Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. KONSEP DASAR
PENGERTIAN
ETIOLOGI
Sebab dari BPH tidak diketahui. Tetapi ada teori yang menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron estrogen,
karena produksi testosteron menurun dan konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan adiposa di perifer.
PATOFISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal
(1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat
dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat
(2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.
Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung
pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar
prostat.
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
PATHWAY BPH
Etimologi
Penuaan
Mesenkim sinus
Perubahan keseimbangan
uragential
testosterone + estrogen
Mitrotrouma : trauma, Kebangkitan /
ejakulasi, infeksi Prod. Testosteron ↓
reawakening
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah,
rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy),
harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu
miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena
overflow.
a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak
BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
c) Stadium III
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flow inkontinen).
a. Rectal Gradding
b. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Stadium I
b. Stadium II
d. Stadium IV
a. Observasi
b. Medikamentosa
1) Mengharnbat adrenoreseptor α
4) Fisioterapi
c. Terapi Bedah
2) Prostatektomi Suprapubis
3) Prostatektomi retropubis
4) Prostatektomi Peritoneal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1). Sedimen Urin
b. Pencitraan
4). Systocopy
ASUHAN KEPERAWATAN
(a) Non surgical
1. Pengkajian
Eliminasi
Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliaran urin ; tetesan,
Ragu-ragu berkemih, nokturia, disuria, hematuria.
Tanda : Massa padat dibawah abdomen bawah ( Distensi
Kandung kemih, nyeri tekan kandung kemih ).
Nyeri/ kenyamanan
(2) Gejala : Nyeri suprapubis, panggul,punggung bawah
Pemeriksaan Diagnostik
2. Urinalisa : Warna kuning,coklat gelap,merah gelap atau terang
( berdarah ),PH 7 atau lebih.
Kultur urin :Ada staphylococcus
Aureus,E.Colly,Proteus,
Pseudomonas.
BUN/Kreatinin : Meningkat pada gangguan ginjal
SDP : Lebih dari 11.000
Ultrasonografi transrektal dan suprapubic untuk mengetahui ukuran
prostat.
2. Diagnosa keperawatan
Retensi Urin ( Akut/kronik ) b.d. obstruksi mekanik; pembesaran
prostat ; dekompensasi otot detrusor ; ketidakmampuan kandung kemih
untuk berkontraksi dengan adekuat.
Data pendukung :
• Frekuensi,keragu-raguan, ketidakmampuan mengosongkan kandung
kemih dengan lengkap, inkontinensia/menetes.
• Distensi kandung kemih,residu urin lebih dari 50 cc.
Intervensi/tindakan:
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2 – 4 jam atau bila pasien tiba-tiba
merasa untuk berkemih.
R/ Meminimalkan terjadinya retensi urin yang berlebihan pada kandung
kemih.
2) Awasi dan catat waktu, jumlah setiap berkemih, perhatikan penurunan
haluaran urin.
R/ Untuk mengetahui kemampuan ginjal untuk berfungsi secara normal
Data pendukung :
Perut tegang
Hasil yang diharapkan :
• Rasa takut dan tegang berkurang
• Pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Selalu bersama – sama dengan pasien bina hubungan saling percaya
R/ : Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu
2. Berikan informasi tentang tanda / prosedur dan tes khusus seperti pemasangan
kateter, urin berdarah, iritasi pada kandung kemih.
R/ : Meningkatkan pemahaman pasien tentang tujuan dari apa yang dilakukan,
sehingga dapat mengurangi rasa takut dan kecemasan
3. Anjurkan kepada pasien untuk mengungkapkan peraaannya kepada orang
terdekat
R/ : mengurangi kecemasan
Data pendukung :
Pasien sering bertanya tentang penyakit, pasien tidak melakukan intervensi sesuai
instruksi.
Hasil yang diharapkan /Kriteria evaluasi :
1. Pasien akan memahami tentang proses penyakit
2. Pasien akan dapat mengidentifikasi tentang tanda dan gejala proses
penyakit
3. Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Tindakan/Intervensi :
Pada pendidikan kesehatan.
Pendidikan Kesehatan
1. Berikan informasi tentang penyakit : pengertian,etiologi, tanda dan
gejala penyakit.
2. Berikan informasi kepada pasien bahwa penyakit ini tidak ditulakan
secara seksual/ atau melalui hubungan seksual.
3. Anjurkan pasien untuk menghindari makanan berbumbu, kopi
alkohol, mengemudikan dalam waktu yang lama, karena dapat
menyebabkan iritasi dan meningkatkan produksi urin sehingga terjadi
distensi otot bladder.`
4. Berikan latihan berkemih kepada pasien post pemasangan kateter.
5. Anjurkan kepada pasien untuk melakukan kunjungan ulang selama 6
bulan sampai 1 tahun.
SURGICAL:
(a) Prostatektomi
1. Pengertian
Prostatektomi adalah bedah reseksi pada bagian portio kelenjar prostat untuk
memperbaiki aliran urin yang mengalami retensi.
2. Jenis- jenis pembedahan prostat :
• Transuretral Resection of the prostate ( TURP )
Jaringan prostat obstruktif dari lobus medial sekitar uretra diangkat .
• Suprapubic/open Prostatectomy
Diindikasikan untuk massa lebih dari 60 gr. Penghambat jaringan prostat
diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih.
• Retropubic prostatectomy
Massa jaringan prostat yang hipertropi ( Lokasi tinggi dibagian pelvis )
Diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung
kemih.
• Perineal Prostatectomy
Massa pada prostat yang terletak dibawah pelvis diangkat melalui insisi
diantara skrotum dan rektum.
Asuhan Keperawatan :
1. Pengkajian
Data dasar dalam pengkajian pasien dengan prostatectomy :
Sirkulasi :
Gejala: Riwayat penyakit jantung, edema paru, penyakit vaskuler perifer
Integritas Ego :
Gejala: Cemas,takut,marah.
Tanda: Tidak dapat beristirahat,peningkatan ketegangan.
Makanan/Cairan :
Gejala: Insufisiensi pankreas / DM, malnutrisi, membran mukosa kering
Pernapasan:
Gejala : Infeksi, batuk kronis, merokok.
Keamanan :
Gejala : Alergi terhadap obat, makanan, plester ; defisiensi imun ; riwayat
penyakit hepatik
Tanda : Adanya tanda-tanda infeksi.
Pemeriksaan diagnostik :
Waktu koagulasi : adanya pemanjangan faktor koagulasi akan
mempengaruhi intraoperasi/pascaoperasi
EKG : Adanya keabnormalan pada hasil EKG
akan mempengaruhi dalam pemberian anastesi.
2. Diagnosa keperawatan
Perubahan eliminasi urin b.d. Obstruksi mekanikal : Bekuan
darah,edema ; Tekanan dan iritasi kateter/balon ; Hilang tonus
kandung kemih sehubungan dengan distensi berlebihan praoperasi.
Tindakan/ Intervensi :
1. Kaji pengeluaran urin khususnya selama irigasi kandung kemih
R/ Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah, dan
spasme kandung kemih.
2. Perhatikan waktu, jumlah berkemih, setelah kateter dilepas. Perhatikan
keluhan rasa penuh kandung kemih; ketidakmampuan berkemih,
urgensi.
R/ Kateter biasanya dilepas 2 5 hari setelah pembedahan, tetapi keluhan
penuh pada bladder masih tetap terjadi karena adanya edema pada
uretra.
3. Motivasi pasien untuk berkemih jika ada keinginan untuk berkemih.
R/ Mencegah terjadinya retensi urin.
4. Anjurkan pasien untuk minum 3000 ml setiap hari. Batasi cairan pada
malam hari, setelah kateter dilepas.
R/ Mempertahankan hidrasi yang adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran
urin.
5. Instruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh mengencangkan
bokong, menghentikan dan memulai aliran urin.
R/ Membantu meningkatkan kontrol kandung kemih/ sfingter,
meminimalkan inkontinensia.
6. Pertahankan irigasi kandung kemih secara kontinu sesuai indikasi pad
periode pasca operasi.
R/ Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan debris untuk
mempertahankan aliran urin.
Data pendukung :
( Tidak dapat diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa
aktual )
Tindakan/ Intervensi :
1. Observasi intake dan output
R/ Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian.
2. Observasi drainase kateter dan perhatikan perdarahan yang berlebihan/
berlanjut.
R/ dengan mengetahui adanya perdarahan dapat menentukan intervensi
yang diberikan sebagai evaluasi medik.
3. Observasi tanda-tanda vital
R/ Perubahan tanda-tanda vital akibat perdarahan dapat menunjukan
terjadinya syok hipovolemik.
4. Tingkatkan pemasukan cairan 3000 ml Perhari kecuali jika ada
R/ kontraindikasi membilas ginjal / kandung kemih dari bakteri dan
debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi cairan / kelebihan
cairan bila tidak diawasi dengan ketat.
5. Observasi hasil laboratorium sesuai indikasi [ Hb,Ht,jumlah sel darah
merah.
R/Berguna dalam mengevaluasi kehilangan darah dan kebutuhan
penggantiannya.
Data pendukung :
( tidak dapat diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala
membuat diagnosa aktual ).
Tindakan/Intervensi :
- Berikan perawatan kateter secara teratur .
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.
- Mengganti balutan dengan sering
R/ balutan yang basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media
untuk pertumbuhan bakteri
- Observasi tanda-tanda vital, tanda-tanda infeksI
- Pemberian antibiotik sesuai indikasi
R/ Untuk mencegah terjadinya infeksi.
Data pendukung :
Nyeri spasme kandung kemih
Wajah meringis,gelisah
Tindakan / intervensi :
- Pertahankan posisi kateter. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan
bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan
risiko distensi/ spasme kandung kemih.
- Berikan antispamodik.
R/ Merilekskan otot polos, untuk menurunkan spasme.
Data Pendukung :
Pasien selalu menanyakan tentang penyakitnya ; Tidak akurat mengikuti
instruksi.
Hasil yang diharapkan/ Kriteria evaluasi :
Pasien akan memahami tentang prosedur bedah dan pengobatan,
Pasien akan akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Pendidikan Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.