Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBIMBING:
dr. Fredrico Patria, Sp. OG (K)
DISUSUN OLEH:
Afifah Faizah Dinillah
1102015009
Assallamualaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga referat dengan judul
“KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU” yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan
kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RS Bhayangkara TK. I Raden Said
Sukanto ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :
1. dr. Fredrico Patria, Sp.OG(K) selaku pembimbing referat yang telah membimbing
dan memberikan ilmu kepada penulis.
2. Teman-teman sejawat rekan kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RS
Bhayangkara TK.I Raden Said Sukanto yang telah memberikan bantuan dan
dukungan dalam penyusunan referat ini.
Penulis sadar masih banyaknya kekurangan dari tulisan ini. Maka dari itu, penulis menerima
kritik serta saran yang bersifat membangun sehingga tulisan ini dapat lebih baik lagi. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan teman – teman sejawat kepaniteraan
Ilmu Kebidanan dan Kandungan yang sedang menempuh pendidikan profesi dokter.
Penulis
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
di luar endometrium kavum uterus.1 Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba
(pars ampularis 55%, pars ismika 25%, pars fimbriae 17%, pars interstitialis 2%), kehamilan
ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer
atau sekunder.2
Kehamilan ektopik ialah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di luar
endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterine. Kehamilan
ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur apabila massa kehamilan berkembang melebihi
kapasitas ruang implantasi (misalnya: tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan
ektopik terganggu.3
EPIDEMIOLOGI
Kehamilan ektopik menyebabkan kematian ibu di dunia sebesar 28%, sedangkan AKI untuk
negara berkembang sebesar 239/100.000 KH. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Tahun 2013 AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Insiden kehamilan
ektopik meningkat dari 1,4%menjadi 2,2% kelahiran hidup. Hasil prasurvey melalui data
medical record, angka kejadian kehamilan ektopik di RSIA Anugerah Medical Center pada
tahun 2015 terdapat 112 kasus (9,02%) kehamilan ektopik dari 1.241 ibu bersalin. 2
KLASIFIKASI
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dibagi dalam beberapa golongan:
a. Tuba Fallopi
1) Pars Instertitialis Tuba (2%)
2) Isthmus (12%)
3) Ampulla (70%)
4) Fimbria (11%)
b. Uterus
1) Kanalis servikalis
2) Divertikulum
3) Kornua
4) Tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Bekas Luka SC
f. Abomindal
1) Primer
2) Sekunder
g. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus1
Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di daerah daerah tuba falopi. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1, ampulla merupakan daerah yang paling sering, diikuti oleh
isthmus. Dari 5% sisanya merupakan kehamilan ektopik non-tuba seperti ovarium, rongga
peritoneal, serviks, atau bekas luka operasi Caesar. Pada umumnya kehamilan multifetal
yang terdiri dari implantasi normal disertai dengan implantasi pasangannya yang ektopikal.
Insidensi natural dari kehamilan heterotopik berkisar 1 dari 30.000 kehamilan. Namun,
dengan adanya teknologi reproduksi berbantuan atau disebut assisted reproductive
technologies (ART), tingkat insidensinya meningkat menjadi 1 pada 7000 keseluruhan, dan
diikuti dengan intudksi dapat meningkat menjadi 0,5 hingga 1%.3
3
Gambar 1. Lokasi implantasi kehamilan ektopik.
Kehamilan ektopik non tuba
1. Kehamilan ovarium
Impantasi ektopik dari sel telur yang terfertilisasi dalam ovarium kasusnya sangat
jarang. Teknologi pencitraan yang sudah berkembang saat ini dapat membantu
penegakan diagnosis. Faktor resiko serupa dengan kehamilan tuba, akan tetapi
kehamilan ovarium tidak berhubungan dengan riwayat salpingitis. Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan gambaran ultrasonografi klasik yaitu berupa kista dengan
cincin vaskular ekogenik yang luas disekitar atau didalam ovarium. Penatalaksanaan
dan operasi dapat dilakukan untuk menjaga ovarium.
2. Kehamilan instersisial
3. Kehamilan heterotopik
4. Kehamilan abdominal
Pada kehamilan tuba, terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat perjalanan
ovum ke uterus sehingga blastokista mengadakan implantasi di tuba adalah
Lima puluh persen dari wanita yang terdiagnosis kehamilan ektopik tidak mempunyai
faktor resiko sebelumnya. Wanita dengan kehamilan ektopik sebelumnya mempunyai 10%
untuk terjadinya rekurensi. Lalu pada wanita dengan dua atau lebih riwayat kehamilan ektopik
dapat meningkatan rekurensi hingga 25%. Faktor resiko lainnya termasuk kerusakan pada tuba
fallopi, infeksi pelvis dan riwayat operasi pelvis atau tuba fallopi. Pada wanita dengan
kehamilan menggunakan alat reprodukti berbantu dapat meningkatkan kehamilan ektopik.
Selain itu, beberapa faktor resiko telah dihubungkan pada kehamilan ektopik,
diantaranya merokok, alat reproduksi berbantuan, usia lebih dari 35 tahun, dan alat
kontrasepsi, seperti pada tabel berikut:
Tabel 1. Faktor resiko kehamilan ektopik.7
PATOFISIOLOGI
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses
nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa
proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Tuba tidak memiliki lapisan submukosa yang
cukup, sehingga mudigah akan tertanam di epitel. Karena tuba bukan media yang baik untuk
pertumbuhan embrio, maka pertumbuhannya akan mengalami beberapa perubahan:
MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinik kehamilan ektopik bervariasi, tergantung bagian tuba yang ruptur (Tabel 10-
2). Gejala awal dan teknik pemeriksaan yang lebih baik memungkinkan untuk dapat
mengidentifikasi kehamilan tuba sebelum ruptur pada beberapa kasus. Umumnya perempuan
tidak menyadari bahwa dirinya hamil atau berpikir bahwa kehamilannya normal, atau
mengalami abortus. Saat ini, tanda dan gejala kehamilan ektopik kadang - kadang tidak jelas
bahkan tidak ada. 10
Gambar 2. Tanda dan gejala kehamilan ektopik 10
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore, dan
perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya,
hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut
secara khas.11
Nyeri perut adalah gejala yang paling umum, tetapi keparahan dan sifat nyeri sangat bervariasi.
Tidak ada nyeri patognomonik yang merupakan diagnostik kehamilan ektopik. Nyeri bisa
unilateral atau bilateral dan dapat terjadi di perut bagian atas atau bawah. Rasa sakitnya bisa
tumpul, tajam, atau kram dan terus-menerus atau terputus-putus. Dengan ruptur, pasien
mungkin mengalami peredaan sementara rasa sakit, karena peregangan serosa tuba berhenti.
Nyeri bahu dan punggung, diduga akibat iritasi diafragma hemoperitoneal, dapat
mengindikasikan perdarahan intraabdomen.11
Gambaran klasik kehamilan ektopik adalah adanya riwayat amenorea, nyeri abdomen bagian
bawah, dan perdarahan dari uterus. Nyeri abdomen umumnya mendahului keluhan perdarahan
pervaginam, biasanya dimulai dari salah satu sisi abdomen bawah, dan dengan cepat menyebar
ke seluruh abdomen yang disebabkan oleh terkumpulnya darah di rongga abdomen. Adanya
darah di rongga perut menyebabkan iritasi subdiafragma yang ditandai dengan nyeri pada bahu
dan kadang-kadang terjadi sinkop. Periode amenorea umumnya 6 - 8 minggu, tetapi dapat lebih
lama jika implantasi terjadi di pars interstisial atau kehamilan abdominal. 10
Pemeriksaan klinik ditandai dengan hipotensi bahkan sampai syok, takikardi dan gejala
peritonism seperti distensi abdomen dan rebound tendemess. Pada pemeriksaan bimanual
ditemukan nyeri saat porsio digerakkan, forniks posterior vagina menonjol karena darah
10
terkumpul di kavum Douglasi, atau teraba massa di salah satu sisi uterus.
Setelah fase amenorea yang singkat, pasien mengeluh adanya perdarahan pervaginam dan nyeri
perut yang berulang. Sebaiknya, setiap perempuan yang mengalarni amenorea disertai nyeri
perut bagian bawah dicurigai adanya kemungkinan kehamilan ekropik. Pada keadaan subakut,
dapat teraba massa di salah satu sisi forniks vagina. 10
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus mencakup pengukuran tanda-tanda vital dan pemeriksaan perut dan
panggul. Seringkali, temuan sebelum ruptur dan perdarahan tidak spesifik, dan tanda-tanda
vital normal. Perut mungkin non-tender atau sedikit tender, dengan atau tanpa rebound. Uterus
mungkin sedikit membesar, dengan temuan yang mirip dengan kehamilan normal. Massa
adneksa dapat diraba hingga 50% dari kasus, tetapi massa bervariasi dalam ukuran, konsistensi,
dan kelembutan. Massa teraba mungkin korpus luteum dan bukan kehamilan ektopik. Dengan
perdarahan ruptur dan intra-abdominal, pasien mengalami takikardia diikuti oleh hipotensi.
Bunyi usus berkurang atau tidak ada. Perut buncit, dengan nyeri tekan yang ditandai dan nyeri
rebound. Adanya nyeri tekan serviks. Seringkali, temuan pemeriksaan panggul tidak memadai
karena rasa sakit.11
DIAGNOSIS
1. Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas.
2. Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Tanda-tanda kehamilan
muda seperti nausea hanya dilaporkan oleh 10-25% kasus.
3. Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di perut
bawah yang tidak khas, waiaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan
ini pun masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain, seperti
ultrasonografi dan laparoskopi.
4. Bagaimana pun, mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus
atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut yang apabila terlambat diatasi akan
membahayakan jiwa penderita, maka pada setiap wanita dengan gangguan haid dan lebih-
lebih setelah diperiksa dicurigai akan adanya kehamilan ektopik, harus ditangani dengan
sungguh-sungguh dengan menggunakan alat bantu diagnostik yang ada, sampai diperoleh
kepastian diagnostik kehamilan ektopik.1
1. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak (akut) biasanya tidak sulit.
Keluhan yang sering disampaikan ialah haid yang terlambat untuk beberapa waktu atau
terjadi gangguan siklus haid disertai nyeri perut bagian bawah dan tenesmus. Dapat terjadi
perdarahan pervaginam.
2. Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada pemeriksaan ditemukan
tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik
ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri
raba.
3. Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau
menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas,
demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal
ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu
berlangsung lambat. Daiam keadaan demikian, alat bantu diagnostik amat diperlukan
untuk memastikan diagnosis.1
Hasil negatif pada pengukuran kadar beta-hCG akan menyingkirkan kehamilan ektopik
dengan spesifisitas lebih 99%. Pada 85% kasus, kehamilan dengan janin intrauterin akan
menunjukkan peningkatan kadar beta-hCG dua kali lipat dalam 48 jam. Pengukuran kadar
beta-hCG serum bersama dengan pemeriksaan USG dapat membantu untuk
membedakan abortus dan kehamilan ekropik sampai 85% kasus, laparoskopi umumnya
digunakan untuk konfirmasi. Gambaran USG panggul menunjukkan kehamilan tuba
pada 2% kasus atau bila terdapat gambaran cairan bebas intraperitoneal, tetapi terutama
umuk membantu menyingkirkan kehamilan intrauterin. Bila tidak ditemukan gambaran
keharnilan ektopik, dapat dilakukan kuret dan bila basil pemeriksaan histoparologi
rnenunjukkan adanya reaksi desidua dan fenomena Arias-Stella, menjadi dasar untuk
melakukan laparoskopi.10
1. Tes kehamilan
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk mengetahui
ada atau tidaknya hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dalam air kemih. Jaringan
trofobias kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah daripada
kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat
sensitifitas yang ringgi. Apabila tes hCG mempunyai nilai sensitifitas 25 iu/I, maka 90-100%
kehamilan ektopik akan memberi hasil yang positif. Tes kehamilan dengan antibodi
monoklonal mempunyai nilai sensitifitas kurang lebih 50 mlU/ml dan dalam penelitian
dilaporkan 90-96% kehamilan ektopik memberi hasil yang positif. Satu hal yang perlu diingat
ialah bahwa faktor sensitifitas tersebut dipengaruhi oleh berat jenis air kemih yang diperiksa.
Yang lebih penting lagi ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat membedakan kehamilan
intrauterin dengan kehamilan ektopik.1
1. Kuldosentesis.
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah atau cairao lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum terganggu.
Hasil positif apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku
atau yang berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterin.
Untuk memudahkan pengamatan sifat darah, sebaiknya darah yang diisap disemprotkan pada
kain kasa.1
Gambar 4. Kuldosentesis
Komplikasi yang dapat terjadi ialah perforasi usus yang sebelumnya telah membentuk
perlekatan di kavum dauglas. Pada abortus iminens dengan uterus retrofleksi dapat terjadi
tertusuknya uterus. Kalau pada kuldosentesis tidak berhasil dikeluarkan cairan dan kemudian
dilakukan pemeriksaan ultrasonografik, akibat tindakan kuldosentesis tersebut dapat
menimbulkan perdarahan dalam kavum Douglas yang dapat menyebabkan penilaian yang
salah dalam gambaran ultrasonografik seolah-olah suatu hemoperitoneum akibat kehamilan
ektopik terganggu.1
2. Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang diduga
mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan bahwa
kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterin adalah
1:30.000 kasus, maka dalam segi praktis dapat dikatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan
ultrasonografik ditemukan kantung gestasi intrauterin, kemungkinan kehamilan ektopik dapat
disingkirkan.1
Diagnosis pasti kehamilan ektopik melalui pemeriksaan ultrasonografik ialah apabila
ditemukan kantung gestasi di luar uterus yang didalamnya tampak denyut jantung janin. Hal
ini hanya terdapat pada kurang lebih 5% kasus kehamilan ektopik.1
Gambar 5. USG Trans Abdominal pada Kehamilan Ektopik
Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran
yang tampak ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama di kavum Douglas. Tidak
jarang dijumpai hematokel pelvik yang dalam gambar ultrasonografik akan tampak sebagai
suatu masa ekhogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik (sonolusen) dengan batas tepi
yang tidak tegas.1
1. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik,
apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur
laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan
uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga
pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk
dilakukan laparotomi.1
TATALAKSANA
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi bedah
dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien yang
tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan
hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan
sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala
resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.12
A. TERAPI BEDAH
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan
demikian beberapa hal harus dipehatikan dan dipertimbangkan yaitu; kondisi
penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan tehnik bedah
mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukanpembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.8
Salpingostomi
Tindakan ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang panjangnya biasanya
kurang dari 2 cm dan terletak di sepertiga distal tuba uterina. Dibuat insisi linier 10 sampai
15 mm dengan kauter jarum unipolar di tepi antimesenterik di atas kehamilan. Hasil
kehamilan biasanya akan menyembul dari insisi dan akan mudah dikeluarkan atau dibilas
dengan menggunakan irigasi tekanan tinggi yang menghilangkan jaringan trofoblastik
secara lebih bersih. Perdarahan ringan dikontrol dengan elektrokoagulasi atau laser, dan
insisi dibiarkan tidak dijahit agar sembuh dengan secara secondary intention.
Salpingotomi
Salpingotomi, yang kini jarang dilakukan, pada hakikatnya serupa dengan prosedur
salpingostomi, kecuali bahwa insisi ditutup dengan jahitan menggunakan benang yang
lambat diserap. Tidak terdapat perbedaan dalam progonosis dengan atau tanpa jahitan.
Salpingektomi
Reseksi tuba mungkin dilakukan untuk kehamilan ektopik ruptur dan tak ruptur. Ketika
mengeluarkan tuba uterina, perlu dilakukan eksisi baji di sepertiga luar (atau kurang)
bagian interstitium tuba. Tindakan yang disebut sebagai reseksi kornu dilakukan sebagai
upaya untuk meminimalkan angka kekambuhan kehamilan di puntung tuba.
B. TERAPI OBAT
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-
obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah
beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba,
dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa
hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan actinomycin ),
prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih jauh mengenai
pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.13
METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian yang
menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu banyak
dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik yang
berhasil. Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai
diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan methotrexate tidak
digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia
gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah
mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU. Kontraindikasi lainnya termasuk menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus
peptic.3
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis asam
folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium
darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan
dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB
IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8.
Setelah pemakaian methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma
dalam rata- rata antara 14 dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG,
kemungkinan ada massa ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.13
KOMPLIKASI
Komplikasi kehamian ektopik terganggu Menurut Saifuddin (2008) kehamilan ektopik ini akan
mengalami abortus atau rupture apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang
implantasi (misalnya di tuba). Tanpa intervensi bedah, kehamilan ektopik yang rupture dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa (≥ 0,1 % mengakibatkan kematian ibu).
Infeksi sering terjadi setelah rupture kehamilan ektopik yang terabaikan.14
PROGNOSIS
Kematian yang disebabkan karena kehamilan ektopik terganggu cendurung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Bila pertolongan terlambat, angka kematian
dapat tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dialporkan antara 0 – 14.6%. untuk
perempuan dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi
bilateralis.8
KASUS
Ny. N, usia 34 tahun, datang ke IGD RS Polri pada hari ini tanggal 8 Januari 2021 dengan
keluhan nyeri hebat pada perut bagian bawah dirasakan menjalar ke panggul yang semakin
memberat sejak 4 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh keluar darah dari jalan lahir berwarna
merah kehitaman sebanyak 4 pembalut lebih. Pasien mengaku sedang hamil anak ketiga. Pasien
mengaku test pack (+). Pasien juga mengeluh mual namun tidak muntah. Nafsu makan pasien
cenderung menurun karena mual yang dirasakan pasien. BAB dan BAK dalam batas normal.
HPHT: 5 Oktober 2020
Riwayat Penyakit Dahulu: -
Riwayat Penyakit Keluarga: -
Riwayat Menstruasi : Menarche : 12 tahun
Durasi : 5-7 hari
Siklus : 28 hari
HPHT : 5 Oktober 2020
Riwayat Pernikahan : Pernikahan ke-1, sudah selama 7 tahun
Pertama menikah usia : 27 tahun
Riwayat Persalinan: 1. Anak Pertama laki-laki lahir tahun 2014,
lahir secara SC di RS Polri, BBL: 3,1 kg
2. Anak Kedua laki-laki lahir tahun 2018,
lahir secara SC di RS Polri, BBL: 3,4 kg
3. Hamil ini
Status Generalis
Kepala: Normocephal
Mata: Konjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Dada: Jantung dan Paru dalam batas normal
Abdomen: Cembung, supel, nyeri tekan daerah supra pubis (+)
Ekstremitas: CRT < 2 detik, edema (-), akral hangat (+)
Status Obstetrik
TFU: 2 jari diatas simfisis pubis
Pemeriksaan Leopold: Belum dapat dilakukan
Status Ginekologi
VT: Portio tebal kaku, pembukaan 1 cm, nyeri goyang portio (+), keluar darah dari OUE,
forniks posterior vagina teraba menonjol
1. Prawirohardjo, S., 2017, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan, Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka.
2. Wiknjosastro H, dkk. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta. Hal:198.
3. Kristianingsih A dan Halimah Anis, 2018. Hubungan Keterpaparan Asap Rokok dengan
Kejadian Kehamilan Ektopik Di RSIA Anugerah Medical Center Kota Metro tahun 2016.
Jurnal kebidanan vol 4, No 1, Januari 2018: 30-33
4. Cunningham FG, et al, Williams Obstetrics 24th Ed, McGraw-Hill Education, 2014
5. Casanova R, et al, Beckmann and Ling’s Obstetrics and Gynecology 8th Ed, Wolter Kluwer,
2019
6. Smith RP, et al, Netter’s Obstetrics & Gynecology 3rd Ed, Elsevier, 2018
7. The American College of Obstetricians and Gynecologists, ‘Tubal Ectopic Pregnancy’,
ACOG PRACTICE BULLETIN, 2018 Feb 131(2): e65
8. Hoffman BL, et al, Williams Gynecology 3rd Ed, McGraw-Hill Education, 2016
9. Prawirohardjo, S., 2017, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta Pusat :
Yayasan Bina Pustaka.
10. Kumar, V., et al. 2013. Ectopic Pregnancy in Robbins Basic Pathology 9th edition.
Philadelphia: Elsevier.
11. Rauf, S., et al. Gangguan bersangkutan konsepsi. Ilmu kandungan edisi ketiga. Jakarta.
2011. Hal 205 – 206.
12. Voedisch, A., et al. Early pregnancy loss and ectopic pregnancy. Berek & Novak’s
Gynecology 15th edition. Philadelphia. 2012. P 619.
13. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu kebidanan dan Penyakit Kandungan, 2008.
Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.
14. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta..hal 323-338.
15. Benson, Ralp C & Martin L. Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Edisi
9. Jakarta : EGC