Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM PIDANA

DELIK DELIK TERTENTU DALAM KUHP

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Hukum Pidana

Dosen Pengampu : Aprilianita Khusnul A’in, S.H.I., M.H.

Disusun Oleh :

1. Raden Lintar Rahma A.P. (1702026079)


2. M. Luqni Maulana (1702026080)
3. Yusuf Edo P. (1702026081)

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap Negara  tentunya mempunyai hukum masing-masing untuk menangani 


kasus-kasus kejahatan yang terjadi di negaranya. Setiap kasus kejahatan tentunya berbeda-
beda hukum yang akan berlaku, contohnya di Indonesia tindak kejahatan terbagai-bagi ada
kejahatan yang dipandang ringan seperti mencuri ada kejahatan yang di pandang berat
seperti mutilasi atau pembunuhan. oleh sebab itu, untuk mengetahui hukum yang berlaku
bagi setiap tindakan kejahatan itu, harus mempelajari tentang hukum pidana yang
membahas mengenai tindak pidana atau sering disebut dengan  Delik.

            Dalam delik (tindak pidana ) akan berlaku hukuman yang telah dinilainya, dalam hal
ini, KUHP yang terdiri dari pasal-perpasal, dalam pasal-pasal tersebut terdapat hukuman 
yang berlaku bagi siapapun yang melanggarnya atau bertentangan dengan aturan itu. Jika
perbuatan yang dilakukan tidak diatur atau tidak terdapat dalam KUHP dan Undang-undang
maka perbuatan itu dinilai bukan merupakan tindak pidana.

Untuk mempelajari mengenai Delik, kiranya akan lebih mudah memperoleh


kejelasannya apabila terlebih dahulu dipelajari Hukum Pidana yang membahas tentang
Delik secara luas maupun khusus.  Tentunya sebagai  warga Negara Indonesia kita di
harapkan untuk mengetahui bagaimana hukum di Indonesia sehingga dapat membangun
hukum yang ada dinegara ini.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Delik Terhadap Nyawa?
2. Apa yang dimaksud Delik Penganiayaan?
3. Apa yang dimaksud Delik Kekayaan?
4. Apa yang dimaksud Delik Pemalsuan Surat?
5. Apa yang dimaksud Delik Kekerasan?

PEMBAHASAN

A. Delik Terhadap Nyawa


Kejahatan terhadap nyawa adalah penyerangan terhadap nyawa orang lain.
Kepentingan hukum yang dilindungi dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa
(leven) manusia. Hal ini termuat dalam KUHP bab XIX dengan judul “kejahatan terhadap
nyawa” yang diatur dalam pasal 338-350.1
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar,
yaitu:
1. Atas dasar unsur kesalahannya
Berkenaan dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut pada hakikatnya dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan sengaja yang diatur dalam pasal bab XIX KUHP
b. Dilakukan karena kelalaian atau kealpaan yang diatur bab XIX
c. Karena tindak pidana lain yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam pasal 170,
351 ayat 3, dan lain-lain.
2. Atas dasar obyeknya (nyawa)
Atas dasar obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa
dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam, yaitu:
a. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam pasal 338, 339, 340, 344,
345.
b. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat
dalam pasal 341, 342, dan 343.
c. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat
dalam pasal 346, 347, 348, dan 349.
Kejahatan terhadap nyawa ini disebut delik materiil yakni delik yang hanya menyebut
sesuatu akibat yang timbul tanpa menyebut cara-cara yang menimbulkan akibat tersebut.
Perbuatan dalam kejahatan terhadap nyawa dapat berwujud menembak dengan senjata, api,
menikam dengan pisau, memberikan racun dalam makanan, bahkan dapat berupa diam saja
dalam hal seseorang berwajib bertindak seperti tidak memberikan makan kepada seorang
bayi. 
Timbulnya tindak pidana materiil sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada

1
http://wwwqolbu27.blogspot.co.id/2010/06/tindak-pidana-terhadap-nyawa.html
selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah menimbulkan akibat
yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila karenanya (misalnya membacok) belum
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, kejadian ini dinilai baru merupakan percobaan
pembunuhan (338 jo 53),dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 338. 
Dan apabila dilihat dari sudut cara merumuskannya, maka tindak pidana materiil ada 2
macam, yakni:
1. Tindak pidana materiil yang tidak secara formil merumuskan tentang akibat yang dilarang
itu, melainkan sudah tersirat (terdapat) dengan sendirinya dari unsur perbuatan
menghilangkan nyawa dalam pembunuhan (338).
2. Tindak pidana materiil yang dalam rumusannya mencantumkan unsur perbuatan atau
tingkah laku. Juga disebutkan pula unsur akibat dari perbuatan (akibat konstitutif) misalnya
pada penipuan (378) 

B. Delik Penganiayaan

Sebelum membahas mengenai pengertian penganiayaan, penyusun terlebih dahulu


akan mengemukakan apa yang dimaksud dengan delik. Dalam kamus hukum delik diartikan
sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum.2 Dalam hukum pidana Belanda selain
memakai istilah strafbaar feit kadang juga menggunakan kata delict yang berasal dari bahasa
latin delictum. Dan secara umum oleh pakar hukum pidana disetujui penggunaan strafbaar
feit. Prof. Simon mendefinisikan strafbaar feit dengan suatu tindakan melanggar hukum
yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh orang-orang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya.3 Dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagi
perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. Utrecht memandang rumusan yang
dikemukakan oleh Simon itu merupakan rumusan yang lengkap. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa unsur-unsur strafbaar feit meliputi:

1. suatu perbuatan

2
Andi Hamzah, Kamus Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 144.
3
Leiden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum (Jakarta: Grafika, 1991), hlm. 4.
2. perbuatan itu diarang dan diancam dengan hukuman

3. perbuatan itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan4

Oleh karena KUHP bersumber pada W.v.S Belanda, maka istilah yang digunakan
pun sama yaitu strafbaar feit. Namun dalam menterjemahkan istilah strafbaar feit ke dalam
bahasa Indonesia terdapat perbedaan. Sebagaimana yang dikutip oleh Andi Hamzah,
Moeljatno dan Roeslan Saleh menggunakan istilah perbuatan pidana meski tidak untuk
menterjemahkan strafbaar feit. Sedangkan Utrecht menyalin istiah strafbaar feitmenjadi
peristiwa pidana, di mana beliau menterjemahkan secara harfiah menjadi peristiwa pidana. 5
Meskipun terdapat banyak perbedaan pengistilahan, namun yang jelas semua bersumber
pada strafbaar feit. Dan mengenai penggunaan istilah tersebut A.Z.Abidin sependapat bahwa
lebih baik digunakan istilah padanannya saja yang banyak digunakan yaitu delik.6
Delik penganiayaan dalam tatanan hukum termasuk suatu kejahatan, yaitu suatu
perbuatan yang dapat dikenai sanksi oleh undang-undang. Pada KUHP hal ini disebut
dengan “penganiayaan”, tetapi KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut.
penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimuat artinya sebagai : “perlakuan
yang sewenang-wenang…”.
Pengertian yang dimuat Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian
dalam arti luas, yaitu termasuk yang menyangkut “perasaan” atau “batiniah”. Penganiayaan
yang dimaksud dalam ilmu hukum pidana adalah yang berkenaan dengan tubuh manusia.
Mr. M.H. Tirtaamidjaja membuat pengertian “penganiayaan” sebagai berikut:
Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain.
akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak dapat
dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menambah keselamatan
badan …7
Kemudian ilmu pengetahuan (doctrine) mengartikan penganiayaan sebagai, “setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada
orang lain”.
4
ibid
5
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hm. 4.
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1989).
7
Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Pidana  (Jakarta: Fasco, 1955), hlm. 174
Sedangkan menurut H.R. (Hooge Raad), penganiayaan adalah :
Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka
kepada orang lain, dan semata-mata menjadi tujuan dari orang itu dan perbuatan tadi tidak
boleh merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan yang diperkenankan.8

C. Delik Kekayaan
Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah berupa perkosaan atau penyerangan terhadap
kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik tertindak), dimuat
dalam buku II KUHP, yaitu: tindak pidana pencurian, pemerasan, penggelapan barang,
penipuan, merugikan orang berpiutang dan berhak, dan penghancuran atau pengrusakan
barang, dan penadahan (begunsting).9 Berbeda sedikit dengan Wirjono, yang dimaksud
dengan kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran mengenai harta kekayaan orang
adalah tindak-tindak pidana yang termuat dalam KUHP :

Titel XXII : buku II tentang pencurian


Titel XXIII : buku II tentang pemerasan dan pengancaman
Titel XXIV : buku II tentang penggelapan barang
Titel XXV : buku II tentang penipuan
Titel XXI : buku II tentang merugikan orang berpiutang dan berhak
Titel XXVII : buku II tentang penghancuran dan perusakan barang
Titel XXX : buku II tentang pemudahan (begunstiging)
Titel VII : buku III tentang pelanggaran-pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman.

Persamaan dari ketujuh macam kejahatan dan satu macam pelanggaran adalah bahwa
dengan tindak-tindak pidana ini, merugikan kekayaan seseorang atau badan hukum. Oleh
karena itu semua tindak pidana ini merupakan pelanggaran hukum dalam bidang hukum
perdata, berupa penggantian dari kerugian oleh si pelaku kepada korban.10

8
Chidir Ali, Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana , (Bandung: Armico, 1985),
hlm. 83
9
 Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Harta Benda (Malang; Bayu Media, 2006), 1

10
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia (Bandung; Refika Aditama, 2003), 10
Kedelapan tindak pidana tersebut dalam bidang hukum pidana dapat dibagi menjadi dua
macam perbuatan : Pertama, perbuatan tidak memenuhi suatu perjanjian (wanprestasi),
sebagian besar dari penggelapan barang dan merugikan orang berpiutang dan berhak.
Kedua, perbuatan melanggar hukum perdata (onrechtmatige daad dari pasal 1365 BW),
sebagian besar dari tindak pidana lainnya: pencurian, pemerasan dan pengancaman,
penipuan, penghancuran atau perusakan barang, pemudahan, dan pelanggaran tentang tanah-
tanah tanaman.11
Unsur-unsur khas dalam tindak pidana terhadap kekayaan orang lain ;
a.Pencurian (diefstal): mengambil barang orang lain untuk memilikinya.
b.Pemerasan (afpersing): memaksa orang lain dengan kekerasan untuk memberikan sesuatu.
c.Pengancaman (afdreiging): memaksa orang lain dengan ancaman untuk memberikan
sesuatu.
d.Penipuan (oplichting): membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk memberikan
sesuatu.
e.Penggelapan barang (verduistering) : memiliki barang yang sudah ada ditangannya (zich
toe-eigenen)
f.Merugikan orang yang berpiutang: sebagai orang berutang berbuat sesuatu terhadap
kekayaannya sendiri dengan merugikan si berpiutang (creditor).
g.Penghancuran atau pengrusakan barang: melakukan perbuatan terhadap orang lain secara
merugikan tanpa mengambil barang itu.
h.Pemudahan (penadahan): menerima atau memperlakukan barang yang diperoleh orang
lain secara tindak pidana.
i.Pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman: adanya tanah yang ditanami dan merusak
dengan melaluinya.4
Rumusan tentang kejahatan terhadap harta kekayaan diterangkan secara lengkap, baik
unsur-unsur obyektif, maupun unsur subyektif sebagai berikut;
Unsur-unsur obyektifnya antara lain;12
a.Unsur perbuatan materiil seperti perbuatan mengambil pada pencurian, perbuatan

11
 Ibid,11

12
http://wwwqolbu27.blogspot.co.id/2010/06/tindak-pidana-terhadap-kekayaan.html
memiliki pada penggelapan, perbuatan menggerakkan (hati) pada penipuan, perbuatan
memaksa pada pemerasan dan pengancaman, perbuatn menghancurkan dan merusakkan
pada penghancuran dan perusakan benda.
b.Unsur benda atau barang
c.Unsur keadaan yang menyertai terhadap obyek benda, yakni unsur milik orang lain yang
menyertai atau melekat pada unsur obyek benda tersebut.
d.Unsur upaya-upaya yang digunakan dalam melakukan perbuatan yang dilarang, seperti
kekerasan atau ancaman kekerasan dalam kejahatan pemerasan dan lain-lain.
e.Unsur akibat konstitutif, berupa unsur yang timbul setelah dilakukannya perbuatan yang
dilarang (perbuatan materiil).13
Sedangkan unsur- unsur subyektif dari kejahatan terhadap harta kekayaan adalah:
a.Unsur kesalahan, yang dirumuskan dengan kata-kata seperti: dengan maksud pada
kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan pengancaman, atau dengan sengaja pada
kejahatan penggelapan, perusakan dan penghancuran barang, yang diketahui atau sepatutnya
harus diduga pada kejahatan penadahan.
b.Unsur melawan hukum, yang dirumuskan secara tegas dengan perkataan melawan hukum
dalam kejahatan-kejahatan pencurian, pemerasan, pengancaman, penggelapan dan
perusakan barang.14

D. Delik Pemalsuan Surat


Pemalsuan dalam surat-surat (valschheid in geschrift)
Demikianlah judul title XII buku II KUHP. Maka KUHP berturut-turut memuat empat title,
semua tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum. Jadi jelaslah bahwa pemalsuan dalam
surat-suart dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat dengan
keseluruhannya, yaitu kepercyaan masyarakat kepada isi durat-surat daripada bersifat
mengenai kepentingan dari individu-individu yang mungkin secara langsung dirugikan
dengan pemalsuan surat ini.15
Unsur-unsur surat dari peristiwa pidana :
13
Ibid, 14

14
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Harta Benda (Malang; Bayu Media, 2006), 21

15
http://wwwqolbu27.blogspot.co.id/2010/06/tindak-pidana-terhadap-pemalsuan.html
a. suatu surat yang dapat menghasilkan sesuatu hak sesuatu perjanjian utang atau yang
diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu kejadian.
b. Membikin surat palsu (artinya surat itu sudah dari mulainya palsu) atau memalsukan surat
(artinya surat itu tadinya benar, tetapi kemudian palsu).
c. Tujuan menggunakan atau digunakan oleh orang lain.
d. Penggunaan itu dapat menimbulkan kerugian. 

Pasal 263
1. barang siapa membikin surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan
sesuatu hak, sesuatu perutangan atau yang dapat membebaskan daripada utang atau yang
dapat menjadi bukti tentang sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang lain memakai surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau
pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian, maka karena memalsukan surat, dipidana
dengan penjara selama-lamnya enam tahun
2. Dipidana dengan pidana penjara semacam itu juga, barang siapa dengan sengaja memakai
surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau
pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.

Pasal 264.
(1) yang bersalah melakukan pemalsuan surat, dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya 8 tahun apabila perbuatan itu dilakukan :
- pada akta-akta otentik
- Pada surat-surat utang atau sertifikat utang yang dikeluarkan suatu Negara atau bagiannya
atau oleh suatu lembaga umum.
- Pada saham-saham atau utang-utang atau sertifikat sero atau sertifikat utang dari sesuatu
perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai.
- Pada segi saham, surat pembuktian untung sero dan bunga yang menjadi bagian dari surat-
surat tersebut dalam kedua nomor termaksud diatas atau pada surat-surat bukti atau sebagai
pengganti surat-surat itu
- Pada surat-surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan.
Catatan : Pemalsuan surat ada dua macam 
1. Yang disebut pemalsuan materiil
Disini surat ini didalam ujudnya sama sekali palsu, sejak dari mulanya.
2. Yang disebut pemalsuan intelektuil
Disini suratnya sendiri tidak palsu dan ia dibuat sebagai mana mestinya akan tetapi isinya
yang palsu.

E. Delik Kekerasan 
Secara yuridis, apa yang dimaksud dengan kejahatan dengan kekerasan tidak terdapat di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hanya saja dalam Bab IX Pasal 89
KUHP dinyatakan bahwa:16
Membuat orang pingsan atau membuat orang tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan. Dengan demikian kejahatan kekerasan merupakan kejahatan
yang dilakukan dan disertai dengan menggunakan kekuatan fisik yang mengakibatkan
korban pingsan atau tidak berdaya.
 Kemudian dalam Pasal 285 KUH-Pidana kekerasan dinyatakan sebagai berikut:
“Barang siapa dengan kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh diluar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun”
 Dalam Pasal 289 KUH-Pidana kekerasan dinyatakan sebagai berikut:
“Barang siapa yang dengan “kekerasan” atau ancaman kekerasan memaksa seseorang
untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena
melakukan  perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan..”
Berikut akan dijelaskan, beberapa Pasal yang menyangkut tentang kekerasan:
Dalam Pasal 335 KUH-Pidana dinyatakan sebagai berikut:
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling lama banyak
empat ribu lima ratus rupiah 
1. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak
melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain
yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain

16
http://diditnote.blogspot.co.id/2013/05/kekerasan-menurut-hukum-pidana.html
maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun
terhadap orang lain 
2. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan tidak 
melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran 
atau pencemaran tertulis 
2) Dalam hal bagaimana dirumuskan dalam butir 2 kejahatan hanya dituntut atas
pengaduan orang yang terkena. 
Kemudian pengertian kekerasan menurut hukum pidana tertuang juga di dalam Pasal 351
KUH-Pidana, Pasal ini hanya mengatakan bahwa penganiayaan dihukum dengan hukuman
penjara selama–lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus
rupiah. Jelas dalam Pasal 351 KUHPidana kata “penganiayaan” tidak menunjuk kepada
perbuatan tertentu, seperti misalnya kata “mengambil” dari pencurian. Maka dapat
dikatakan, inipun nampak ada rumusan secara material tetapi tidak nampak secara jelas apa
wujud akibat yang harus disebabkan.
Pada dasarnya Rumusan Pasal 351 KUHPidana, Penganiayaan biasa dapat dibedakan
menjadi :17
1. Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun
kematian (ayat 1).
2. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (ayat 2).
3. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian (ayat 3).
4. Penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4).
Perbedaan penggolongan penganiayaan seperti di atas, pada akibat dari penganiayaan,
walaupun pada bentuk ke-4 merupakan perluasan arti dari penganiayaan. Penganiayaan
biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun kematian dalam hal ini merupakan bentuk
pokok, Menurut Adami Chazawi bentuk pokok artinya bahwa pada Pasal 351 KUH-Pidana
memuat semua unsur dari tindak pidana Penganiayaan, berbeda dengan bentuk lain seperti
Pasal 352 dan 353 KUH-Pidana, hal ini hanya penjabaran dari bentuk pokok tersebut.
Sehingga penganiayaan dapat dirumuskan secara yuridis dalam Pasal 351 KUHP
adalah:

17
http://diditnote.blogspot.co.id/2013/05/kekerasan-menurut-hukum-pidana.html
”......Penganiayaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan  sengaja yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa sakit atau luka  pada tubuh orang lain, yang akibat mana semata-
mata merupakan  tujuan sipetindak......”

Dalam penganiayaan biasa Pasal 351 KUH-Pidana, kesengajaan pelaku tidak ditujukan pada
akibat luka berat, sebab apabila ditujukan kepada luka berat tidak lagi menjadi penganiayaan
biasa melainkan penganiayaan beratsebagaimana yang telah dirumuskan oleh Pasal 354 ayat
(1) KUH-Pidana. Sikap batin pelaku dalam penganiayaan yang berupa kesengajaan,
disamping ditujukan pada perbuatannya, juga harus ditujukan untuk menimbulkan rasa sakit
atau lukanya tubuh orang. Menurut Kansil:35 Kesengajaan itu harus memenuhi 3 (Tiga)
unsur tindak pidana yaitu: Perbuatan yang dilarang, Akibat yang menjadi pokok, alasan
diadakan larangan itu dan bahwa perbuatan itu melanggar hukum.

Berdasarkan apa yang diterangkan di atas, maka jelas bahwa penganiayaan ini merupakan
tindak pidana materiil yang artinya akibat perbuatan menjadi sangat penting dalam rangka
untuk menentukan tentang ada tidaknya penganiayaan, untuk dipandang telah terjadi
penganiayaan secara sempurna, sepenuhnya pada apakah yang dituju telah terjadi ataukah
tindak pidana penganiayaan itu. Tindak pidana penganiayaan ini memiliki beberapa pasal
yang merinci dari penganiayaan biasa, ringan, berat, maupun sampai yang mengakibatkan
kematian yang kesemuanya itu memiliki ancaman hukuman yang berbeda-beda.18

18
http://diditnote.blogspot.co.id/2013/05/kekerasan-menurut-hukum-pidana.html
KESIMPULAN

Kejahatan terhadap nyawa adalah penyerangan terhadap nyawa orang lain.


Kepentingan hukum yang dilindungi dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa
(leven) manusia.

Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain.
akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak dapat
dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menambah keselamatan
badan.

Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah berupa perkosaan atau penyerangan


terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik
tertindak), dimuat dalam buku II KUHP, yaitu: tindak pidana pencurian, pemerasan,
penggelapan barang, penipuan, merugikan orang berpiutang dan berhak, dan penghancuran
atau pengrusakan barang, dan penadahan.
pemalsuan dalam surat-suart dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan
masyarakat dengan keseluruhannya, yaitu kepercyaan masyarakat kepada isi durat-surat
daripada bersifat mengenai kepentingan dari individu-individu yang mungkin secara
langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini.

Pada dasarnya Rumusan Pasal 351 KUHPidana, Penganiayaan biasa dapat


dibedakan menjadi :
1. Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun
kematian (ayat 1).
2. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (ayat 2).
3. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian (ayat 3).
4. Penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4).

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi,  Kamus Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia) 1986.


Marpaung, Leiden, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum (Jakarta: Grafika) 1991.
Hamza , Andi, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta) 1991.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2 (Jakarta: Balai Pustaka) 1989.
Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Pidana  (Jakarta: Fasco) 1955.
Ali, Chidir Responsi Hukum Pidana: Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana ,
(Bandung: Armico) 1985.
Chazawi, Adami,  Kejahatan terhadap Harta Benda (Malang; Bayu Media) 2006.

 Prodjodikoro, Wirjono, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia (Bandung; Refika


Aditama) 2003.

 http://wwwqolbu27.blogspot.co.id/2010/06/tindak-pidana-terhadap-nyawa.html
http://wwwqolbu27.blogspot.co.id/2010/06/tindak-pidana-terhadap-pemalsuan.html

http://wwwqolbu27.blogspot.co.id/2010/06/tindak-pidana-terhadap-kekayaan.html

http://diditnote.blogspot.co.id/2013/05/kekerasan-menurut-hukum-pidana.html

Anda mungkin juga menyukai