sampel air ditambah 20 tetes PP :


tidak berwarna → proses asiditas
- Dilakukan titrasi sampai
berwarna pink muda
Gambar VI.1 Penambahan Gambar VI.2 Hasil titrasi - Volume awal NaOH : 11
20 tetes PP pada sampel 1 - Volume akhir NaOH : 11,4

2. Ditambahkan 3 tetes M.O


- Titrasi H2SO4
- Volime awal : 11,0
- Volume akhir : 18,8
Gambar VI.3 Hasil titrasi
H2SO4 sampel 1

No Dokumentasi Keterangan
Kamis, 1 Oktober 2020

3. Sampel air ditambah 20 tetes PP :


tidak berwarna → proses alkalinitas
- Dilakukan titrasi sampai
berwarna trasnparan
Gambar VI.4 Penambahan Gambar VI.5 Hasil titrasi - Volume awal H2SO4 : 19
20 tetes PP pada sampel 2 - Volume akhir H2SO4 : 22,7

4. Ditambahkan 3 tetes M.O


- Titrasi H2SO4
- Volime awal : 23
- Volume akhir : 31,3
Gambar VI.6 Hasil titrasi
H2SO4 sampel 2

VII. Pengolahan Data


1. Percobaan Sampel 1
Sampel 1 + PP → tidak berwarna (dilanjutkan proses pengukuran asiditas dengan titrasi)
- Ukur nilai p dengan menggunakan rumus berikut.
𝑝 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 = |𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟|
𝑝 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 = |11 − 11,4| = 0,4 𝑚𝑙
- Ukur nilai m
𝑚 = 𝑉 𝐻2 𝑆𝑂4 = |11 − 18,8| = 7,8 𝑚𝑙

Karena nilai p<m, maka air tersebut mengandung CO2 dan HCO3-. Pengukuran menggunakan
perhitungan sebagai berikut.

- Perhitungan CO2
1000 44
CO2 = × 2𝑝 × 𝑁. 𝑁𝑎𝑂ℎ × = 𝑚𝑔/𝑙
100 2
44
CO2 = 10 × 2(0,4) × 0,0196 𝑁 × 2
= 3,45 𝑚𝑔/𝑙

• Konversi ke mg/L CaCO3


𝐵𝐴 𝐶𝑎𝐶𝑂3 100 𝑚𝑔
× 3,45 = × 3,45 = 7,84 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝐵𝐴 𝐶𝑂2 44 𝑙
- Perhitungan HCO3
1000
HCO3- = × {(𝑚 × 𝑁. 𝐻2 𝑆𝑂4 ) − (𝑝 × 𝑁. 𝑁𝑎𝑂𝐻)} × 61 = 𝑚𝑔/𝑙
100
𝑚𝑔
HCO3 = 10 × {(7,8 × 0,0205𝑁) − (0,4 × 0,0196𝑁)} × 61 = 114,17
-
𝑙

• Konversi ke mg/L CaCO3


𝐵𝐴 𝐶𝑎𝐶𝑂3 100 𝑚𝑔
× 114,1 = × 114,1 = 187,05 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝐵𝐴 𝐻𝐶𝑂3 − 61 𝑙

- Total asiditas
𝑚𝑔 𝑚𝑔 𝒎𝒈
7,84 𝐶𝑎𝐶𝑂3 + 187,05 𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 𝟏𝟗𝟒, 𝟖𝟗 𝑪𝒂𝑪𝑶𝟑
𝑙 𝑙 𝒍

2. Percobaan Sampel 2
Sampel 2 + PP → berwarna merah muda (dilanjutkan proses pengukuran alkalinitas dengan
titrasi)
- Ukur nilai p dengan menggunakan rumus berikut.
𝑝 = 𝑉 𝐻2 𝑆𝑂4 = |𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟|
Kamis, 1 Oktober 2020
𝑝 = 𝑉𝐻2 𝑆𝑂4 = |19 − 22,7| = 3,7𝑚𝑙
- Ukur nilai m
𝑚 = 𝑉 𝐻2 𝑆𝑂4 = |23 − 31,3| = 8,3 𝑚𝑙

Karena nilai p<m, maka air tersebut mengandung CO3-2 dan HCO3-. Pengukuran menggunakan
perhitungan sebagai berikut.

- Perhitungan CO3-2
1000 60
CO3-2 = 100
× 2𝑝 × 𝑁. 𝐻2 𝑆𝑂4 × 2
= 𝑚𝑔/𝑙
60
CO3-2 = 10 × 2(3,7) × 0,0205 𝑁 × 2
= 45,51 𝑚𝑔/𝑙

- Perhitungan HCO3
1000
HCO3- = × (𝑚 − 𝑝) × 𝑁. 𝐻2 𝑆𝑂4 × 61 = 𝑚𝑔/𝑙
100

HCO3- = 10 × (8,3 − 3,7) × 0,0205 𝑁 × 61 = 57,523 𝑚𝑔/𝑙

VIII. Analisis Pembahasan

Pada praktikum asiditas-alkalinitas, digunakan metode titrasi. Salah satu alasannya adalah karena
metode ini menghasilkan angka yang cukup akurat. Perlakuan pertama dalam metode ini adalah
pemberian indicator phenolphthalein untuk identifikasi apakah sampel memiliki asiditas (warna tetap)
dan alkalinitas (warna merah muda). Perubahan warna ini disebabkan oleh PP yang memiliki rentang
trayek pH 8,3-10,0 (Basset, 1994) dan memberi warna merah pada pH diatas 10,0. Untuk sampel 1
setelah diberi PP tidak berubah menjadi warna merah muda, maka dilanjutkan ke percobaan asiditas.
Sedangkan sampel 2 yang berubah warna setelah diberi PP dilanjutkan ke percobaan alkalinitas.

Pada titrasi percobaan asiditas, menggunakan metode pengukuran dengan menggunakan larutan basa
NaOH. Titrasi menggunakan NaOH ini dilakukan sampai sampel air berubah warna dari transparan
sampai merah sangat muda. Lalu, catat berapa banyak NaOH yang digunakan. Perubahan warna ini
menunjukan bahwa pH larutan sudah mencapai pH 8,3 sesuai dengan trayek pH PP. Setelah itu,
penambahan indicator metil jingga ditujukan untuk mengamati perubahan warna larutan yang awalnya
kuning menjadi jingga. Trayek pH metil orange adalah 4,3 (Suirta, 2010). Dimana warna dibawah 4,3
akan berubah dari kuning menjadi orange-orange tua. Terakhir, titrasi sampel air yang telah ditetesi
metil orange dengan larutan H2SO4 sampai ada perubahan warna dari kuning sampai orange. Lalu catat
berapa banyak H2SO4 yang digunakan.

Pada titrasi percobaan alkalinitas, menggunakan metode pengukuran dengan menggunakan larutan
asm H2SO4. Titrasi menggunakan H2SO4 ini dilakukan sampai sampel air berubah warna dari warna
merah muda menjadi transparan. Lalu, catat berapa banyak H2SO4 yang digunakan. Setelah itu,
penambahan indicator metil sebanyak 3 tetes hingga sampel terlihat berwarna kuning. Terakhir, titrasi
sampel air yang telah ditetesi metil orange dengan larutan H2SO4 sampai ada perubahan warna dari
kuning sampai orange. Lalu catat berapa banyak H2SO4 yang digunakan.

Dari percobaan, asiditas dan alkalinitas memiliki cara kerja yang sama. Perbedaanya hanya
penambahan NaOH untuk proses asiditas, dan penambahan H2SO4 untuk proses alkalinitas. Asiditas
menambahkan NaOH karena diperlukan untuk mengamati seberapa banyak basa yang digunakan
untuk menetralkan asam dalam air. Sedangkan untuk alkalinitas, menambahkn H2SO4 untuk
mengamati seberapa banyak asam yang ditambahkan untuk menetralkan basa pada air.

Setelah dilakukan percobaan untuk mengetahui volume larutan basa dan asam yang digunakan,
dilakukan perhitungan untuk mendapatkan CO2 dan HCO3- sebesar CO2 = 3,45 mg/l, dan HCO3-=
114,17 mg/l yang kemudian dikonversi menjadi CaCO3 dan dihitung total asiditas. Hasil perhitungan
menunjukan bahwa total asiditas adalah 194,89 mg/l CaCO3. Untuk alkalinitas menunjukan CO3-2 =
45,51 mg/l , HCO3- = 57,523 mg/l
Kamis, 1 Oktober 2020
Terdapat beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran. Beberapa diantaranya adalah
kontaminasi sampel saat penyimpanan yang mengakibatkan berubahnya komposisi senyawa dalam
sampel, lalu kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi atau pembacaan buret, kesalahan
perhitungan, serta kontaminasi di wadah yang kurang bersih saat pengukuran atau titrasi..

Aplikasi pengukuran asiditas dan alkalinitas penting diketahui terutama untuk bidang Teknik
lingkungan. Beberapa diantaranya adalah untuk mengetahui sifat korosfitas air, terutama dalam pipa
distribusi air minum. Hal ini biasanya dilihat dari kadar asiditas, karena air yang memiliki kadar
asiditas yang tinggi berarti memiliki komponen pembentuk asam, dan asam bersifat korosif. Selain itu
berguna untuk mengetahui efektifitas proses aerasi, proses koagulasi dalam pengolahan air, serta untuk
mnegtahui kualitas air dalam rangka memenuhi baku mutu.

Praktikum kali ini berkaitan erat dengan praktikum modul sebelumnya yaitu sifat fisik sampel air yaitu
pH sampel. Pengukuran pH dapat dilakukan dnegan menggunakan indicator seperti yang tertera pad
aparktikum kali ini, atau bisa menggunakan pH meter.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobana yang telah dilakukan, menunjukan bahwa
1. Dalam proses asiditas, setelah penambahan indicator PP dan dilakukan titrasi NaOH, menunjukan
jumlah NaOH yang dibuhkan yaitu 0,4 ml. sedangkan dengan titrasi H2SO4 adalah 7,8 ml.
2. Dalam proses asiditas, setelah penambahan indicator PP dan dilakukan titrasi H2SO4, menunjukan
jumlah H2SO4 yang dibuhkan yaitu 3,7 ml. sedangkan dengan titrasi H2SO4 adalah 8,3 ml.
3. Setelah dilakukan perhitungan, diketahui hasil CO2 dalam sampel 1 adalah 3,45 mg/l, dan HCO3-
114,17 mg/l
4. Setelah dilakukan perhitungan, diketahui hasil CO3-2 pada sampel 2 adalah 45,51 mg/l dan HCO3-
57,523 mg/l

X. Daftar Pustaka

Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A. Hadnyana P. Dan L. Setiono. Vogel’s Textbook of
Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth
Edition. 1991. Jakarta: EGC
Keenan. 1991. Ilmu Kimia Universitas. Erlangga, Jakarta.
Loftus, Tim. 2012. Acidity and Alkalinity. http://www.lagoonsonline.com/laboratory-
articles/acid.htm#:~:text=Acidity%20is%20similar%20to%20a,H2SO4)%20to%20a%20
predetermined%20pH. Diakses pada 28 September 2020
Sawyer, Clair N. 2003. Chemistry for Environmental Engineering and Science-fifth edition. New
York. McGraw-Hill Higher Education.
Suirta, I W. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Nafto Sebagai Indikator Dalam Titrasi.
Kamis, 1 Oktober 2020

MODUL 05
CO2 AGRESIF

I. Tujuan
1. Menentukan kadar CO2 agresif dalam air menggunakan metode grafik Tilman.
2. Menentukan pengaruh dari kadar CO2 agresif dalam air.
3. Menentukan jumlah HCO3- yang dibutuhkan untuk mengendalikan CO2 agresif.

II. Landasan Teori


Karbondioskida (CO2) agresif adalah CO2 dalam air yang dapat bereaksi dengan marmer (CaCO3),
membentuk Ca(HCO3)2 yang larut dalam air, dan dapat meralutkan logam dalam pipa logam.
Karbondioksida (CO2) yang terkandung dalam air berasal dari udara dan dekomposisi zat organik.
Penyimpangan terhadap standar konsentrasi maksimal CO2 agresif dalam air akan menyebabkan
terjadinya korosi pada pipa-pipa logam dan mengakibatkan efek toksikologis (Rich, 1963). Penentuan
kadar CO2 juga dapat digunakan untuk mengetahui korosifitas terhadapa fondasi beton.
(Matahelumual, 2007) Terjadinya korosi akan menyebabkan derajat keasaman air semakin tinggi,
sehingga mengakibatkan perkembangan mikroorganisme dalam air pesat, yang akhirnya
menyebabkan kekeruhan air dan membahayakan tubuh bila dikonsumsi (Hastuti, 2003).

CO2 dalam air dapat berasal dari CO2 di atmosfer yang larut dalam air dan mengikuti hukum Henry
mengenai kelarutan gas dalam air CO2 udara CO2 air. Hal itu terjadi ketika tekanan parsial CO2 dalama
ir lebih kecil daris tekanan CO2 di atmosfir.

Karbondioksida bebas hadir lebih dari jumlah yang dipelrukan untuk membentuk Ca(HCO3)2.
Karbondioksida bebas diperlukan dalam jumlah tertentu untuk menstabilisasi Ca(HCO3)2. Jumlah
tersebut tidak cukup untuk mempengaruhi larutan dalam CaCO3, maka tidak disebut agresif.

Jika di dalam air banyak mengandung Ca+2 ( kesadahan air tinggi), maka kelebihan HCO3 - akan
bereaksi dengan ion Ca+2 membentuk Ca(HCO3)2 yang larut, yang selanjutnya akan mengendap
sebagai CaCO3 yang membentuk endapan putih atau disebut scalling, jika pembentukan endapan
terjadi di dalam pipa penyaluran air minum, hal ini akan menyebabkan penyempitan, bahkan sampai
penyumbatan pipa transmisi dari sistim distribusi air minum.

III. Prinsip Praktikum


Prinsip praktikum kali ini adalah melakukan pengukuran CO2 agresif menggunakan metode grafik
Tilman. Metode ini digunakan dengan menghitung konsetrasi CO2 dan HCO3 setelaha mengukur
asiditas dan alaklinitasnya. Kemudian, diplot ke dalam grafik Tilman untuk mengetahui keberadaan
CO2 agresif.

IV. Alat dan Bahan


Alat :
1. Gelas kimia
2. Buret
3. Tabung Erlenmeyer
4. Statif

Bahan :
1. Contoh air
2. Serbuk CaCO3
Kamis, 1 Oktober 2020
V. Cara Kerja

Gambar V.1 Cara kerja pengukuran CO2 agresif

VI. Tabel Data Hasil Praktikum


Pada praktikum pengukuran CO2 agresif tidak dilakukan pengamatan di lab, namun menggunakan
data dari proses asiditas-alkalinitas yang kemudian di plotkan kedalam kurva tillman.

VII. Pengolahan Data


Berdasarkan pengukruan asiditas-alkalinitas, diketahui jumlah CO2 dan HCO3- pada sampel 1
sebagai berikut.

- HCO3- = 114,17 mg/l


- CO2 = 3,45 mg/l

Dari hasil ini, kemudian di plotkan kesalam kurva tillman yang dipertemukan pada posisi A. Lalu
dari titiak A ditarik garis sejajar denganCaCO3 memotong garis kesetimbangan di B. menunjukan
hasil sebagai berikut.

- Titik B pada sumbu HCO3- = 116 mg/l (HCO3-).

Dari titik B ditarik garis memotong garis A di titik C yang berada pada hasil berikut.

- Titik C pada sumbu CO2 = 2 mg/l (CO2)

Karena titik A berada di sebelah kiri garis kesetimbangan, maka dihasilkan CO2 agresif sebesar
3,45 − 2 = 1,45 𝑚𝑔/𝑙
Serta jumlah HCO3- untuk menetralkan CO2 agresif adalah sebesar
116 − 114,17 = 1,83 𝑚𝑔/𝑙
Kamis, 1 Oktober 2020

Gambar VII.1 Kurva Tillman


VIII. Analisis Pembahasan
CO2 agresif merupakan hasil pergeseran kesetimbangan CO2+H2O ⇌ H+ HCO3-. (Sawyer, 2004) Jika
dalam sampel air jumalh HCO3- berlebih, maka reaksi akan bergese ke arah CO2. CO2 akan
mengkompensasi dengan berusaha mencapai kesetimbangan lewat reaksi dengan CaCO3, CaO,
ataupun senyawa lainya dengan melepaskan CO2 ke udara. CO2 yang ebrusaha mencapai
kesetimbangan tsb adalah CO2 agresif, dan saat CO2 agresif berusaha mencapai kesetimbangan
dengan berikatan dengan logam, maka menimbulkan efek korosif.

Adanya CO2 agresif dalam air tidak membahayakan kesehatan, tetapi jika suatu kualitas air
mengandung CO2 agresif yang tinggi, maka air tersebut akan bersifat korosif yaitu dapat melarutkan
logam-logam yang ada dalam pipa logam yang tidak tahan karat, sehingga air tersebut mengandung
logam berat yang dapat membahayakan kesehatan.

Berdasarkan hasil plot grafi Tillmann, didapatkan angka CO2 agresif sebesar 1,45 mg/l. Angka tersebut
tidak sesuai dengan satandar Permenkes yaitu sebesar 0.0 mg/l. (Permenkes No
416/1X/Menkes/1990). Sehingga sampel air 1 tidak memenuhi stadnar sebagai air minum dr parameter
CO2 agresifnya.
Kamis, 1 Oktober 2020
Pengendalian CO2 agresif dapat dilakukan dengan memanfaatkan garfik Tillman diatas. Yaitu dengan
mencari nilai HCO3- untuk menyeimbangkan reaksi agar CO2 agresif tidak terbentuk. Berdasarkan
hasil perhitungan, nilai HCO3- yang dibutuhkan adalah 1,83 mg/l.

Terdapat beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran. Beberapa diantaranya adalah
penetapan angka CO2 dan HCO3- pada percobaan asiditas-alkalinitas yang kurang tepat. Penyimpanan
atau pengawetan sampel yang menyebabkan perubahan kimia pada sampel, serta nilai yang didapat di
kurva Tillmann merupakan nilai perkiraan, sehingga kerelitiannya tidak begitu tinggi, dan sangat
bergantung pada range dan skala grafik.

Aplikasi pengukuran CO2 agresfi penting diketahui terutama untuk bidang Teknik lingkungan.
Beberapa diantaranya adalah untuk mengontrol sifat korosif dalam air agar tidak berdampak buruk
pada distirbusi air minum.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobana yang telah dilakukan, menunjukan bahwa
1. Nilai CO2 agresif yang didapatkan dari plot kurva Tillmann adalah 1,45 mg/l
2. Pengaruh kadar CO2 dalam air adalah, semakin tinggi kadarnya, maka semakin buruk untuk
kualitas air karena bersifta korosif untuk perpipaan. Apabila pipa logam tidak tahan karat, maka
air tersebut akan mudah berkarat dan akan mengandung logam berat yang dapat membahayakan
kesehatan.
3. Konsetrasi CO2 agresif dapat dikendalikan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah pencarian
nilai HCO3- untuk mnyeimbangkan kadar CO2 dalam air, sebesar 1,83 mg/l.

X. Daftar Pustaka
Ariyani, Puji Hastutu. 2003. Efektivitas Batu Marmer Dalam Menurunkan Kadan Karbondioksida
Agresif Air Sumur Gali Di Desa Wulung Kecamatan Randublantung Kabupaten Blora.
Semarang. Universitas Diponegoro.
Matahelumual, Bethy Carolina. 2007. Korosifitas Air Terhadap Fondasi Beton, Kasus di Daerah
Tapin, Kalimantan. Bandung. Jurnal Geologi Indonesia.
Menkes RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun 1990 tentang. Syarat-syarat
Dan Pengawasan Kualitas Air
Rich, Linvil. 1963. Unit Process of Sanitary Engineering. New York. John Willey & Sons.
Sawyer, Clair N. 2003. Chemistry for Environmental Engineering and Science-fifth edition. New
York. McGraw-Hill Higher Education.
Kamis, 1 Oktober 2020
MODUL 06
FOSFAT

I. Tujuan
1. Menentukan penentuan fosfat dengan metode ammonium molibdate – spektrofotometri.
2. Menentukan fungsi pengukuran fosfat dari percobaan.
3. Menentukan aplikasi pengukuran fosfat di bidang teknik lingkungan.

II. Landasan Teori


Senyawa fosfat biasa digunakan dalam supply public water sebagai pengontrol korosi atau kerak
dalam boiler. (Sawyer, 2003) Senyawa fosfat dalam air dapat berasal dari limbah domestic (air sabun,
deterjen, tinja, dsb), limbah pertanian (pupuk), dan dari industi. Fosfat juga terdapat dalam limbah
rumah sakit hasil instalasi landry dan sintetik seperti hamix dan clax. (Utami, 2018). Fosfat terlarut
terbagi atas fosfat organik (dissolved organic phosphate, DOP) dan fosfat anorganik (dissolved
inorganic phosphate, DIP), yang terdiri atas ortofosfat dan polifosfat (McKelvie 1999).

Data hasil pengkuran fosfat sangat diperlukan, karena senyawa fosfat merupakan nutrient bagi
mikroorganisme. Badan air yang banyak mengandung fosfat, akan ditumbuhi oleh plankton,
phytoplankton, dan algae. Dampak lebih lanjut akan menyebabkan berkurangnay kadar oksigen
terlarut, (Santika, 1984)

Jenis senyawa fosfat di dalam air dibedakan atas:


1. Orto fosfat : Trisodium fosfat (Na3PO4), Disodium fosfat (Na2HPO4), Monosodium fosfat
(NaH2PO4), Diammonium fosfat ((NH4)2HPO4)
2. Polifosfat : Sodium hexametafosfat (Na3 (PO3)6), Sodium tripolyfosfat (Na5P2O10),
Tetrasodium pyrofosfat (Na4P2O7)
3. Senyawa Fosfat organik : ATP (Adenosine Tri Phosphate), ADP (Adenosine Di Phosphate)

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, klasifikasi air berdasarkan kelasnya yaitu (dengan
parameter fosfat) :
1. Kelas 1 : 0 < total fosfat < 0,2 mg/L
2. Kelas 2 : total fosfat = 0,2 mg/L
3. Kelas 3 : 0,2 < total fosfat < 1,0 mg/L
4. Kelas 4 : 1,0 < total fosfat < 5,0 mg/L

III. Prinsip Praktikum


Prinsip praktikum percobaan kali ini adalah melakukan pengukuran fosfat dengan metode ammonium
molibdate- spektrofotometri. Lalu, direduksi dengan berbagai jenis reduktor seperti vanadium, SnCl2,
dan asam askorbat.

IV. Alat dan Bahan


Alat :
1. Spektofotometer
Bahan :
1. Contoh air
2. 1 ml ammonium molibdat
3. 0,125 ml SnCl2
Kamis, 1 Oktober 2020
V. Cara Kerja

Gambar V.1 Cara kerja pengukuran fosfat

VI. Tabel Data Hasil Praktikum


Tabel VI.1 Data pengamatan pengukuran fosfat
No Dokumentasi Keterangan

1. - sampel air : ditambahkan 1


ml pereaksi Ammonium
Molibdat dan didiamkan 10
menit berubah menjadi
lebih biru
Gambar VI.1 Sampel air dan aquades - aquades : diberi perlakuan
yang sama, tidak berwarna

2. Data fosfat hasil praktikum


menunjukan angka 86%

Gambar VI.2 Spektrofotometer

VII. Pengolahan Data


Dari hasil praktikum, didapatkan data konsetrasi beserta %Transmittan. % trasnmittan tersebut pelru
diubah menjadi angka absorbansi dengan rumus sebagia berikut

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 = 2 − log (%𝑇)

Dengan menggunakan data konsentrasi kedua, didapatkan perhitungan sebgai berikut

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 = 2 − log(95) = 0,0222764

Dengan menggunakan cara yang sama, didapatkan hasil sebagai berikut.


Kamis, 1 Oktober 2020
Tabel VII. 1 Data fosfat

Lalu, data ini diplotkan kedalam grafik sebagai berikut

0,8

0,6 y = 0,9174x + 0,0037


Absorbansi

0,4

0,2

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Konsentrasi (mg/l)

Gambar VII.1 Kurva kalibrasi

Dengan menggunakan regresi linear didapat persamaan y=0,9174x+0,0037 dimana y merupakan


absorbansi dan x merupakan konsentrasi. Maka, untuk menentukan konsentrasi fosfat yang digunakan
pada percobaan dapat menggunakan persamaan sebagai berikut.

𝑦 − 0,0037
𝑥=
0,9174

Konversi nilai transmitan yang didapat menjadi absorbansi dengan cara sebagai berikut.

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 = 2 − log(𝑇) = 2 − log(86) = 0,065501549

Maka didapat konsentrasi fosfat sebesar :

0,065501549 − 0,0037
𝑥= = 𝟎, 𝟎𝟔𝟕𝟑𝟔𝟓𝟗𝟕𝟗 𝒎𝒈/𝑳
0,9174

VIII. Analisis Pembahasan


Pada percobaan kali ini, dianalisis kandungan fosfat dalam sampel air dalam bentuk ortofosfat dengan
menggunakan metode Stannous Chloride-Spectrophotometry. Dalam analisis, tidak hanya
menggunakan sampel air, namun juga menggunakan aqudes sebagai blanko. Pada sampel air,
ditambahkan ml larutan pereaksi ammonium molibdat yang berfungsi membentuk senyawa kompleks
dengan ortofosfat, dimana reaksinya sebagai berikut.
𝑃𝑂43− + 12(𝑁𝐻4 )2 𝑀𝑜𝑂4 + 24𝐻 + → (𝑁𝐻4 )3 𝑃𝑂4 + 12𝑀𝑜𝑂3 + 21𝑁𝐻4+ + 12𝐻2 𝑂
Jika konsentrasi fosfat yang terdapat pada sampel air tinggi, maka akan terbentuk endapat berwarna
kuning. Jika konsentrasi fosfat di bawah 30 mg/L, warna kuning yang terbentuk tidak terlalu jelas
sehingga diperlukan reaksi dengan larutan lain untuk memperjelas warnanya dan dapat juga di
kolorimetri.

Setelah itu, dilakukan penambhan 2 tetes SnCl2 yang berfungsi sebagai reduktor bagi senyawa
kompleks ammonium phosphomolibdate. Hasil dari reduksi tersebut adalah warna biru yang
intensitasnya akan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm.
Kamis, 1 Oktober 2020

Hasil trasnmittan pada percobaan menunjukan angka 86%. dimana setelah dilakukan perhitungan,
didapatkan konsentrasi fosfat pada sampel air sebesar 0,067365979 mg/L. Berdasarkan PP No.82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, batas untuk
parameter fosfat pada kelas 1 adalah 0,2 mg/L dimana kelas 1 ini merupakan air yang digunakan
sebagai air minum atau untuk keperluan lainnya yang setara mutu airnya. Maka dapat disimpulkan
bahwa sampel air yang digunakan masih memenuhi baku mutu sebagai kelas 1

Terdapat beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran. Beberapa diantaranya adalah
kontaminasi sampel saat penyimpanan yang mengakibatkan berubahnya komposisi senyawa dalam
sampel, lalu kesalahan dalam pembacaan % trasnmitan pabila spektofotometer tidak digital.

Aplikasi pengukuran fosfat dalam air penting diketahui terutama untuk bidang Teknik lingkungan.
Beberapa diantaranya adalah untuk menganalisa produktivitas biologis di air permukaan karena fosfat
merupakan nutrien bagi mikroorganisme. Selain itu, pengukuran fosfat pun digunakan untuk kontrol
kualitas dalam pengolahan air.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobana yang telah dilakukan, menunjukan bahwa
1. Nilai fosfat dalam sampel air adalah sebesar 0,067365979 mg/L. Dimana nilai ini memenuhi baku
mutu sesai peraturan yang berlaku.
2. Pengukuran fosfat adalah untuk menganalisa produktivitas biologis di air permukaan karena
fosfat merupakan nutrien bagi mikroorganisme. Selain itu, pengukuran fosfat pun digunakan
untuk kontrol kualitas dalam pengolahan air.
3. Aplikasi pengukuran fosfat di bidang Teknik lingkungan. Beberapa diantaranya adalah untuk
menganalisa produktivitas biologis di air permukaan karena fosfat merupakan nutrien bagi
mikroorganisme. Selain itu, pengukuran fosfat pun digunakan untuk kontrol kualitas dalam
pengolahan air.

X. Daftar Pustaka
McKelvie ID. 1999. Handbook of Water Analysis. New York: Marcel Dekker.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Santika, S.S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya. Usaha Nasional.
Sawyer, Clair N. 2003. Chemistry for Environmental Engineering and Science-fifth edition. New
York. McGraw-Hill Higher Education.
Utami, Ardhaningtyas. 2018. Penurunan Kadar Fosfat dalam Limbah Rumah Sakit dengan
Menggunakan Reaktor Fitobiofilm. Jurnal Teknologi Proses dan Inovasi Industri.

Anda mungkin juga menyukai