Agama : Islam
No. Hp : 083151830643
Email : pralitradayan@gmail.com
Pendidikan :
STROKE ISKEMIK
OLEH:
DAYANTRI
891201021
PONTIANAK 2020
KASUS
Seorang pria berusia 63 tahun dirawat di ruang penyakit syaraf dalam unit dengan kesadaran
menurun. Hasil pengakajian nilai GCS: E2 M:2 V2, pupil unisokor, mual muntah, hemiparalysis,
akral teraba dingin, tampak pucat. Tekanan Darah 180/100 mmhg, Frekuensi nafas 30x/menit,
frekuensi nadi 110x/menit, suhu 380C. Pasien tampak lemah, aktivitas di bantu oleh keluarga dan
perawat meliputi, toileting, kebersihan berpakaian. Pemeriksaan darah didapatkan HB 9,0 g/dl.
Hasil pemeriksaan laboratorium trigliserida 300 mg/dL, HDL 40 mg/dL, dan LDL 210 mg/dL.
Hasil pemeriksaan radiologi CT Scan menunjukkan adanya bagian g elap bagian gelap yang
berbatas tegas dengan jaringan otak sekitarnya. Pasien didagnosis stroke iskemik. Terapi medic
Paracetamol 4x500 mg, Pasien diberikan terapi IVFD Asering 1500 ml/24 jam, Manitor diberikan
4x 125 ml/hari, Citicolin, 2x 250 mg, Sohobal 1x1 ampul dan Piracetam 3x3 gram serta antibiotic
cefotaxime 2 x 1 gram.
1. Identifikasi dan Buat Laporan Pendahuluan (LP) dengan mengaitkan pada hal-hal berikut ini:
(format LP sesuai dengan buku panduan praktik) namun beberapa hal dibawah ini harus
terjawab didalam LP tersebut)
a. Pengkajian
b. Identifikasi resiko jatuh pada klien dan Skala tingkat kemandirian c. Diagnosa keperawaan
c. Rencana Keperawatan
d. Dilengkapi dengan intervensi berdasarkan EBNP (jurnal-jurnal penelitian terbaru)
e. Dilengkapi dengan rasional
f. Dilengkapi dengan video tutorial satu intervensi keperawatan dari jurnal yang dipilih.
3. Pembahasan
STROKE ISKEMIK
A. Definisi
Stroke adalah perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai
darah ke bagian orak. Dua jenis stroke yang utama adalah Iskemik dan Hemoragik. Stroke
iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbaran
akibat thrombosis (penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan du pembuluh darah)
atau embolik (pecahan gumpalan darah / udara / benda asing yang berada dalam pembuluh
darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah di otak) (Black & Hawks, 2014).
Menurut Mulyasih & Ahmad (2010) Stroke iskemik disebabkan karena adanya
sumbatan pada pembuluh darah di otak. Sumbatan ini dapat terjadi akibat dua hal. Pertama
terjadi akibat atherosclerosis yaitu penebalan pada dinding pembuluh darah dan bekuan
darah yang bercampur lemak menempel pada dinding pembuluh darah atau yang biasa
dikenal dengan thrombus. Dan kedua akibat tersumbatnya pembuluh darah di otak
akibat emboli (bekuan darah dijantung) hal ini biasa terjadi pada pasien yang dipasang
katup jantung buatan, setelah serangan miokard infark akut atau pasien dengan gangguan
irama jantung berupa fibrilasi atrial, yaitu irama yang tidak teratur yang berasal dari ventrikel
jantung.
B. Etiologi
Menurut Black & Hawks (2014)
1. Thrombus Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis edoteliat
dari pembuluh darah. Aterosklerosis menyebabkan zat lemak bertumbuk dan
membentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini akan terus membesar dan
menyebabkan penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis ini yang menghambat aliran
darah yang biasanya lancar pada arteri.
2. Embolisme Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan
stroke embolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak, kemudian terlepas dan mengalir
melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan
menyumbat arteri.
3. Perdarahan Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya rupture
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah yang bisa menyebabkan perdarahan ke
jaringan otak. Stroke yang di sebabkan dari perdarahan sering kali menyebabkan 12
spasme pembuluh darah serebral dan iskemik pada serebral karena darah yang berada
diluar pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan.
4. Penyebab Lain Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan aliran
darah ke otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang menyempit. Spasme yang berdurasi
pendek, tidak selamanya menyebabkan kerusaka otak yang permanen.
C. Menifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien stroke beragam tergantung dari daerah yang terkena dan
luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi yang umumnya terjadi yaitu kelemahan alat
gerak, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala, dan
gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal, dan
mengenai satu sisi (LeMone, 2015).
Tanda dan gejala umum mencakup kebas atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki
(terutama pada satu sisi tubuh); kebingungan/konfusi atau perubahan status mental; sulit
berbicara atau memahami pembicaraan; gangguan visual; kehilangan keseimbangn , pening,
kesulitan berjalan; atau sakit kepala berat secara mendadak (Brunner & Suddarth, 2013).
D. Patofisiologi
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia, akhirnya terjadi infark
pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan
oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli (Wulandari Vina,2010).
Tekanan darah dan suhu tubuh merupakan salah satu interpretasi autoregulasi dari
TIK yang dapat dimonitor setiap saat, ketika Tekanan darah meningkat terjadi kontriksi
pembuluh darah otak sehingga kebutuhan oksigen berkurang, ketika tekanan darah tinggi
sekali pembuluh darah otak akan dilatasi aliran darah ke otak menjadi meningkat, (Honig et al.
2015).
Sedangkan suhu tubuh pertama kali berpengaruh terhadap metabolisme, dimana
regulasi metabolisme tergantung pada perubahan Oksigen (O2) dan Carbondiaksida (CO2),
ketika O2 rendah dan CO2 tinggi menyebabkan vasodilatasi regulasi CSF, dimana produksi
CSF menurun atau meningkatkan reabsorpsi CSF sehingga dapat meningkatkan dan
menurunkan TIK (Helleberg et al. 2014).
E. Phatway
Hipertensi
Syok neurologik
Iskemik jaringan pada otak
Stroke Iskemik
Kerusakan neuromuscular
Hemiplegia Hemiparesis
2. CT scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
3. Lumbal pungsi
Tekanan yang menngkat dan di sertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukan adanya
hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intracranial.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
di dapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik
5. USG Doppler
Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis)
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak g. Sinar tengkorak Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pienal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subaraknoid. (Batticaca, 2010).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2011) adalah
:
1. Pengobatan terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia, pemberian terapi trombolisis,
pemberian antikoagulan, pemberian antiplatelet dan lain-lain tergantung kondisi klinis
pasien.
2. Pemberian cairan pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parental maupun
enteral). Cairan parenteral yang diberikan adalah isotonis seperti 0,9% salin.
3. Pemberian nutrisi, nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan
atau kesadaran menurun nutrisi diberikan menggunakan NGT
4. Pencegahan dan penanganan komplikasi, mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah
komplikasi (aspirasi, malnutrisi, pneumonia. Thrombosis vena dalam, emboli paru,
kontraktur) perlu dilakukan.
5. Rehabilitasi, direkomendasikan untuk melakukan rehabilitasi dini setelah kondisi medis
stabil, dan durasi serta intensitas rehabilitasi ditingkatkan sesuaikan dengan kondisi klinis
pasien. Setelah keluar dari rumah sakit direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi
dengan berobat jalan selama tahun pertama setelah stroke.
6. Penatalaksanaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah lakukan terapi
psikologi, analgesic, terapi muntah dan pemberian H2 anatagonis sesuai indikasi,
mobilisasi bertahap bila keadaan pasien stabil, control buang air besar dan kecil,
pemeriksaan penunjang lain, edukasi keluarga dan discharge planning.
H. Asuhan Keperawatan
Menurut Brunner & suddarth dalam padila (2012), asuhan keperawatan pada pasien
stroke dilakukan pada tahap sebagai berikut:
1. Pengkajian
a. Biodata
Pengkajian biodata :
Umur : karena umur di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terkena penyakit stroke.
Jenis kelamin : jenis kelamin laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita. Ras: kulit hit
am lebih tinggi angka kejadiannya.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi penurunan kesadaran atau koma,
disertai kelumpuhan dan sakit kepala hebat bila
dalam keadaan sadar.
c. Upaya yang telah di lakukan
Jenis CVA Bleeding member gejala yang cepat memburuk. Oleh
karena itu klien langsung di bawa ke rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu di kadi ada nya penyakit DM, hipertensi, kelainan jantung dan polisitemia. Karena
hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.
e. Riwayat penyakit sekarang
Kronologi pristiwa CVA bleeding sering terjadi setelah melakukan aktivitas, tiba-tiba
terjakeluhan neurologis missal : Penurunan kesadaran sampai koma dan sakit kepala
hebat.
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu di kaji apakah di dalam anggota keluarga ada yang mengalami penyakit stroke.
g. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Apabila klien mengalami kelumpuhan sampai koma maka klien perlu memerlukan
bantuan dalam memenuhi kebutuhan serahi-hari meliputi:
1. Mandi
2. Makan/minum
3. Bab/Bak
4. Berpakaian
5. Berhias
6. Aktivitas mobilisasi
h. Pemeriksaan fisik
1. B1 (Bright/ pernafasan)
Perlu di kaji adanya :
a) Sumbatan jalan nafas karena penumpukan seputum dan
b) kehilangan reflek batuk.
c) Adakah tanda-tanda lidah jatuh kebelakang.
d) Auskultasi jalan nafasmungkin ada suara tambahan.
e) Catat jumlah dan irama nafas.
2. B2 (Blood/ sirkulasi)
Deteksi adanya : tanda-tanda TIK yaitu peningkatan tekanan darah serta pelebaran
nadi dan penurunan jumlah nadi.
3. B3 (Brain/ persarafan,otak)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Observasi tingkat kesadaran.
4. B4 (Bladder/ perkemihan)
Tanda-tanda inkontinensia urine.
5. B5 (Bowel/ pencernaan)
Tanda-tanda inkontinensia alfi.
6. B6 (Bone/ tulang dan integument)
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan, kekuatan otot dan tanda-tanda dikubitus
karena tirah baring yang terlalu lama.
k. Social interaksi
Biasanya di jumpai tanda-tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan
dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan
penyembuhannya.
2. Diagnosa
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot progresif.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan sekunder kehilangan kesadaran.
d. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama (padila,
2012).
3. Intervensi
Berdasarkan diagnosa keperawatan diatas, rencana keperawatan yang bias
dilakukan adalah (padila, 2012) :
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami penaikan
tekanan intra kranial.
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
1. Peningkatan tekanan darah.
2. Nadi melebar.
3. Pernafasan Cheyne stokes.
4. Muntah proyektil.
5. Sakit kepala hebat.
Intervensi atau rencana keperawatan :
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK. : Tekanan darah, nadi, GCS, respirasi,
keluhan sakit kepala hebat, muntah proyektil, pupil unilateral.
Rasional : deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
2. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali kontra indikasi. Hindari
mengubah posisi dengan cepat.
Rasional : meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk mengurangi
kongesti vena.
3. Anjurkan untuk menghindari masase karotis.
Rasional : masase karotis memperlambat frekuensi jantung dan mengurangi sirkulasi
sistemik yang diikuti peningkatan sirkulasi secara tiba-tiba.
4. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat-obatan sesuai dengan masalahnya.
Rasional : untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan daya tahan tubuh,
mencegah terjadinya thrombus.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot progresif. Tujuan : Klien
mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot.
2. Klien menunjukkan (tindakan untuk meningkatkan mobilitas). Intervensi:
1. Pantau posisi per 2 jam atau mengubah posisi per 2 jam.
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia darah yang jelek pada daerah yang
tertekan.
2. Lakukan gerakan pasif pada ektremitas yang sakit.
Rasional : otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan.
3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ektremitas yang tidak sakit.
Rasional : gerakan aktif memberikan massa tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Rasional : untuk memulihkan semua anggota gerak atau meningkatkan kekuatan otot.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan sekunder kehilangan kesadaran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami gangguan
nutrisi.
Kriteria hasil :
1. Berat badan dapat dipertahankan atau ditingkatkan.
2. Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi:
1. Observasi kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu selama dan sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : mengguatkan otot facial dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak.
4. Kolaborasikan dengan ahli gizi.
Rasional : agar klien mendapat makanan sesuai dengan kondisinya.
d. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil:
1. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
2. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
3. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi:
1. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional: Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
2. Ubah posisi tiap 2 jam. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah
daerah-daerah yang menonjol.
Rasional: Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi. Jaga kebersihan kulit
Rasional: Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
4. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin.
Rasional: Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
DIARE PADA TN. R DI RUANG MELATI
RSUD SRAGEN
OLEH:
DAYANTRI
891201021
Pengkajian dilakukan pada jam 20.00 WIB. Di Ruang Melati RSUD Sragen. Pasien
Tn. R umur 41 tahun, jenis kelamin laki- laki, status kawin, pendidikan SMA, pekerjaan swasta,
agama Islam, alamat Tulakan, godog, Polokarto. Diagnosa medis Diare, dirawat sejak tanggal
29 Januari 2009, No register 184395, penanggung jawab Ny. M, agama Islam, pekerjaan
swasta, alamat Tulakan, godog, Polokarto, hubungan dengan pasien sebagai istri.
Riwayat kesehatan pasien dengan keluhan utama mengatakan mual, muntah. Riwayat
penyakit sekarang pada tanggal 26 Januari 2009, pasien BAB cair 4-5 kali perhari, warna
kekuningan kemudian diperiksa ke dokter tetapi belum sembuh, dan oleh keluarga dibawa ke
IGD RSUD Sragen dengan keluhan mual, muntah, badan lemas, diare 4-5 kali perhari,
konsistensi cair, warna kekuningan kemudian pasien dianjurkan mondok dan dirawat di bangsal
Melati dan pada saat dikaji pasien mengatakan mual, muntah, badan lemas, diare 4-5 kali
perhari, konsistensi cair, warna kekuningan.
Riwayat penyakit dahulu : pasien mengatakan dahulu pernah sakit tifus dan rawat di
RSUD selama 4 hari. Riwayat penyakit keluarga : Dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, dan penyakit menurun seperti Hipertensi, DM dll.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran Composmentis, keadaan umum lemas, untuk
tanda-tanda vital, nadi 80 kali per menit, TD 130/80 mmHg, suhu 37 derajad celcius, respirasi
22 kali per menit. Untuk pemeriksaan head to toe bentuk kepala mesochephal, rambut hitam
pendek, tidak berketombe, tidak ada benjolan di kepala, mata simetris kanan dan kiri,
konjungtiva anemis, sklera ikteris, dapat membedakan warna, dapat melihat dengan jelas dalam
jarak + 6 m. Wajah, ekspresi wajah tampak pucat, mata menonjol dan kemerahan, hidung
simetris kanan dan kiri, bersih tidak ada secret, dapat membedakan aroma makanan, obat,
mulut, mukosa bibir kering, telinga bentuk simetris, tidak ada serumen, bersih, bila ditanya
dapat menjawab dengan jelas, leher tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada nyeri saat menelan.
Dada, paru-paru inspeksi : Pengembangan dada kanan dan kiri sama, palpasi : tidak ada nyeri
tekan, perkusi : sonor, auskultasi:vesikuler. Jantung inpeksi : ictus codis tidak tampak, palpasi :
ictus cordis tidak teraba, perkusi : pekak, auskultasi : reguler, bunyi jantung 1 dan 2 terdengar.
Abdomen inspeksi : simetris kanan dan kiri, auskultasi : terdengar peristatik usus 26 x/menit,
palpasi : suara tympani, perkusi : tidak ada nyeri tekan. Genetalia : bersih, tidak terpasang
kateter Anus : tidak ada benjolan. Ekstremitas atas kiri gerakan terbatas karena terpasang infus
0,7 % sodium chlorida 20 tpm. Kulit : warna kulit sawo matang, turgor jelek, kulit kering.
LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE
A. Definisi
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu
hari (Depkes RI 2011). Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali sehari
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto, 2012).
Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air
di dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih
dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang, 2014).
Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diare adalah buang air besar
dengan bertambahnya frekuensi yang lebih dari biasanya 3 kali sehari atau lebih dengan
konsistensi cair.
B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2014) antara lain
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.Meliputi infeksi eksternal sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
aeromonas, dan sebagainya.
2) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki, Poliomyelitis) Adeno-virus,
Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris, Strongyloides) protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida
albicans)
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitits media
akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
2. Faktor malabsorbsi 1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan galaktosa). Pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa). 2) Malabsorbsi lemak 3)
Malabsornsi protein
3. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar).
C. Factor Risiko
Menurut jufrri dan Soenarto (2012), ada beberapa faktor resiko diare yaitu :
1. Faktor umur yaitu diare terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja.
2. Faktor musim : variasi pola musim diare dapat terjdadi menurut letak geografis. Di
Indonesia diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, dan diare karena bakteri cenderung meningkat
pada musim hujan.
3. Faktor lingkungan meliputi kepadatan perumahan, kesediaan sarana air bersih (SAB),
pemanfaatan SAB, kualitas air bersih.
D. Potogenesis Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare menurut Ngastiyah (2014) :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkanya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat terangsang tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena
terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Ganggua motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
E. Patofisiologi
Menurut Tanto dan Liwang (2006) dan Suraatmaja (2010), proses terjadinya diare
disebabkan oleh berbagai factor diantaranya
1. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus
yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan transpor aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
2. Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
3. Faktor makanan
Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik.
Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan
untukmenyerap makan yang kemudian menyebabkan diare.
4. Faktor psikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.
F. Pathway
Hipersekresi air
Gangguan penyerapan
dan elektrolit Pasokan darah ke usus untuk
makanan
menyerap nutrisi
ditingkatkan
Tekanan osmotic
Hiperperistaltik
meningkat
Gg.pola
Nyeri tidur
BAB Sering Distensi
Kerusakan abdomen
integritas kulit
Kehilangan cairan Nafsu makan menurun
berlebih
AS.Met
Sesak
Deficit volume cairan &
elektrolit Nutrisi kurang
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang intensif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya
diare yang disertai kompikasi dan dehidrasi. Menurut William (2010), pemeriksaan darah
perlu dilakukan untuk mengetahui Analisa Gas Darah (AGD) yang menunjukan asidosis
metabolic. Pemeriksaan feses juga dilakukan untuk mengetahui :
1. Lekosit polimorfonuklear, yang membedakan antara infeksi bakteri dan infeksi virus.
2. Kultur feses positif terhadap organisme yang merugikan.
3. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dapat menegaskan keberatan rotavirus
dalam feses.
4. Nilai pH feses dibaah 6 dan adanya substansi yang berkurang dapat diketahui adanya
malaborbsi karbohidrat.
Menurut Cahyono (2014), terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk penyakit diare,
diantaranya :
1. Pemeriksaan darah rutin, LED (laju endap darah), atau CPR (C-reactive protein).
memberikan informasi mengenai tanda infeksi atau inflamasi.
2. Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit untuk menilai gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit.
3. Pemeriksaan kolonoskopi untuk mengetahui penyebab diare.
4. Pemeriksaan CT scan bagi pasien yang mengalami nyeri perut hebat, untuk mengetahui
adanya perforasi usus.
I. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan diare adalah
1. Pemberian cairan: jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberianya.
a) Cairan per oral.
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral berupa
cairan yang berisikan NaCL dan NaHCO3, KCL dan glukosa. Untuk diare akut dan
kolera pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L.Formula lengkap
sering disebut oralit.Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (formula tidak
lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NaCL dan sukrosa), atau air tajin yang
diberi garam dan gula untuk pengobatan sementara di rumah sebelum dibawa berobat
ke rumah sakit/pelayanan kesehatan untuk mencegah dehidrasi lebih jauh.
b) Cairan parental.
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien
misalnya untuk bayi atau pasien yang MEP. Tetapi kesemuanya itu bergantung
tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan ringer laktat (RL) selalu tersedia di
fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai pemberian cairan seberapa banyak yang
diberikan bergantung dari berat /ringanya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badanya.
c) Pemberian cairan
Pasien malnutrisi energi protein (MEP) tipe marasmik. Kwashiorkor dengan diare
dehidrasi berat, misalnya dengan berat badan 3-10 kg, umur 1bln-2 tahun, jumlah
cairan 200 ml/kg/24jam. Kecepatan tetesan 4 jam pertama idem pada pasien
MEP.Jenis cairan DG aa. 20 jam berikutnya: 150 ml/kg BB/20 jam atau 7 ml/kg
BB/jam atau 1 ¾ tetes/kg/BB/menit ( 1 ml= 15 menit) atau 2 ½ tetes /kg BB/menit (1
ml=20 tetes). Selain pemberian cairan pada pasien-pasien yang telah disebutkan masih
ada ketentuan pemberian cairan pada pasien lainya misalnya pasien bronkopneumonia
dengan diare atau pasien dengan kelainan jantung bawaan, yang memerlukan caiaran
yang berlebihan pula. Bila kebetulan menjumpai pasien-pasien tersebut sebelum
memasang infuse hendaknya menanyakan dahulu pada dokter.
2. Dietetik (cara pemberian makanan).
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7
kg jenis makanan:
a) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandug laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh, misalnya LLM, almiron atau sejenis lainya)
b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak mau
minum susu karena di rumah tidak biasa.
c) Susu kusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan missalnya susu yang
tidsk mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.
3. Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau
tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atu karbohidrat lain
(gula,air tajin, tepung beras dan sebagainya). (Ngastiyah, 2014)
4. Terapi farmakologik
a) Antibiotik Menurut Suraatmaja (2010), pengobatan yang tepat terhadap penyebab
diare diberikan setelah diketahui penyebab diare dengan memperhatikan umur
penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja. Pada penderita diare, antibiotic boleh
diberikan bila : a) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan atau
biakan. b) Pada pemeriksaan mikroskopis dan atau mikroskopis ditemukan darah pada
tinja. c) Secara kinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi maternal. d)
Di daerah endemic kolera. e) Neonatus yang diduga infeksi nosokomial
b) Obat antipiretik Menurut Suraatmaja (2010), obat antipiretik seperti preparat salisilat
(asetosol, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/ tahun/ kali) selain berguna untuk
menurunkan panas akibat dehidrai atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi
cairan yang keluar bersama tinja.
c) Pemberian Zinc Pemberianzinc selama diare terbuki mampu mengurangi lama dan
tingkat keparah diare, mengurangi frekuensi buang air besar (BAB), mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan diare pada tiga bulan berikutnya (Lintas
diare, 2011).
J. Pengkajian
Fokus pengkajian menurut Doenges (2010 )
1. Aktivitas / istirahat Gejala : Gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari,
kelemahan, perasaan ‘hiper’ dan ansietas, peningkatan aktivitas / partisipasi dalam
latihan-latihan energi tinggi. Tanda : Periode hiperaktivitasi, latihan keras terus-menerus.
2. Sirkulasi Gejala : Perasaan dingin pada ruangan hangat. Tanda : TD rendah takikardi,
bradikardia, disritmia.
3. Integritas ego Gejala : Ketidakberdayaan / putus asa gangguan ( tak nyata ) gambaran dari
melaporkan diri-sendiri sebagai gendut terusmenerus memikirkan bentuk tubuh dan berat
badan takut berat badan meningkat, harapan diri tinggi, marah ditekan. Tanda : Status
emosi depresi menolak, marah, ansietas
4. Eliminasi Gejala : Diare / konstipasi,nyeri abdomen dan distress, kembung, penggunaan
laksatif / diuretik.
5. Makanan, cairan Gejala : Lapar terus-menerus atau menyangkal lapar, nafsu makan
normal atau meningkat. Tanda : Penampilan kurus, kulit kering, kuning / pucat, dengan
turgor buruk, pembengkakan kelenjar saliva, luka rongga mulut, luka tenggorokan terus-
menerus, muntah, muntah berdarah, luka gusi luas.
6. Higiene Tanda : Peningkatan pertumbuhan rambut pada tubuh, kehilangan rambut ( aksila
/ pubis ), rambut dangkal / tak bersinar, kuku rapuh tanda erosi email gigi, kondisi gusi
buruk
7. Neurosensori Tanda : Efek depresi ( mungkin depresi ) perubahan mental ( apatis,
bingung, gangguan memori ) karena mal nutrisi kelaparan.
8. Nyeri / kenyamanan Gejala : Sakit kepala.
9. Keamanan Tanda : Penurunan suhu tubuh, berulangnya masalah infeksi.
10. Interaksi sosial Gejala : Latar belakang kelas menengah atau atas, Ayah pasif / Ibu
dominan anggota keluarga dekat, kebersamaan dijunjung tinggi, batas pribadi tak
dihargai, riwayat menjadi diam, anak yang dapat bekerja sama, masalah control isu dalam
berhubungan, mengalami upaya mendapat kekuatan.
11. Seksualitas Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut-turut,
menyangkal / kehilangan minat seksual. Tanda : Atrofi payudara, amenorea.
12. Penyuluhan / pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk
insiden depresi keyakinan / praktik kesehatan misalnya yakin makanan mempunyai
terlalu banyak kalori, penggunaan makanan sehat.
K. Diagnose Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put yang
berlebihan dengan intrake yang kurang
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan sering BAB
5. Gangguan eliminasi BAB : Diare berhubungan dengan peningkatan frekuensi defekasi
SUDUT TERTUTUP
OLEH:
DAYANTRI
891201021
PONTIANAK 2020
KASUS
Seorang wanita usia 60 tahun mengeluhkan mata kanan tiba-tiba buram disertai mata merah dan
nyeri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesa didapatkan, mula-mula
pasien mengalami nyeri kepala sebelah kanan yang menjalar hingga kepala sebelah kanan
terusmenerus disertai mata merah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mata merah
disertai rasa berpasir dan penglihatan kabur mendadak. Tidak ada keluhan mata gatal dan
mengeluarkan kotoran. Pasien juga tidak mengalami benturan pada mata. Pasien mengatakan
belum pernah mengalami keluhan serupa. Tidak ada riwayat penggunaan obat mata topikal
maupun sistemik. Sebelumnya, pasien berobat ke dokter spesialis saraf karena merasa keluhan
nyeri kepala lebih mengganggu dan didiagnosa migrain dengan penurunan visus sehingga segera
dirujuk ke RSUD Ahmad Yani Metro. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obatobatan apapun.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun lalu, tidak ada riwayat diabetes mellitus dan
tidak ada riwayat sakit mata sebelumnya. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 150/90 mmHg, nadi : 82x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, pernafasan 17
kali per menit, suhu 37˚C. Pada pemeriksaan oftalmologis mata kanan didapatkan visus 2/60
dengan konjungtiva mix injection, kornea edema dan keruh, bilik mata anterior tampak dangkal,
pupil mid dilatasi (d ± 3mm) tanpa refleks cahaya, kripta pada iris tidak jelas, lensa keruh dan
palpasi bola mata keras (tonometri digitalis N+3 atau >40 mmHg). Sedangkan mata kiri
didapatkan visus 6/60 dan dalam batas normal. Pada pemeriksaan umum tidak didapatkan
kelainan. Diagnosis pasien adalah glaukoma primer akut sudut tertutup dengan hipertensi grade I.
Pasien diberikan terapi obat antiglaukoma untuk mata kanan yaitu timolol 0,5% 2x2 tetes,
pilokarpin 2% 4x2 tetes, asetazolamide 2x250 mg, dan KCl 1x1 tab dan dipersiapkan untuk
tindakan operatif.
LAPORAN PENDAHULUAN
GLAUKOMA
A. Definisi
Glaukoma merupakan kelainan mata yang berupa suatu neuropati kronik yang
ditandai oleh pencekungan diskus optikus, menciutnya lapang pandang, dan biasanya disertai
dengan peningkatan tekanan intraokular (Salmon,2012). Pada glaukoma akan terjadi
kelemahan fungsi mata yang pada akhirnya akan terjadi penciutan lapang pandang yang dapat
berakhir dengan kebutaan (Ilyas dan Yulianti,2014).
B. Etiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor
aqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik posterior, melewati
pupil masuk kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran
cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari
bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan
retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus berkurang sehingga
sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk
bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu
diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan.
C. Klasifikasi
Adapun klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi menurut Vaughan, antara lain:
1. Glaukoma primer
Glaukoma primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak pasti karena tidak
didapatkan kelainan lain yang menyebabkan glaukoma. Glaukoma biasanya didapatkan
pada orang yang memiliki bakat seperti bakat akan terjadinya gangguan fasilitas
pengeluaran humor aqueous atau bisa disebabkan oleh gangguan pertumbuhan pada sudut
bilik mata depan (goniodisgenesis) dimana yang paling sering adalah trabekulodisgenesis
dan goniodisgenesis. Adapun klasifikasi glaukoma primer antara lain:
a. Glaukoma sudut terbuka
1) Glaukoma sudut terbuka primer
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan glaukoma yang paling sering
ditemukan,baik pada ras putih maupun hitam (Salmon,2012). Penyebab dari penyakit
ini belum jelas, akan tetapi diketahui bahwa biasanya diturunkan dalam keluarga
yaitu diturunkan secara dominan atau resesif pada sekitar 50% penderita, dan genetik
penderitanya adalah homozigot (Ilyas dan Yulianti,2014).
Glaukoma ini ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka.
Gambaran dari glaukoma sudut terbuka primer ini adalah proses degeneratif dari
anyaman trabekular, dan juga pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di
bawah lapisan endotel kanalis Schlemm yang menyebabkan penurunan drainase
humor aqueous dan akhirnya terjadi peningkatan intraokular (Salmon,2012). Pada
glaukoma sudut terbuka ini, perjalanan penyakit terjadi perlahan sehingga pasien
tidak menyadari sampai akhirnya timbul gangguan pengelihatan bahkan kebutaan.
Tekanan bola mata pada pasien glaukoma sudut terbuka sehari-hari tinggi, akan tetapi
tidak menimbulkan gejala yang berarti seperti mata merah atau keluhan mata lainnya.
Tekanan intraokular yang tinggi dalam jangka waktu yang lama akan membentuk
atrofi papil dan disertai dengan ekskavasio glaukomatosa (Ilyas dan Yulianti,2014).
2) Glaukoma tekanan normal
Glaukoma tekanan normal adalah terjadinya kelainan glaukomatosa pada
diskus optikus atau lapangan pandang akan tetapi tekanan intraokular masih di bawah
21 mmHg atau dapat dikatakan normal atau rendah. Beberapa keluarga dengan
riwayat glaukoma tekanan rendah memiliki kelainan gen optineurin di kromosom.
Kemungkinan penyebab dari glaukoma ini adalah kepekaan yang abnormal terhadap
tekanan intraokular karena terdapat kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus
optik, atau bisa dikarenakan adanya penyakit vaskular (Salmon,2012).
b. Glaukoma sudut tertutup
1) Glaukoma sudut tertutup akut
Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu kegawatan oftalmologik
(Salmon,2012). Glaukoma sudut tertutup akut terjadi apabila jalan humor aqueous
tiba-tiba tertutup dan menyebaban kenaikan tekanan bola mata yang tinggi (Ilyas dan
Yulianti,2014). Glaukoma ini terjadi apabila terdapat oklusi sudut bilik mata depan
oleh iris perifer yang disebabkan terbentuknya iris bombe. Gejala yang biasanya
dikeluhkan oleh pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup akut ini adalah nyeri
yang hebat, kemerahan, pengelihatan kabur dan menurun, enek dan muntah, dan mata
terasa bengkak (Salmon,2012; Ilyas dan Yulianti,2014).
Timbulnya glaukoma sudut tertutup akut sering disebabkan oleh dilatasi
pupil yang terjadi secara spontan atau pada malam hari, dan juga bisa disebabkan oleh
obat-obatan yang mempunyai efek antikolinergik atau simpatomimetik. Ketika
diperiksa, biasanya terdapat kenaikan tekanan intraokular yang drastis, bilik mata
depan yang dangkal, kornea yang berkabut, pupil berdilatasi yang terfiksasi,dan
injeksi siliar (Salmon,2012).
2) Glaukoma sudut tertutup subakut
Glaukoma sudut tertutup subakut mirip dengan glaukoma sudut tertutup akut
dalam hal gejala, akan tetapi onset dari subakut ini, berulang dan terjadi dalam waktu
yang singkat. Terjadinya glaukoma ini, sering pada malam hari dan sembuh hanya
dalam waktu semalam.
3) Glaukoma sudut tertutup kronik
Pada pasien glaukoma sudut tertutup kronik, terjadi peningkatan tekanan
intraokular yang bertahap dan sinekia anterior perifer yang meluas. Gejala yang
ditimbulkan mirip dengan gejala pada pasien glaukoma sudut terbuka primer, akan
tetapi pada pemeriksaan sudut bilik mata depan terjadi penyempitan dan dijumpai
sinekia anterior perifer.
4) Iris plateau
Iris plateau adalah kelainan yang ditandai dengan kedalaman bilik mata
depan sentral yang normal, tetapi sudutnya sempit karena prosesus siliaris terletak
lebih anterior dibanding biasanya.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh kelainan mata lain.
Klasifikasi glaukoma sekunder adalah sebagai berikut:
a. Glaukoma pigmentasi
Glaukoma ini disebabkan oleh adanya endapan pigmen yang abnormal di sudut bilik
mata depan tepatnya di anyaman trabekular yang akan menghambat aliran humor
aqueous, di permukaan kornea posterior dan dijumpai pula adanya defek transiluminasi
iris. Peningkatan intraokular sering terjadi terutama saat pupil berdilatasi atau setelah
berolahraga (Salmon,2012). Glaukoma ini biasanya ditemukan pada laki-laki di umur 20
tahun yang menderita miopia (Newell,1996).
b. Glaukoma pseudoeksfoliasi
Pada glaukoma pseudoeksfoliasi, didapatkan adanya endapanendapan bahan berserat
putih di permukaan depan lensa, prosesus siliaris, zonula, permukaan posterior iris, yang
juga melayang bebas di bilik mata depan dan di anyaman trabekular. Glaukoma ini
sering ditemukan pada orang tua yang berumur lebih dari 65 tahun.
c. Glaukoma akibat kelainan lensa
Glaukoma akibat kelainan lensa sering dihubungkan dengan katarak pada orang tua,
dimana glaukoma terjadi akibat lensa yang menyerap cairan sehingga ukuran lensa
membesar dan mendesak bilik mata depan, dan terjadi sumbatan pupil dan pendesakan
sudut. Mekanisme lain penyebab glaukoma oleh katarak adalah pada stadium lanjut
katarak, lensa kemungkinan bocor sehingga menyebabkan protein di dalam lensa keluar
dan masuk ke bilik mata depan. Hal ini menyebabkan terjadi peradangan di bilik mata
depan, edema pada anyaman trabekular, dan sumbatan oleh karena materi dari lensa,
pada akhirnya menyebabkan kenaikan tekanan intraokular.
d. Glaukoma akibat kelainan traktus uvealis
Ada beberapa kelainan traktus uvealis yang dapat menyebabkan glaukoma, yaitu:
uveitis, tumor, dan pembengkakan badan siliaris. Pada uveitis, mekanisme kenaikan
tekanan intraokular terjadi oleh karena anyaman trabekular yang terhambat oleh sel
radang yang berada di bilik mata depan serta adanya edema sekunder. Tumor yang
sering menyebabkan glaukoma adalah melanoma traktus uvealis.
e. Sindrom Iridokornea
Endotel Sindrom ini merupakan kelainan idiopatik yang jarang ditemukan. Glaukoma
pada sindrom ini biasanya disertai dengan dekompensasi kornea, dan kelainan iris.
f. Glaukoma akibat trauma
Trauma pada mata dapat menyebabkan glaukoma, khususnya apabila terdapat
pendarahan di bilik mata depan, sehingga terjadi penyumbatan anyaman trabekular oleh
darah, dan akan meningkatkan tekanan intraokular (Salmon,2012). Glaukoma terjadi
karena penyumbatan di anyaman trabekular oleh sel darah merah dan makrofag
(Newell,1996).
g. Glaukoma setelah tindakan bedah okular
h. Glaukoma neovaskular
Glaukoma timbul akibat sumbatan sudut oleh membrane fibrovaskular.
i. Glaukoma akibat peningkatan tekanan vena episklera
Pada sindrom Sturge-Weber, tekanan vena episklera dapat menyebabkan munculnya
glaukoma.
j. Glaukoma akibat steroid
Glaukoma yang ditimbulkan oleh karena pemakaian kortikosteroid manifestasinya mirip
dengan glaukoma sudut terbuka. Steroid yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular adalah kortikosteroid intraokular, periokular, dan topikal, tetapi penggunaan
steroid sistemik tidak menyebabkan peningkatan tekanan intraokular (Salmon,2012).
Glaukoma ini dapat sembuh dengan sendirinya dengan menghentikan penggunaan
steroid. Akan tetapi, dapat menyebabkan pencekungan diskus optikus yang berat, atrofi
saraf optik, dan tingginya tekanan intraokular yang persisten (Newell,1996).
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang dibawa sejak lahir, hal ini bisa terjadi
akibat keturunan (Ilyas dan Yulianti,2014). Defek pada glaukoma kongenital terdapat pada
anyaman trabekular yang abnormal. Gejala yang biasanya didapatkan adalah photophobia,
blepharospasm akibat edema kornea,danlakrimasi (Newell,1996).
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan glaukoma terparah yang telah menimbulkan
kebutaan total. Pada glaukoma ini, mata akan mengeras seperti batu dan sakit bila ditekan,
papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, bilik mata yang dangkal, dan kornea yang
keruh
D. Factor risiko
Faktor yang dapat menyebabkan kematian sel ganglion retina dapat dikelompokkan
menjadi faktor primer dan sekunder. Faktor primer terdiri dari kenaikan tekanan intraokular
dan faktor tekanan independen. Faktor sekunder terdiri dari bahan toksin yang dikeluarkan
pada saat terjadinya kematian sel ganglion retina seperti glutamate, radikal bebas, dan nitrit
oksida. Kenaikan tekanan intraokular dapat disebabkan oleh faktor lokal dan faktor umum.
Faktor lokal terdiri atas laju produksi humor aquos, adanya hambatan pada jalur keluar humor
aquos, kenaikan tekanan vena episklera, dan dilatasi pupil (Khurana,2010). Faktor umum
antara lain sebagai berikut:
1. Usia Rata-rata tekanan bola mata akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
kemungkinan karena adanya penurunan fasilitasi aliran humor aquos. Biasanya kenaikan
terlihat mulai usia 40 tahun.
2. Jenis kelamin Tekanan intraokularpada orang yang berumur di antara 20-40 tahun tidak ada
bedanya antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi tekanan intraokular biasanya lebih
tinggi pada perempuan yang berusia di atas 40 tahun (Khurana,2010). Hal ini didukung
pula dengan angka kejadian glaukoma sudut terbuka yang lebih tinggi pada perempuan
berdasarkan penelitian di RSMH Palembang (Fidalia,2016).
3. Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang menderita glaukoma merupakan salah satu faktor
resiko khususnya pada glaukoma sudut terbuka (Ilyas dan Yulianti,2014).Sehingga pada
pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan glaukoma disarankan untuk melakukan
skrining teratur (Salmon,2012).
4. Ras Pada glaukoma sudut terbuka, ras kulit hitam memiliki prevalensi tertinggi
dibandingkan dengan ras putih dan Asia. (Rudnicka,dkk.,2011).
5. Penyakit penyerta Diabetes dan hipertensi dikatakan meningkatkan resiko seseorang untuk
menderita glaukoma (Ilyas dan Yulianti,2014). Katarak juga merupakan faktor resiko
seseorang untuk menderita glaukoma, karena katarak dapat menyebabkan glaukoma
sekunder yang dibangkitkan oleh lensa (Salmon,2012).
6. Variasi diurnal Biasanya tekanan intraokular akan lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan
dengan sore hari. Hal ini dikaitkan dengan variasi diurnal plasma kortisol (Khurana,2010).
7. Penggunaan obat-obatan Penggunaan steroid, merokok dan mengkonsumsi kafein
dikatakan dapat meningkatkan tekanan intraokular (Khurana,2010).
E. Patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi Aqueos humor dan aliran keluar Aqueos
humor dari mata.TIO normal adalah 10- 21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat
keseimbangan antara produksi dan aliran Aqueos humor. Aqueos humor diproduksi didalam
badan siliar dan mengalir keluar melalui kanal Schelmn kedalam sistem vena.
Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan siliar atau oleh peningkatan
hambatan abnormal terhadap aliran keluar Aqueos humor melalui kamera occuli
anterior(COA). Peningkatan TIO > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama.
Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan retina. Iskemia menyebakan
struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap.Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari
perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan sarf optik serta
retina adalah irreversible dan hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat
menyebabkan kebutaan.Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang
F. Pathway
Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid Jangka Panjang
Miopia
Trauma mata
Nyeri
TIO Meningkat Glaukoma TIO Meningkat
Kebutaan
G. Menifestasi klinis
1. Glaukoma primer
a) Glaukoma sudut terbuka
1) Kerusakan visus yang serius
2) Lapang pandang mengecil dengan maca-macam skottoma yang khas
3) Perjalanan penyakit progresif lambat
b) Glaukoma sudut tertutup
1) Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
2) Timbulnya halo/pelangi disekitar cahaya
3) Pandangan kabur
4) Sakit kepala
5) Mual, muntah
6) Kedinginan
7) Demam baahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang sangat sedemikian
kuatnya keluhan mata ( gangguan penglihatan, fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu
dirasakan oleh klien.
2. Glaukoma sekunder
a) Pembesaran bola mata
b) Gangguan lapang pandang
c) Nyeri didalam mata
3. Glaukoma kongential
a) Gangguan penglihatan
H. Penatalaksanaan
Adapun beberapa terapi yang dapat diberikan pada pasien glaukoma, yaitu terapi
menggunakan obat dan terapi dengan pembedahan (Ilyas dan Yulianti,2014)
1. Terapi menggunakan obat
a. Obat untuk mengurangi masuknya humor aqueous ke dalam mata Beta blockers
(Betaxolol,Timolol,Levobunolol) Karbonik anhidrase inhibitor sistemik (Acetazolamide,
Dorzolamide)
b. Obat untuk meningkatkan pengeluaran Humor aqueous melalui anyaman trabekular
Miotika (Pilocarpine,Carbachol) Adrenergik (Dipivefrine)
c. Obat untuk meningkatkan pengeluaran Humor aqueous melalui uveo sklera Lipid-
receptor agonis (Latanoprost,Travoprost)
d. Obat dengan kerja ganda yaitu menghambat masuknya Humor aqueous dan
meningkatkan keluarnya Humor aqueous uveosklera Alpha2 agonis (Brimonidine)
2. Terapi dengan pembedahan
a. Iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer
b. Trabekuloplasti laser
c. Bedah drainase glaukoma
d. Tindakan siklodestruktif
I. Pemeriksaan penunjang
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau
2. vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan
optik.Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya
meningkat ringan.
4. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi
5. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK
6. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
7. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus
macula dan pembuluh darah retina.
8. Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai mencurigakan apabila
berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmhg. (normal 12-25
mmHg). Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain (Sidharta Ilyas, 20014) : Membantu
membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
9. Pemeriksaan lampu-slit. : Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu
memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik
kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
10. Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang khas
pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes
konfrontasi.
11. Pemeriksaan Ultrasonografi..: Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan
untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
J. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identifikasi Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl MRS, diagnosa
medis, suku bangsa, status perkawinan.
b. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri hebat di
kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri hebat
di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah terdapat
hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis vertikal atau
horisontal memiliki penyakit yang serupa.
d. Pola – pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang penyakit yang
diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan juga adanya perubahan dalam
pemeliharaan kesehatan.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan. Pada pola nutrisi
dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji pola makan dan komposisi,
berapa banyak / dalam porsi, jenis minum dan berapa banyak jumlahnya.
3) Pola eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi tetap dikaji
konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur karena nyeri /
sakit hebat menjalar sampai kepala.
5) Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan klien
mengalami penurunan.
6) Pola persepsi konsep diri
Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas terhadap
penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri.
7) Pola sensori dan kognitif
Pada klien ini akan menjadi / mengalami gangguan pada fungsi penglihatan dan pada
kongnitif tidak mengalami gangguan. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran
cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia (glaucoma
akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Tanda: Papil
menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.Peningkatan air mata.
8) Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena penyakit yang
dideritanya.
9) Pola reproduksi
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.
10) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan fungsi
penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta pemeriksaan
TTV.
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Meliputi kebersihan mulut, rambut, klien menyeringai nyeri hebat pada kepala, mata
merah, edema kornea, mata terasa kabur.
3) Pemeriksaan Integumen
Meliputi warna kulit, turgor kulit.
4) Pemeriksaan Sistem Respirasi
Meliputi frekwensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.
5) Pemeriksaan Kardiovaskular
Meliputi irama dan suara jantung.
6) Pemeriksaan Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.
7) Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
Meliputi pergerakan ekstermitas.
8) Pemeriksaan Sistem Endokrin
Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem endokrin.
9) Pemeriksaan Genitouria
Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.
10) Pemeriksaan Sistem Pernafasan
Pada umumnya motorik dan sensori terjadi gangguan karena terbatasnya lapang
pandang.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau
vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau
jalan optik.
2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.
5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau
hanya meningkat ringan.
6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng
optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosis.
9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan Gejala terkait penyakit
b. Ansietas (Cemas) berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan Keterbatan kognitif
3. Intervensi
f. Diharapkan
dapat
mempercepat
proses
penyembuhan
3 Defisiensi Pengetahuan klien a. Berikan penilaian a. seberapa
pengetahuan tentang tingkat pahamnya klien
dapat bertambah
berhubungan pengetahuan tentang
dengan setelah dilakukan klien. pengetahuan
Keterbatan b. Gambarkan tanda penyakit
tindakan
kognitif dan gejala yang
keperawatan selama biasa muncul b. Agar klien
pada penyakit. mampu
1x24 jam dengan
memahami tanda
Kriteria hasil : c. Identifikasi dan gejala
kemungkinan penyakit
• Klien menyatakan penyebab
pemahaman penyakit.
tentang penyakit
c. memahami
d. Sediakan tentang penyebab
• Klien mampu informasi pada penyakit
menjelaskan pasien tentang
kembali apa yang kondisi, dengan
dijelaskan
perawatan/tim cara yang tepat. d. memberikan
kesehatan lainnya. informasi
tentang kondisi
klien yang
sekarang
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)
Oleh
DAYANTRI
891201021
PONTIANAK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak
dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa
demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi
Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegepty atau oleh Aedes Albopictus (Titik Lestari, 2016).
Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Hemorrhragic Fever
(DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus.(H.Akhasin
Zulkoni, 2011).
DHF adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda - tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue)
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian
(C.D. Sucipto ,2011).
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah
penyakit fibris virus akut yang terdapat pada anak dan dewasa yang
disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty yang
ditemukan diseluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan
subtropik dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, sakit kepala, nyeri
tulang, ruam, leukopenia yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.
B. Penyebab
Pada umumnya penyebab dari Dengue Haemoragic Fever adalah
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe, yaitu
: DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak
pada sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan
DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan
antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang
lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi
oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat
ditemukan diberbagai daerah di Indonesia (Titik Lestari, 2016).
C. Menifestasi Klinis
Menurut Septiani (2018), manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh
DHF adalah:
1. Demam tinggi selama 5-7 hari.
2. Mual, muntah tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, ecchymosis,
hematoma.
4. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati
6. Sakit kepala
7. Pembengkakakn sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah.
D. Klasifikasi
Klasifikasi DHF (Hidayat A. Aziz Alimul, 2012).
1. Derajat I Demam disertai gejala konstitutional yang tidak khas, manifestasi
pendarahan hanya uji torniquet positif dan perdarahan lainnya.
2. Derajat II Manifestsi klinis pada derajat I disertai perdarahan spontan, dapat
berupa perdarahan di kulit seperti ptekie dan perdarahan lainya.
3. Derajat III Manifestasi klinis pada derajat II di tambah dengan ditemukan
manifestasi kegagalan sistem sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah,
hipotensi dengan kulit yang lembab,dingin dan penderita gelisah.
4. Derajat IV Manifestasi klinis pada penderita derajat III di tambah dengan di
temukan manifetasi renjatan yang berat dengan ditandai tekanan darah dan
nadi tidak teratur, DBD derajat II dan IV digolongkan Dengue Shok
Syindrom (DSS).
E. Patofisiologi
Menurut Titik Lestari (2016), Virus akan masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan
antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan
mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a
dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor
penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic,
renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa
terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
F. Pathway
H. Pemeriksaan penunjang
1. Hb dan PCV meningkat ( ≥ 20 %).
2. Trombositopenia ( ≤ 100.000 / ml ).
3. Leukopenia ( mungkin normal atau leukositosis ).
4. Isolasi virus. 2.1.7.5 Serologi ( Uji H) : respon antibody sekunder.
5. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali( setiap jam atau
4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan),Faal hemostatis, FDP,
EKG, Foto dada, BUN. (Nurarif dan kusuma 2015).
I. Penatalaksanaan
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu,teh manis, sirup
dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang
paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari 15 Pemberian obat antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminopen. (Tarwoto dan wartonah, 2010).
J. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Pada pasien Dengue hemoragic fever, sebagian besar sering
terjadi pada anak-anak usia 1-4 tahun dan 5-10 tahun, tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin tetapi kematian sering pada anak perempuan.
Di daerah tropis yang di sebabkan oleh nyamuk Aedes aegepty.
2) Keluhan utama Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Demam
Dengue untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dengan
suhu hingga 400C dan anak tampak lemah. (Rampengan, 2009).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
(1) Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil, dan saat demam kesadaran komposmentis.
(2) Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan anak semakin
lemah.
(3) Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III, IV), melena atau hematemesis. (Nur salam, 2013).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
(1) Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada
keluarga yang sedang menderita DHF.
(2) Kondisi lingkungan rumah dan komunitas Mengkaji kondisi
lingkungan disekitar rumah seperti adanya genangan air didalam
bak dan selokan-selokan yang dapat mengundang adanya nyamuk.
Kemungkinan ada tetangga disekitar rumah yang berjarak 100 m
yang menderita DHF.
(3) Perilaku yang merugikan kesehatan Perilaku buruk yang sering
berisiko menimbulkan DHF adalah kebiasaan menggantung
pakaian kotor dikamar, 3M yang jarang / tidak pernah dilakukan
gerakan.
(4) Tumbuh kembang Mengkaji mengenai pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia, baik perkembangan
emosi dan sosial.
(5) Imunisasi Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur
pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa
alasannya. (Rampengan, 2009).
5) Pemeriksaan Fisik
(1) B1 (Breathing)
((1) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 : pola nafas regular, retraksi otot
bantu nafas tidak ada, pola nafas normal, RR dbn (-), pada derajat 3
dan 4 : pola nafas ireguler, terkadang terdapat retraksi otot bantu
nafas, pola nafas cepat dan dangkal, frekuensi nafas meningkat,
terpasang alat bantu nafas.
((2) Palpasi, vocal fremitus normal kanan-kiri.
((3) Auskultasi, pada derajat 1 dan 2 tidak adanya suara tambahan
ronchi, wheezing, pada derajat 3 dan 4 adanya cairan yang
tertimbun pada paru, rales(+), ronchi (+).
((4) Perkusi, pada derajat 3 dan 4 terdapat suara sonor.
(2) B2 (Blood)
((1) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 pucat, pada derajat 3 dan 4 tekanan
vena jugularis menurun.
((2) Palpasi, pada derajat 1 dan 2 nadi teraba lemah, kecil, tidak
teratur, pada derajat 3 tekanan darah menurun, nadi lemah, kecil,
tidak teratur, pada derajat 4 tensi tidak terukur, ekstermitas dingin,
nadi tidak teraba.
((3) Perkusi, pada derajat 3 dan 4 normal redup, ukuran dan bentuk
jantung secara kasar pada kasus demam haemoragic fever masih
dalam batas normal.
((4) Auskultasi, pada derajat 1 dan 2 bunyi jantung S1,S2 tunggal,
pada derajat 3 dan 4 bunyi jantung S1,S2 tunggal.
(3) B3 (Brain)
((1) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 tidak terjadi penurunan tingkat
kesadaran (apatis, somnolen, stupor, koma) atau gelisah, pada
derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat kesadaran (apatis,
somnolen, stupor, koma) atau gelisah, GCS menurun, pupil miosis
atau midriasis, reflek fisiologis atau reflek patologis.
((2) Palpasi, pada derajat 3 dan 4 biasanya adanya parese, anesthesia.
(4) B4 (Bladder)
((1) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 produksi urin menurun (oliguria
sampai anuria), warna berubah pekat dan berwarna coklat tua
pada derajat 3 dan 4.
((2) Palpasi, pada derajat 3 dan 4 ada nyeri tekan pada daerah
simfisis.
(5) B5 (Bowel)
((1) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 BAB, konsistensi (cair, padat,
lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari, mukosa mulut
kering, perdarahan gusi, kotor, nyeri telan.
((2) Auskultasi, pada derajat 1 dan 2 bising usus normal (dengan
menggunakan diafragma stetoskop), peristaltik usus meningkat
(gurgling) > 5-20kali/menit dengan durasi 1 menit pada derajat 3
dan 4.
((3) Perkusi, pada derajat 1 dan 2 mendengar adanya gas, cairan atau
massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara tymphani, pada
derajat 3 dan 4 terdapat hepar membesar.
((4) Palpasi, pada derajat 1 dan 2 nyeri tekan (+), hepar dan lien
tidak teraba, pada derajat 3 dan 4 pembesaran limpha/spleen dan
hepar, nyeri tekan epigastrik, hematemisis dan melena.
(6) B6 (Bone)
((1) Inspeksi, pada derajat 1 dan 2 kulit sekitar wajah kemerahan,
klien tampak lemah, aktivitas menurun, pada derajat 3 dan 4
terdapat kekakuan otot, pada derajat 3 dan 4 adanya ptekie atau
bintik-bintik merah pada kulit, akral klien hangat, biasanya timbul
mimisan, berkeringkat, kulit tanpak biru.
((2) Palpasi, pada derajat 1 dan 2 hipotoni, kulit kering, elastisitas
menurun, turgor kulit menurun, ekstermitas
dingin.(Dianindriyani, 2011).
(7) B7 (Pengindraan)
((1) Inspeksi pada telinga bagian luar, periksa ukuran, bentuk, warna,
lesi, dan adanya masa pada pinna.
((2) Palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan jari
telunjuk, lanjutkan telinga luar secara sistematis yaitu dari
jaringan lunak, kemudian jaringan keras, dan catat bila ada nyeri.
((3) Inspeksi hidung bagian luar dari sisi depan, samping, dan atas,
kemudian amati warna dan pembengkakan pada kulit hidung,
amati kesimetrisan lubang hidung.
((4) Palpasi hidung bagian luar dan catat bila ditemukan
ketidaknormalan kulit atau tulang hidung, lanjut palpasi sinus
maksilaris, frontalis dan etmoidalis, dan perhatikan adanya nyeri
tekan.
((5) Inspeksi pada bibir untuk mengetahui adanya kelainan conital
bibir sumbing, warna bibir, ulkus, lesi, dan massa. Lanjutkan
inspeksi pada gigi dan anjurkan pasien membuka mulut.
(8) B8 (Sistem endokrin)
Pada anak DHF tidak terjadi gangguan pada sistem hormon.
2. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam
pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi latar belakang
ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang subtansi ilmu
keperawatan dan proses penyakit. Fungsi analisa data adalah perawat yang
menginterprestasi data yang diperoleh dari pasien atau dati sumber lain,
sehingga data yang diperoleh memiliki makna dan arti pengambilan
keputusan untuk menentukan masalah keperawatan dan kebutuhan klien.
Dalam melakukan analisa data, perawat harus memperhatikan
langkahlangkah sebagai berikut:
1) Validasi data kembali, teliti kembali data yang dikumpul.
2) Identifikasi kesenjangan data.
3) Susun kategori data secara sistematik dan logis.
4) Identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan
keperawatan klien.
5) Buat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang yang
timbul serta penyebabnya.
6) Buat kesimpulan tentang kesenjangan yang ditemukan. (Young Jabbar,
2014).
3. Diagnosa Keperawatan.
1) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi
virus dengue.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
3) Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor
pembekuan darah (trombositopeni).
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi karena
peningkatan suhu tubuh.
5) Nyeri akut berhubungan dengan kehilangan fungsi trombosit agregasi
(Hidayat A. Aziz Alimul, 2009).
6) Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan yang
berlebih.
7) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
4. Intervensi
No. Dx keperawatan Tujuan & Intervensi Rasional
Kriteria hasil
1. Peningkatan suhu Tujuan : Setelah
1) Jelaskan pada 1) Suhu 38.90C –
tubuh (hipertermia) dilakukan keluarga pasien 41.10C
berhubungan tindakan tentang demam menunjukkan
dengan proses keperawatan2) Anjurkan proses penyakit
infeksi virus selama 1 x 24 orang tua infeksius akut. Pola
dengue. jam diharapkan untuk demam dapat
anak memberikan membantu dalam
menunjukkan pakaian tipis diagnosis misalnya
Suhu dalam dan mudah kurva demam lanjut
batas normal menyerap berakhir berakhir
Kriteria hasil : keringat lebih dari 24 jam
- Keluarga 3) Anjurkan menunjukkan
pasien pneumonia
mengatakan orang tua pneumokokal,
mengetahui untuk demam scarlet atau
tentang suhu meningkatkan tifoid
dalam batas asupan cairan 2) Untuk
normal. pada pasien memberikan rasa
- Keluarga pasien 4) Ajarkan cara nyaman pakaian
mengatakan mengompres yang tipis mudah
mau yang benar menyerap keringat
memberikan yaitu lipat paha dan tidak
pertolongan dan aksila merangsang
pertama jika5) Observasi suhu peningkatan suhu
suhu tubuh tubuh tubuh
pasien 3)
pasien,diaphor Untuk mencegah
meningkat. esis dehidrasi pada
- Keluarga pasien 6) Kolaborasi pasien
mengatakan pemberian
4) Dapat membantu
mampu antipiretik mengurangi demam
memberikan sesuai dengan pada pasien
pertolongan kondisi pasien 5) Suhu 38.90C –
pertama jika 41.10C
suhu tubuh menunjukkan
pasien proses penyakit
meningkat. infeksius akut
Suhu tubuh demam yang
dalam rentang kembali normal
normal 36,5 - 6) Digunakan untuk
37°C, mengurangi demam
-Nadi 80 – dengan aksi sentral
100x/mnt nya pada
hipotalamus,
meskipun demam
-Tidak ada mungkin dapat
perubahan berguna dalam
warna kulit, membatasi
-Akral hangat, pertumbuhan
-Pasien tidak organisme, dan
lemah meningkatkan
autodestruksi dari
selsel yang
terinfeksi.
2. Ketidakseimbangan Tujuan : Setelah
1) Jelaskan 1) Untuk menambah
nutrisi kurang dari dilakukan tentang pengetahuan pasien
kebutuhan tubuh tindakan pentingnya 2) Dapat
berhubungan keperawatan nutrisi meningkatkan
dengan intake selama 2 x 24
2) Berikan masukan meskipun
nutrisi yang tidak jam anak makanan nafsu makan
adekuat akibat menunjukkan dalam porsi mungkin lambat
mual dan nafsu tanda-tanda sedikit dengan untuk kembali
makan yang kebutuhan frekuensi 3) Untuk
menurun nutrisi yang sering menambah nafsu
adekuat. Kriteria
3) Berikan makan pasien
hasil : makanan 4) Memungkinkan
1. Keluarga pasien dalam keadaan makanan yang
mengatakan hangat dan disukai pasien akan
mengetahui menarik memampukan
tentang 4) Anjurkan orang pasien untuk
pentingnya tua tetap mempunyai pilihan
nutrisi. memaksimalka terhadap makanan
2. Keluarga n ritual makan yang dapat
pasien yang disukai dimakan dengan
mengatakan anak selama di lahap.
RS 5) Memberikan
mau 5) Timbang BB informasi tentang
memberikan setiap hari atau kebutuhan diet atau
makanan sesuai sesuai indikasi keefektifan terapi
dengan 6) Observasi 6) Mengidentifikasi
kebutuhan. intake dan kekurangan
3. Keluarga pasien output makanan dan
mengatakan makanan kebutuhan
mampu 7) Berikan 7) Mulut yang bersih
memberikan kebersihan oral dapat
makanan yang
8) Kolaborasi meningkatkan rasa
memungkinkan dengan ahli makanan
pasien untuk gizi untuk8) Suplemen dapat
memakan menentukan memainkan peran
dengan lahap. jumlah kalori penting dalam
4. Adanya dan nutrisi mempertahankan
peningkatan yang masukan kalori dan
berat badan dibutuhkan protein
sesuai rentang pasien
BB ideal
5. Nafsu makan
bertambah
mampu
mengidentifikasi
kebutuhan
nutrisi.
6. Porsi makan
habis.
7. Membran
mukosa tidak
pucat
8. Bising usus
normal
9. Tidak ada
kram abdomen
3. Resiko perdarahan Tujuan : setelah
1) Monitor 1tanda-
) Penurunan
berhubungan dilakukan tanda trombosit
dengan penurunan selama 2x24 penurunan merupakan tanda
factor-faktor jam di harapkan trombosit yang adanya kebocoran
pembekuan darah pasien tidak disertaitanda pembuluh darah
(trombositopeni). terjadi klinis. yang pada tahap
perdarahan 2)
lebih Anjurkan tertentu dapat
lanjut Kriteria pasien untuk menimbulkan
hasil : banyak tanda-tanda klinis
1. Keluarga pasien istirahat ( seperti epistaksis,
mengatakan bedrest ) ptekie
mengetahui3) Kolaborasi,
2) Aktifitas pasien
tentang akibat monitor yang tidak
dari penurunan trombosit terkontrol dapat
trombosit. setiap hari menyebabkan
2. Keluarga pasien
4) Antisipasi terjadinya
mengatakan adanya perdarahan.
mau membantu perdarahan : 3) Dengan
aktivotas yang gunakan sikat trombosit yang
dapat gigi yang dipantau setiap
menyebabkan lunak, pelihara hari, dapat
terjadinya kebersihan diketahui tingkat
perdarahan. mulut, berikan kebocoran
3. Keluarga tekanan 5-10 pembuluh darah
pasien menit dan kemungkinan
5) Lindungi perdarahan yang
pasien dari dialami pasien
mengatakan trauma 4) yang Mencegah
mampu dapat terjadinya
mencegah jika menyebabkan perdarahan lebih
adanya perdarahan lanjut
perdarahan. 6) Kolaborasi, 5) untuk
4. Tidak ada monitor mengurangih resiko
perdarahan trombosit perdarahan pada
5. Tidak ada setiap hari pasien
distensi 6) Dengan
abdominal trombosit yang
6. Tidak ada dipantau setiap
hematuria dan hari, dapat
hematemesis diketahui tingkat
7. Hemoglobin dan kebocoran
hematroktit pembuluh darah
dalam batas dan kemungkinan
normal perdarahan yang
dialami pasien
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
Oleh
DAYANTRI
891201021
PONTIANAK 2020/2021
A. Pengertin
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaaan arteri koroner yang
menyempit dan tersumbat, sehingga menyebabkan aliran darah ke area jantung yang
disuplai arteri tersebut berkurang (Black & Hawks, 2014).
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah suatu kondisi dimana
ketidakseimbangan antara suplai darah ke otot jantung berkurang sebagai akibat
tersumbatnya pembuluh darah arteri koronaria dengan penyebab tersering adalah
aterosklerosis (Wijaya dkk, 2013).
PJK merupakan gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah
dari penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada
terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki juga
pada kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan datar atau berjalan
jauh (RISKESDAS, 2013).
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan, PJK merupakan suatu
penyakit pada organ jantung akibat penimbunan plak berupa lipid atau jaringan fibrosa
yang menghambat suplai oksigen dan nutrisi ke bagian otot jantung sehingga
menimbulkan kelelahan otot bahkan kerusakan yang biasanya diproyeksikan sebagai
rasa tidak enak oleh klien secara subyektif seperti rasa ditekan benda berat, ditindih, dan
ditusuk.
B. Etiologi
Penyebab PJK terdiri dari beberapa faktor dan dinamakan faktor risiko. Faktor
risiko merupakan faktor-faktor yang keberadaannya berkedudukan sebelum terjadinya
penyakit. Secara garis besar faktor risiko PJK dapat dibagi dua, yaitu faktor risiko yang
dapat diubah / modifiable (kolesterol, hipertensi, merokok, obesitas, diabetes melitus,
kurang aktifitas fisik, stres) dan faktor risiko yang tidak dapat diubah / non modifiable
(riwayat keluarga, jenis kelamin, usia) (Bustan, 2012).
Berdasarkan penelitian terdahulu tentang diagnosa penyakit jantung koroner,
maka dalam penelitian ini digunakan faktor risiko (variabel input) seperti jenis kelamin,
usia, denyut nadi, tekanan darah sistolik, kolesterol, gula darah sewaktu, trigliserida,
elektrokardiogram. Serta dengan tambahan gejala terjadinya penyakit jantung koroner.
seperti nyeri dada, sesak nafas dan batuk. Berikut ini adalah uraian tentang variabel
input yang digunakan, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
besar terkena PJK dibandingkan dengan wanita. Akan tetapi, pada wanita yang
sudah menopause risiko PJK meningkat. Hal itu berkaitan dengan penurunan
hormon estrogen yang berperan penting dalam melindungi pembuluh darah dari
kerusakan yang memicu terjadinya aterosklerosis.
2. Usia
Hasil penelitian terdahulu terbukti bahwa semakin bertambahnya usia, risiko terkena
PJK semakin tinggi, dan pada umumnya dimulai pada usia 40 tahun ke atas
(Notoatmodjo, 2010).
3. Denyut Nadi
Denyut nadi adalah denyutan arteri dari gelombang darah yang mengalir melalui
pembuluh darah sebagai akibat dari denyutan jantung.
4. Tekanan Darah Sistolik
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot jantung.
Istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada tekanan arterial maksimum saat
terjadi kontraksi pada lobus ventrikular kiri dari jantung. Rentang waktu terjadinya
kontraksi disebut systole.
5. Kolesterol
Kolesterol ditranspor dalam darah dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan
lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein/LDL) dan 25% merupakan
lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein/HDL). Kadar kolesterol LDL
yang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik
antara kadar HDL dan risiko terjadinya PJK.
6. Gula Darah Sewaktu
Gula darah sewaktu adalah tingkat glukosa di dalam darah pada waktu itu (saat
pemeriksaan). Konsentrasi gula darah atau tingkat glukosa serum, diatur dengan
ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama
energi untuk sel-sel tubuh.
7. Trigliserida
Trigliserida merupakan satu macam lemak yang terdapat dalam tubuh, yang di
dalam cairan darah dikemas dalam bentuk partikel lipoprotein.
C. Factor risiko
Faktor risiko yang mencetuskan PJK dapat dikelompokkan dalam dua kategori
yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi :
1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi Hipertensi adalah hasil tekanan darah yang konsisten sistolik ≥ 140
mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi merusak sel endotel arteri,
kemungkinan disebabkan oleh kelebihan tekanan dan perubahan karakteristik
aliran darah. Kerusakan ini dapat merangsang perkembangan plak ateroklerotik.
b. Diabetes Diabetes mempengaruhi endotelium pembuluh darah, berperan pada
proses ateroklerosis. Hiperglikemia dan hiperinsulinemia, perubahan fungsi
trombosit, kenaikan kadar fibrinogen, dan inflamasi juga berperan pada
perkembangan aterosklerosis pada orang diabetes.
c. Hiperlipidemia Hiperlipidemia adalah kadar lemak dan lipoprotein tinggi yang
abnormal. Lipoprotein densitas rendah (LDL) adalah pembawa utama kolesterol.
Kadar tinggi LDL meningkatkan ateroklerosis karena LDL menyimpan kolesterol
pada dinding arteri. Kenaikan trigliserida juga berperan pada risiko pada PJK.
d. Merokok Pria perokok mempunyai dua hingga tiga kali risiko mengalami penyakit
jantung disbanding pria bukan perokok; wanita yang perokok mempunyai risiko
hingga empat kalinya. Nikotin membuat kontriksi arteri, membatasi perfusi
jaringan (pengiriman aliran darah dan oksigen). Lebih lanjut, nikotin mengurangi
kadar HDL dan meningkatkan agregasi trombosit, meningkatkan risiko
pembentukan thrombus.
e. Obesitas Obesitas umumnya didefinisikan sebaga indeks massa tubuh (IMT) 30
kg/m2 atau lebih dan distribusi lemak yang mempengaruhi risiko PJK. Orang
yang obes mempunyai risiko hipertensi, diabetes, dan hyperlipidemia yang lebih
tinggi dibanding dengan yang nornal.
f. Kurang aktifitas fisik Kurang aktifitas fisik dikaitkan dengan risiko PJK yang lebih
tinggi. Manfaat latihan pada kardiovaskular mencakup peningkatan ketersediaan
oksigen ke otot jantung, penurunan kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung,
serta peningkatan fungsi miokardium dan stabilitas listrik. Efek positif lain dari
aktifitas fisik teratur mencakup oenurunan tekanan darah, lemak darah, kadar
insulin, agregasi trombosit, dan berat badan.
g. Diet Diet adalah faktor risiko PJK terutama supan lemak dan kolesterol secara
bebas. Diet banyak buah, sayur, gandum utuh, dan asam lemak 15 tidak jenuh
tampak mempunyai efek perlindungan untuk mencegah penyakit PJK.
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Black & Hawks, 2014).
a. Keturunan (termasuk ras) Anak-anak dari orang tua yang memiliki penyakit
jantung memiliki risiko PJK yang lebih tinggi. Peningkatan risiko ini terkait
dengan predisposisi genetik pada hipertensi, peningkatan lemak darah, diabetes
dan obesitas yang meningkatkan risiko PJK.
b. Pertambahan usia Usia mempengaruhi risiko dan keparahan PJK. PJK simtomatis
tampaknya lebih banyak pada orang berusia lebih dari 40 tahun, 4 dari 5 orang
yang meninggal karena PJK berusia 65 tahun atau lebih.
c. Jenis kelamin Pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan jantung
pada usia lebih muda, risiko pada wanita meningkat signifikan pada masa
menopause, sehingga angka PJK pada wanita setelah menopause dua atau tiga kali
lipat pada usia yang sama sebelum menopause.
D. Patofisiologi
Patofisiologi dari PJK dimulai dari adanya aterosklerosis atau pengerasan arteri
dari penimbunan endapan lipid, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh
kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) sampai akhirnya ke tunika medika
(lapisan otot polos).Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koronaria (Potter &
Perry, 2010).
Kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain,
cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen
plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida. Kolesterol dan lemak plasma mendapat
akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap
indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Patofisiologi nyeri dada yang
bersifat akut berawal dari ketidakseimbangan suplai oksigen dan nutrisi ke bagian
miokard jantung berkurang yang menyebabkan terjadinya metabolisme secara anaerob
yang menghasilkan asam laktat sehingga terjadi nyeri serta fatique pada penderita
penyakit jantung koroner (Padila, 2013).
Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri
dada yang berkaitan dengan angina pektoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung
dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka
terjadilah kematian otot jantung yang dikenal sebagai miokard infark (Potter & Perry,
2010).
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversible. Manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan
tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri dada yang bersifat akut. Ini
merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium.
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium, angina sering
dipicu oleh aktifitas yang meningkatkan kebutuhan miokardium akan oksigen, seperti
latihan fisik dan hilang selama beberapa menit dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan
kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis inilah yang disebut
infark. Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan
seperti daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan
fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri (Price, 2006).
Pelepasan neurotransmitter eksitatori seperti prostaglandin, bradikinin, kalium,
histamin, dan substansi P akibat menurunya pH jantung dan kerusakan sel. Subtansi
yang peka terhadap nyeri terdapat pada serabut nyeri di cairan ekstraseluler,
menyebarkan “pesan” adanya nyeri dan menyebabkan inflamasi (Potter & Perry, 2010).
Serabut nyeri memasuki medulla spinalis melalui tulang belakang melewati beberapa
rute hingga berakhir di gray matter (lapisan abu-abu) medulla spinalis.Setelah impuls-
impuls nyeri berjalan melintasi medulla spinalis, thalamus menstransmisikan informasi
ke pusat yang lebih tinggi di otak, sistem limbik; korteks somatosensori; dan
gabungan korteks.
Ketika stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak
mengintepretasikan kualitas nyeri dan merespon informasi dari pengalaman yang telah
lalu, pengetahuan, serta faktor budaya yang berhubungan dengan persepsi nyeri. Sesaat
setelah otak menerima adanya stimulus nyeri, terjadi pelepasan neurotransmitter
inhibitor seperti opiud endonegeus (endorphin dan enkefalin), serotonin (5HT),
norepinefrin, dan asam aminobutirik gamma (GABA) yang bekerja untuk menghambat
transmisi nyeri dan membantu menciptakan efek analgesik (Potter & Perry, 2010).
E. Pathway
Arterisklerosis Trombosis
Kontruksi arteri koronaria
Jaringan Miocard
pompa jantung
Gangguan perfusi jaring anGagal jantung
Resiko
kelebihan
cairan ekstra
vaskuler
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada PJK ini khas yang menimbulkan gejala dan komplikasi
sebagai akibat penyempitan lumen arteri penyumbatan aliran darah ke jantung.
Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, dan suplai darah tidak adekuat (iskemia)
yang ditimbulkannya akan membuat sel-sel otot iskemia terjadi dalam berbagai tingkat,
manifestasi utama dari iskemia miokardium adalah sesak nafas, rasa lelah
berkepanjangan, irama jantung yang tidak teratur dan nyeri dada atau biasa disebut
Angina Pektoris. Angina pektoris adalah nyeri dada yang hilang timbul, tidak diserati
kerusakan irreversibel sel-sel jantung terdiagnosis PJK.(Wijaya dkk, 2013).
Pada PJK klasifikasi dapat dibedakan menjadi empat yaitu asimtomatik (silent
myocardial ischemia) yang tidak pernah mengeluh nyeri dada baik saat istirahat atau
beraktifitas, angina pektoris stabil (STEMI) terdapat yaitu nyeri yang berlangsung 1-5
menit dan hilang timbul dan biasanya terdapat depresi segmen ST pada pengukuran
EKG, angina pektoris tidak stabil (NSTEMI) yaitu nyeri dada yang berlangsung bisa
lebih dari lima menit dan terjadi bisa pada saat istirahat biasanya akan terdapat deviasi
segmen ST pada rekaman hasil EKG, Infark miokard yaitu nyeri dada yang terasa
ditekan, diremas berlangsung selama 30 menit atau bahkan lebih biasanya hasil
rekaman EKG terdapat elevasi segmen ST (Potter & Perry, 2010).
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan EKG 12 lead yang dikerjakan
waktu istirahat pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium terutama untuk
menemukan faktor risiko, pemeriksaan ekocardiografi dan radio nuclide miokardial
imaging (RNMI) waktu isitirahat dan stress fisis ataupun obat-obatan, sampai ateriografi
koroner dan angiografi ventrikel kiri (Wijaya dkk, 2013).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama terjadinya episode nyeri adalah,
pantau takikardi atau disritmia dengan saturasi, rekam EKG lengkap T inverted, ST
elevasi atau depresi dan Q patologis, pemeriksaan laboratorium kadar enzim jantung
Creatinin kinase(CK), Creatinin kinase M-B(CKMB), Laktat dehidrogenase (LDH),
fungsi hati serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic
pyruvate transaminase (SGPT), profil lipid Low desinty lipoprotein (LDL) dan High
desinty lipoprotrein (HDL), foto thorax, echocardiografi, kateterisasi jantung. (Padila,
2013).
Fokus perawat adalah pain management atau mengontrol nyeri, melakukan
pengkajian terus-menerus, melaporkan gejala, serta memberikan pasien dan keluarga
penyuluhan (Hudak, 2012).
H. Komplikasi
Komplikasi penyakit jantung koroner menurut Wijaya & Putri (2013) ,adalah:
1. Gagal jantung kongestif
2. Syok kardigenik
3. Disfungsi otot papilaris
4. Defek septum ventrikel
5. Ruptura jantung
6. Aneurisme ventrikel
7. Tromboembolisme
8. Perikarditik
9. Sindrom dressler
10. Aritmia
I. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pasien sebaiknya dilihat secara keseluruhan (holistic)
dan diperlakukan individual mengingat PJK adalah penyakit multifaktor dengan
manifestasi yang bermacam-macam, secara umum pasien perlu diberikan penjelasan
mengenai penyakitnya, penjelasan terkait hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan
oksigen miokardium, pengendalian faktor risiko, pemberian pencegah aterosklerosis
pada pembuluh darah lainnya biasanya diberikan Aspirin 375 mg, pemberian oksigen.
Terapi medikamentosa difokuskan pada penanganan angina pektoris yaitu, nitrat
diberikan secara parenteral, sublingual, buccal, oral preparatnya ada gliserin trinitrat,
isosorbid dinitrat, dan isosorbid mononitrat (Wijaya dkk, 2013)
Untuk mengurangi kebutuhan oksigen ada pindolol dan propanolol yang
bekerja cepat, sotalol dan nadalol yang bekerja lambat. Obat-obatan golongan antagonis
kalsium digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen dan dilatasi koroner
contohnya, verapamil, dilitiazem, nifedipin, dan amlodipin.Prosedur yang dapat
dijadikan opsi nonoperatif atau invasive dan opsi operasi.Pada non operatif ada
Percutaneus Transluminal Coronary Angiosplasty (PTCA) dengan menggunakan balon
untuk pelebaran arteri koronaria. Opsi operasi atau sering disebut Coronary.Artery
Surgery (CAS) juga bisa dibagi menjadi operasi pintas koroner, Transmyocordial
recanalization, dan transpaltasi jantung (Wijaya dkk, 2013).
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang harus dikaji pada penyakit jantung koroner dengan nyeri akut
menurut Udjianti (2010) :
a. Biodata, yang perlu dikaji yaitu nama, nomor rekam medis, jenis kelamin,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, status, agama,
alamat, pekerjaan, serta umur pasien.
b. Keluhan Utama, merupakan keluhan paling menonjol yaitu klien mengeluh
nyeri dada di anterior, prekordial, substernal yang dapat menjalar ke lengan kiri,
leher, punggung dan epigastrium. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan beban
berat, diremas yang timbul mendadak. Durasi serangan dapat bervariasi dan
merupakan alasan pokok klien masuk rumah sakit atau keluhan utama saat
dilakukan pengkajian oleh perawat.
c. Riwayat penyakit sekarang, merupakan informasi tentang keadaan dan keluhan
keluhan klien saat timbul serangan yang baru timbul atau sering hilang timbul,
durasi, kronologis dan frekuensi serangan nyeri. Gejala utama yang
diidentifikasi klien dengan penyakit kardiovaskuler meliputi nyeri dada (chest
pain), sesak napas, fatigue, palpitasi, pingsan, nyeri pada ekstremitas.
d. Riwayat penyakit masa lalu, meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita oleh
klien terutama penyakit yang mendukung munculnya penyakit sekarang
contohnya Hipertensi, penyakit pembuluh darah, diabetes mellitus, gangguan
fungsi tiroid, rheumatoid heart disease.
e. Riwayat penyakit keluarga, informasi dapat digali tertang usia dan status
kesehatan anggota keluarga yang bertali darah. Status kesehatan anggota
keluarga meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga klien terutama
gangguan sistem kardiovaskular.
f. Riwayat psikososial, berhubungan dengan kondisi penyakitnya serta dampaknya
terhadap kehidupan sosial klien. Keluarga dan klien akan menghadapi kondisi
yang menghadirkan situasi kematian atau rasa takut terhadap nyeri,
ketidakmampuan serta perubahan pada dinamika keluarga. Perlu dicatat tentang
jenis pekerjaan klien serta adanya stres fisik maupun psikis yang mempengaruhi
beban kerja jantung.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran. Pasien penyakit jantung koroner dalam kondisi yang parah karena
adnya
3) penyempitan dan penyumbatan sehingga jantung tidak dapat memompa darah
secara optimal. (Prabowo & Pranata, 2017)
4) Tanda-tanda vital TD: dapat meningkat sekunder akibat nyeri atau menurun
sekunder akibat gangguan hemodinamik dan atau terapi farmakologi. Fj:
dapat meningkat sekunder akibat nyeri
5) Kardiovaskular : S4 mungkin ada Pulmoner: dispnea dan takipnea mungkin
ada(Stillwell, 2011)
6) Sistem pernafasan. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan peningkatan
respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga
vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda / pink tinged (Prabowo &
Pranata, 2017)
7) Sistem kardiovaskular. Hipotensi postural, frekuensi jantung meningkat,
takipnea. Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin
normal atau terlambatnya capilary refill time, disritmia. Suara jantung, suara
jantung tambahan s3 atau s4 mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan
jantung / ventrikel kehilangan kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan
akibat dari insuflensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau mengalami penurunan (tachy atau bradi
cardia). Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Odema anasarka,
crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. (Prabowo & Pranata,
2017)
8) Sistem persarafan. Edema : jagular vena distension, (Prabowo & Pranata,
2017)
9) Sistem perkemihan. Gangguan ginjal saat ini atau sebelumnya, disuria,
oliguria, anuria, poliuria sampai hematuria. (Prabowo & Pranata, 2017)
10) Sistem pencernaan. Mual, kehilangan nafsu makan, muntah, perubahan
berat badan.(Prabowo & Pranata, 2017)
11) Sistem integumen. Warna kulit mungkin pucat baik dibibir dan dikuku,
penurunan turgor kulit. (Prabowo & Pranata, 2017)
12) Sistem muskuloskeletal. Pada klien PJK adanya kelemahan otot sehingga
timbul ketidakmampuan melakukan aktivitas yang diharapkan atau aktivitas
yang biasanya dilakukan (Dewi, 2014)
13) Sistem endokrin. Pada pasien PJK biasanya terdapat peningkatan kadar
gula darah. (Dewi, 2014).
14) Sistem reproduksi. Pada pasien PJK akan mengalami penurunan jumlah
produksi urine dan frekuensi urine (Dewi, 2014)
15) Sistem penginderaan. Mata , pada pasien PJK mata mengalami
pandangan kabur, Telinga, hidung, dan tenggorokan pada pasien PJK tidak
mengalami gangguan. Mulut, pada paien PJK ditemukan adanya mukosa pada
mulut dan bibir. . (Dewi, 2014)
16) Sistem imun, pada pasien PJK akan mengalami penurunan, karena
disebabkan sering merokok, kurangnya berolahraga, dan kurangnya menjaga
kesehatan tubuh sehi ngga pada pasien PJK sistem imunnya sangat terganggu.
(Dewi, 2014)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
b. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan,
asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
c. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan
perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
d. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi
metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia,
dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama sakit.
3. Perencanan Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
Kriteria Hasil:
- Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
- Ti ak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
- Tidak ada penurunan kesadaran
Intervensi:
- Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
- Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantun
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
b. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, Memelihara
kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan, Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips), Tanda
tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
- Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
- Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
- supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara nafas, seperti dengkur
- Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
c. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi
metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan
status nutrisi yang buruk selama sakit
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR,
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
Intervensi:
- Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivita
- Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
- Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
- Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
- Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
ASMA
Oleh
DAYANTRI
891201021
PONTIANAK 2020/2021
A. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini
bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah suatau keadan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hivesensivitas terhadap rangsangan tertenu, yang menyebabkan peradanagan, penyempitan ini
bersifat berulang dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan
ventilasi yang lebih normal. Penderita Asma Bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif
terhadap rangasangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain
penyebab alergi. Gejala kemunculan sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa dtang
secara tiba-tiba jika tidak dapat mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa
datang. Gangguan asma bronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender, dan pembentukan
timbunan lendir yang berlebihan (Somarti, 2012).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentang
terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
B. Klasifikasi
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang
berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya
dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
2. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional status asmatikus
merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis
umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma
dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),
pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan
kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka
suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan
3. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
Klasifikasi asma yaitu (Purnomo 2008)
1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang
sehat.
2. Asma intrinsic
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
C. Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti
penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan respon
saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya kalor (panas karena
vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsagan sensori),
dan function laesa fungsi yang terganggu. Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa
infeksi (infeksi virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu,
kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan
(putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji- bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik
(olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan emosi (Sudoyo, 2015).
D. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE dengan sel mast.
Sebagian besar allergen yang mencetus asma bersifat airborne dan agar dapat menginduksi
keadaan sensitivitas, allergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode
waktu terentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respon
yang sangan baik, sehingga sejumlah kecil allergen yang mengganggu sudah dapat
menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas (Nurarif & Kusuma, 2015).
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta- adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom
pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga
dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian
muncul asma progresif. Klien yang sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk
terhadap agen anti-inflamasi non-steroid. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme
karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pemebentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015).
Antagons ᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napas pada klien asma,
halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan nafas dan hal
tersebut harus dihindari. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,
natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas dignakan dalam industri makanan dan
farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut
pada klien yang sensitive. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang
mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, karang, dan anggur (Somarti,
2012).
Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari internal
klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi antigen antibody ini
akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh
dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan
anafilaktoksin. Hasil ini dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu
berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus
(Nurarif & Kusuma, 2015)
E. Pathway
Factor pencetus serangan
Antigen merangsang IgE di sel mast, maka terjadi reaksi antigen-anti body
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa kurang dari 80%
i. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Ro paru
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram
penting untuk melibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2010).
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal tetapi dapat terjadi hipoksemia,
hipercapnia atau sianosis
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang di atas 15.000/mm3 yang menandakan
adaya infeksi
4) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan Ig.E pada waktu serangan dan
meneurun pada saat bebas serangan asma (Wahid, 2013).
2. Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Pada
penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut (Wahid, 2013):
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah.
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltraste paru
d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru.
e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor allergen yang dapat bereaksi positif pada asma.
4. Elektrokardiografi
a) Terjadi right axis deviation
b) Adanya hipertropo otot jantung Right bundle branch bock.
c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES atau terjadi depresi segmen ST
negatif.
5. Scanning paru
Melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak
menyeluruh pada paru-paru.
6. Spirometri
Menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara cepat diagnosis asma adalah
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler dan nebuliser),
peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% meunjukan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan ini berfungsi untuk
menegakkan Diagnosis Keperawatan, melihat berat obstruksi dan efek pengobtan banyak
penderita tanpa keluhan pada pemeriksaan ini enunjukkan adanya obstruksi.
H. Penatalaksanaan
Menurut Wahid. (2013) & Yasmara. (2016) penatalaksanaan terbagi menjadi
farmakalogi dan non farmakologi, sebagai berikut:
1. Farmakologi
a. Bronkhodilator
Bronkodilator adalah obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi menjadi dua
golongan:
1) Adrenergik (adrenalin dan efedrin) misalnya terbutalin/Bricasama
Obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan (Metered dose inhaler) ada yang berbentuk hirup (ventolin diskhaler dan
bricasma turbuhaler) atau cairan bronkhodilator (Alupent, Nerotec brivasma sets
ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel sangat halus)
untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin/Teofilin (amiofilin)
Pemberian Aminophilin secara intravena dosis awal 5-6 mg/kg BB dewasa/anak-
anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5-10 menit. untuk dosis penunjang 0,9
mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak perlahan-lahan.
b. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis dua kali 1
mg/hari. Keuntungannya adalah dapat diberika secara oral.
c. Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan
dengan pengobatan kortikosteroid. 200 mg hidrokortison atau dengan dosis 3-4 mg/kg
BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai
serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30- 60 mg prednison atau dengan
dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi
secara bertahap.
d. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui
air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka masukan cairan peroral dan infus harus
cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.
2. Non Farmakologi
a. Menghindari faktor pencetus. Klien perlu diajarkan untuk menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, seperti menghindari alergen, polusi udara, olahraga
jasmani yang berat atau aktivitas yang berat.
b. Penyuluhan. Berguna untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang asma sehingga
klien mengerti dan paham faktor-faktor pencetus dan cara penanganan.
c. Fisioterapi dada, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Dapat
dilakukan dengan teknik postural drainase, perkusi, dan vibrasi dada.
I. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernafasan
b) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
2) Breathing
a) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
c) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
d) Papiledema
e) Urin output meurun
4) Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama atau imunitas
e. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan NIC :
nafas tidak keperawatan selama ± 30 menit, Airway Management
efektif pasien mampu : 1. Buka jalan nafas,
berhubungan 1. Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk
dengan Ventilation memaksimalkan ventilasi
tachipnea, 2. Respiratory status : Airway 3. Identifikasi pasien perlunya
peningkatan patency pemasangan alat jalan nafas
produksi 3. Aspiration Control, buatan
mukus, Dengan kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
kekentalan 1. Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika
sekresi dan efektif dan suara nafas yang perlu
bronchospasme bersih, tidak ada sianosis dan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu atau suction
mengeluarkan sputum, 7. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas dengan adanya suara tambahan
mudah, tidak ada pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
yang paten (klien tidak 10. Berikan pelembab udara Kassa
merasa tercekik, irama nafas, basah NaCl Lembab
frekuensi pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak ada mengoptimalkan keseimbangan.
suara nafas abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
3. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas
2 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway Management
efektif keperawatan selama ± 30 menit, 1. Buka jalan nafas, guanakan
berhubungan pasien mampu : teknik chin lift atau jaw thrust
dengan 1. Respiratory status : bila perlu
penyempitan Ventilation 2. Posisikan pasien untuk
bronkus 2. Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
patency 3. Identifikasi pasien perlunya
3. Vital sign Status pemasangan alat jalan nafas
Dengan Kriteria Hasil : buatan
1. Mendemonstrasikan batuk 4. Pasang mayo bila perlu
efektif dan suara nafas yang 5. Lakukan fisioterapi dada jika
bersih, tidak ada sianosis perlu
dan dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk
mengeluarkan sputum, atau suction
mampu bernafas dengan 7. Auskultasi suara nafas, catat
mudah, tidak ada pursed adanya suara tambahan
lips) 8. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
yang paten (klien tidak 10. Berikan pelembab udara Kassa
merasa tercekik, irama basah NaCl Lembab
nafas, frekuensi pernafasan 11. Atur intake untuk cairan
dalam rentang normal, tidak mengoptimalkan keseimbangan.
ada suara nafas abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
3. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan Terapi Oksigen
darah, nadi, pernafasan) 1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
pertukaran gas keperawatan selama ± 30 menit, chin lift atau jaw thrust bila perlu
berhubungan pasien mampu : 2. Posisikan pasien untuk
dengan 1. Respiratory Status : Gas memaksimalkan ventilasi
perubahan exchange 3. Identifikasi pasien perlunya
membran 2. Respiratory Status : pemasangan alat jalan nafas
kapiler – ventilation buatan
alveolar Dengan kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
peningkatan ventilasi dan perlu
oksigenasi yang adekuat 6. Keluarkan sekret dengan batuk
2. Memelihara kebersihan paru atau suction
paru dan bebas dari tanda 7. Auskultasi suara nafas, catat
tanda distress pernafasan adanya suara tambahan
3. Mendemonstrasikan batuk 8. Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas yang 9. Berika bronkodilator bial perlu
bersih, tidak ada sianosis dan 10. Barikan pelembab udara
dyspneu (mampu 11. Atur intake untuk cairan
mengeluarkan sputum, mengoptimalkan keseimbangan.
mampu bernafas dengan 12. Monitor respirasi dan status O2
mudah, tidak ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam
rentang normal
B. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
a. Alasan masuk rumah sakit/keluhan utama :
Keluarga klien mengatakan klien mengalami stroke
b. Faktor pencetus :
Hipertensi
c. Lamanya keluhan …………………………………………………………..
d. Timbulnya keluhan: ( ) bertahap (√ ) mendadak
e. Factor yang memperberat : ………………………………………………...
………………………………………………………………………………
b. Tanda (obyektif)
1) Suhu tubuh : 38 0 C
Diaphoresis : ( ) tidak ada (√ ) ada,
jelaskan ……………………………………………………………….
2) Berat badan : 60. kg, tinggi badan : 167. cm
Turgor kulit : kembali dalam 3 detik tonus otot : 3|1…………………
3) Edema : ( √ ) tidak ada ( ) ada, lokasi dan karakteristik
………………………………………………………………………..
4) Ascites : ( √ ) tidak ada ( ) ada,
jelaskan ……………………………………………………………….
5) Integritas kulit perut ………………………………………………….
Lingkar abdomen : .............................................................. cm
6) Distensi vena jugularis : ( √ ) tidak ada ( ) ada,
jelaskan ……………………………………………………………….
7) Hernia/masa : (√ ) tidak ada ( ) ada, lokasi dan karakteristik
………………………………………………………………………..
8) Bau mulut/halitosis : ( ) tidak ada
( √ ) ada ……………………………………………………………….
9) Kondisi mulut gigi/gusi/mukosa mulut dan lidah :
Tidak ada pembengkakan, Mukosa mulut l .lembab
5. Istirahat
a. Gejala (subyektif)
1) Kebiasaan tidur ………………………………………………………….
Lama tidur ……………………………………………………………….
2) Masalah berhubungan dengan tidur
a) Insomnia : ( ) tidak ada ( ) ada
b) Kurang puas/segar setelah bangun tidur : ( ) tidak ada ( ) ada,
Jelaskan ...........................................................................................
c) Lain-lain, sebutkan ..........................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Tampak mengantuk/mata sayu : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................
2) Mata merah : ( ) tidak ada ( ) ada
3) Sering menguap : ( ) tidak ada ( ) ada
4) Kurang konsentrasi : ( ) tidak ada ( )
6. Sirkulasi
a. Gejala (subyektif)
1) Riwayat hipertensi dan masalah jantung’
d) Riwayat edema kaki : ( ) tidak ada ( ) ada,
Jelaskan ...........................................................................................
2) Flebitis ........................... ( ) penyembuhan lambat
3) Rasa kesemutan ...............................................................................
4) Palpitasi ...........................................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Tekanan darah : .............. mmHg
2) Mean Arteri Pressure/ tekanan nadi
3) Nadi/pulsasi :
a) Karotis : .......................
b) Femoralis : .......................
c) Popliteal : .......................
d) Jugularis : .......................
e) Radialis : .......................
f) Dorsal pedis : ....................
g) Bunyi jantung : ................. frekuensi : ...................
Irama : .............................. kualitas : ......................
4) Friksi gesek : .................................. murmur : .......................
0
5) Ekstremitas, suhu : ............. Cwarna : .........................
6) Tanda homan : .......................................................................
7) Pengisian kapiler : .................................................................
Varises : ...................................... phlebitis : .........................
8) Warna : membran mukosa : ..................... bibir : ..................
Konjungtiva : ................. sklera : ................
punggung kuku : .........................................
7. Eliminasi
a. Gejala (subyektif)
1) Pola BAB : frekuensi : ............. konsistensi : ...........................
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat tertentu misal : terpasang kolostomi/ileostomy) :
....................................................................................
3) Kesulitasn BAB konstipasi : ...........................................................................
Diare : .............................................................................................................
4) Penggunaan laksatif : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
.........................................................................................................................
5) Waktu BAB terakhir : .....................................................................................
6) Riwayat perdarahan : .....................................................................................
Hemoroid : ......................................................................................................
7) Riwayat inkontinensia alvi : ...........................................................................
8) Penggunaan alat-alat : misalnya pemasangan kateter : ..................................
9) Riwayat penggunaan diuretik :
.........................................................................................................................
10) Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK :
.........................................................................................................................
11) Kesulitan BAK :
.........................................................................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Abdomen
a) Inspeksi : abdomen membuncit ada/tidak, jelaskan : ................................
....................................................................................................................
b) Auskultasi : bising usus : ................ bunyi abnormal ( ) tidak ada
( ) ada, jelaskan .........................................................................................
c) Perkusi
(1) Bunyi tympani ( ) tidak ada ( ) ada
Kembung : ( ) tidak ada ( ) ada
(2) Bunyi abnormal ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ...............................................................................................
2) Palpasi :
a) Nyeri tekan : ............................................................................................
Nyeri lepas : ............................................................................................
b) Konsistensi : lunak/keras : ......................................................................
Massa : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ...................................................................................................
c) Pola BAB : konsistensi ...........................................................................
Warna : ...................................................................................................
Abnormal : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ...................................................................................................
d) Pola BAK : dorongan : ...........................................................................
Frekuensi : ............................... retensi : ................................................
e) Distensi kandung kemih : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ...................................................................................................
f) Karakteristik urin : ..................................................................................
Jumlah : .......................... bau : ..............................................................
g) Bila terpasang colostomy atau ileustomy : keadaan ...............................
.................................................................................................................
8. Neurosensori dan kognitif
a. Gejala (subyektif)
1) Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri) .........................
...................................................................................................... ..................
Q = qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan serta deskripsi
sifat nyeri yang dirasakan ..............................................................................
R = region/tempat (lokasi sumber & penyebarannya) ..........................................
.........................................................................................................................
S = severity/tingkat berat nyeri (skala nyeri 1-10) ...............................................
........................................................................................................................
T = time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya) ................................................
........................................................................................................................
2) Rasa ingin pingsan/pusing ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ................................................................................................................
3) Sakit kepala : lokasi nyeri ....................................................................................
Frekuensi ..............................................................................................................
4) Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi)
5) Kejang ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ................................................................................................................
Cara mengatasi .....................................................................................................
6) Mata : penurunan penglihatan ( ) tidak ada
( ) ada, jelaskan ....................................................................................................
7) Pendengaran : penurunan pendengaran ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ................................................................................................................
8) Epistaksis : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ................................................................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Status mental
Kesadaran : ( ) composmentis, ( ) apatis. ( )somnolen, ( ) spoor, ( ) koma
2) Skala koma glasgow (gcs) : respon membuka mata (e) .......................................
Respon motorik (m) ................................. respon verbal .....................................
3) Terorientasi/disorientasi : waktu ......................... tempat ....................................
Orang .........................................
4) Persepsi sensori : ilusi ................................. halusinasi .......................................
Delusi ...................... afek ............................... jelaskan ......................................
5) Memori : saat ini
..............................................................................................................................
Masa lalu .............................................................................................................
6) Alat bantu penglihatan/pendengaran ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan ...............
7) Reaksi pupil terhadap cahaya : ka/ki....................................................................
Ukuran pupil ........................................................................................................
8) Fascial drop .................................. postur .............................................................
Reflek ....................................................................................................................
9) Penampilan umum tampak kesakitan : ( ) tidak ada ( ) ada, menjaga area sakit
Respon emosional ........................... penyempitan fokus .....................................
9. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
1) Alergi : (catatan agen dan reaksi spesifik)
2) Obat-obatan : .........................................................................................................
3) Makanan : ..............................................................................................................
4) Faktor lingkungan : ...............................................................................................
a) Riwayat penyakit hubungan seksual : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
..........................................................................................................................
b) Riwayat transfusi darah ............................ riwayat adanya reaksi transfusi
..........................................................................................................................
5) Kerusakan penglihatan, pendengaran : ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
................................................................................................................................
6) Riwayat cidera ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
................................................................................................................................
7) Riwayat kejang ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
................................................................................................................................
b. Tanda (objektif)
1) Suhu tubuh ....................0C diaforesis ................................................................
2) Integritas jaringan ..................................................................................................
3) Jaringan parut ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................................
4) Kemerahan pucat ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................................
5) Adanya luka : luas ............................ kedalaman ..................................................
Drainase prulen ......................................................................................................
Peningkatan nyeri pada luka ..................................................................................
6) Ekimosis/tanda perdarahan lain .............................................................................
7) Faktor resiko : terpasang alat invasive ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................................
8) Gangguan keseimbangan ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................................
9) Kekuatan umum ................................. tonus otot .................................................
Parese atau paralisa ...............................................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Pemeriksaan payudara/penis/testis
...................................................................................................................................
2) Kutil genital, lesi
...................................................................................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Status emosional : ( ) tenang, ( ) gelisah, ( ) marah, ( ) takut, ( ) mudah
tersinggung
2) Respon fisiologi yang terobservasi : perubahan tanda vital : ekspresi wajah ..........
..................................................................................................................................
Data penunjang
1. Laboratorium
..................................................................................................................................... ............
.................................................................................................................................................
............................................................................................................................. ....................
2. Radiologi
.................................................................................................................................................
............................................................................................................................. ....................
.................................................................................................................................................
3. EKG
.................................................................................................................................................
............................................................................................................................. ....................
.................................................................................................................................................
4. USG
............................................................................................................................. ...................
.................................................................................................................................................
............................................................................................................................. ....................
5. CT Scan
Terdapat bagian gelap
6. Pemeriksaan lain
............................................................................................................................. ....................
.................................................................................................................................................
............................................................................................................................. ....................
7. Obat-obatan
No Nama Obat Dosis
1. Paracetamol 4x500 mg
2. Citicolin 2 x 250 mg
3. Sohobal 1x1 ampul
4. Piracetam 3x3 gram
5. antibiotic cefotaxime 2 x 1 gram
6. Aspirin, clopidogrel dan heparin 300-600 mg 3-4 kali pemberian
7. IVFD Asering 1500 ml/24 jam, Manitor
diberikan 4x 125 ml/hari
8. Diit
............................................................................................................................. ....................
.................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
B. Identifikasi resiko jatuh pada klien dan Skala tingkat kemandirian
1. Risiko Jatuh
1. Usia: 0
2. Riwayat jatuh: 0
3. Aktivitas: 3
4. Mobilitas: 2
5. Kognitif: 2
6. Pola BAB/BAK: 0
Bathel Index adalah alat yang digunakan untuk mengkaji status fungsional. Skore tertinggi pada bathel index
ini adalah 100, akan tetapi pembuat instrument Bathel Index ini menyatakan bahwa walaupun seseorang
mempunyai skore 100 belum tentu seseorang dapat hidup sendiri atau tanpa/ tidak perlu bantuan. Bathel
Index ini sangat pas jika digunakan disetting tempat-tempat rehabilitasi untuk menilai peningkatan
kemampuan lanjut usia.
No Action Dengan Mandiri Nilai
Bantuan
1 Makan (jika makanan perlu dipotong= dengan bantuan) 5 10 5
2 Transfer/ bergerak/ berpindah dari kursi roda ke tempat 5 – 10 15 5
tidur dan kembali (termasuk duduk ditempat tidur)
3 Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir rambut, 0 5 0
mencukur jenggot, membersihkan gigi)
4 Masuk dan keluar kloset/ WC/ toilet (melepas/ memakai 5 10 5
pakaian, mengusap, membersihkan, menyiram WC)
5 Mandi senidri 0 5 0
6 Berjalan di permukaan datar (jika tidak mampu jalan, 0 5 0
mampu menggunakan kursi roda sendiri)
7 Naik dan turun tangga 5 10 0
8 Memakai baju / berpakaian (termasuk mengikat tali sepatu, 5 10 5
mengencangkan baju/ aksesoris)
9 Mengontrol buang air besar (mengontrol anus) 5 10 5
10 Mengontrol buang air kecil (mengontrol kandung kemih) 5 10 5
Total 25
Catatan : Diberikan nilai nol bila pasien tidak dapat melakukan criteria yang telah ditentukan
Penulis Interpretasi
Shah dkk 0 – 20 Dependen total
21 – 60 Dependen berat
61 – 90 Dependen sedang
91 – 99 Dependen ringan
100 Independen/ mandiri
Lazar dkk 10 – 19 Dependen
20 – 59 Perawatan diri, dibantu
60 – 79 kursi roda, dibantu
80 – 89 kursi roda, independen/ mandiri 90
– 99 Ambulatori, dibantu
100 Independen/ mandiri
Grager 0 – 20 Dependen total
21 – 40 Dependen berat
41 – 60 Dependen sedang
61 – 90 Dependen ringan
91 – 100 Mandiri
C. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds: Hipertensi Gangguan perfusi jaringan
Do: Hiperkolesterolmia serebral
• Kesadaran menurun
• GCS: E2 M:2 V2 Terbentuknya thombus
• Pupil unisokor arterial dan emboli
• Mual muntah
• Hemiparalysis Penyumbatan pembuluh
• Tampak pucat
Suplay O2 ke otak menurun
• Tekanan Darah 180/100
mmhg
Iskemik jaringan pada otak
• Frekuensi nafas 30x/menit
• Frekuensi nadi 110x/menit
Syok neurologik
• Suhu 380C
E. Rencana Keperawatan
9) Kondisi mulut gigi/gusi/mukosa mulut dan lidah : Tidak ada pembengkakan, Mukosa
mulut kering
3. Pernafasan, aktivitas dan latihan pernapasan
a. Gejala (subyektif)
b. Tanda (obyektif)
a. Gejala (subyektif)
3) Penampilan umum
4) Pengkajian neuromuskuler
5) Bau badan : tidak ada , bau mulut : tidak ada , Kondisi kulit kepala : rambut hitam
pendek tidak berketombe, Kebersihan kuku : tidak terkaji
5. Istirahat
a. Gejala (subyektif)
b. Tanda (obyektif)
1) Tampak mengantuk/mata sayu : ( ) tidak ada (√) ada, jelaskan mata menonjol
kemerahan
a. Gejala (subyektif)
b. Tanda (obyektif)
3) Nadi/pulsasi : 80x/menit
a. Gejala (subyektif)
1) Pola BAB : frekuensi : 4-5 kali perhari konsistensi : cair, warna kekuningan
1) Abdomen
b) Auskultasi : bising usus :26x/m , bunyi abnormal (√) tidak ada( ) ada, jelaskan
c) Perkusi
a) Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan Nyeri lepas : tidak terkaji
c) Pola BAB : konsistensi cair Warna : kekuningan. Abnormal : (√ ) tidak ada ( ) ada
f) Karakteristik : bersih tidak terpasang kateter urin : tidak terkaji Jumlah :tidak terkaji bau
: tidak terkaji
1) Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri) : tidak terkaji Q =
qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan serta deskripsi sifat
nyeri yang dirasakan : tidak terkaji
R = region/tempat (lokasi sumber & penyebarannya) : tidak terkaji S
= severity/tingkat berat nyeri (skala nyeri 1-10) : tidak terkaji
T = time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya : tidak terkaji
2) Rasa ingin pingsan/pusing (x) tidak ada ( ) ada, Jelaskan
3) Sakit kepala : lokasi nyeri : tidak terkaji
Frekuensi : tidak terkaji
4) Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi)
5) Kejang (x ) tidak ada ( ) ada Jelaskan
Cara mengatasi
6) Mata : penurunan penglihatan (x ) tidak ada
( ) ada, jelaskan ....................................................................................................
7) Pendengaran : penurunan pendengaran ( x) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ................................................................................................................
8) Epistaksis : ( x) tidak ada ( ) ada
Jelaskan ................................................................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Status mental
Kesadaran : (x ) composmentis, ( ) apatis. ( )somnolen, ( ) spoor, ( ) koma
2) Skala koma glasgow (gcs) : respon membuka mata (e) tidak terkaji
Respon motorik (m) ................................. respon verbal .....................................
3) Terorientasi/disorientasi : tidak terkaji waktu ......................... tempat
....................................
Orang .........................................
4) Persepsi sensori : ilusi ................................. halusinasi .......................................
Delusi ...................... afek ............................... jelaskan ......................................
5) Memori : saat ini
..............................................................................................................................
Masa lalu .............................................................................................................
6) Alat bantu penglihatan/pendengaran (x ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
...............
7) Reaksi pupil terhadap cahaya : ka/ki....................................................................
Ukuran pupil ........................................................................................................
8) Fascial drop .................................. postur .............................................................
Reflek ....................................................................................................................
9) Penampilan umum tampak kesakitan : ( x) tidak ada ( ) ada, menjaga area sakit
Respon emosional ........................... penyempitan fokus .....................................
9. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
1) Alergi : (catatan agen dan reaksi spesifik)
2) Obat-obatan : .........................................................................................................
3) Makanan : ..............................................................................................................
4) Faktor lingkungan : ...............................................................................................
a) Riwayat penyakit hubungan seksual : ( x) tidak ada ( ) ada, jelaskan
..........................................................................................................................
b) Riwayat transfusi darah ............................ riwayat adanya reaksi transfusi
..........................................................................................................................
5) Kerusakan penglihatan, pendengaran : ( x ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
................................................................................................................................
6) Riwayat cidera (x ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
................................................................................................................................
7) Riwayat kejang ( x ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
................................................................................................................................
b. Tanda (objektif)
1) Suhu tubuh37.0C diaforesis : tidak terkaji
2) Integritas jaringan: tidak terkaji
3) Jaringan parut ( x) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................................
4) Kemerahan pucat (x ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................................
5) Adanya luka : luas tidak terkaji kedalaman tidak terkaji Drainase prulen
......................................................................................................
Peningkatan nyeri pada luka ..................................................................................
6) Ekimosis/tanda perdarahan lain .............................................................................
7) Faktor resiko : terpasang alat invasive (x ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................................
8) Gangguan keseimbangan (x ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
................................................................................................................................
9) Kekuatan umum ................................. tonus otot .................................................
Parese atau paralisa ...............................................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Status emosional : (x ) tenang, ( ) gelisah, ( ) marah, ( ) takut, ( )
mudah tersinggung
2) Respon fisiologi yang terobservasi : perubahan tanda vital : ekspresi wajah ..........
..................................................................................................................................
Data penunjang
1. Laboratorium: tidak terkaji
Hipersekresi air
dan elektrolit
Diare
2. DS : Gangguan Diare
Pasien mengatakan minum air keseimbangan
putih habis + 4 gelas (+ 1000 ) cairan dan BAB Sering
/ hari Pasien mengatakan diare elektrolit
4-5 x 1 hari, konsistensi cair, Out put
warna kekuningan. berlebihan
DO :
Turgor jelek, kulit kering Kehilangan
Mukosa bibir kering Feses cairan berlebih
konsistensi cair, warna
kekuningan Ureum 2,5 mg/dl Deficit volume
cairan &
Creatinin 4,1 mg/dl Kalium 5,1 elektrolit
mmol / L
3. DS : Gangguan pola Diare
Pasien mengatakan tidur + 3-4 tidur
jam/hari Hospitalisasi
DO :
Wajah tampak pucat Mata Cemas
tampak besarbesar, mata
kemerahan. Gangguan pola
tidur
4. DS : Risiko pemenuhan Hospitalisasi
Pasien mengatakan mual, nutrisi kurang
muntah Pasien mengatakan dari kebutuhan Distensi abdomen
hanya habis 2 – 3 sendok dari tubuh
porsi RS Nafsu makan
DO : menurun
Wajah tampak pucat
Konjungtiva anemis Intake tidak
adekuat
Risiko
pemenuhan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
C. Diagnose keperawatan
1. Diare berhubungan dengan proses infeksi
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
output berlebihan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi
4. Risiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat
D. Intervensi
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
keperawatan Hasil
1. Diare Diare terpenugi S: Mengucapakn S: Menimbulkan
berhubungan setelah dilakuan salam teraupetik dan rasa saling percaya
dengan proses tindakan memperkenalkan diri, terhadap klien
infeksi keperawatan 3x24 Menjelaskan O: jumlah defekasi
jam dengan tujuan prosedur, dan keadaan feses
kriteria hasil: feses menanyakan kesiapan dapat menentukan
konsistensi klien. jenis diare
lembek/padat. O: Monitor jumlah N: pemberian
pengeluaran diare cairan oralit
N: Berikan asupan dapat mencegah
cairan oral (oralit) terjadinya
E: anjurkan dehidrasi
menghindari makanan E: makanan yang
pembentuk gas, masuk dapat
pedas, dan memperparah diare
mengandung laktosa C:Untuk mengobati
C: Kolaborasikan diare
pemberian obat
antimotilitas
(loperamid)
2. Gangguan Kebutuhan cairan S: Mengucapakn S: Menimbulkan
keseimbangan dan elektrolit salam teraupetik dan rasa saling percaya
cairan dan terpenuhi setelah memperkenalkan diri, terhadap klien
elektrolit dilakukan tindakan Menjelaskan O: Menunjukkan
berhubungan keperawatan selama tujuan prosedur, kehilangan cairan
dengan output 3 x 24 jam menanyakan berlebihan atau
berlebihan dengan kriteria kesiapan klien. dehidrasi,
hasil: turgor kulit O: Pantau tanda dan Memberikan
elastis, mukosa gejala dehidrasi ( informasi tentang
bibir lembab, feses kulit, membran keseimbangan
konsistensi mukosa kering, berat cairan, fungsi
lembek/padat. jenis urine, haus ), ginjal dan kontrol
pantau masukan dan penyakit usus juga
keluaran urine merupakan
N: Observasi TTV pedoman untuk
E:Jelaskan pengganti cairan.
pentingnya cairan N: Dapat
untuk tubuh membantu
C: Lanjutkan terapi mengevaluasi
dari dokter untuk pernyataan verbal
obat anti diare dan dan keefektifan
anti biotik intervensi.
E: Menambah
pengetahuan klien
C: Untuk
memperbaiki
ketidak
seimbangan cairan
/ elektrolit
c. Pernah dirawat
1) Penyakit : Tidak pernah
2) Waktu : Tidak pernah
3) Riwayat operasi : Tidak pernah
e. Istirahat
1). Gejala (subyektif)
1) Kebiasaan tidur : baik
Lama tidur : 6-7 jam
2) Masalah berhubungan dengan tidur
a) Insomnia : ( √ ) tidak ada ( ) ada
b) Kurang puas/segar setelah bangun tidur : ( √ ) tidak ada ( ) ada,
c) Lain-lain, sebutkan : tidak ada
2). Tanda (obyektif)
1) Tampak mengantuk/mata sayu : ( √ ) tidak ada ( ) ada
2) Mata merah : ( √ ) tidak ada ( ) ada
3) Sering menguap : ( √ ) tidak ada ( ) ada
4) Kurang konsentrasi : ( √ ) tidak ada ( ) ada
f. Sirkulasi
1). Gejala (subyektif)
1) Riwayat hipertensi dan masalah jantung’
a) Riwayat edema kaki : ( √ ) tidak ada ( ) ada
2) Flebitis : tidak ada ( ) penyembuhan lambat
3) Rasa kesemutan : tidak ada
4) Palpitasi : klien mengatakan tidak ada
2). Tanda (obyektif)
1) Tekanan darah : 150/90 mmHg
2) Mean Arteri Pressure/ tekanan nadi
3) Nadi/pulsasi : 82x/menit
a) Karotis : 80x/menit
b) Femoralis : 78x/menit
c) Popliteal : 90x/menit
d) Jugularis : 82x/menit
e) Radialis : 80x/menit
f) Dorsal pedis : 86x/menit
g) Bunyi jantung : s1 dan s2 frekuensi : 82x/menit
Irama : baik kualitas : baik
4) Friksi gesek : Normal murmur : Tidak ada suara tambahan
0
5) Ekstremitas, suhu : 37 C warna : Sawo matang
6) Tanda homan : tidak ada nyeri betis pada klien
7) Pengisian kapiler : tidak ada kecepatan aliran darah perifer
Varises : Tidak ada phlebitis : Tidak ada
8) Warna : membran mukosa : lembab bibir : basah
Konjungtiva : anemis sklera : baik
punggung kuku : Normal
g. Eliminasi
1). Gejala (subyektif)
1) Pola BAB : frekuensi : baik konsistensi : lembab
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat tertentu misal : terpasang
kolostomi/ileostomy) : tidak ada
3) Kesulitasn BAB konstipasi : tidak ada
Diare : tidak ada
Penggunaan laksatif : ( √ ) tidak ada ( ) ada
5) Waktu BAB terakhir : pagi hari
6) Riwayat perdarahan : tidak ada
Hemoroid : tidak ada
7) Riwayat inkontinensia alvi : tidak ada
8) Penggunaan alat-alat : misalnya pemasangan kateter : tidak ada
9) Riwayat penggunaan diuretik : tidak ada
10) Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK : tidak ada
11) Kesulitan BAK : tidak ada
2). Tanda (obyektif)
1) Abdomen
a) Inspeksi : abdomen membuncit ada/tidak, jelaskan : Saat di raba perut klien normal
b) Auskultasi : bising usus : terdengar bunyi abnormal ( ) tidak ada
( √ ) ada
c) Perkusi
(1) Bunyi tympani ( ) tidak ada ( √ ) ada
Kembung : ( √ ) tidak ada ( ) ada
(2) Bunyi abnormal ( √ ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan : tidak terdengar bunyi yang tidak normal
2) Palpasi :
a) Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Nyeri lepas : tidak ada nyeri di abdomen
b) Konsistensi : lunak/keras : klien mengatakan pesesnya lunak
Massa : ( √ ) tidak ada ( ) ada
c) Pola BAB : konsistensi : lunak
Warna : kuning
Abnormal : ( √ ) tidak ada ( ) ada
d) Pola BAK : dorongan : .tidak ada dorongan
Frekuensi : tidak ada retensi : tidak ada
e) Distensi kandung kemih : ( √ ) tidak ada ( ) ada
f) Karakteristik urin : berwarna kuning
Jumlah : 2-3 x sehari bau : berbau pesing
g) Bila terpasang colostomy atau ileustomy : keadaan : tidak ada
h. Neurosensori dan kognitif
1). Gejala (subyektif)
1) Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri) :
saat klien merasakan mata klien yang sakit dan sampai sakit sampai kepala klien
Q = qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan serta deskripsi sifat nyeri yang
dirasakan : seperti masuk sampah
R = region/tempat (lokasi sumber & penyebarannya) : di daerah mata
l. Interaksi sosial
1) Gejala (subyektif)
1) Orang terdekat & lebih berpengaruh :
Suami dan anaknya
2) Kepada siapa pasien meminta bantuan bila mempunyai masalah :
Suami dann anaknya
3) Adakah kesulitan dalam keluarga hubungan dengan orang tua, saudara, pasangan,
( √ ) tidak ada ( ) ada
4) Kesulitan berhubungan dengan tenaga kesehata, klien lain : ( √ ) tidak ada ( ) ada
b) Tanda (obyektif)
1) Kemampuan berbicara : ( √ ) jelas, ( ) tidak jelas
Tidak dapat dimengerti : tidak afasia: tidak
2) Pola bicara tidak biasa/kerusakan :
Tidak ada
3) Penggunaan alat bantu bicara :
Tidak ada
4) Adanya jaringan laringaktomi/trakeostomi :
Tidak ada
5) Komunikasi non verbal/verbal dengan keluarga/orang lain :
Tidak terkaji
6) Perilaku menarik diri : ( √ ) tidak ada ( ) ada
Data penunjang
1. Laboratorium
Tidak terkaji
2. Radiologi
Tidak terkaji
3. EKG
Tidak terkaji
4. USG
Tidak terkaji
5. CT Scan
Tidak terkaji
6. Pemeriksaan lain
Tidak terkaji
7. Obat-obatan
Timolol 0,5% 2x2 tetes , pilokarpin 2% 4x2 tetes , asetazolamide 2x250 mg, dan KCI 1x1
tab
8. Diit
Tidak terkaji
B. Analisa Data
C. Diagnosa
1. Gngguan rasa nyaman berhubunagn dengan gejala terkait penyakit
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
3. Deficit pengetahuan berhubunagn dengan keterbatasan kognitif
D. Intervensi
g. untuk mengontrol
nyeri, nyeri berat
menentukan
menuvervalasava,
menimbulkan TIO.
h. Relaksasi nafas
dalam dapat
mengurangi nyeri
pada klien.
2 Ansietas Tujuan : a. Bina a. Kepercayaan dari
berhubungan Cemas klien hubungan klien merupakan
dengan dapat berkurang saling percaya hal yang mutlak
dlam waktu 1 x serta akan
perubahan
24 jam b.Hati-hati memudahkan
dalam status Kriteria Hasil : penyampaian dalam melakukan
kesehatan • Berkurangnya hilangnya pendekatan
perasaan gugup penglihtan keperawatan
secara terhadap klien.
• Posisi tubuh permanen.
rileks b. Jika klien belum
c. Berikan siap akan
• Mengungkapkan kesempatan menambah
pemahaman klien kecemasan.
tentang rencana mengekspresi
tindakan kan tentang c. Mengekspresikan
kondisinya. perasaan
membantu Klien
d.Pertahankan mengidentifikasi
kondisi yang sumber cemas.
rileks.
d. Rileks dapat
e. Observasi TTV. menurunkan
cemas.
A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : An. D L/P
Tempat/tgl lahir : Pontianak/ 01 Juli 2007
Golongan darah : A
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : Jl. Hasanudin, Gg. Bilal 1, No. 25
Diagnosa medik : DHF
B. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
a. Alasan masuk rumah sakit/ keluhan utama: Ibu pasien mengatakan anaknya
demam naik turun sejak tanggal 18 Febuari 2019 dan pada saat itu juga Ibu
pasien membawa anaknya kedokter dan diberi obat sanmol dan cefotaxim
namun tidak kunjung sembuh. Ibu pasien mengatakan pada tanggal 20 Febuari
2019 anaknya mengalami mual muntah dan dibawa kedokter lagi dan diberi obat vosea.
Hari ke 4 dan 5 muntahnya sudah berkurang. Namun anaknya mengalami keringat dingin
kemudian ibunya membawa ke IGD RSUD Bangil pada tnggal 23 Februari 2019 pukul
24.00 WIB dengan keluhan panas naik turun selama 5 hari disertai dengan mual dan
muntah serta keringat dingin, hasil LAB menunjukkan anaknya positif DHF dan
disarankan oleh dokter untuk rawat inap diruang anak RSUD Bangil
b. Faktor pencetus : tidak ada
c. Lamanya keluhan : tidak ada
d. Timbulnya keluhan : bertahap
e. Factor yang memperberat : tidak ada
1. Status kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah dialami (kaitkan dengan penyakit sekarang):
Ibu pasien mengatakan anaknya pernah mengalami batuk pilek biasa.
b. Kecelakaan : Ibu pasien mengatakan anaknya pernah jatuh dari sepeda.
3. Pernah dirawat
1) Penyakit : tidak pernah
2) Waktu : tidak pernah
3) Riwayat operasi : tidak pernah
C. Pengkajian pola fungsi dan pemeriksaan fisik
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Persepsi tentang kesehatan diri
klien mengatakan bahwa kesehatan itu sangat mahal
b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatannya
klien hanya tau bahwa ia menderita demam
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
1) Kebiasaan diit yang adekuat, diit yang tidak sehat ?
Klien sering mengkonsumsi makanan yang mengandung biji- bijian yang sulit dicerna
oleh lambung misalnya, biji cabai dan lain-lain. Selain kebiasaan itu juga penyebabnya
klien yang kurang mengunsumsi makanan tinggi serat.
2) Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri, imunisasi
3) Klien hanya memeriksa kesehatan jika ia jatuh sakit
4) Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan
a) Yang dilakukan bila sakit
bila hanya demam biasa klien hanya istirahat di rumah, jika sakit memberat klien
dibawa ke rumah sakit
b) Kemana pasien biasa berobat bila sakit ?
ke puskesmas atau ke rumah sakit
c) Kebiasaan hidup (konsumsi jamu/alkohol/rokok/kopi/kebiasaan olah
raga)
Merokok : tidak pernah, lama : tidak pernah Alkohol : tidak pernah, lama
: tidak pernah
Kebiasaan olahraga, jenis : jogging frekwensi : 1x/minggu
d. Factor sosioekonomi yang berhubungan dengan kesehatan
1) Penghasilan orang tua Rp 3.000.000
2) Asuransi/jaminan kesehatan : BPJS
3) Keadaan lingkungan tempat tinggal : bersih
2. Nutrisi, cairan & metabolic
a. Gejala (subyektif)
1) Diit biasa (tipe) : tidak ada, jumlah makan per hari : 3x/hari, saat sakit
nafsu makan menurun jadi 1x/hari
2) Pola diit : tidak ada, makan terakhir : bubur ayam
3) Nafsu/selera makan : menurun, Mual : ada
4) Muntah : ada, jumlah 2x pada hari ini
5) Nyeri ulu hati : tidak ada
6) Alergi makanan : tidak ada
7) Masalah mengunyak/menelan : tidak ada
8) Keluhan demam : tidak ada
9) Pola minum/cairan : jumlah minum 2 L/ hari
cairan yang biasa diminum : air putih, susu, teh
10) Penurunan bb dalam 6 bulan terakhir : ada, jelaskan nafsu makan klien
menurun
b. Tanda (obyektif)
Factor
psikologis
(keenggangan
untuk makan)
C. Diagnosa
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dengue
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun
D. Intervensi
No. Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Setelah dilkukan tindakan 1. Bina 1. Menimbulkan
keperawatan selama 2x24 jam hubungan saling rasa saling percaya
diharapkan suhu badan klien percaya pada klien
menurun dan stabil dengan 2. Jelaskan pada 2. Suhu 38.90C –
Kriteria Hasil : keluarga pasien 41.10C
1. Suhu badan pasien tentang demam menunjukkan proses
menurun/tida k panas 3. Anjurkan penyakit
2. Nadi normal 100x/mnt orang tua untuk infeksius akut.
3. RR normal 20x/mnt memberikan Pola demam dapat
4. Akral hangat pakaian tipis membantu dalam
dan mudah diagnosis misalnya
menyerap kurva demam
keringat lanjut berakhir
4. Anjurkan berakhir lebih dari
orang tua untuk 24 jam
meningkatkan menunjukkan
asupan cairan pneumonia
pada pasien pneumokokal,
5. Ajarkan cara demam scarlet atau
mengompres tifoid
yang benar 3. Untuk
yaitu lipat paha memberikan rasa
dan aksila nyaman pakaian
6. Observasi yang tipis mudah
suhu tubuh menyerap keringat
pasien,diaphor dan tidak
esis merangsang
7. Kolaborasi peningkatan suhu
pemberian tubuh
antipiretik 4. Untuk mencegah
sesuai dengan dehidrasi pada
kondisi pasien pasien
5. Dapat
membantu
mengurangi
demam pada
pasien
6. Suhu 38.90C –
41.10C
menunjukkan proses
penyakit
infeksius akut
demam yang
kembali normal
7. Digunakan
untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral nya pada
hipotalamus,
meskipun demam
mungkin dapat
berguna dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme, dan
meningkatkan
autodestruksi dari
sel-sel yang
terinfeksi.
2. Setelah dilakukan tindakan 2 x 1. Bina 1. Menimbulkan
24 jam diharap kan pasien hubungan saling rasa saling percaya
mengkonsumsi nutrisi dalam percaya pada klien
jumlah yang adekuat dengan 2. Jelaskan 2. Untuk
kriteria hasil : tentang menambah
1. nafsu makan bertambah pentingnya pengetahuan
2. Pasien menghabiskan porsi nutrisi pasien
makannya 3 kali sehari porsi 3. Berikan 3. Dapat
habis makanan dalam meningkatkan
3. Pasien tidak mual porsi sedikit masukan meskipun
dengan nafsu makan
frekuensi sering mungkin lambat
4. Berikan untuk kembali
makanan dalam 4. Untuk
keadaan hangat menambah nafsu
dan menarik makan pasien
5. Anjurkan 5. Memungkinkan
orang tua tetap makanan yang
memaksimalk disukai pasien akan
an ritual makan memampukan
yang disukai pasien untuk
anak selama di mempunyai pilihan
RS terhadap makanan
6. Timbang BB yang dapat
setiap hari atau dimakan dengan
sesuai indikasi lahap.
7. Observasi 6. Memberikan
intake dan informasi tentang
output makanan kebutuhan diet atau
8. Berikan keefektifan terapi
kebersihan oral 7.
9. Kolaborasi Mengidentifikasi
dengan ahli gizi kekurangan
untuk makanan dan
menentukan kebutuhan
jumlah kalori 8. Mulut yang
dan nutrisi yang bersih dapat
dibutuhkan meningkatkan rasa
pasien makanan
9. Suplemen dapat
memainkan peran
penting dalam m
empertahankan
masukan kalori
dan protein
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)
A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
Nama : Ny. SW 54 thn
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang Sembako
Status Pernikahan :Menikah
Alamat : Jl. Dr. Wahidin Pontianak
Diagnosa Medis : Penyakit Jantung Koroner Tgl masuk
RS :
3. Pernah dirawat
1) Penyakit : J a nt u ng
2) Waktu : 2 tahun yang lalu
3) Riwayat operasi : tidak pernah
B. Pengkajian pola fungsi dan pemeriksaan fisik
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatannya
Pasien mengertahui penyakit yang di deritanya.
b. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
1) Kebiasaan diit yang adekuat, diit yang tidak sehat ?
Pasien engatkan tidak pernah melakukkan diit
2) Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri,
imunisasi
Psaien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan
kesehatan secara berkala.
3) Kemampuan pasien untuk mengontrolkesehatan
a) Yang dilakukan bila sakit: pasien mengatakan berobat ke
rumah sakit
b) Kemana pasien biasa berobat bila sakit ?
Ke rumah sakit.
c) Kebiasaan hidup (konsumsi jamu/rokok/kopi/kebiasaan olahraga)
Merokok:
tidak ada
d) Alkohol : tidak ada
e) Kebiasaan olahraga: tidak pernah
c. Factor sosioekonomi yang berhubungan dengan kesehatan
Pasien mengatakan masalah biaya jadi jarang berobat
2. Nutrisi, cairan & metabolic
a. Gejala (subyektif)
1) Diit biasa (tipe) : tidak ada diit yang dijalankan
2) Pola diit : tidak ada diit yang dijalankan
3) Nafsu/selera makan : tidak ada penurunan nafsu makan
4) Mual : pasien mengatakan kadang mual
5) Muntah : tida ada muntah
6) Nyeri ulu hati: pasien mengatakan t idak ada nyer i ulu
hati yang dirasakan
7) Alergi makanan : tidak ada alergi makanan
8) Masalah mengunyak/menelan : t id a k ada ma s a l a h
me g u n ya h/ me ne l a n
9) Keluhan demam : tidak ada keluhan demam
10) Pola minum/cairan : normal , jumlah minum: 600cc/24 jam
11) Cairan yang biasa diminum; a i r p u t i h
12) Penurunan bb dalam 6 bulan terakhir : tidak ada penuruan BB
b. Tanda (obyektif)
1) Suhu tubuh : 36,60C
2) Berat badan : 56 kg, tinggi badan : 158 Cm Turgor kulit :
normal
3) Edema : bengkak pada kedua kaki
4) Ascites : tidak ada pnumpukan cairan dalam perut
5) Distensi vena jugularis : tidak ada
6) Hernia/masa : tidak ada
7) Kondisi mulut gigi/gusi/mukosa mulut dan lidah : mukosa bibir
lembab
3. Pernafasan, aktivitas dan latihan pernapasan
a. Gejala (subyektif)
1) Dispnea : psien mengeluh sesak
2) Yang meningkatkan/mengurangi sesak: jika melakukan aktitivitas sering dan
berat
3) Pemajanan terhadap udara berbahaya: t i d a k ad a
b. Penggunaan alat bantu : menggunakan otot batntu napas
c. Tanda (obyektif)
1) Pernapasan : frekwensi 24 x/m, kedalaman: dalam
2) Penggunaan alat bantu nafas : nafas cuping hidung
3) Batuk : pasien mengatakan kadang batuk tetapi tidak ada dahak
4) Fremitus : normal
5) Egofoni : normal
4. Aktivitas (termasuk kebersihan diri) dan latihan
a. Gejala (subyektif)
1) Kesulitan/keluhan dalam aktivitas: setelah banyak beraktivitas
pasien mengeleh sesak napas
5. Pergerakan tubuh
b) Kemampuan merubah posisi: Pasien mampu merubah posisi atau
melakukan aktivitas sendiri
c) Perawatan diri : mandiri
d) Toileting (BAB/BAK) : mandiri
e) Keluhan sesak nafas setelah beraktivitas: pasien mengelu sesak setelah
beraktivitas
1) Toleransi terhadap aktivitas : baik
b. Tanda (obyektif)
1) Respon terhadap aktifitas yang teramati: tida ada
2) Status mental (misalnya menarik diri, letargi): tidak ada
3) Penampilan umum
a) Tampak lemah : pasien tidak tampak lemah
b) Kerapian berpakaian : pasien cukup rapi dalam berpakaian
4) Pengkajian neuromuskuler
Kekuatan otot : 3 3
33
Deformitas: tidak terdapat deformitas
5) Bau badan: tidak tercium bau badan
6) bau mulut: tidak ada
7) Kondisi kulit kepala: rambut tapak sedikit beruban, dan rontok
8) Kebersihan kuku: kuku pasien cukup bersih
6. Istirahat
a. Gejala (subyektif)
7. Kebiasaan tidur:tidur menggunakan 2 bantal karna 1 bantal pasien merasa
sesak
8. Lama tidur : tidur pada malam hri pada pukul 9 malam terkadang suka
terbangun pada tengah malam. Susah tidur pada siang hari
9. Lain-lain
a. Tanda (obyektif)
1) Tampak mengantuk/mata sayu : tidak ada
2) Mata merah : tidak ada
3) Sering menguap :tidak ada
4) Kurang konsentrasi : tidak ada
10. Sirkulasi
a. Gejala (subyektif)
1) Riwayat hipertensi dan masalah jantung: pasien mengatakan
mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan jantung dan pernah
dirawat
d) Riwayat edema kaki : pernah mengalami bengkak pada kedua kaki
2) Flebitis : tida ada
3) Rasa kesemutan: tidak ada.
b. Tanda (obyektif)
1) Tekanan darah : 110/ 70 mmHg
2) Mean Arteri Pressure/ tekanan nadi
3) Bunyi jantung : s4 ( galoop ritem)
4) Irama : ireguler pulsasi lemah
5) Ekstremitas, suhu : 36 , 6 0C
6) Pengisian kapiler : CRT > 3
7) Warna mukosa : pucat, bibir : pucat
11. Eliminasi
a. Gejala (subyektif)
1) Pola BAB : frekuensi : 2x sehri konsistensi : lunak
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat tertentu misal :
terpasang kolostomi/ileostomy) : tidak terpasang alat bantu
3) Kesulitasn BAB konstipasi : tidak ada kesulitan BAB
4) Penggunaan laksatif : tidak ada
5) Riwayat perdarahan: tidak ada riwayat perdarahan
12.Riwayat inkontinensia alvi : tidak ada masalah pada inkontinensia alvi
1) Penggunaan alat-alat : misalnya pemasangan kateter : tidak ada
2) Riwayat penggunaan diuretik : tidak ada
3) Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK : tidak ada
4) Kesulitan BAK : tidak ada
i. Tanda (obyektif)
1. Abdomen
a. Inspeksi : abdomen membuncit ada/tidak, jelaskan : bentuk
normal, tidak ada nyeri tekan
b. Auskultasi : bising usus : 12x/m
c. Perkusi : Bunyi tympani : tidak ada
d. Kembung : tidak ada
e. Bunyi abnormal : tidak ada
2. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
a. Pola BAB : 2x sehari, konsistensi : lunak
Warna : kuning bau khas feses
Abnormal : tidak ada
b. Pola BAK : tidak ada masalah pada BAK
Frekuensi : 4x sehari
c. Distensi kandung kemih : tidak ada
d. Karakteristik urin : bening kekuningan
e. Bila terpasang colostomy atau ileustomy : tidak terpasang
colostomy
f. Neurosensori dan kognitif
i. Gejala (subyektif)
1. Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri) Terdapat nyeri
Q = qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan serta deskripsi sifat nyeri
yang dirasakan: seperti di ramas
R = region/tempat (lokasi sumber & penyebarannya) Perut dan dada
S = severity/tingkat berat nyeri (skala nyeri 1-10 4
T = time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya) Kadang kadang
Rasa ingin pingsan/pusing: tidak ada
g. Sakit kepala : tidak ada
4) Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi): tidak ada
5) Kejang : tidak ada
6) Mata : penurunan : tidak ada keluhan
7) Pendengaran : penurunan pendengaran: t i d a k a d a k e l u h a n
8) Epistaksis : tidak ada
i. Tanda (obyektif)
1. Status mental
Kesadaran : composmentis
2) Skala koma glasgow (gcs) : e4 m5 v6
3) Terorientasi/disorientasi : tidak ada
4) Persepsi sensori : tidak ada masalah persepsi sensori
5) Memori : spasien mengingat terakhir dirawat kapan dan di mana
6) Alat bantu penglihatan/pendengaran : tidak ada
7) Reaksi pupil terhadap cahaya : reaksi pupil isokor reflek terhadap
cahaya normal, konjungtiva anemis, sklera putih, tidak ada palpebra
h. Keamanan
Gejala (subyektif)
1. Alergi : (catatan agen dan reaksi spesifik): tidak ada alergi obat
maupun makanan
2. Faktor lingkungan : alergi terhadap cuaca sesak
a. Riwayat penyakit hubungan seksual : tidak ada
b. Riwayat transfusi darah: tidak ada
ii. Tanda (objektif)
1) Suhu tubuh: 36 , 6 0C
2) Integritas jaringan : tidak ada
3) Jaringan parut : tidak ada
4) Kemerahan pucat : tidak ada
5) Adanya luka : tidak da
6) Ekimosis/tanda perdarahan lain : tidak ada
6) Faktor resiko : terpasang alat invasive : tidak ada
7) Gangguan keseimbangan : tidak ada
i. Seksual dan reproduksi
Gejala (subyektif)
1) Gangguan hubungan seksual karena berbagai kondisi ( fertilitas,
libido, ereksi, menstruasi, kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi
atau kondisi sakit
Tidak ada masalah
2) Permasalahan selama aktivitas seksual : tidak ada
3) Pengkajian pada laki-laki : raba pada penis : tidak ada
4) Pengkajian pada perempuan
Riwayat menstruasi (keturunan, keluhan): tidak ada keluhan Riwayat pemeriksaan ginekologi
misalnya pap smear: tidak ada
Tanda (obyektif)
1. Pemeriksaan payudara/penis/testis: tidak ada pemeriksaan
2. Kutil genital, lesi: tidak ada
j. Persepsi diri, konsep diri dan mekanisme koping
Gejala (subyektif)
1) Bagaimana pasien dalam mengambil keputusan (sendiri atau
dibantu)
dibantu
2) Yang dilakukan jika menghadapi suatu masalah (misalnya
memecahkan masalah, mencari pertolongan/berbicara dengan
orang lain, makan, tidur, minum obat- obatan, marah, diam, dll)
Jika ada masalah kesehatan pasien dan keluarga langsung
berobat
3) Upaya klien dalam menghadapi masalahnya sekarang.
Pasien mengatakan hanya bisa berdoa dan berobat semoga bisa sembuh
4) Perasaan cemas/takut : pasien mengatakan ada sedikit perasaan
cemas dengan penyakitnya sekarang
5) Perasaan ketidakberdayaan : tidak ada
6) Perasaan keputusasaan : tidak ada
7) Konsep diri
Citra diri : pasien engatakan bangga dengan tubuhnya dan menyukai seluruh anggota
tubuhnya
Ideal diri : pasien mengatakan ingin sehat dan ingin cepar sembuh dari penyakitnya agar
bisa bekerja dan menjadi ibu rumah tangga yang baik
Harga diri : pasien mengatakan cukup puas dengan harga dirinya Konflik dalam peran :
tidak ada konflik dalam peran
Tanda (obyektif)
1. Status emosional : pasien ukup tenang
2. Respon fisiologi yang terobservasi : perubahan tanda vital : ekspresi
wajah: tidak ada
k. Interaksi sosial
a) Gejala (subyektif)
1) Orang terdekat & lebih berpengaruh: suami pasien
2) Kepada siapa pasien meminta bantuan bila mempunyai
masalah: kepada suami
3) Adakah kesulitan dalam keluarga hubungan dengan orang tua,
saudara, pasangan,
: tidak ada
4) Kesulitan berhubungan dengan tenaga kesehata, klien lain
: tidak ada
b) Tanda (obyektif)
1) Kemampuan berbicara : jelas
2) Pola bicara tidak biasa/kerusakan : tidak ada masalah
3) Penggunaan alat bantu bicara : tidak ada alat bantu bicara
4) Adanya jaringan laringaktomi/trakeostomi : tidak ada
5) Komunikasi non verbal/verbal dengan keluarga/orang lain : tidak
ada
6) Perilaku menarik diri : tidak ada
l. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
a) Gejala (subyektif)
1) Sumber kekuatan bagi pasien: keluarga
2) Perasaan menyalahkan tuhan : tidak ada
3) Bagaimana klien menjalankan kegiatan agama atau kepercayaan,
macam : sholat dan mengaji
4) Masalah berkaitan dengan aktifitasnya tsb selama dirawat : kadang
hanya bisa mengaji saja
5) Adakah keyakinan/kebudayaan yang dianut pasien yang
bertentangan dengan
kesehatan : tidak ada
6) Pertengtangan nilai/keyakinan/kebudayaan terhadap pengobatan
yang dijalani :
Pasien mengatakan Tidak ada Tanda (obyektif)
7) Menolak pengobatan : tidak ada
8) Berhenti menjalankan aktivitas agama : tidak ada
9) Menunjukan sikap permusuhan dengan tenaga kesehatan : tidak
ada
Data penunjang
Tulis tanggal pemeriksaan:
1. Laboratorium
Jenis pemeriksaan Nilai normal Hasil Interpretasi
Darah rutin
- Hb 12.0 – 16.0 10.8 g/dL Menurun
- Ht 37.0 – 47.0 33.8 % Menurun
- MCV 81.0 – 96.0 73.8 fl Menurun
- MCH 27.0 – 36.0 23.6 pg Menurun
- Lekosit 4.0 – 10.0 Meningkat
- Limfosit 1.00 – 3.70 Meningkat
- Monosit 0.00 – 0.70 Meningkat
Serologi
- Troponin I < 0.60 < 0.10 ug/L Normal
Kimia darah
- Glukosa sewaktu 70 – 150 102 mg/dL Normal
- Kreatinin darah 0.6 – 1.1 0.58 mg/dL Menurun
B. Analisa Data
Do:
Fatique (kelelahan)
Intoleransi aktivitas
C. Diagnosa
D. Intervensi
a. Gejala (subyektif)
3) Dispnea : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan: Klien tampak sesak (RR: 30x/menit)
4) Yang meningkatkan/mengurangi sesak: Klien mengatakan aktifitas yang berat dapat
menimbulkan sesak
5) Pemajanan terhadap udara berbahaya: tidak terdapat pemanjanan udara berbahaya
6) Penggunaan alat bantu : ( ) tidak ada ( ) ada: Klien menggunakan alat bantu
pernafasan (Rebreathing mask 9 liter/menit)
b. Tanda (obyektif)
7) Pernapasan : frekwensi: 30x/menit.
Simetris: Pergerakan thoraks tampak simetris
2) Penggunaan alat bantu nafas: Klien menggunakan alat bantu pernafasan
(Rebreathing mask 9 liter/menit) nafas cuping hidung: Terdapat nafas cuping
hidung
3) Batuk : terdapat batuk berdahak sputum (karakteristik sputum): Kental dan
kuning
4) Fremitus : Fremitus normal Bunyi nafas : Ronchi
5) Egofoni : Normal. Sianosis: Tidak terdapat sianosis
9. Aktivitas & Latihan
a. Gejala (subyektif)
1) Kegiatan dalam pekerjaan: Klien mengatakan bisa melakukan dengan normal tetapi
dalam melakukan kegiatan pekerjaan klien tidak bisa melakukan aktivitas yang berat
karena dapat menimbulkan keluhan sesak. Klien mengatakan mudah lelah saat
beraktivitas.
2) Kesulitan/keluhan dalam aktivitas
a) Pergerakan tubuh: Klien mengatakan tidak ada masalah dalam pergerakan
tubuhnya
b) Kemampuan merubah posisi ( ) mandiri ( ) perlu bantuan, jelaskan: klien
mengatakan mampu secara mandiri merubah posisi
3) Perawatan diri (mandi, mengenakan pakaian, bersolek, makan, dll)
( ) mandiri ( ) perlu bantuan, jelaskan: Klien mengatakan bisa melakukan
secara mandiri walaupun secara perlahan
4) Toileting (BAB/BAK) : ( ) mandiri, ( ) perlu bantuan, Jelaskan: Klien
mengatakan bisa melakukan secara mandiri
5) Keluhan sesak nafas setelah beraktivitas : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan:
Klien mengatakan sesak nafas saat/setelah melakukan aktivitas yang berat
6) Mudah merasa kelelahan : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan: Klien mengatakan
mudah merasakan kelelahan pada saat beraktivitas
7) Toleransi terhadap aktivitas : ( ) baik ( ) kurang, jelaskan: klien
mengatakan toleransi terhadap aktivitasnya baik
b. Tanda (obyektif)
8) Respon terhadap aktifitas yang teramati: Respon terhadap aktivitas klien tampak
bagus
9) Status mental (misalnya menarik diri, letargi): Status mental klien tampak bagus
10) Penampilan umum
a) Tampak lemah : ( ) tidak ( ) ya, jelaskan: Klien tampak lemah
b) Kerapian berpakaian: Penampilan dalam berpakaian klien tampak rapi
11) Pengkajian neuromuskuler
Masa/tonus : Tonus otot klien lemah
Kekuatan otot :
4 4
4 4
Rentang gerak : Klien dapat menggerakkan semua sendinya Deformasi : Tidak
terdapat deformasi
12) Bau badan: Tidak terdapat bau badan. Bau mulut: Tidak terdapat bau mulut
13) Kondisi kulit kepala: Kondisi kulit kepala klien tampak bersih tidak ada
ketombe/lesi
14) Kebersihan kuku: Kuku klien tampak bersih dan pendek
10. Istirahat
a. Gejala (subyektif)
15) Kebiasaan tidur: Klien mengatakan kebiasaan tidurnya baik
Lama tidur: Klien mengatakan biasanya tidur 4-5 jam
16) Masalah berhubungan dengan tidur
a) Insomnia : ( ) tidak ada ( ) ada
b) Kurang puas/segar setelah bangun tidur : ( ) tidak ada ( ) ada,
Jelaskan: Klien mengatakan kurang segar setelah bangun tidur dikarenakan pada saat malam hari sesak
napas sering kambuh
c) Lain-lain, sebutkan: Tidak ada masalah
b.T anda (obyektif)
11. Sirkulasi
a. Gejala (subyektif)
17) Riwayat hipertensi dan masalah jantung’
Riwayat edema kaki : ( ) tidak ada ( ) ada,
Jelaskan: Tidak ditemukan edema
18) Flebitis: Tidak ada ( ) penyembuhan lambat
19) Rasa kesemutan: klien mengatakan tidak ada merasakan kesemutan
20) Palpitasi: Tidak terdapat palpitasi
b. Tanda (obyektif)
1) Tekanan darah : 110/70 mmHg
2) Mean Arteri Pressure/ tekanan nadi
3) Nadi/pulsasi :
a) Karotis : Teraba (98x/menit)
b) Femoralis : Teraba (98x/menit)
c) Popliteal : Teraba (98x/menit)
d) Jugularis : Teraba (98x/menit)
e) Radialis : Teraba (98x/menit)
f) Dorsal pedis : Teraba (98x/menit)
g) Bunyi jantung: S1 dan S2 frekuensi: 98x/menit
Irama: Atrial flutter kualitas: Normal
4) Friksi gesek: Tidak ada murmur: Tidak ada
12. Eliminasi
a. Gejala (subyektif)
1) Pola BAB : frekuensi : 1 hari sekali Konsistensi : klien mengatakan lunak
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat tertentu misal : terpasang
kolostomi/ileostomy) : Klien tidak menggunakan kolostomi/ileustomy
3) Kesulitasn BAB konstipasi : Klien mengatakan tidak ada kesulitan selama BAB
Diare : Klien mengatakan tidak mengalami diare
4) Penggunaan laksatif : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan tidak ada menggunakan laktasif
5) Waktu BAB terakhir : Klien mengatakan kemarin
6) Riwayat perdarahan : Klien mengatakan tidak pernah mengalami pendarahan
Hemoroid : Tidak ada
7) Riwayat inkontinensia alvi : Tidak ada
8) Penggunaan alat-alat : misalnya pemasangan kateter : Klien terpasang kateter
9) Riwayat penggunaan diuretik :
Klien mengatakan tidak pernah menggunakan dieuretik
10) Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK :
Klien mengatakan tidak pernah merasakan nyeri/rasa terbakar saat BAAK
11) Kesulitan BAK :
Klien mengatakan tidak ada kesulitan selama BAK
b. Tanda (obyektif)
1) Abdomen
a) Inspeksi : abdomen membuncit ada/tidak, jelaskan: Abdomen klien tidak tampak
buncit
b) Auskultasi : bising usus : 17x/menit bunyi abnormal ( ) tidak ada
( ) ada, jelaskan: Tidak terdapat bunyi abnormal
c) Perkusi
(1) Bunyi tympani ( ) tidak ada ( ) ada
Kembung : ( ) tidak ada ( ) ada
(2) Bunyi abnormal ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat bunyi abnormal
2) Palpasi :
a) Nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
Nyeri lepas : Tidak terdapat nyeri lepas
b) Konsistensi : lunak/keras : Klien mengatakan lunak
Massa : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat massa
c) Pola BAB : konsistensi: Klien mengatakan terdapat ampas makanan tanpa
disertai darah dan lendir
Warna : Coklat
Abnormal : ( ) tidak ada ( ) ada Jelaskan: Tidak terdapat
abnormal
d) Pola BAK : dorongan : Klien mengatakan tidak ada
Frekuensi : 4-5x/hari retensi : Tidak ada
e) Distensi kandung kemih : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat distensi kandung kemih
f) Karakteristik urin : kuning jernih
Jumlah : 1000cc bau : Pesing
g) Bila terpasang colostomy atau ileustomy : keadaan: Klien tidak menggunakan
kolostomi dan ileustomi
13. Neurosensori dan kognitif
a. Gejala (subyektif)
1) Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri) Klien tidak mengalami
nyeri
Q = qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan ser ta deskripsi
Klien tidak mengalami nyeri
R = region/tempat (lokasi sumber & penyebarannya) Klien tidak
mengalami nyeri
S = severity/tingkat berat nyeri (skala nyeri 1-10) Klien tidak
mengalami nyeri
T = time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya) Klien tidak
mengalami nyeri
2) Rasa ingin pingsan/pusing ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Klien mengatakan tidak ada merasakan ingin
pingsan/pusing
1) Sakit kepala : lokasi nyeri: Klien mengatakan tidak ada merasakan pusing
Frekuensi: Tidak ada
4) Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi)
5) Kejang ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Klien mengatakan tidak pernah merasakan kejang
Cara mengatasi: Klien mengatakan tidak tahu cara mengatasi kejang
6) Mata : penurunan penglihatan ( ) tidak ada
( ) ada, jelaskan: Klien mengatakan mengalami rabun jauh
7) Pendengaran : penurunan pendengaran ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Klien mengatakan tidak terdapat masalah terhadap
pendengaran
8) Epistaksis : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat epistaksis
b. Tanda (obyektif)
1) Status mental
Kesadaran : ( )composmentis, ( )apatis. ( )somnolen,( )spoor, ( )koma
2) Skala koma glasgow (gcs) : respon membuka mata (e) 4
Respon motorik (m) 6 respon verbal 5
3) Terorientasi/disorientasi : waktu: Normal tempat: Normal
Orang: Normal
4) Persepsi sensori : ilusi : Tidak ada halusinasi : Tidak ada
Delusi : Tidak Ada afek : Normal
jelaskan ......................................
5) Memori : saat ini
Daya ingat klien saat ini baik
Masa lalu : Daya ingat pada masa lalu klien baik
6) Alat bantu penglihatan/pendengaran ( ) tidak ada
( ) ada, sebutkan: Klien menggunakan kacamata
7) Reaksi pupil terhadap cahaya : ka/ki: Isokor
Ukuran pupil 3 mm
8) Fascial drop: Tidak ada postur: Normal
Reflek normal
9) Penampilan umum tampak kesakitan : ( ) tidak ada ( ) ada, men
jaga area sakit
Respon emosional: Baik penyempitan fokus: Ketika
mendengar
14. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
1) Alergi : (catatan agen dan reaksi spesifik)
2) Obat-obatan : Klien mengatakan tidak ada alergi pada obat
3) Makanan : Klien mengatakan tidak ada alergi pada makanan
4) Faktor lingkungan : klien mengatakan lingkungannya baik-baik
saja
a) R iwayat penyakit hubungan seksual : ( ) tidak ada
( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan hubungan seksualnya baik-baik saja
b) Riwayat transfusi darah Klien mengatakan tiadak pernah tranfusi
darah riwayat adanya reaksi transfusi: Klien mengatakan tidak
pernah tranfusi darah
5) Kerusakan penglihatan, pendengaran : ( ) tidak ada ( ) ada, seb
utkan
Klien mengatakan mengalami rabun jauh
6) Riwayat cidera ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
Klien mengatakan tidak pernah cidera
7) Riwayat kejang ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
Klien mengatakan tidak pernah mengalami kejang
b. Tanda (objektif)
Data penunjang
1. Laboratorium
Hematologi lengkap Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 13.3 G/dl 11.0-16.5
Leukosit 7.0 Ribu / µl 3.5-10.0
Hematocrit 40.0 % 35.0-50.0
Trombosit 250 Ribu / µl 150-390
Eritrosit 4.58 10 ^6 µl 3.80-5.80
GDS 135 Mg/dL 70-200
2. Radiologi
3. EKG
4. USG
Tidak terkaji
5. CT Scan
6. Pemeriksaan lain
• Pemeriksaan sputum
• Pemeriksaan alergi
• Pemeriksaan tes kulit
7. Obat-obatan
• Dexametasone 3x125mg
• Cefotaxime 2x1gr
• Aminophylin 240mg
• RL 20tpm
• Ranitidin 2x50mg.
• Nebulizer 2x1 (fentolin 2,5mg, NaCl 2 cc)
8. Diit
Tidak terkaji
B. Analisa data
No. Data Etiologi Problem
1. Ds: Pemiabilitas kapiler Ketidakefektifan
- Klien mengatakan batuk meningkat
bersihan jalan
batuk berdahak kental
- Pada saat batuk klien Edema mukosa, napas
mengeluh sulit untuk sekresi produktif,
mengeluarkan dahak kontriksi otot polos
Do: meningkat
- pasien tampak lemah,
batuk dan berdahak Spasme otot polos
dengan konsistensi kental sekresi kelenjar
dan berwarna kuning bonkus meningkat
- Auskultasi pada paru-paru
pasien terdengar bunyi Penyempitan/obstruksi
suara napas tambahan proksimal dari bronkus
(ronchi) dan bunyi napas pada tahap eksprasi dan
pasien mengi inspirasi
Mucus berlebih,
batuk, wheezing,
sesak napas
pola tidur
C. Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
D. Intervensi
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan S (Salam) 1. Agar klien merasa
tindakan keperawatan
1. Bina hubungan saling nyaman dahulu
selama 3 x 24 jam
diharapkan bersihan jalan percaya dengan kita, merasa
nafas tidak efektif dapat
O (Observasi) percaya sehingga
teratasi dengan kriteria
hasil: 2. Kaji Warna, apabila sudah terbina
1. Klien dapat
kekentalan dan jumlah trust (saling percaya)
mendemonstrasikan
batuk efektif sputum klien mudah untuk
2. Tidak ada suara
N (Nursing) terbuka
nafas tambahan
3. Pernapasan klien 3. Posisikan pasien untuk mengungkapkan apa
normal
mengoptimalkan yang menjadi
4. Frekuensi nadi klien
normal pernapasan (posisi keluhan pada dirinya
semi fowler) 2. Karekteristik sputum
4. Lakukan fisioterapi dapat menunjukkan
dada dengan teknik barat ringannya
postural dranase, obstruksi.
perkusi, fibrasi dada. 3. Posisi semi fowler
E (Edukasi) dapat memberikan
5. Ajarkan cara batuk kesempatan pada
efektif dan terkontrol proses ekspirasi paru.
C (Colaborasi) 4. Fisioterapi dada
6. Kolaborasi pemberian merupakan strategi
bronkodilator, ventolin untuk mengeluarkan
atau secret.
analgesik sesuai 5. Batuk yang
indikasi terkontrol dan efektif
dapat memudahkan
pengeluaran secret
yang melekat dijalan
napas.
6. Ventolin
meningkatkan
produksi mukosa
untuk mengencerkan
dan menurunkan
viskositas sekret,
memudahkan
pembuangan.
Penghilang
ketidaknyamanan
dada, meningkatkan
kerjasama pada
latihan pernafasan
dan meningkatkan
keefektifan terapi
pernafasan
Setelah dilakukan S (Salam) 1. Agar klien merasa
tindakan keperawatan
1. Pada saat melakukan nyaman dahulu
selama 3 x 24 jam
diharapkan bersihan jalan tindakan langsung ke dengan kita, merasa
nafas tidak efektif dapat
klien, perawat percaya sehingga apabila
teratasi dengan kriteria
hasil: diwajibkan BHSP sudah terbina trust (saling
1. Klien menunjukan
terhadap klien (salam, percaya) klien mudah
kedalaan dan
kemudahan dalam sapa, sopan, senyum dan untuk terbuka
bernapas
santun)
2. Tidak ada
penggunaan otot
bantu pernapasan O (Observasi) mengungkapkan apa yang
3. Tidak ada suara
2. Monitor pola nafas menjadi
nafas tambahan
4. Pernapasan klien pasien keluhan pada dirinya
normal
N (Nursing) 2. Mengetahui
5. Tidak ada nafas
cuping hidung 3. Posisikan pasien frekuensi,
untuk kedalaman, irama
mengoptimalkan pernafasan
pernapasan (posisi 3. Posisi semi fowler
semi fowler atau dapat memberikan
fowler) kesempatan pada
E (Edukasi) proses ekspirasi paru.
4. Ajarkan teknik 4. Teknik buteyko
bernapas buteyko dapat memudahkan
pasien saat inspirasi
C (Colaborasi) dan ekspirasi
5. Kolaborasikan 5. Membantu
pemberian memenuhi kebutuhan
brokhodilator (jika oksigen dan
perlu) meringankan
sesaknafas
Setelah dilakukan S (Salam) 1. Agar klien merasa
tindakan keperawatan
1. Pada saat melakukan nyaman dahulu
selama 3 x 24 jam
diharapkan gangguan pola tindakan langsung ke dengan kita, merasa
tidur dapat teratasi dengan
klien, perawat percaya sehingga
kriteria hasil:
1. Jumlah jam tidur diwajibkan BHSP terhadap apabila sudah terbina
dalam batas normal
klien (salam, sapa, sopan, trust (saling percaya)
6-8 jam/hari
2. Jumlah jam tidur senyum dan santun) klien mudah untuk
tidak terganggu,
O (Observasi) terbuka
3. Tidak ada masalah
dengan pola, kualitas 2. Kaji masalah mengungkapkan apa
dan rutinitas gangguan tidur yang menjadi
tidur/istirahat.
N (Nursing) keluhan pada dirinya
3. Posisikan sesuai 2. Untuk mengetahui
dengan kenyamanan gangguan pola tidur
dan masalah istirahat
klien tidur klien
4. Berikan lingkungan 3. Posisi yang nyaman
yang nyaman akan membuat klien
E (Edukasi) nyaman, dan dapat
5. Berikan penyuluhan memenuhi istirahat
tentang penting nya tidur
istirahat tidur 4. Tempat tidur yang
nyaman akan
membantu klien istirahat
yang baik
5. Untuk meningkatkan
pengetahuan klien
tentang pentingnya
istirahat tidur
terhadap kesehatan
bagi tubuh
ARTIKEL JURNAL, SOP, LINK VIDIO
TUTORIAL DAN PEMBAHASAN
1. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat Aspirin, clopidogrel dan
heparin
Agustina Tri Wahyuni, Jainuri Erik Pratama. (2019). Profil Terapi Pasien Stroke Iskemik
Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pindad Turen. Akademi Farmasi
Putra Indonesia Malang.
2. Latih rentang gerak/ROM
Olviani, Yurida., Mahdalena., Rahmawati, Indah. (2017). Pengaruh Latihan Range Of
Motion (ROM) Aktif- Asistif (Spherical Grip) Terhadap Peningkatan Kekuatan
Otot Ekstremitas Atas Pada Pasien Stroke Di ruang Rawat Inap Penyakit Syaraf
(Seruni) RSUD Ulin Banjarmasin. Dinamika Kesehatan, vol. 8 No. 1.
Link video : https://www.youtube.com/watch?v=H2xq5A7rhwA&t=67s
F. Dilengkapi dengan rasional
G. Dilengkapi dengan video tutorial satu intervensi keperawatan dari jurnal yang dipilih.
PEMBAHASAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak yang dapat
disebabkan karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Antiplatelet adalah
obat yang digunakan untuk mencegah terjadinya agregasi platelet (mencegah terjadinya
thrombus) pada sistem arteri. Antiplatelet ini sering digunakan pada pasien stroke iskemik untuk
pencegahan stroke ulangan dengan mencegah terjadinya agregasi platelet. Clopidogrel dan
aspilet bekerja pada faktor yang berbeda tetapi dengan cara yang sama, sebagai anti agregrasi
platelet. Clopidogrel adalah obat penghambat agregasi platelet yang memiliki efek untuk
mencegah terjadinya stroke susulan. Clopidogrel secara aktif mengurangi aktivasi agregasi
platelet dengan menghambat 10 pegikatan ADP secara selektif dan permanen menghalangi
reseptor platelet (P2Y12). Clopidogrel digunakan pada pasien yang terindikasi alergi terhadap
aspirin. Selain itu, penggunaan aspirin pada pasien lanjut usia atau geriatri meningkatkan risiko
terjadinya pendarahan pada saluran cerna. Meskipun sama-sama memiliki efek samping
pendarahan, efek pendarahan pada clopidogrel lebih rendah daripada aspirin. Oleh karena itu,
penggunaan aspirin lebih sedikit daripada clopidogrel. Dosis dan frekuensi yang digunakan
sudah sesuai untuk semua obat jenis antiplatelet.
2. Latihan ROM
Setelah diberikan latihan ROM AktifAsistif (spherical grip) sebanyak 2 kali sehari (pagi
dan sore) dalam 10 menit selama 7 hari berturut-turut sehingga terjadi peningkatan skala
kekuatan otot 4 yaitu (dapat melawan gaya dan mengatasi tahanan). Untuk menstimulasi gerak
pada tangan dapat berupa latihan fungsi menggenggam yang bertujuan mengembalikan fungsi
tangan secara optimal, apabila dilakukan secara berkala dan berkesinambungan diharapkan
kekuatan otot pada penderita stroke dapat meningkat (Irfan, 2010). Pemberian latihan gerak pada
masa ini sangat efektif karena masih dalam masa golden period. Rehabilitasi pasca stroke,
berupa latihan ROM aktif-asistif (spherical grip) menggenggam bola dimulai sedini mungkin
dengan cepat, tepat, berkala, dan berkesinambungan dapat membantu pemulihan fisik yang lebih
cepat dan optimal (Sofwan, 2010).
Latihan ROM aktif-asistif (spherical grip) dapat menimbulkan rangsangan sehingga
meningkatkan rangsangan pada saraf otot ekstremitas, oleh sebab itu dengan latihan ROM
secara teratur dengan langkah-langkah yang benar yaitu dengan menggerakkan sendi-sendi
dan otot, maka kekuatan otot akan meningkat.
(SOP)
PENANGANAN PENYAKIT DIARE
Pengertian Stoke adalah kelainan neurologik yang timbul mendadak gangguan darah local
di otak. Gejala klinisnya tergantung letak lesi, cepat lambatnya proses dan
jenis stroke nya serta system pembuluh darah yang terkena. Pada sistem
klarotis gejalanya : hemiplegia, hemihipestesia, amaurosis fugax, afasia,
hemianopsia: sedangkan system vetebrobasiler gejalnya : kulumpuhan saraf
otak, hemiplegia alternans, ataksia, vertigo, hemihipestesia, hemianopsia.
Stroke terbagi :
1. Strok hemoragik
• TIA
• Trombosit serebri
• Embolia selebri
2. Stoke hemoragik
• Perdarahan intraserebral
• Perdarahan subarakhnoid
2. PENEGAKAN DIAGNOSA
Gejala : sesuai di atas
Pemeriksaan penunjang pada saat pasien masuk dan maksimal 1 hari
perawatan
Berikan asupan cairan oral (oralit)
Nursa’in, Siti Hajar. (2017). Gambaran Penggunaan Oralit dan Zink Pada
Kasus Diare. Jurnal Farmesetis Volume 6 No 1, hal 25-28.
PEMBAHASAN
Oralit merupakan satu-satunya obat yang dianjurkan untuk mengatasi diare karena
kehilangan cairan tubuh, yang dimana jika kehilangan cairan tubuh ini tidak cepat ditangani bisa
menyebabkan dehidrasi berat yang berakibat kematian. Banyaknya penggunaan oralit pada kasus
diare, disebabkan karena ketentuan pemberian oralit adalah untuk semua usia Selain itu oralit
merupakan pertolongan pertama untuk mengatasi dehidrasi karena diare. Tingginya angka kematian
pasien diare lebih sering disebabkan karena tidak teratasinya masalah kekurangan cairan dalam
tubuh atau dehidrasi, sehingga oralit dianggap sebagai pilihan utama untuk mengobati cairan
elektrolit tubuh (Sasmitawati, Endang, 2011).
Link video : https://www.youtube.com/watch?v=EUnFlSIfXmE
PENANGANAN PENYAKIT DIARE
2. Bahan:
1) Oralit
Prosedure
1) Melakukan identifikasi pasien.
2) Petugas mempersilakan pasien duduk.
3) Petugas melakukan anamnase mendalam.
4) Petugas melakukan pemeriksaan, meliputi:
a. Keadaan umum anak ataupun pasien dewasa
dengan cara (timbang berat badan, suhu, RR, nadi)
b. Melihat kesadarannya (sadar atau tidak sadar)
c. Melihat lemas atau terlihat sangat mengantuk
d. Melihat apakah anak gelisah
e. Melihat ketika ditawarkan minum, apakah dia mau
minum. Jika ya, apakah ketika minum ia tampak
sangat haus
f. Melihat apakah matanya cekung atau tidak cekung
g. Melakukan cubitan kulit perut (turgor), apakah
kulitnya kembali segera, lambat, atau sangat lambat
(≥ 2 detik)
- Diagnosa : - diare akut,
atau diare persisten
(menilai tingkat/derajat dehidrasi):
◼ diare tanpa dehidrasi
◼ diare dengan dehidrasi
ringan/sedang
◼ diare dengan dehidrasi berat
PEMBAHASAN
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
PENGERTIAN Tekhnik relaksasi merupakan tindakan untuk memberikan
rasa nyaman dalam upaya menurunkan rasa nyeri
TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
melaksanakan “Tekhnik relaksasi pada pasien glaukoma”
PROSEDUR A. Tahap Pra Interaksi
PELAKSANAAN 1. Verifikasi data klien
2. Siapkan peralatan
3. Mencuci tangan
B. Orientasi
1. Memberikan salam teraupetik dan memperkenalkan
diri
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur
3. Menyediakan lingkungan yang tenang
4. Menjaga privasi klien
5. Menanyakan kesiapan klien sebelum melakukan
tindakan
6. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
C. Kerja Distraksi
1. Atur posisi pasien (duduk atau tidur terlentang)
2.Minta pasien untuk menutup mata atau mefokuskan
pandangan pada suatu benda/ titik dalam ruangan
yang pasien senangi
3. Anjurkan pasien untuk konsentrasi dan menarik nafas
secara pelan dalam denagn menggunakan pernapasan
diafargma , tahan napas dalam hitungan ke-3(tiga).
Kemudian hembuskan perlahan.
4. Anjurkan pasien mendengarkan lagu yang pasien
senangi/membaca atau mendengarkan cerita yang
pasien senangi /ajak pasien berkomunikasi atau
terlibat dalam pembicaraan dengan keluarga ,
perawat , pasien lain maupun pengunjung pasien.
5. Tarik nafas kembali denagn ringan , hembuskan.
Relaksasi
1. Atur posisi pasien (duduk atau tiur terlentang)
2. Minta pasien untuk menutup mata, rileks dan
melemaskan otot-otot di seluruh tubuh mulai dari
ujung kaki hingga kepala selama 6-7 detik.
3. Instruksikan klien untuk menghirup napas dalam
sehingga rongga paru berisi udara yang bersih.
4. Instruksikan klien untuk secara perlahan
menghembuskan udara dan membiarkannya keluar
dari setiap bagian anggota tubuh. Bersamaan
dengan hal ini, minta klien memusatkan perhatian
“betapa nikmat rasanya” (1-2 menit)
5. Instruksikan klien untuk bernapas dalam, kemudian
menghembuskan perlahan-lahan, dan merasakan saat
ini udara mengalir dari tangan, kaki, menuju ke paru,
kemudian udara dibuang keluar. Minta klien
memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara
yang dikeluarkan, dan merasakan kehangatannya.
6. Instruksikan klien untuk mengulangi prosedur “e”
dengan memusatkan perhatian pada kaki-tangan,
punggung, perut, dan bagian tubuh yang lain.
7. Setelah klien merasa rileks, minta klien secara
perlahan menambah irama pernapasan. Gunakan
pernapasan dada/ abdomen. Jika frekuensi nyeri
bertambah, gunakan pernapasan dangkal dengan
frekuensi yang lebih cepat.
Imajinasi
Message
D.Tahap Terminasi
1. Merapikan alat kemudian mencuci tangan
2. Evaluasi perasaan klien saat setelah dilakukan
tindakan
3. Lakukan kontrak pertemuan selanjutnya
4. Akhiri dengan salam teraupetik
5. Dokumentasi keperawatan
E. Pembahasan
Pada penelitian Eny (2015) bahwa ada perbedaan secara signifikan
pada rerata penurunan suhu pada pasien yang diberikan kompres air hangat
pada daerah aksila dan pasien yang diberikan kompres air hangat pada daerah
dahi. Hal ini menunjukkan bahwa teknik pemberian kompres air hangat pada
daerah aksila lebih efektif terhadap penurunan suhu tubuh dibandingkan
dengan teknik pemberian kompres air hangat pada daerah dahi pada pasien
demam. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Tamsuri yang menyatakan daerah ketiak terdapat vena besar yang memiliki
kemampuan proses vasodilatasi yang sangat baik dalam menurunkan suhu
tubuh dan sangat dekat dengan otak yang merupakan tempat terdapatnya sensor
pengatur suhu tubuh yaitu hypothalamus.
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila (ketiak) lebih efektif
karena pada daerah tersebut banyak terdapat pembuluh darah besar dan banyak
terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga
akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan
memungkinkan percepatan perpindahan panas dari dalam tubuh ke kulit hingga
delapan kali lipat lebih banyak.
Link video : https://www.youtube.com/watch?v=opGvoe0SqEc
STANDAR OPERASIONALPROSEDUR(SOP)
Kompres Hangat
E. Pembahasan
Link video:
1. PENGERTIAN Mengatur posisi semi fowler adalah cara membaringkan pasien dengan posisi
setengah duduk (45˚)
B. Persiapan Alat
2) Fase Orientasi 1. Functional Bed atau tempat tidur khusus
2. Selimut
3. Bantal
C. Persiapan Pasien
1. Memberi salam & memperkenalkan diri
2. Identifikasi nama pasien
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Menjelaskan langkah/ prosedur yang akan dilakukan
5. Menanyakan kesediaan pasien untuk dilakukan tindakan
6. Melakukan kontrak waktu
D. Persiapan Lingkungan
1. Meminta pengunjung/keluarga untuk meninggalkan ruangan selama
tindakan
2. Menjaga privasi pasien dengan memasang sampiran/menutup pintu
E. Pembahasan
Penanganan fisioterapi yang dapat di lakukan pada pasien yang mengalami Asma
Brochial meliputi latihan batuk efektif, Postural drainage, dan nebulizer, batuk efektif adalah
suatu metode batuk dengan benar, di mana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak
mudah lelah mengeluarkan dahak secara maksimal. Manfaat latihan batuk efektif untuk
melongggarkan dan melegakan saluran pernafasan maupun mengatasi sesak nafas akibat
adanya lender yang memenuhi saluran pernafasan (Trabani, 2010).
Postural drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien untuk
memungkinkan sekresi paru-paru mengalir berdasarkangravitasi kedalam bronkus mayor
dantrachea. Postural drainage menggunakan posisi yang khusus untuk mengalirkan sekrsi
dengan menggunakan pengaruh gravitasi (Somantri, 2008).
Pada batuk efektif dilakukan duduk dengan agak membungkuk, minta ia menarik
napas dalam-dalam lalu tahan dan kontraksikan otot perut, tiup napas lebih kuat dan batuk.
Teknik ini menjaga jalan napas terbuka ketika sekresi bergerak ke atas dan keluar paru.
Inspirasi dengan napas pendek cepat secara bergantian (menghirup) untuk mencegah mukus
bergerak kembali ke jalan napas yang sempit. Batuk efektif adalah merupakan mekanisme
pertahanan tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing atau sekresi yang banyak
di saluran pernafasan.
Pada penelitian Setiawati (2017) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
Pengaruh latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi sesak
nafas pada Asma Bronchial, terdapat Pengaruh Postural drainage pada intervensi nebulizer
terhadap penurunan frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial, dan tidak Terdapat
Perbedaan pengaruh latihan batuk efektif dan Postural drainage pada intervensi nebulizer
terhadap penurunan frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial.
Kedua teknik tersebut sama-sama memberikan perubahan frekuensi sesak nafas pada
Asma Bronchial, hal ini karena keduanya sama-sama mencegah mukus bergerak kembali
kejalan nafas yang sempit. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Putri dan Soemarno
(2013), dengan judul “Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk Efektif Pada
Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asma Bronchiale Anak Usia
3-5 Tahun”.
Link video: https://www.youtube.com/watch?v=gyUHGYusTjI Link jurnal:
http://digilib.unisayogya.ac.id/2809/
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BATUK EFEKTIF
BATUK EFEKTIF
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
PENGERTIAN Latihan mengeluarkan secret yang terakumulasikan dan
mengganggu di saluran nafas dengan cara dibatukkan
TUJUAN 1. membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret
2. mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostic
laboraturium
3. mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret
KEBIJAKAN 1. klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi
sekret
2. pemeriksaan diagnostic sputum di laboraturium
PETUGAS Perawat
PERALATAN a. tempat sputum
b. Tissu
c. Stestoskop
d. Hanscoon
e. Masker
f. Air putih hangat dalam gelas
PROSEDUR Tahap prainteraksi
PERALATAN 1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
Tahap orientasi
1. Memberikan salam dan nama klien
2. Menjelaskan tujuan dan sapa nama klien
Tahap kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mempersiapkan klien
3. Meminta klien meletakkan
satu tangan di dada dan satu
tangan di perut
4. Melatih klien tuberkulosis
melakukan napas perut
(menarik napas dalam
melalui hidung hingga 3
hitungan, jaga mulut tetap
tertutup)
5. Meminta klien
tuberkulosis
merasakan
mengembangny
a perut
6. Meminta klien tuberkulosis
menahan napas hingga 3 hitungan
7. Meminta klien tuberkulosis
menghembuskan napas perlahan
dalam 3 hitungan (lewat mulut,
bibir seperti meniup)
8. Meminta klien
tuberkulosis
merasakan
mengempisnya perut
9. Memasang perlak/alas dan
bengkok (di pangkuan penderita
tuberkulosis bila duduk atau di
dekat mulut bila tidur miring)
10. Meminta penderita tuberkulosis
untuk melakukan napas dalam 2
kali, pada inspirasi yang ketiga
tahan napas dan batukkan
dengan kuat
11. Menampung lendir
ditempat pot yang telah
disediakan tadi