1
KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
.1 KATA KUNCI
1.1.1 Wanita, 25 tahun
1.1.2 Nyeri perut bawah
1.1.3 Perdarahan dari dalam alat kelamin (vagina)
1.1.4 Hamil anak pertama dengan usia kandungan sekitar empat bulan
1.1.5 Jatuh
1.1.6 Luka-luka pada wajah dan bagian tubuh
3. PEMBAHASAN
3.1 KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
3.1.1 Definisi [1]
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan setiap perbuatan terhadap
seseorang (terutama perempuan) yang berakibat timbulnya kesengsaraan/penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan/perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
1
Hariadi A., Hoediyanto. (2012). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, ed. VIII, hlm. 446.
Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
2
Hariadi A., Hoediyanto. (2012). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, ed. VIII, hlm. 447.
Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
3
Kekerasan psikis merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang, misalnya makian,
ancaman cerai, atau tidak memberikan nafkah.
c. Kekerasan Seksual
Menurut pasal 8 UU RI no. 23 tahun 2004, kekerasan seksual meliputi:
- Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
3
Hariadi A., Hoediyanto. (2012). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, ed. VIII, hlm. 447-
448. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga
4
harus menuruti semua keinginan suami. Hal ini menyebabkan suami merasa
berkuasa dan bertindak sewenang-wenang terhadap istrinya.
c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik
Biasanya, kekerasan digunakan oleh suami sebagai bentuk pelampiasan dari
ketersinggungan atau kekecewaan karena tidak terpenuhinya keinginan. Dengan
kekerasan, diharapkan istri dapat lebih menuruti suami.
d. Persaingan
Keseimbangan antara suami dan istri misalnya dalam hal pendidikan, pergaulan,
pekerjaan, dan penghasilan sangat diperlukan. Bila suami merasa kalah, maka
akan memicu konflik dalam rumah tangga, sementara istri tidak mau dikekang.
e. Frustasi
Biasanya terjadi pada pasngan yang masih muda/tidak siap untuk menikah;
belum mempunyai penghasilan tetap; masih hidup menumpang pada orang tua.
Yang sering terjadi adalah mabuk-mabukan, narkoba, atau perbuatan negatif lain.
3.2 LUKA
3.2.1 Definisi
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis
yang berasal dari internal/eksternal dan mengenai organ tertentu. Suatu luka didefinisikan
sebagai rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma.
3.2.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, luka diklasifikasikan menjadi:
4
Hariadi A., Hoediyanto. (2012). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, ed. VIII, hlm. 448.
Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
5
a. Luka Akibat Benda Tajam [5]
Luka akibat benda tajam merupakan kelainan pada tubuh yang disebabkan
persentuhan dengan benda/alat yang bermata tajam dan atau berujung runcing
sehingga kontinuitas jaringan menjadi rusak/hilang. Contoh dari benda/alat tajam
antara lain pisau dapur, pecahan kaca, silet, pedang, keris dan lain-lain.
b. Luka Akibat Benda Tumpul [6]
Luka akibat benda tumpul merupakan luka akibat dibenturkan, membenturkan/
dibenturkannya bagian benda yang tumpul pada tubuh dan menimbulkan rasa
sakit, kelainan/kerusakan pada tubuh. Biasanya, luka ini didapat saat kecelakaan
lalu lintas, namun juga dapat timbul pada kasus pembunuhan, seperti kepala yang
dipukul besi, dada yang sengaja diinjak, dan lain sebagainya.
3.2.3 Patofisiologi
a. Luka Benda Tajam
b. Luka Benda Tumpul
Saat trauma, terjadi kerusakan pada pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi
darah ke jaringan sekitar. Kebocoran ini dapat terjadi di bawah kulit maupun
jaringan organ. Selanjutnya, proses koagulasi dan inflamasi terjadi pada area
pembuluh darah yang rusak. Tubuh melakukan vasokonstriksi untuk
menghentikan perdarahan. Trombosit keluar dari pembuluh darah, bersama jala
fibrin membentuk bekuan darah. Koagulasi yang terbentuk cenderung
menyebabkan perubahan warna pada kulit (terutama jika luka superfisial) dan
munculnya benjolan/bengkak. Setelah darah berhenti mengalir, warna yang
muncul lebih gelap. Darah yang terekstravasasi dipecah makrofag sehingga
muncul perubahan warna menjadi kuning dan coklat saat proses penyembuhan.
3.2.4 Penanganan
a. Luka Benda Tajam
b. Luka Benda Tumpul
Pada kasus cedera berat, pertolongan pertama yang dilakukan adalah
menghentikan perdarahan dan memasang bidai. Semua kasus trauma harus
5
Hariadi A., Hoediyanto. (2012). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, ed.VIII, hlm. 30.
Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
6
Hariadi A., Hoediyanto. (2012). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, ed.VIII, hlm. 36.
Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
6
memperhatikan trias resusitasi (airway, breathing, circulation). Setelah ketiga
hal tersebut dievaluasi, pemulihan kegagalan sirkulasi perlu diperhatikan,
terlebih jika pasien mengalami perdarahan. Mengatasi perdarahan dapat
dilakukan dengan menekan langsung luka, dilanjutkan dengan balut
tekan/menekan titik tekan nadi/meninggikan ekstrimitas yang terluka. Jika
banyak darah yang hilang, segera gantikan darah yang hilang. Penanganan
lainnya dilanjutkan sesuai lokasi trauma dan akibat yang ditimbulkan. Untuk
tindakan segera non-bedah, lakukan pemasangan kateter untuk memantau cairan
pasien dan lakukan pemasangan bidai jika ada bagian tulang yang retak/patah.
3.3 ABORTUS
3.3.1 Definisi
Ancaman atau pengeluaran/terminasi hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar rahim dengan batasan berat janin < 500 gram atau umur kehamilan < 20 minggu.
7
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
8
Undang-Undang Republik Indonesia no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
7
3.3.3 Klasifikasi
a. Abortus Spontan
Merupakan abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus. Istilah lain yang sering digunakan adalah keguguran
(miscarriage). Secara klinis, abortus spontan dapat dibedakan menjadi:
- Abortus Imminens (keguguran mengancam)
Abortus imminens adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman
terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Diagnosis ditentukan dengan
adanya sedikit perdarahan berwarna merah cerah melalui ostium uteri
eksternum, disertai sedikit mules/tidak sama sekali, uterus membesar
sesuai usia kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan +.
- Abortus Insipiens (keguguran berlangsung)
Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum kehamilan
lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tanpa pengeluaran
product of conception. Diagnosis ditentukan dengan adanya penipisan
serviks derajat sedang, dilatasi serviks > 3 cm, pecahnya selaput ketuban,
perdarahan > 7 hari, kram yang menetap meskipun sudah diberikan
analgetik narkotik, dan tanda-tanda penghentian kehamilan.
- Abortus Inkompletus (keguguran tidak lengkap)
Abortus inkompletus adalah perdarahan pada kehamilan muda saat
sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis
servikalis. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus,
cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama
abortus inkompletus.
- Abortus Kompletus (keguguran lengkap)
Abortus kompletus adalah proses abortus saat keseluruhan hasil konsepsi
telah keluar melalui jalan lahir. Tanda dan gejalanya yaitu ditemukan
perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus mengecil.
- Abortus Infeksiosa dan Abortus Septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia,
sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum. Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan abortus yang
8
disertai gejala infeksi genitalia seperti panas, takikardi, perdarahan per
vaginam berbau, uterus yang membesar, lembek, nyeri tekan, dan
leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat,
kadang-kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun.
- Missed Abortion (retensi janin mati)
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi
janin yang telah mati itu tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih.
- Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga
kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil,
namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
b. Abortus Provokatus (abortus buatan)
Abortus provokatus adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk
menghilangkan kehamilan sebelum usia kehamilan 28 minggu atau berat janin
500 gram. Abortus provokatus dibagi menjadi:
- Abortus Therapeutic (abortus medisinalis)
Abortus therapeutic adalah abortus yang mengakhiri kehamilan sebelum
saatnya dengan maksud melindungi keselamatan ibu. Indikasi untuk
melakukan abortus therapeutic adalah apabila kehamilan dapat
membahayakan nyawa ibu, misalnya pada penyakit vaskular hipertensif
tahap lanjut dan invasive carcinoma pada serviks, kehamilan akibat
perkosaan atau akibat hubungan saudara (incest) dan mencegah kelahiran
fetus dengan deformitas fisik yang berat atau retardasi mental.
- Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus kriminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa
alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang
oleh hukum. Kemungkinan adanya abortus provokatus kriminalis harus
dipertimbangkan bila ditemukan abortus febrilis.
- Unsafe Abortion
Unsafe abortion adalah upaya untuk terminasi kehamilan muda di mana
pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan
prosedur standar yang aman sehingga membahayakan keselamatan ibu.
9
3.3.4 Patofisiologi [9]
Patofisiologi abortus terjadi sesuai dengan pengelompokan dan penyebab yang
menginduksi abortus itu sendiri. Abortus provokatus kriminalis dengan kekerasan mekanik
pada abdomen atau karena jatuh dapat menginduksi terjadinya abortus. Proses abortus
terjadi ketika ada pendarahan dari desidua basalis. Hal ini menyebabkan nekrosis jaringan
sekitar dan menyebabkan kematian dari fetus. Fetus terlepas sebagian atau seluruhnya dan
dianggap ibu sebagai benda asing dan terjadi kontraksi pada uterus yang memicu abortus.
10
kedokteran agar dibuatkan Visum et Repertum sebagai salah satu barang bukti dalam
pemeriksaan korban tindak pidana. Dengan kata lain, Visum et Repertum merupakan data
keterangan mengenai kondisi pasien yang dimaksudkan sebagai ganti barang bukti, karena
barang bukti sebenarnya tidak bisa dihadapkan di sidang pengadilan dalam keadaan
sebagaimana adanya. Jadi, Visum et Repertum adalah laporan tertulis untuk justisi yang
dibuat oleh dokter berdasar sumpah, tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang
dilihat dan ditemukan) pada benda yang diperiksa.
11
a. Visum et Repertum untuk korban hidup
- Permintaan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara lisan, telepon,
atau melalui pos.
- Korban adalah barang bukti, permintaan Visum et Repertum harus
diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban/tersangka ke dokter.
- Tidak dibenarkan permintaan Visum et Repertum tentang sesuatu
peristiwa yang telah lampau, mengingat rahasia kedokteran.
b. Visum et Repertum untuk korban meninggal (mayat)
- Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak melalui telepon, lisan,
atau melalui pos.
- Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi.
- Pada mayat harus diikatkan label yang memuat identitas mayat (pasal 133
(3) KUHAP). Pemasangan label harus dilakukan/disaksikan oleh polisi,
sebab bila ada kekeliruan mayat, maka polisilah yang bertanggung jawab.
Yang berhak meminta Visum et Repertum adalah:
a. Penyidik
b. Hakim Pidana
c. Hakim Perdata
d. Hakim Agama
Sementara itu, yang berhak membuat Visum et Repertum (KUHAP pasal 133 (1)) adalah:
a. Ahli Kedokteran Kehakiman
b. Dokter atau ahli lainnya
Untuk korban yang menyangkut:
a. Luka: diperiksa Dokter Spesialis Bedah
b. Kejahatan kesusilaan: diperiksa Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan.
c. Keracunan: diperiksa dokter Spesialis Penyakit Dalam.
d. Kekerasan pada mata: diperiksa Dokter Spesialis Mata
e. Korban meninggal: diperiksa Dokter Spesisalis Kedokteran Kehakiman.
Sebaiknya, permintaan Visum et Repertum ditujukan kepada:
a. Dokter Spesialis/Dokter Pemerintah
b. Dokter Spesialis/Dokter Swasta
c. Dokter Spesialis/Dokter TNI/POLRI
12
Pasal 133 (2) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan yang diberikan oleh ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang bukan
diberikan oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan. Pada pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, dan pembuatan Visum et Repertum, dokter swasta berhak meminta
honorarium dan tidak dapat dibebankan kepada korban/keluarganya.
KORBAN
13
Polisi
(penyidik) Rekam Medis
diajukan ke Petugas Rekam
datang ke RS Medis menerima
memberi surat dokter untuk
dilakukan konsep dari
pengantar dokter untuk
pemeriksaan
*Penyidik dengan selanjutnya
Diproses di diketik kemudian
menerima bagian blangko dan
surat tanda format Visum hasil
Rekam Medis dikembalikan ke
pengambilan et Repertum
untuk yang telah dokter untuk
diserahkan saat disediakan dikoreksi dan
menerima hasil oleh instalasi ditandatangani
Visum et rekam medis dokter.
Repertum.
Petugas Rekam
Medis mencatat Visum et
dibuku Repertum
pengambilan diambil oleh
dan pihak pihak Setelah tanda
penyidik kepolisian tangan dokter
(penyidik) selanjutnya
membubuhkan dengan surat
nama terang ditandatangani
tanda oleh direktur
dan tanda pengambilan Rumah Sakit
tangan. Nomor sesuai dengan
Visum et waktu
Repertum kesepakatan.
diberikan. (1-2minggu)
14
Hariadi A., Hoediyanto. (2012). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, ed. VIII, hlm.250-
251. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
14
- Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, di mana korban
dirawat, dan waktu korban meninggal dunia.
- Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban
pada dokter dan waktu saat korban diterima di Rumah Sakit.
c. Pemberitaan
Yang termasuk dalam bagian ini antara lain:
- Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis
kelamin, tinggi dan berat badan, serta keadaan umumnya.
- Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
- Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan.
- Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.
d. Kesimpulan
Bagian ini berupa pendapat pribadi dokter yang memeriksa mengenai hasil
pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang
melakukan pengamatan dengan kelima panca indra (penglihatan, pendengaran,
perasa, penciuman, dan perabaan).
e. Penutup
Memuat kata “Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat
sumpah pada waktu menerima jabatan”. Diakhiri dengan tanda tangan, nama
lengkap/NIP dokter.
15
Diberikan apabila setelah korban dirawat/diobservasi, ternyata:
Korban sembuh
Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain
Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa/melarikan diri
Korban meninggal dunia
c. Visum et Repertum mayat
d. Visum et Repertum Pemeriksaan TKP
e. Visum et Repertum Penggalian Mayat
f. Visum et Repertum Mengenai Umur
g. Visum et Repertum Psikiatrik
Merupakan suatu kesaksian tertulis dalam perkara pidana tentang keadaan
kesehatan jiwa penderita/terdakwa yang berperkara.
h. Visum et Repertum mengenai Barang Bukti Lain
RINGKASAN
PETA KONSEP
16
DAFTAR PUSTAKA
Hariadi A., Hoediyanto. (2012). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, ed. VIII. Surabaya: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Cunningham, F. Gary, et al. (2014). Williams Obstetrics, 24th ed. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Sjamsuhidayat, R., et al. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC