Ilovepdf Merged
Ilovepdf Merged
MENOPAUSE
OLEH:
MARDIANA
891201010
. B. Fase Menopause
a. Menurut Abernethy dalam Andrews (2010) fase menopause dibagi dalam beberapa
fase, yaitu:
1) Pramenopause
Pramenopause yaitu waktu sebelum periode mentruasi berakhir, biasanya
sebelum gejala mulai muncul.
2) Perimenopause
Perimenopause yaitu waktu disekitar menopause saat perdarahan menstruasi
tidak teratur dan gejala menopause dapat muncul. Secara teoritis, konsepsi masih
mungkin terjadi walaupun siklus yang terjadi mungkin merupakan siklus
anovulatori.
3) Pascamenopause
Pascamenopause yaitu waktu dalam kehidupan wanita setelah periode
menstruasi berhenti paling tidak satu tahun.
b. Jenis menopause menurut Abernethy dalam Andrews (2010) yaitu:
1) Alamiah / spontan yaitu menstruasi berhenti sesuai waktu.
2) Pembedahan yaitu ovarium diangkat melalui pembedahan, mengakibatkan
menopause terjadi dengan segera.
3) Prematur yaitu menopause terjadi sebelum usia 40 tahun apapun alasannya.
4) Diinduksi yaitu menopause terjadi akibat faktor eksternal, seperti
kemoterapi dan radioterapi.
C. Etiologi Menopause
a. Penyebab menopause menurut Abernethy dalam Andrews (2010) yaitu:
1) Perubahan hormon saat menopause
Selama fase perimenopause, kadar ekstradiol turun sedangkan kadar FSH dan
LH meningkat. Akan tetapi kadar hormon tersebut berfluktuasi disekitar waktu
menopause serta terjadi kegagalan korpus luteum. FSH meningkat secara bertahap dan
mencapai puncak setelah perdarahan berakhir terjadi. Kadar FSH kembali turun 10 – 20
tahun setelah menopause (Cakravati et al dalam Andrews (2010)).
Sebelum terjadi menopause, estradiol dan estrogen merupakan estrogen sirkulasi
utama di dalam tubuh. Kedua hormon ini dihasilkan terutama di ovarium, dengan
estradiol sebagai hormon utama. Estrogen juga dihasilkan melalui perubahan satu
hormon, yaitu androstenodion yang disekresikan oleh kelanjar adrenal. Setelah
menopause, kadar estrogen maupun ekstradiol turun secara drastis dan estrogen menjadi
estrogen dominan.
2) Menopause prematur, penyebabnya yaitu:
a) Pembedahan
Apabila kedua ovarium diangkat, menopause terjadi dengan segera. Gejala
yang dialami mungkin cukup parah walaupun hanya terjadi dalam waktu singkat.
Terapi sulih hormon diberikan tidak hanya untuk mencegah timbulnya gejala, tetapi
juga untuk membantu melindungi dari penyakit kardiovaskuler dan osteoporosis.
Histerektomy (yaitu dengan mempertahankan salah satu atau dua ovarium) terbukti
dapat mempercepat usia terjadinya menopause pada beberapa wanita.
b) Alami
Kadang kala, menopause terjadi secara spontan pada usia jauh lebih muda. Hal
ini disebabkan oleh abnoramalitas kromosom atau penyakit autoimun pada ovarium.
Kadang kala, penyebab menopause prematur tidak ditemukan. Gejala menopause
tertentu dapat muncul atau tidak muncul sama sekali sehingga diperlukan pengkajian
secara saksama.
c) Iatrogenik
Menopause dini iatrogenik, yaitu disebabkan oleh pengaruh luar, seperti
kemoterapi atau radioterapi, dapat cukup traumatis, terutama jika wanita tersebut
berhasil menghadapi penyakit keganasan, tetapi harus menghadapi menopause dini
akibat pengobatan tersebut.
D. Resiko Menopause
Sebagian wanita tampak memiliki semua faktor resiko, tetapi tidak mengalami
osteoporosis, sedangkan wanita lain yang tampak tidak beresiko tinggi justru mengalami
osteoporosis (Andrews, 2010). Faktor yang dapat mempengaruhi menopause menurut
Manuaba (2010) yaitu:
a. Mempercepat menopause
1) Riwayat keluarga dengan menopause usia relatif muda
2) Merokok, melalui gangguan vaskukarisasi
3) Wanita buta, karena rangsangan panca indera tidak membantu tumbuh
kembangnya system hormonal
4) Pubertas prekok, karena degenerasi oosit lebih cepat, menjadi atresia dan tidak
berfungsi
5) Wanita yang tangan kirinya lebih aktif, karena umur rata-ratanya 43-44 tahun,
sedangkan pemakai tangan kanan sekitar 47-48 tahun.
b. Memperlambat menopause
1) Wanita gemuk menopausenya terlambat
a) Aromatisasi estrogen pherper mempertahankan menstruasi
b) Cadangan kolesterol dan lemak cukup tinggi
E. Patofisiologi Menopause
Sebelum haid berhenti, sebenarnya pada seseorang wanita telah terjadi berbagai
perubahan pada ovarium seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel, dan
menurunnya sintesis steroid seks. Penurunan fungsi ovarium itu menyebabkan berkurangnya
kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin. Keadaan ini akan
mengakibatkan terganggunya interaksi antara hipotalamus – hipofisis. Pertama – tama terjadi
kegagalan fungsi korpus luteum. Kemudian, turunnya produksi steroid ovarium menyababkan
berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan
produksi FSH dan LH. Dari kedua gonadotropin itu, ternyata yang paling mencolok
peningkatannya adalalah FSH. Oleh karena itu, peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk
hormonal yang paling baik untuk mendiagnosis sindrom klimakterik.
Secara endokrinologis, masa klimakterium ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan
meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Gambaran klinis dari defisiensi estrogen dapat
berupa gangguan neurovegetataif, gangguan psikis, gangguan somatik, dan gangguan siklus
haid. (Andrews, 2010).
F. Pathway
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
d. Riwayat Obsterti: riwayat haid: makin dini menarche terjadi, makin lambat
menarche terjadi. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu.
e. Riwayat perkawinan: oaring yang menikah pada umumnya terus melanjutkan
aktivitas seksual sampai masa tuanya. Bagi mereka yang tidak memiliki
pasangan atau bercerai kurang memiliki dorongan seksual yang cukup kuat.
f. Riwayat KB
g. Pola kebutuhan sehari hari, seperti: nutrisi, eliminasi, aktivitas, istirahat, pola
seksual. Dari pola tersebut dapat mengalami masalah yang masing-masing
dialami lansia, mulai dari kurang istirahat, cemas menghadapi menopause, nutrisi
tidak terpenuhi dengan baik, eliminasi yang terganggu, aktivitas yang menurun.
h. Data Psikososial, spiritual, kultural
Data objektif dapat ditemukan dari:
a. Keadaan umum: untuk mengetahui status kesehatan pasien
Diagnosis yang dapat timbul pada wanita yang menopause (PPNI, 2017, p. 158)
3. Rencana Tindakan
1) Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling
percaya
2) Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman
A. BIODATA
Nama : Ny. Y
Umur : 48 tahun
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Suku/Bangsa : bugis
Alamat : jl panglima aim perum 3
Nama Suami : Tn.A
Umur : 53 tahun
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
Suku/Bangsa : melayu
Alamat : jl panglima aim perum 3
Tanggal Masuk : 22 februari 2021
Tanggal didata : 22 februari 2021
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. Y mengatakan tidak mengalami haid
a. Keluhan utama :
Ny. Y mengatakan bahwa ia sudah tidak mendapatkan haid sejak 2 bulan yang lalu
b. Keluhan Waktu didata :
Ny. Y mengatakan sering merasa pusing, nyeri sendi, wajah terasa panas dan memerah.
Mood sering berubah-ubah dan Sulit tidur.
b. Riwayat Kontrasepsi
Tipe : Kb implant
Masalah : klien mengatakan tidak ada keluhan dan sekarang sudah tidak
menggunakan Kb implant
Laki-laki : 2 orang
Perempuan : 2 orang
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
E. Riwayat Sosial
1. Lingkungan sosial klien : klien mudah beradaptasi
F. Riwayat Psikologis
1. Klien mengatasi masalah : klien mengatasi masalah dengan cara berdiskusi dengan
keluarga
2. Hubungan klien dengan orang lain : hubungan klien dengan orang lain baik
3. Perubahan hubungan seksual : pola seksual menurun kadang dilakukan 1 kali dalam 2
bulan dan tidak teratur
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : klien tampak rapih dan bersih
2. General Survey : Ny.Y di pipi sebelah kanan terlihat ada tahi lalat dan posisi
tulang belakang lordosis.
3. Inspeksi
a. Mammae : Simetris/asimetris : simetris
Bentuk pembesaran : bulat
4. Palpasi
a. Mammae : Konsistensi
posisi : normal
H. PEMERIKSAAN DALAM
1. Portio :
2. Corpus uteri : ……………………….……………………………………………
Kiri : ………………………..……………………………......
I. DATA PENUNJANG
1. Radiologi :
……………….…………………………………………………………………………….
……………………………………………………………
2. Laboratorium :
a. …………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………
c. …………………………………………………………………………
3. U S G :
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………
4. Tes-tes lain :
a. ……………………………………………………………………
b. ……………………………………………………………………
5. Tindakan Pengobatan :
a. ………………………………………………………………………
b. …………………………………………............................................
ANALISA DATA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut teori perubahan hormon, peranan hormon endorphin pada sinaps sel-sel saraf
dapat mengakibatkan penurunan sensasi nyeri serta gejala psikologis yaitu kecemasan. Ditinjau
dari Psikofisiologis, saat individu menghadapi kejadian traumatis sebagai bahaya, maka tubuh
akan memberikan respon dan mengaktifkan sistem syaraf dengan melepaskan hormon stres.
Kelenjar adrenal akan memberi tanda kepada hypotalamus untuk melepaskan kortisol, epinefrin,
dan norepinefrin agar masuk kedalam aliran darah. Reaksi segera yang terjadi dengan pelepasan
hormon tersebut adalah denyut jantung berdetak dengan cepat, sesak nafas, terjadinya tekanan
darah dan perubahan metabolisme dalam tubuh. Otot-otot bersiaga untuk memberikan respon
melawan atau menghindar dengan membuka pembuluh darah ke jantung dan dari jantung ke
seluruh tubuh, sementara hati memberi respon dengan melepaskan glukosa untuk energi dan
memproduksi keringat untuk mendinginkan tubuh. Selain itu banyak hormon stres endogen
lainnya yang juga dibebaskan seperti hormon adrenocorticotropic yang menstimulasi pelepasan
glucocorticoid, glucagon untuk menggerakkan energi, endorfin untuk memblokir rasa sakit, dan
vasopresin yang juga memainkan peran dalam merespon stres kardiovaskular. 9 Hormon
endorfin berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit, dimana terdapat peningkatan kadar
endorphin pada orang yang mengalami penurunan rasa nyeri.
Menurut Nasrawati (2020) penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor
tingkat kecemasan yang diketahui dari presentase tingkat kecemasan sebelum diberi perlakuan
(pretest) dan sesudah diberi perlakuan (posttest) pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Ini menunjukkan bahwa terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) efektif
menurunkan tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol
cenderung mengalami peningkatan atau stagnan. Terapi SEFT dapat dijadikan sebagai terapi
komplementer dalam penanganan kecemasan yang sering terjadi pada ibu premeneopause.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa intervensi terapi SEFT
dapat digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, mudah dipahami, dipelajari dan merasakan
efek dari terapi SEFT secara langsung setelah melakukannya. Efek dari terapi SEFT dapat
dirasakan subjek secara langsung dan dapat bertahan lama karena tidak memiliki efek samping,
dan bersifat universal.
TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM
TECHNIQUE (SEFT)
7. CARA BEKERJA :
1. Estimate Severity
a. Ukur skala awal dari masalah dengan kisaran angka 0 sampai 10
b. Identifikasi rasa sakitnya, bukan nama sakitnya. Contoh: (sakit kepala bagian
samping, nyeri pundak atas kanan, dan lain-lain).
Angka 0 berarti tidak ada gangguan (tidak terasa sakit sama sekali)
Angka 10 berarti gangguan sangat kuat atau masalahnya sangat berat.
2. Melakukan Set Up
Ucapkan kalimat set up sesuai dengan masalah yang sedang anda hadapi dengan
penuh perasaan sebanyak 3 kali, sambil menekan dada di bagian sore spot, yaitu di
daerah sekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit.
Contoh:Ya Allah, meskipun saya menderita nyeri perut yang sangat hebat dan
sering beser, saya ikhlas, saya pasrah padaMu sepenuhnya. (Bila anda beragama
lain, anda bisa mengganti Ya Allah dengan Ya Tuhan)
3. Lakukan Tune In
a. Pikirkan dan bayangkan peristiwa spesifik yang membangkitkan emosi negatif
yang ingin dihilangkan sambil mengulangi kata pengingat yang mewakili emosi
negatif yang kita rasakan. Kata pengingat terbaik, biasanya diambil dari kalimat
yang kita pilih dalam set up, misalnya: rasa nyeri.
b. Cara lain melakukan tune in ialah sambil membayangkan peristiwanya atau
merasakan sakitnya, lalu kita mengganti kata pengingatnya dengan doa
khusyuk: Saya ikhlas, saya pasrah padaMu Ya Allah.
4. Lakukan Tapping
Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di
tubuh kita sebanyak kurang lebih 5-7 kali ketukan, sambil terus melakukan tune in
(mengucapkan permasalahn yang sedang dialami klien). Adapun titik-titik tersebut
adalah:
a. top of head (bagian atas kepala)
b. end of eyebrow (titik permulaan alis mata)
c. side of eye (titik permulaan alis mata)
d. under eye (2 cm di bawah mata)
e. under nose (di bawah hidung)
f. chin (antara dagu dan bagian bawah bibir)
g. collarbone (pada ujung tempat bertemu tulang dada dan tulang rusuk pertama)
h. under arm (untuk laki-laki terletak di bawah ketiak sejajar dengan putting susu
dan wanita terletak di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah
payudara)
i. gamut (di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari
kelingking)
j. karate point (di samping telapak tangan)
5. Di titik terakhir (Gamut Spot), lakukan 9 Gamut procedure sambil menekan pada
titik gamut dan tuning adalah sebagai berikut:
a. Menutup mata
b. Membuka mata
c. Menggerakkan mata dengan keras ke kanan bawah
d. Menggerakkan mata dengan keras ke kanan bawah
e. Memutar bola mata searah jarum jam
f. Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam
g. Bergumam dengan berirama selama 2 detik
h. Menghitung dari 1 sampai 5
i. Bergumam dan bersenandung lagi selama 2 detik
6. The Tapping Again
langkah terakhir adalah mengulang lagi the tapping dan diakhiri dengan tarik
nafas panjang, hembuskan dan ucapkan rasa syukur (sesuai agama masing-
masing).
8. Hasil :
Pasien memiliki perasaan lega dengan beban yang dirasakan selama ini, missal
kecemasan, rasa takut, stress, kecewa, nyeri
9. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Pastikan lingkungan nyaman dan tenang
LOGBOOK KEGIATAN HARIAN
Nama : MARDIANA
NIM : 891201010
Minggu_1 :
Selasa, 23
2. februari 2021 07.00 Absen pagi
09.00 Mengisi pengkajian
19.00 Membuat askep
Kamis, 25
4. 07.00 Absen pagi
februari 2021
09.00 Membuat SOP dan mencari vidio
10.15 Membuat video
INSTRUMEN PENILAIAN PENDOKUMENTASIAN LAPORAN
Nama mahasiswa :
NIM :
Skor penilaian
Komponen yang dinilai
1 2 3 4
Total skor
Total skor
48
Keterangan :
1 = Kurang
2 = Cukup
3 = Baik
4 = Sangat Baik
( ) ( ) ( )
FORMAT PENILAIAN
Range
nilai
No Komponen yang dinilai Nilai Keterangan
A Komunikasi
A. Target Pencapaian
NO KOMPETENSI PENCAPAIAN
ARTIKEL RISET
URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh3402
ABSTRAK
Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) menggabungkan antara spiritualitas berupa do’a,
keikhlasan, dan kepasrahan dengan energi psikologi berupa seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan sistem
energi tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi, dan perilaku yang dilakukan dengan tiga teknik sederhana
yaitu set-up, tune-in, dan tapping. Pemanfaatan terapi SEFT dalam menurunkan kecemasan menjelang menopause
didasari asumsi bahwa kesembuhan berasal dari Tuhan, begitu individu bisa ikhlas dan pasrah dengan penekanan
pada keyakinan kepada Tuhan, secara tepat dan sederhana sehingga dapat memperbaiki The Major Energy
Meridians yang berfungsi untuk menetralisir permasalahan fisik dan emosi sebagai penyebab kecemasan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa terapi SEFT memiliki efektivitas dalam menurunkan tingkat
kecemasan pada wanita pre menopause. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan BAI (Back
Anxiety Inventory). Subjek dalam penelitian ini berjumlah 32 sampel. Pelaksanaan terapi SEFT dilakukan dengan
3 teknik yang meliputi set-up, tune-in, dan tapping dengan rancangan dalam penelitian ini menggunakan pretest-
posttest control group design. Teknik analisis data menggunakan Uji Mann-Whitney membandingkan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan nilai p (0,000)<α 0,05. Ada perbedaan tingkat
kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen rata-rata penurunan
tingkat kecemasan adalah 23.12 sedangkan pada kelompok kontrol penurunan tingkat kecemasan adalah 9.88. Ini
menunjukkan bahwa terapi Spiritual Emotional Freedom Technique efektif menurunkan tingkat kecemasan pada
kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol cenderung mengalami peningkatan atau stagnan. Terapi
SEFT dapat dijadikan sebagai terapi komplementer dalam penanganan kecemasan yang sering terjadi pada ibu
pre-meneopause.
Article history :
PUBLISHED BY :
Public Health Faculty Received 15 Maret 2020
Universitas Muslim Indonesia Received in revised form 08 Juni 2020
Accepted 09 Juni 2020
Address :
Jl. Urip Sumoharjo Km. 5 (Kampus II UMI) Available online 25 Oktober 2020
licensed by Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Makassar, Sulawesi Selatan.
Email :
jurnal.woh@gmail.com, jurnalwoh.fkm@umi.ac.id
Phone :
+62 85255997212
ABSTRACT
SEFT therapy (Spiritual Emotional Freedom Technique) combines spirituality in the form of prayer, sincerity, and
submission with psychological energy in the form of a set of principles and techniques to utilize the body's energy
system to improve the state of mind, emotions, and behavior which is carried out with three simple techniques,
namely set- up, tune-in, and tapping. The use of SEFT therapy in reducing anxiety before menopause is based on
the assumption that healing comes from God, so that individuals can sincerely and surrender with an emphasis on
belief in God, precisely and simply so as to improve The Major Energy Meridians, which functions to neutralize
physical and emotional problems as causes worry. This study aims to prove that SEFT therapy has effectiveness
in reducing anxiety levels in pre menopausal women. The measuring instrument used in this study used the BAI
(Back Anxiety Inventory). Subjects in this study amounted to 32 samples. The implementation of SEFT therapy
was carried out with 3 techniques including set-up, tune-in, and tapping. The design in this study used a pretest-
posttest control group design. The data analysis technique used the Mann-Whitney test comparing the
experimental group and the control group. The results showed the value of p (0.000) <α 0.05. There was a
difference in the level of anxiety between the experimental group and the control group. In the experimental group
the average decrease in anxiety level was 23.12, while in the control group the decrease in anxiety level was 9.88.
This shows that the Spiritual Emotional Freedom Technique therapy is effective in reducing anxiety levels in the
experimental group, whereas in the control group it tends to increase or stagnate. SEFT therapy can be used as a
complementary therapy in dealing with anxiety that often occurs in pre-menopausal mothers.
PENDAHULUAN
Gangguan kecemasan merupakan hal yang sering dialami wanita yang akan menghadapi
menopause, kecemasan dianggap sebagai bagian dari satu mekanisme pertahanan diri yang dipilih
secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam atau membahayakan
dirinya. Kecemasan yang timbul pada wanita pre-menopause sering dihubungkan dengan adanya
kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatikan. Merasa cemas
dengan berakhirnya masa reproduksi yang berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi
menyadari bahwa dirinya akan menjadi tua yang berarti kecantikan akan mundur. Seiring dengan hal itu
vitalitas dan fungsi organ-organ tubuhnya akan menurun. Hal ini dapat menghilangkan kebanggaannya
sebagai seorang wanita. Keadaan ini dikhawatirkan akan mempengaruhi hubungannya dengan suami
maupun dengan lingkungan sosialnya.1
Berhentinya siklus menstruasi dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaannya karena sudah
tidak dapat melahirkan lagi. Akibat lebih jauh adalah timbulnya perasaan tak berharga, tidak berarti
dalam hidup sehingga muncul rasa khawatir akan adanya kemungkinan bahwa orang-orang yang
dicintainya berpaling dan meningggalkannya. Perasaan itulah yang seringkali dirasakan wanita pada
masa menopause, sehingga sering menimbulkan kecemasan.2
Dampak kecemasan tersebut perlu mendapatkan penanganan. Penanganan kecemasan menjelang
menopause dapat dilakukan dengan menggunakan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique
(SEFT). Pada dasarnya solusi dari setiap masalah klien ada pada diri sendiri, dan dengan menggunakan
terapi SEFT. Terapi ini adalah suatu teknik yang menggabungkan antara spiritualitas berupa do’a,
keikhlasan, dan kepasrahan dengan energi psikologi berupa seperangkat prinsip dan teknik
memanfaatkan sistem energi tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi, dan perilaku yang
dilakukan dengan tiga teknik sederhana yaitu set-up, tune-in, dan tapping. Pemanfaatan terapi SEFT
dalam menurunkan kecemasan menjelang menopause didasari asumsi bahwa kesembuhan berasal dari
Tuhan, begitu individu bisa ikhlas dan pasrah dengan penekanan pada keyakinan kepada Tuhan YME,
secara tepat dan sederhana sehingga dapat memperbaiki The Major Energy Meridians yang berfungsi
untuk menetralisir permasalahan fisik dan emosi sebagai penyebab kecemasan.3
Feinstein dan Ashland tahun 2012 mengatakan untuk mengatasi gangguan psikologis dan
kecemasan dapat dilakukan dengan menstimulasi, menyentuh, menekan, ataupun dengan ketukan ringan
pada titik-titik acupoint yang berhubungan dengan persoalan yang dialami. Dengan melakukan stimulasi
pada titik acupoint maka secara otomatis akan melenyapkan atau mengeluarkan energi negatif dari
sistem energi individu.4
Pada SEFT digunakan stimulasi berupa ketukan ringan atau tapping pada titik acupoint. Pada
saat tapping terjadi peningkatan proses perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang menurunkan
regulasi hipotalamic-pitutiary-adrenal Axis (HPA axis) sehingga mengurangi produksi hormon stres
yaitu kortisol.5 Efek tapping telah dibuktikan dengan sebuah penelitian di Harvard Medical
School. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang yang dalam keadaan cemas kemudian
dilakukan tapping pada titik acupointnya maka terjadi penurunan akitivitas amygdala, dengan kata lain
terjadi penurunan aktivitas gelombang otak, hal tersebut juga membuat respons fight or flight pada
partisipan terhenti. Untuk kemudian memunculkan efek relaksasi yang akan menetralisir segala
ketegangan emosi yang dialami individu. Efek ini sama dengan respon yang muncul ketika seseorang
distimulasi dengan jarum akupuntur pada titik meridiannya.4
Pemaparan uraian di atas, didukung juga oleh beberapa praktek dan penelitian lainnya yang
menjabarkan kesuksesan terapi SEFT dalam menyelesaikan permasalahan fisik dan psikologis
diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk., tentang pengaruh SEFT terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada para pengguna NAPZA, hasilnya memperlihatkan bahwa ada
perbedaan yang bermakna antara tingkat kecemasan pada responden sebelum dan setelah intervensi.
Terdapat penurunan tingkat kecemasan pada responden setelah diberikan intervensi SEFT.6
Meninjau dari beberapa literatur tentang manfaat terapi SEFT dalam mengatasi kecemasan, maka
dipandang perlu kajian mendalam penggunaan terapi tersebut untuk memberikan efek penurunan
kecemasan ibu pre menopause. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan wanita menjelang menopause.
METODE
Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan desain quasi eksperiment tipe pretest-posttest with
control group design. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability dengan
tekhnik purposive sampling, yaitu sample ditentukan berdasarkan kriteria dari peneliti, berdasarkan
kriteria yang ditentukan oleh peneliti, yang tercantum pada kriteria inklusi dan ekslusi.7 Sampel yang
akan digunakan adalah wanita pre menopause usia 45-49 tahun yang mengalami kecemasan sedang dan
berat sebanyak 32 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yakni 16 subjek diberi perlakuan (kelompok
eksperimen) dan 16 subjek tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol).
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan instrument
penelitian berupa tes BAI (Beck Anxiety Inventory). Pada tes BAI yang digunakan terdapat 21 gejala
kecemasan dengan poin yang berbeda sesuai dengan derajat keluhan yang dialami oleh responden. Tes
BAI memiki skor 0 sampai 3. Skala 0 untuk tidak sama sekali, 1 untuk ringan/tidak banyak menggangu,
2 untuk sedang/kadang-kadang, 3 untuk berat/banyak mengganggu. Kategori jumlah skor 0-7 (minimal),
8-15 (ansietas ringan), 16-25 (ansietas sedang), 26-63 (ansietas berat). Semakin tinggi skor BAI
menunjukkan semakin tinggi kecemasan yang dialami subjek, begitu pula sebaliknya semakin rendah
skor BAI menunjukkan semakin rendah pula kecemasan pada subjek penelitian. Skala BAI akan
diberikan dua kali yaitu pada saat pre-test (sebelum diberikan perlakuan) dan post-test (setelah diberikan
perlakuan) baik pada kelompok perlakuan atau eksperimen maupun kelompok kontrol. Adapun teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis univariat untuk
mendiskripsikan karakteristik responden, selanjutnya dilakukan analisis bivariabel menggunakan Uji
Mann-Whitney dengan gain score, yaitu uji non-parametrik yang digunakan untuk membandingkan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, antara sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
HASIL
Berdasarkan grafik pada gambar 1 diketahui bahwa kelompok eksperimen terdapat penurunan
persentase pada kategori tingkat kecemasan antara pretest dan posttest. Hasil kategori tingkat kecemasan
berdasarkan hasil dari pretest ditemukan 3 (18.75%) subjek memiliki kategori kecemasan berat, 13
(81.25%) subjek pada kategori kecemasan sedang. Adapun kategori kecemasan setelah diberikan skala
posttest, terdapat 7 (43.75%) subjek memiliki kategori kecemasan sedang dan 7 (43.75%) memiliki
kategori kecemasan ringan sedangkan 2 (12.5%) subjek memiliki kecemasan sangat rendah (minimal).
14 13
12
10
8 7 7
pretest
6 posttest
4 3
2
2
0 0 0
0
Berat Sedang Ringan Minimal
Berdasarkan kategorisasi dan persentase tingkat kecemasan hasil pretest dan posttest pada
kelompok kontrol juga dapat diketahui bahwa terdapat perubahan pada beberapa subjek pada tingkat
kecemasan. Meninjau dari hasil pretest diketahui bahwa terdapat 10 (62.5%) subjek memiliki kategori
kecemasan berat, 6 (37.5%) memiliki kategori sedang. Adapun berdasarkan skala posttest dapat
diketahui kategori kecemasan yaitu terdapat 2 (12.5%) subjek memiliki kategori berat, 14 (87.5%)
subjek memiliki kategori sedang. Kategori tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
14
14
12
10
10
8 6 pretest
6 posttest
4 2
2 0 0 0 0
0
Berat Sedang Ringan Minimal
Uji perbedaan yang dilakukan dengan menggunakan Uji Mann-Whitney gain score pre-posttest
antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0.000,
karena tingkat signifikansi lebih kecil dari tingkat kesalahan (0.000< 0.05), dengan kata lain ada
perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana pada
kelompok eksperimen rata-rata penurunan tingkat kecemasan adalah 23.12 sedangkan pada kelompok
kontrol penurunan tingkat kecemasan adalah 9.88.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan penurunan tingkat
kecemasan yang signifikan antara kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol
setelah diberi perlakuan berupa terapi SEFT. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis
penelitian ini diterima, yaitu terapi SEFT efektif dapat menurunkan tingkat kecemasan pada wanita pre
menopause.
PEMBAHASAN
Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan pada kelompok
eksperimen sebelum dan sesudah diberi perlakuan terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Technique). Responden yang diberi perlakuan terapi SEFT mengalami perubahan tingkat kecemasan.
Hasil uji mann-whitney dengan gain score antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan skor antara gain score pre-post dengan taraf
signifikansi sebesar 0.000, karena tingkat signifikansi lebih kecil dari tingkat kesalahan (0.000< 0.05).
Hal ini sejalan dengan nilai selisih dari pre-posttest (gain score) yang diperoleh dari perbandingan nilai
mean pada kelompok eksperimen dengan skor 23.12 sedangkan pada kelompok kontrol penurunan
tingkat kecemasan adalah 9.88. Nilai tersebut menjadi perbandingan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol bahwasanya pada kelompok yang diberi perlakuan lebih efektif mengalami penurunan
kecemasan dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan.
Wanita berusia sekitar 45 tahun ke atas, ketika persediaan sel telur habis, indung telur mulai
menghentikan produksi estrogen akibatnya haid tidak muncul lagi dan berefek pada penurunan drastis
kadar hormon estrogen dan progresteron yang akan diikuti berbagai perubahan fisik seperti,
inkontinensia (gangguan kontrol berkemih) pada waktu beraktivitas, jantung berdebar-debar, hot flushes
(peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba), sakit kepala, mudah lupa, sulit tidur, rasa semutan pada tangan
dan kaki, nyeri pada tulang dan otot dalam jangka panjang, rendahnya kadar hormon estrogen setelah
menopause menimbulkan ancaman osteoporosis (pengeroposan tulang) yang membuat patah tulang
serta peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler, dimana setelah mencapai menopause hormon-
hormon ini tidak diproduksi yang berarti berhentinya masa kesuburan. Hormon-hormon inilah yang
sangat berpengaruh dan mengatur emosi dan beberapa fungsi fisik.8
Menurut teori perubahan hormon, peranan hormon endorphin pada sinaps sel-sel saraf dapat
mengakibatkan penurunan sensasi nyeri serta gejala psikologis yaitu kecemasan. Ditinjau dari
Psikofisiologis, saat individu menghadapi kejadian traumatis sebagai bahaya, maka tubuh akan
memberikan respon dan mengaktifkan sistem syaraf dengan melepaskan hormon stres. Kelenjar adrenal
akan memberi tanda kepada hypotalamus untuk melepaskan kortisol, epinefrin, dan norepinefrin agar
masuk kedalam aliran darah. Reaksi segera yang terjadi dengan pelepasan hormon tersebut adalah
denyut jantung berdetak dengan cepat, sesak nafas, terjadinya tekanan darah dan perubahan metabolisme
dalam tubuh. Otot-otot bersiaga untuk memberikan respon melawan atau menghindar dengan membuka
pembuluh darah ke jantung dan dari jantung ke seluruh tubuh, sementara hati memberi respon dengan
melepaskan glukosa untuk energi dan memproduksi keringat untuk mendinginkan tubuh. Selain itu
banyak hormon stres endogen lainnya yang juga dibebaskan seperti hormon adrenocorticotropic yang
menstimulasi pelepasan glucocorticoid, glucagon untuk menggerakkan energi, endorfin untuk
memblokir rasa sakit, dan vasopresin yang juga memainkan peran dalam merespon stres
kardiovaskular.9 Hormon endorfin berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit, dimana terdapat
peningkatan kadar endorphin pada orang yang mengalami penurunan rasa nyeri.10
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Aulianita dan Sudarmiati
tahun 2015 pada 30 responden wanita klimakterium yang mengalami kecemasan menunjukkan bahwa
setelah dilakukan terapi SEFT adalah tidak ada kecemasan sebanyak 4 responden (13.3%). Rata-rata
skor kecemasan (pretest) sebesar 21.50 dan rata-rata skor kecemasan (posttest) sebesar 19.43. Hasil uji
statistik dengan Wilcoxon signed rank test diperoleh nilai p = 0.000.11
Saat subjek melakukan terapi SEFT, hormon stres yang pada awalnya meningkat yaitu kortisol,
epinefrin, dan norepinefrin yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal, kemudian dapat menurun setelah
melakuan terapi SEFT disertai dengan pelepasan hormon endorfin yang dapat mengatasi rasa nyeri (rasa
sakit yang dialami sehingga dengan demikian subjek yang melakukan terapi SEFT akan merasa lebih
tenang, lebih nyaman dan rileks setelah melakukan terapi SEFT. Menurut San tahun 2012, bahwa
sebelum mengobati organ-organ yang terserang penyakit, maka hal pertama yang harus diperbaiki
adalah jalur energi tubuh, hal ini menjadi salah satu landasan penting dalam terapi SEFT.12 Titik-titik
tapping dalam terapi SEFT merupakan titik-titik yang mewakili organ-organ dalam tubuh, sehingga
pada saat tapping akan terjadi peningkatan proses perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang
menurunkan regulasi Hipotalamic-Pitutiary-Adrenal Axis (HPA axis) sehingga mengurangi produksi
hormon stres yaitu kortisol.5
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan dari Bakara tahun 2012 yang berjudul “Pengaruh
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap Penurunan Tingkat Gejala Depresi,
Kecemasan dan Stres pada Pasien Koroner Akut (SKA) Non Percutenous Coronary Intervention (PCI)”,
menunjukkan bahwa ada pengaruh intervensi SEFT terhadap penurunan tingkat depresi, kecemasan,
dan stress pada pasien SKA secara bermakna.13 Penelitian yang dilakukan oleh Zakiyah tahun 2013,
dalam penelitiannya “Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap
Penanganan Nyeri Dismenorea menunjukkan bahwa terapi SEFT memberikan pengaruh terhadap
penanganan nyeri dismenorea dengan p value = 0.000.14 Penelitian yang telah dilakukan oleh Suherni
tahun 2017, dengan judul Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap
Penurunan Kecemasan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Malang,
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.00 (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi
SEFT terhadap penurunan kecemasan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A
Malang.15
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa intervensi terapi SEFT dapat
digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, mudah dipahami, dipelajari dan merasakan efek dari terapi
SEFT secara langsung setelah melakukannya. Efek dari terapi SEFT dapat dirasakan subjek secara
langsung dan dapat bertahan lama karena tidak memiliki efek samping, dan bersifat universal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stubbings DR, Rees CS, Roberts LD, Kane RT. Comparing In-Person To Videoconference-Based
Cognitive Behavioral Therapy For Mood And Anxiety Disorders: Randomized Controlled Trial. J
Med Internet Res. 2018;15(11):258.
2. Susanti S, Wiyono J. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Ibu Rumah Tangga dan Ibu yang
Bekerja di luar Rumah dalam Menghadapi Menopause di Dusun Mojosari Desa Ngenep Kecematan
Karangploso Kabupaten Malang. Nurs News J Ilm Keperawatan. 2017;2(1);34-44.
3. Zainuddin AF. SEFT: Spritual Emotion Freedom Technique. Jakarta: Afzan Publishing; 2015.
4. Feinstein D, Ashland O. What does energy have to do with energy psychology. Energy Psychol
Theory, Res Treat. 2015;4(2):59–80.
5. Church D, Brooks AJ. The effect of a brief EFT (Emotional Freedom Techniques) self-intervention
on anxiety, depression, pain and cravings in healthcare workers. Integr Med A Clin J. 2017;9(5):40–
4.
6. Dewi IP. Pengaruh Terapi Seft Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Para Pengguna
Napza. J Keperawatan Muhammadiyah. 2018;2(2):56-66.
7. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. kedua. Jakarta: Rineka Cipta; 2012. 236 p.
9. Pujiastuti RS, Mulyantoro DK. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Intervention on
Blood Pressure among Pregnancy with Hypertension. International Journal of Nursing and Health
Services (IJNHS). 2020;3(3):402-410.
10. Anwar KK, Hadju V, Massi MN. Pengaruh Murottal Al-quran terhadap Peningkatan Kadar Beta-
endorphin dan Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Sectio Caesarea. J Kesehat. 2019;10(2):58–
62.
11. Novitriani A, Hidayati F. Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique terhadap Self-
Acceptance Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan. Psympathic: Jurnal Ilmiah
Psikologi. 2018;5(1):1-12.
12. Metty Verasari. Efektifitas terapi SPiritual Emotion Freedom Technique (SEFT) Terhadap
Penurunan Insomnia Pada Remaja Sebagai Residen NAPZA. J Sosio-Humaniora. 2014;5(1):75–
101.
13. Bakara DM, Ibrahim K, Sriati A. Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
terhadap Tingkat Gejala Depresi, Kecemasan, dan Stres pada Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA)
Non Percutaneous Coronary Intervention (PCI). J Keperawatan Padjadjaran. 2013;1(1):87-95.
14. Zakiyah Z. Pengaruh dan Efektifitas Cognitive Behavioral Therapy (Cbt) Berbasis Komputer
terhadap Klien Cemas dan Depresi. E-Journal Widya Kesehat dan Lingkung. 2014;1(1):34-40 .
15. Suherni S. Pengaruh spiritual emotional freedom technique (SEFT) terhadap penurunan kecemasan
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Malang. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim. International Journal of Nursing and Health Services (IJNHS). 2019
2(3):342-350.