Anda di halaman 1dari 11

HADIS NABI: SUATU PENGANTAR

Oleh: Imron Rosyadi/081329378952

ٍ ‫ون َأ ْخرَب َ اَن ِعيىَس ْب ُن َم ْي ُم‬


‫ون اَأْلن َْص ِار ُّي َع ْن‬ َ ‫َح َّدثَنَا َأمْح َدُ ْب ُن َم ِني ع ٍ َح َّدثَنَا يَ ِزي دُ ْب ُن َه ُار‬
ُ ‫الْ َقامِس ِ ْب ِن ُم َح َّم ٍد َع ْن عَائِشَ َة قَال َ ْت قَا َل َر ُس‬
‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ َأ ْع ِل ُن وا َه َذا ال ِنّاَك َح‬
)‫وف (رواه الرتمذى‬ ِ ُ‫َوا ْج َعلُو ُه يِف الْ َم َس ِاج ِد َوارْض ِ بُوا عَلَ ْي ِه اِب دلُّ ف‬
Artinya: (at-Tirmizî berkata) Aḥmad b Manî‘ bercerita kepada kami, Yazîd b Hârûn bercerita
kepada kami, ʻÎsâ b Maimûn al-Anṣârî bercerita (katanya) menerima dari al-Qâsim b
Muḥammad dari ‘Âisyah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
Umumkanlah pernikahan ini dan laksankanlah di masjid dan pukullah rebana (at-
Tirmizî).

A. Pendahuluan

Mayoritas umat Islam telah sepakat bahwa sumber ajaran Islam itu ada
dua, yaitu al-Quran dan Sunnah atau Hadis. Al-Quran adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui Malaikat Jibril dalam bentuk
bahasa Arab yang membacanya mendapatkan pahala. Periwayatan Al-Quran
sebagai wahyu sampai kepada kita umat Islam adalah secara mutawatir sehingga
keberadaan al-Quran tidak menimbulkan persoalan, bahwa al-Quran itu memang
datang dari Allah swt.
Berbeda dengan al-Quran, Sunnah atau Hadis sampai kepada kita umat
Islam sekarang ini melalui periwayatan: ada yang mutawatir dan ada yang ahad. Di
kalangan umat Islam, penerimaan periwayatan Sunnah atau Hadis masih belum
bulat sebagaimana al-Quran. Dengan kata lain, masih ada sebagian kecil umat
Islam tidak bersedia atau tidak mau mengakui Sunnah atau Hadis sebagai sumber
ajaran Islam, mereka merasa cukup dengan al-Quran saja. Tulisan singkat ini akan
mencoba menjelaskan secara singkat tentang Sunnah atau hadis itu.

B. Pengertian Sunnah atau Hadis


Dalam buku-buku ulumul hadis, para ulama memiliki perbedaan
redaksional pengertian tentang Sunnah atau Hadis. Dari perbedaan itu, dapat

1
dijelaskan definisi keduanya. Sunnah itu adalah perilaku Nabi Muhammad Saw,
baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun taqrir (persetujuan Nabi).

Adapun makna hadis adalah sebagai berikut. Secara bahasa, hadis itu berarti
al-jadid (yang baru), al-qarib (yang dekat), al-khabr (berita/khabar). Secara istilah, hadis
adalah rekaman atas semua ucapan, perbuatan dan taqrir (persetujuan) Nabi Muhammad
saw. selama menjadi Nabi dan Rasul Allah swt. Rekaman yang merupakan kesaksian para
sahabat ini sekarang bisa dilihat dalam kitab-kitab hadis, misalnya dalam kitab shahih al-
Bukhari, shahih muslim, sunan al-Nasa’I, sunan al-Turmudzi, dan lain sebagainya.

Suatu hadis itu harus memenuhi tiga unsure, yaitu matan (isi, sabda, kandungan
hadis), sanad (sejumlah rawi yang menjadi mata rantai pembawa matan hadis sampai
kepada kita sekarang ini) dan mukhariij (orang yang menukil, mencatat dan membukukan
hadis ke dalamnya kitabnya, misalnya Imam al-Bukhari membukukan hadis ke dalam kitab
yang diberinama shahih al-Bukhari). Mukharrij ini juga disebut sebagai rawi terakhir dari
suatu hadis.

Ada istilah lain yang sering dipakai oleh kaum muslimin yang maknanya dianggap
sama dengan hadis, yaitu sunnah. Secara bahasa, sunnah adalah al-thariqah (jalan).
Secara istilah, sunnah adalah segala perilaku Rasulullah saw, baik dalam wujud ucapan,
perbuatan maupun taqrirnya. Perilaku Rasul ini kemudian direkam oleh para sahabat, baik
secara lisan maupun tulisan, lalu oleh para sahabat disampaikan kepada generasi
(thabaqat) yang hidup kemudian. Jadi, hubungannya dengan hadis yang sampai kepada
kita, maka sunnah itu ya matan hadis itu sendiri.

Hadis qudsi adalah sesuatu yang dikhabarkan Allah swt kepada Nabi-Nya dengan
melalui ilham atau impian, yang kemudian Nabi Muhammad saw menyampaikan makna
dari ilmu atau impian itu dengan ungkapan kata beliau sendiri. Kata qudsi di sini berarti
suci. Hadis qudsi juga disebut dengan hadis rabbani atau hadis ilahi. Dinisbahkan dengan
kata rabbani dan ilahi karena hadis ini berasal dari Allah swt. Hadis qudsi selalu diawali
dengan kata yang di dalamnya menyebut nama Allah swt. Misalnya kata: qaala ta`ala,
yaqulullah azza wa jalla.

Dari aspek periwayatan, tidak ada perbedaan antara hadis qudsi dengan hadis
nabawi. Dari sisi kualitasnya, hadis qudsi ada yang shahih, hasan dan dhaif, seperti juga

2
hadis nabawi. Mengapa kualitas hadis qudsi bisa demikian karena hadis qudsi proses
periwayatannya sama persis dengan hadis nabawi.

Apa perbedaan antara hadis qudsi dengan al-qur’an? Setidaknya bisa ditemukan
delapan perbedaan. Pertama, semua lafadz (ayat) yang terdapat dalam al-Qur’an adalah
mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadis qudsi tidak demikian.

Kedua, al-Qur’an merupakan wahyu yang lafadz dan maknanya berasal dari Allah
swt, sedangkan hadis qudsi merupakan wahyu dari Allah swt tetapi oleh Rasul diberikan
dengan kata-kata beliau sendiri. Jadi, hadis qudsi lafadznya dari Allah swt tetapi lafadz
dari Nabi sendiri.

Ketiga, al-Qur’an merupakan wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw dengan perantaraan Jibril, sedangkan hadis qudsi merupakan wahyu
Allah swt yang diturunkan langsung kepada Nabi Muhammad saw dengan melalui ilham
atau mimpi.

Keempat, al-Qur’an dipakai dipakai di dalam bacaan shalat sedangkan hadis qudsi
tidak boleh dipakai sebagai pengganti al-Qur’an dalam bacaan shalat.

Kelima, untuk meriwayatkan al-Qur’an tidak boleh dengan maknanya saja atau
dengan kata-kata sinonimnya, tetapi harus seperti yang disampaikan oleh Nabi,
sedangkan untuk periwayatan hadis qudsi bisa dengan maknanya.

Keenam, setiap huruf yang dibaca dari ayat-ayat al-Qur’an mendapatkan sepuluh
balasan, sedangkan pembaca hadis qudsi tidak ada ketentuan yang menetapkan
demikian.

Ketujuh, menurut sebagian mazhab syafi`I, menyentuh, membawa dan membaca


al-Qur’an harus dalam keaadaan bersuci, tidak demikian dengan hadis qudsi, menyentuh,
membawa dan membaca himpunan hadis qudsi tidak berlaku ketentuan demikian.

Kedelapan, bagian-bagian dari al-Qur’an ada yang disebut dengan juz, surat dan
ayat, sedangkan untuk hadis qudsi tidak ada pembagian-pembagian demikian.

Ada tiga macam hadis, yaitu hadis shahih, hasan, dan dha`if. Adapun yang dapat
dijadikan sebagai pedoman untuk berislam adalah dua saja, yaitu hadis shahih dan hasan
saja, sedangkan hadis dha`if tidak bisa dijadikan sebagai dasar dalam berislam. Karena itu,

3
kita harus teliti betul terhadap hadis-hadis yang beredar di masyarakat. Sebab, jika hadis
yang dijadikan pedoman dalam berislam itu hadis dha`if, maka amalan yang dilaksanakan
dapat dikategorikan sebagai amalan yang bid`ah, tidak berasal dari Nabi Muhammad saw
alias tertolak, tiada guna.

Dengan kata lain, hadis adalah rekaman (baik dalam bentuk lisan maupun
lisan) atas perilaku Nabi, dari sejak sahabat sampai kepada para imam pembuku
hadis, misalnya, Imam Malik, Imam Ahmad, Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Ibn
Khuzaimah, dan lainnya.
Berikut ini dijelaskan skema periwayatan hadis:
Nabi
↓ sighat sanad
Sahabat (10-110 H)
↓ sighat sanad
Tabiin (110-180 H)
↓ sighat sanad
Tabiit Tabiin (athba’ tabiin) (180-220 H)
↓ sighat sanad
Athba’-athba’ Tabiin (220-300 H)
↓ sighat sanad
Pasca Athba’-athba’ Tabiin (300-abad V H)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut atas, dapat disimpulkan bahwa


periwayatan hadis itu berjenjang, yaitu dari periode ke periode. Periode pertama
adalah periode sahabat, yaitu berlangsung sejak wafatnya Nabi saw (10 H) hingga
110 H yang merupakan wafatnya Thufail Amir b Wailah al-Laisy, seorang sahabat
yang paling akhir meninggal dunia. Periode kedua adalah periode tabiin, yang
hidup dari tahun 110 H sampai 180 H yang merupakan tahun wafatnya Khalaf b
Khalifah, seorang tabiin yang paling akhie meninggal dunia.
Periode ketiga adalah periode tabiit tabiin (atbha’ tabiin) yang
berlangsung sejak era tabiin junior hingga tahun 220 H. Tokoh pembuku hadis
pada periode ini, misalnya, Imam Malik, Imam Syafii. Periode keempat, adalah
periode tabiit tabiit tabiin (athba’-athba’ tabiin) yang berlangsung sejak tahun 220
H dan berakhir tahun 300 H. Tokoh pembuku hadis pada periode ini, misalnya, al-
Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, Imam Turmudi, Imam Nasai, Ibn Majah, Ahmad
b Hanbal, Darimin. Periode kelima, adalah periode pasca athba’-athba’ tabiin, yang

4
berlangsung tahun 300 H hingga abad V H. Tokoh pembuku hadis pada periode ini,
misalnya, Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban, Daruquthni, Imam al-Hakim, Imam al-
Baihaqi.

C. Peristiwa Munculnya Hadis

Pertama, pada majlis-majlis Rasulullah. Secara teratur, Rasulullah


mengadakan majelis-majelis berkaitan dengan pengajaran Islam. Majelis ini
dihadiri, baik laki-laki maupun perempuan. Ada juga majelis yang khusus untuk
perempuan. Pada majelis ini para sahabat menerima hadis. Setelah selesai
pertemuan, para sahabat mengulang lagi dan menghafalnya. Anas b malik
berkata: kami berada di sisi Rasulullah kami mendengar hadis dari Rasulullah.
Apabila telah selesai, maka kami mempelajari kembali dan menghafalnya.
Kedua, pada peristiwa yang Rasulullah mengalaminya kemudian beliau
menerangkan hukumnya. Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa suatu ketika
Rasulullah lewat di muka seorang pedagang bahan makanan. Rasulullah bertanya
tentang bagaimana barang itu dijual kemudian penjual itu menjelaskannya.
Setelah itu Rasulullah bersabda:

)‫لَيْ َس ِمنَّا َم ْن غَ َّش (رواه امحد‬


Artinya: Bukanlah dari golongan kami, siapa yang menipu (HR. Ahmad).

Ketiga, pada peristiwa yang dialami oleh kaum muslimin, kemudian


menanyakan hukumnya kepada Rasulullah. Para sahabat, adakalanya mengalami
suatu peristiwa yang berhubungan dengan dirinya sendiri, atau berhubungan
dengan sahabat lain. Di saat mengalami itu, sabahat bertanya kepada Rasulullah
dan mendapat menjelsan dari beliau.
Keempat, pada peristiwa yang disaksikan langsung oleh para sahabat
terhadap apa yang terjadi atau dilakukan Rasulullah. Banyak sekali peristiwa yang
disaksikan oleh para sahabat yang berhubungan dengan diri Rasulullah. Misalnya,
cara salat, cara makan, cara haji, dsb.

D. Cara Sahabat Menerima dan Menyampaikan Hadis

5
Cara sahabat menerima dan menyampaikan hadis

1. Menerima secara langsung dari Nabi. Cara ini dilakukan oleh para sahabat yang
mengikuti majelis-majelis Rasulullah. Mereka langsung mendengar, melihat,
menyaksikan tentang apa yang dilakukan, disabdakan atau berhubungan
dengan diri Rasulullah.
2. Menerima secara tidak langsung dari Nabi. Cara ini dilakukan oleh para sahabat
yang secara tidak langsung mendengar, melihat, atau menyaksikan tentang apa
yang dilakukan, disabdakan yang berhubungan dengan Rasulullah saw. Kepada
mereka, nabi berpesan:

)‫َااَل ِل ُي َب ِل ّ ْغ الشَّ ا ِهدُ ِمنْمُك ْ الغَائِ َب (البخارى‬

Artinya: Hendaknya di antara kamu yang hadir menyampaikan kepada yang tidak
hadir (HR. al-Bukhari).

E. Redaksi Periwayatan Matan Hadis


Ada dua macam periwayatan redaksi matan hadis, yaitu bil lafdhi dan bil
makna. Maksud dari periwayatan bil lafdhi adalah bunyi redaksi matan hadis
seperti yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad saw. Sedangkan yang dimaksud
dengan periwayatan bil makna adalah bunyi redaksi matan hadis disusun oleh
rawi atau para rawi tetapi substansinya sesuai dengan ucapan Nabi atau perilaku
Nabi. Periwayatan redaksi matan bil makna banyak ditemukan dalam hadis-hadis
Nabi.
Contoh hadis bil lafdzi: azan dan iqamah
Contoh hadis bil makna:

ِ ‫ب َعنْ َح ْم َز َة َو َس ال ٍِم ا ْب َنيْ َع ْب ِد هَّللا‬


ٍ ‫ْن شِ َها‬ ِ ‫ك َعنْ اب‬ ٌ ِ‫َح َّد َث َنا إِسْ مَاعِ ي ُل َقا َل َح َّد َثنِي َمال‬
َ ِ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْن ُه َم ا أَنَّ َر ُس و َل هَّللا‬
‫ص لَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه‬ ِ ‫ْن ُع َم َر َر‬ ِ ‫ْن ُع َم َر َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ب‬ ِ ‫ب‬
ِ ‫ار َو ْال َف َر‬ َ
)‫س (البخارى‬ ِ ‫َو َسلَّ َم َقا َل ال ُّش ْؤ ُم فِي ْال َمرْ أ ِة َوال َّد‬

6
َّ‫َّان أَنَّ َر ُجاًل َقا َل لِ َعائ َِش َة إِن‬
َ ‫َح َّد َث َنا َب ْه ٌز َح َّد َث َنا َهمَّا ٌم أَ ْخ َب َر َنا َق َتادَ ةُ َعنْ أَ ِبي َحس‬
‫الط َي َر َة فِي ْال َم رْ أَ ِة‬ِّ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َس لَّ َم َق ا َل إِن‬ َ ِ ‫ث أَنَّ َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫أَ َبا ه َُري َْر َة ي َُح ِّد‬
‫ش َّق ٌة فِي‬ َّ ‫ش َّق ٌة ِم ْن َه ا فِي‬
ُ ‫الس َما ِء َو‬ ُ ‫ت‬ ْ ‫ار‬ َ ‫ض بًا َش دِي ًدا َف َط‬ َ ‫ت َغ‬ ْ ‫ار َوال َّدا َّب ِة َف َغضِ َب‬ ِ ‫َوال َّد‬
‫ُون ِمنْ َذل َِك‬ َ ‫ان أَهْ ُل ْال َجا ِهلِ َّي ِة َي َت َط َّير‬
َ ‫ت إِ َّن َما َك‬ ْ ‫ض َف َقا َل‬ ِ ْ‫اأْل َر‬
Abu Bakar al-Qati’i menceritakan kepada kami, (katanya) Abdullah menceritakan
kepada kami, (katanya) ayahku menceritakan kepadaku, (katanya) Bahs
menceritakan kepada kami, (katanya) Hammam menceritakan kepada kami,
(katanya) Qatadah memberitahukan kepada kami, dari Abu Hasan: seorang laki-
laki berkata kepada Aisyah, sesungguhnya Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi
bersabda: tiga hal yang membawa sial: perempuan, rumah dan kendaraan, maka
Aisyah marah sekali seolah bagian tubuhnya terbang ke langit dan sebagian
terbang ke bumi, lalu ia berkata (yang benar) bahwa orang jahiliyah menganggap
tiga hal itu yang membawa sial (HR. Ahmad).

Dengan periwayatan secara makna ini membawa kemungkinan redaksi matan


hadis menjadi sangat variatif sehingga dimungkinkan adanya kekeluruan. Karena itu perlu
diteliti.

F. Mengapa Hadis harus diteliti? Karena:

1. Hadis sebagai sumber ajaran Islam. Penegasan ini tertuang dalam 59/7:

‫َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا‬
Juga terdapat dalam 3/32:

ُ ‫ُّون هَّللا َ فَ اتَّبِعُونِي يُحْ بِ ْب ُك ُم هَّللا ُ َويَ ْغفِ رْ لَ ُك ْم ُذنُ وبَ ُك ْم َوهَّللا‬
َ ‫قُ لْ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحب‬
َ ‫) قُلْ أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوال َّرس‬31( ‫َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
ُّ‫ُول فَ إِ ْن تَ َولَّ ْوا فَ إِ َّن هَّللا َ اَل يُ ِحب‬
)32( ‫ين‬ َ ‫ْال َكافِ ِر‬

Juga terdapat dalam 4/80

7
َ َ‫َم ْن ي ُِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد أَطَا َع هَّللا َ َو َم ْن تَ َولَّى فَ َما أَرْ َس ْلن‬
( ‫اك َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظً ا‬
)80
Juga terdapat dalam 33/21

َ ‫ُول هَّللا ِ أُس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َك‬


‫ان يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَ ْو َم اآْل ِخ َر‬ ِ ‫ان لَ ُك ْم فِي َرس‬َ ‫لَقَ ْد َك‬
)21( ‫َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬
Dengan ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis itu merupakan sumber
ajaran Islam. Karena itu, orang yang menolaknya adalah menolak petunuk al-Quran
itu sendiri.

Melakukan penelitian menjadi penting karena dimaksudkan untuk menghindari


penggunaan hadis sebagai dalil namun ternyata itu bukan dari Rasulullah saw.

2. Tidak seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi.


Nabi ketika masih hidup, pernah melarang dan menyuruh untuk menulis hadis.
Kebijakan ini memiliki implikasi terhadap beredarnya hadis di kalangan sahabat.
Sebagai dampaknya, dokumentasi hadis pada zaman menjadi terbatas, dan lebih
banyak berlangsung secara hafalan saja daripada tertulis. Baru pasca wafatnya Nabi,
banyak hadis baru dibukukan. Kenyataan ini membawa kemungkinan pada ada
kemungkinan salah dalam periwayatan. Untuk itu, perlu diadakan penelitian.

3. Telah timbul berbagai pemalsuan hadis.


Pemalsuan hadis sudah terjadi sejak kekhalifan Ali b Abi Thalib. Faktornya adalah
kepentingan politik saat terjadinya konflik Ali b Abi Thalib dengan Mu`awiyah. Para
pendukung masing-masing berupaya untuk memperkuat kelompoknya dengan cara
memalsukan hadis. Bahkan, dalam catatan Ahmad b Hanbal, ia pernah memergoki
seorang dai memalsukan hadis.

4. Proses penghimpunan hadis yang memakan waktu lama.


Penghimpunan hadis secara resmi dan massal terjadi atas perintah Umar B Abd
Aziz (wafat 101H/720). Dilihat dari sini, kemudian diukur dengan wafatnya Nabi, jelas
memakan waktu kira-kira 200 tahun.

5. Jumlah kitab hadis yang banyak dengan metode penyusunan yang beragam.
Jumlah kitab himpunan hadis yang dihimpun oleh periwayat hadis cukup banyak,
yang angkanya tidak bisa dipastikan. Lebih-lebih, sebagian dari para penghimpun
hadis itu ada yang menghasilkan karya himpunan hadis lebih dari satu kitab.

Di antara kitab himpunan hadis, ada kitab yang tidak bisa dilacak dan ada yang
bisa dilacak. Yang disebut terakhir ini, misalnya, Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim,
Sunan Abi Daud, Sunan al-Turmudzi, Sunan al-Nasai, Sunan al-Darimi, Sunan Ibn

8
Majah, Musnad Ahmad b Hanbal, Muwatha` Malik, Sahih Ibn Khuzaimah, Sunan al-
Baihaqi, al-Mustadrak al-Hakim, Musnad al-Humaidi, Musnan Abi `Auwwanah.

Metode yang dipergunakan berbeda karena focus dari npenghimpunan itu tidak
terletak pada metode tetapi pada penghimpunan hadis.

6. Telah terjadi periwayatan hadis secara makna.


Di kalangan sahabat ada perbedaan sedikit berkaitan dengan periwayatan hadis
secara makna. Ali b Abi Thalib, Ibn Abbas, Ibn Mas`ud, Anas b Malik, Abu Darda`, Abu
Hurairah, dan Aisyah adalah sederet tokoh yang memperbolehkan periwayatan hadis
secara makna.

G. Pembagian Hadis
Hadis dilihat dari jumlah rawinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu hadis
mutawatir dan hadis ahad. Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh
rawi yang jumlah sembilan ke atas. Sedangkan hadis ahad adalah hadis yang
diriwayatkan kurang dari sembilan.
Dilihat dari sisi kualitas rawi-rawinya, hadis dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu hadis sahih, hasan dan dhaif. Hadis sahih adalah hadis yang bersambung
sanadnya, rawinya adil, rawinya dhabit, tidak cacat, dan sudzud (janggal). Hadis
hasan adalah hadis yang sanadnya bersambung, rawi adil dan dhabitnya kurang
sedikit, tidak cacat dan janggal. Hadis dhaif adalah hadis tidak bersambung
rawinya, tidak adil, cacat dan syudzut. Dengan kata lain, hadis sahih, hasan dan
dhaif itu dilihat dari sisi kesambungan sanad, kualitas rawi dan matan tidak
janggal.
Dilihat dari diterima dan ditolaknya suatu hadis sebagai pedoman, hadis
dibagi menjadi dua, yaitu hadis yang makbul dan hadis yang tidak makbul (hadis
yang tidak dapat dijadikan sebagai pedoman). Hadis yang makbul itu adalah hadis
sahih dan hasan. Sedangkan hadis yang tidak makbul adalah hadis dhaif.
Contoh hadis dhaif adalah sebagai berikut:

‫َأ َّو ُل َشهْ ِر َر َمضَ َان َرمْح َ ٌة َو َا ْو َس ُطـ ُه َم ْغ ِف َر ٌة َوأ ِخ ُر ُه ِعت ْـقٌ ِم َن النـَ ِار‬
Artinya: permulaan bulan Ramadhan itu rahmat, pertengahannya maghfirah
(ampunan) dan penghabisannya merupakan pembebasan dari neraka.

9
Hadis ini diriwayatkan oleh ad-Dailami dan Ibn Asakir. Rawi-rawi hadis ini
adalah Abu Hurairah, Abu Salamah, az-Zuhri, Maslamah bin al-Salt, dan Sallam bin
Sawwar. Hadis ini dinilai dhaif karena kualitas rawinya ada yang lemah, yaitu
Sallam bin Sawwar dan Maslamah. Karena ada rawi yang lemah, maka hadis ini
adalah dhaif.

‫ون اَأْلن َْص ِار ُّي‬ٍ ‫ون َأ ْخرَب َ اَن ِعيىَس ْب ُن َم ْي ُم‬ َ ‫َح َّدثَنَا َأمْح َدُ ْب ُن َم ِنيع ٍ َح َّدثَنَا يَ ِزي دُ ْب ُن َه ُار‬
‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ َأ ْع ِل ُنوا َه َذا‬ُ ‫َع ْن الْ َقامِس ِ ْب ِن ُم َح َّم ٍد َع ْن عَائِشَ َة قَال َ ْت قَا َل َر ُس‬
)‫وف (رواه الرتمذى‬ ِ ُ‫ال ِنّاَك َح َوا ْج َعلُو ُه يِف الْ َم َس ِاج ِد َوارْض ِ بُوا عَلَ ْي ِه اِب دلُّ ف‬
Sanad hadis ini terdiri dari ‘Âisyah, al-Qâsim b Muḥammad, ‘Îsâ b Maimûn al-
Anṣârî, Yazîd b Hârun dan Aḥmad b Manî‘. Hadis yang diriwayatkan melalui jalur at-Tirmizî
ini adalah hadis daif karena ada salah satu rawi dalam sanad hadis, yaitu ‘Îsâ b Maimûn al-
Anṣârîy yang dinilai oleh kritikus hadis sebagai rawi yang berderajat daif. 1

H. Komponen Hadis
1. Sanad Hadis (terdiri dari rawi dan sighat sanad)
2. Matan hadis
3. Mukharrij (rawi akhir)

I. Komponen yang diteliti


1. Sanadnya bersambung: rawi satu dengan rawi di atasnya bertemu.
2. Rawinya bersifat adil: Beragama Islam, Mukallaf, Melaksanakan ketentuan
agama Islam, Memelihara muruah
3. Rawinya dabit: hafal dengan baik matan hadis yang diriwayatkannya
4. Mampu dengan baik menyampaikan matan hadis yang dihafalnya kepada
orang lain tanpa kesalahan
5. Terhindar dari sudzudz: tidak bertentangan riwayat lain yang lebih tsiqah.
6. Terhindar dari illat: Tidak terjadi rawi yang tidak tsiqah dikatakan tsiqah, sanad
terputus dinilai bersambung.

1
Yaḥyâ b Ma‘în: ‫ ليس به بأ س‬, Abû Dâud as-Sijistanî: ‫ثقة‬, ‘Amr b al-Falas: ‫متروك الحديث‬,
al-Bukhârî: ‫ منكر الحديث‬, dan Abû Hâtim: ‫منكر الحديث‬

10
J. Penutup. Demikianlah, semoga ada manfaatnya, lebih dan kurangnya mohon
dimaafkan.

11

Anda mungkin juga menyukai