Anda di halaman 1dari 7

Pertemuan : 7 LEMBARAN KERJA 6 NILAI

Hari / Tanggal : MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN


Senin, 12 Oktober 2020 Prodi Bimbingan dan Konseling
FIP-UNIMED

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Nama Mahasiswa : Enjelita Togatorop


Dr. Naeklan Simbolon, M.Pd NIM : 1203351003

Materi : Hakekat Ilmu Pendidikan.


Indikator Capaian: Mahasiswa dapat mendeskripsikan Hakekat Ilmu Pendidikan.

HAKEKAT ILMU PENDIDIKAN


A. Hakekat Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Ada dua istilah yang hampir sama dan selalu dijumpai dalam praktek pelaksanaan
pendidikan,secara etimologi, yakni: paedagogie dan paedagogiek. Paedagogiek berasal dari bahasa
Yunani yaitu paedagogia, terdiri dari kata paedos yang artinya anak, dan agoge yang artinya
memimpin, (Purwanto.2000). Pedagogiek dapat diartikan pergaulan dengan anak-anak. Paedagogiek
atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala -gejala
perbuatan mendidik. Paedagogie artinya adalah pendidikan.
Pada hakekatnya pendidikan itu bukan membentuk, bukan menciptakan seperti yang diinginkan,
tetapi ,menolong, membantu dalam arti luas. Membantu menyadarkan anak tentang potensi yang ada
padanya, membantu mengembangkan potensi seoptimal mungkin, memberikan pengetahuan dan
keterampilan, memberikan latihan-latihan, memotivasi untuk terlibat dalam pengalaman-pengalaman
yang berguna, mengusahakan lingkungan yang serasi dan kondusif untuk belajar, mengarahkan bila
ada penyimpangan, mengolah materi pelajaran, sehingga peserta didik bernafsu untuk menguasainya,
mengusahakan alat-alat, meningkatkan intensitas proses pembelajaran.

2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan dasar utama bagi pemilihan metode, bahan atau materi pendidikan,
dan pemilihan alat-alat untuk menilai apakah pendidikan itu telah terlaksana dengan baik atau telah
berhasil. Robert F. Mager (dalam M. Ngalim Purwanto. 2000:38) menjelaskan ada 3 alasan pokok
mengapa pendidik harus memperhatikan atau merumuskan tujuan pendidikannya.
a. Dengan merumuskan tujuan pendidikan dengan jelas, maka pendidik akan dapat memilih dan
merancang bahan pembelajaran, alat, dan metode yang tepat untuk digunakan dalam pendidikan
atau pembelajaran.
b. Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh pencapaian hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam ini, perlu dilakukan asesmen untuk menilai pencapaian tujuan. Mengembangkan alat atau
tagihan yang digunakan dalam asesmen didasarkan pada perumusan tujuan.
c. Bila tujuan tidak dirumuskan, sudah tentu pendidik akan mengalami kesulitan dan bahkan tidak
akan dapat mengorganisasikan materi atau bahan pelajaran dan kegiatan-kegiatan serta usaha-
usaha peserta didik dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Penetapan metode pembelajaran
berarti juga penentuan kegiatan dan usaha yang dilakukan peserta didik dan pendidik baik secara
individual ataupun kelompok, untuk mencapai tujuan yang dirumuskan, dan pemilihan bahan
pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan tujuan dan peserta didik serta relevansinya.

Tujuan Pendidikan Nasional. Tujuan ini berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan yang
diselenggarakan oleh negara. Tujuan pendidikan nasional atau negara Indonesia tercantum dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Pendidikan bertujan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandin dan menjadi warga nagara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan Pendidikan Nasional sangat umum sesuai dengan
isinya yang sangat luas dan waktu pencapaiannyapun sangat lama, mungkin sepanjang hayat manusia
itu sendiri. Tujuan ini merupakan dasar dan pedoman bagi penyusunan kurikulum untuk semua
lemabaga pendidikan yang ada di negara Indinesia, baik persekolahan maupun keluarga dan lembaga
lainnya, dan dari jenjang Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi.
Hirarki tujuan pendidikan dapt digambarkan sebagai berikut;
Kontinum Jenis Tujuan
Sangat Umum Tujuan Pendidikan Nasional
Standar Kompetensi Lulusan
Kompetensi Inti
Kompetensi Dasar
Sangat Spesifik Indikator

3. Pilar Pendidikan
Pendidikan harus didasarkan pada cinta kasih sesama, cinta masyarakat, cinta bangsa dan negara,
sebagai modal dasra timbulnya dan berkembangnya pengabdian warga negara. UNESCO
mengemukakan bahwa pendidikan disokong empat pilar yang disebut dengan empat pilar pendidil:an
vakni: Learning to know. Learning to Do, Learning to Be, dan Learning to Live Together. Dalam
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi selama kehidupan manusia sebagai proses untuk menjadi
selalu dalam konteks pendidikan. Informasi, fakta, peristiwa, konsep. dalil, hukum dan aturan, nilai
dan norma dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan pengetahuan perlu dan sangat penting untuk
dipelajari dan diketahui. Mengetahui banyak hal secara luas dan mendalam menambah wawasan
seseorang tentang sesuatu itu.
a. Learning to know salah satu pilar untuk mengetahui banyak hal yang sangat diperlukan dalam
hidup dan kehidupan aktivitas kemampuan untuk melakukan atau mengaktualisasikan dalam
hidup manusia.
b. Learning to Do salah satu pilar pendidikan yang menekankan pada dan kehidupannya apa yang
sudah diketahuinya. Pengetahuan tanpa perbuatan sangat kurang manfaatnya atau faedahnya
dalam hidup dan kehidupan manusia.Dalam pendidikan sangat perlu diperhatikan proses
perolehan sesuatu, karena di dalamnya terwujud aktivitas yang dilakukan yang dapat membina
pembentukan kemampuan dan keterampilan melakukan sesuatu sesuai dengan hasil yang dicapai.
Learning to Do merupakan aktualisasi pengetahuan, kemampuan, dan aktualisasi diri yang
dinyatakan dalam perbuatan dalam hidup dan kehidupannya.
c. Aktualisasi diri merupakan perwujudan dari aktivitas Learning to Be. Manusia dalam hidupnya
selalu dalam proses menjadi. Hal ini mengandung makna bahwa manusia tak pernah berhenti
belajar dan belajar agar menjadi seperti dirinya sendiri jati diri). Faktor kebudayaan, agama dan
bangsa berperan penting dalam pembentukan jati diri manuisa. Dalam pendidikan sangat perlu
diperhatikan multi kultural agar individu sebagai masyarakat berkembang sesuai dengan jati
dirinya sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara dan bangsa Indonesia. Dengan
demikian pelaksanaan pendidikan sangat tepat dengan konsep pendidikan sebagai pemberdayaan
sebagaimana telah dijelaskan di atas. Seseorang perlu dibina dan dikembangkan menjadi manusia
yang memiliki visi, sadar akan realita, adanya orang lain, dan memiliki keberanian dalam hidup
serta menjalani kehidupan. Learning to Live Together merupakan pilar pendidikan mengacu pada
pembinaan dan pembentukan kemampuan untuk menghidupi kehidupan bersama dengan orang
lain.

4. Aliran-Aliran Pendidikan
Berikut ini akan dibahas tentang pendapat para ahli tentang pelsanaan pendidikan terhadap anak
yang dikemukakan dalam beberapa aliran berikut ini;
a. Nativisme
Ailran ini dipelopori oleh Schopenhauer filsuf bangsa Jerman (1788-1860), yang berpendapat
bahwa manusia lahir dengan pembawaan baik danburuk. Perkembangan manusia telah
ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir. Lingkungan tidak mempunyai
peran apa, pembawaan yang menentukan. Pertumbuhan dan perkembangan manusia telah
ditentukan oleh pembawaan, mau jadi apa kelak hanyalah menunggu waktunya saja. Menurut
kaum nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan, dengan kata lain,
pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa, merupakan pekerjaaan yang sia-sia. Sesuai dengan hal
itu maka dalam ilmu pendidikan aliran ini disebut juga sebagai Pesimisme Paedagogis.
b. Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J. J. Rousseau seorang filsuf bangsa Perancis (1712 - 1778). Beliau
berpendapat dalam bukunya Emile bahwa semua adalah baik pada waktu baru datang dari tangan
Sang Pencipta, tetapi semua menjadi buruk di tangan manusia. Semua manusia yang baru lahir
mempunyai pembawaan yang baik, tidak ada seorangpun lahir dengn pembawaan yang buruk.
Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang
diterimanya atau yang mempengaruhinya.
c. Empirisme
Aliran empirisme berpendapat berlawanan dengan penganut aliran nativisme, karena mereka
berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa sama sekali ditentukan
oleh lingkungannya. Dalam hal ini pengalaman sangat menentukan perkembangan anak. Kata
empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Tokoh aliran ini adalah John Locke
(1632 - 1704), seorang filsuf bangsa Inggris, yang berpendapat bahwa manusia lahir kedunia ini
sebagai kertas kosong, bersih, putih atau sebagai meja berlapis lilin (Tabula Rasa) yang belum
ada tulisan di atasnya. Jadi menurut John Locke manusia lahir ke dunia tanpa pembawaan.
d. Konvergensi
Tokoh aliran atau teori ini adalah William Stern, seorang ahli ilmu jiwa bangsa Jerman (1871 -
1939). Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan keduaduanya menentukan
perkembangan manusia.William Stern berpendapat bahwa aliran nativisme dan empirisme
masing-masing terlalu ekstrim kepada pengaruh bawaan atau bakat dan lingkungan atau
pendidikan. Kedua-duanya mengandung kebenaran dan juga ketidak benaran. Kenyataan
menunjukkan dan telah diakui oleh ilmu pengetahuan bahwa pembawaan dan lingkungan sama-
sama memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

5. Lingkungan Pendidikan
Yang disebut lingkungan pendidikan adalah semua lingkungan yang memberikan pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian seseorang. Ada pengaruh yang bersifat langsung, ada pula pengaruh yang bersifat
tidak langsung. Lingkungan pendidikan dapat dibagi atas lingkungan yang bersifat sosial (yang berhubungan
dengan manusia) dan ada lingkungan yang bukan manusia tetapi alam, diantaranya, keadaan geografis (daerah
perkotaan, daerah pedesaan dan pedalaman, daerah pegunungan, daerah pantai), iklim (tropis,musim hujan,
musim kemarau, daerah dingin), lapangan kehidupan (pertanian, kelautan, industri dan perdagangan), hasil-hasil
budaya, dan peninggalan sejarah. Sedangkan lingkungan manusia dapat dibagi menjadi tiga bagian yakni,
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Karenabegitu besar pengarah ketiga
lingkungan tersebut terhadap pertumbuhan dan perkembangan seseorang, maka Ki Hajar Dewantoro
menyebutnya dengan Tri Pusat Pendidikan. Selanjutnya Sartain membagi lingkungan itu menjadi tiga bagian
sebagai berikut:
a. Lingkungan alam atau luar (external or physical environment).
b. Lingkungan dalam internal environment),
c. Lingkungan social (social nvironment). Lingkungan alam dan lingkungan sosial sama seperti yang
dijelaskan di atas, sedangkan lingkungan dalam internal environment) adalah segala sesuatu yang telah
termasuk ke dalam diri individu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik.

Referensi: Purba,Edward.2016.Filsafat Pendidikan.UnimedPress.Medan

Anda mungkin juga menyukai