Oleh
Pembimbing
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Definisi.................................................................................. 2
B. Etiologi.................................................................................. 2
C. Klasifikasi............................................................................. 2
D. Patofisiologi.......................................................................... 3
E. Gambaran Klinis................................................................... 4
F. Diagnosis............................................................................... 5
G. Penatalaksanaan.................................................................... 6
H. Komplikasi............................................................................ 9
I. Prognosis............................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah salah satu panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan
keadaan lingkungan sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu trauma
yang dapat langsung mengenai mata. Salah satu trauma pada mata yang sering
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat
zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma
mata adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat yang disertai dengan
dengan segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian
pembedahan merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat darurat dan gagal
1
BAB II
TRAUMA KIMIA ASAM
A. DEFINISI
Trauma asam adalah trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia
B. ETIOLOGI
a. Asam sulfat (H2SO4) pada aki mobil dan bahan pembersih industri
c. Asam Hidroflorida (HF) efek sama dengan trauma basa, ditemukan pada
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma kimia menurut Hughes yaitu:
a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik
c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang
signifikan.
2
b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3
limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat
D. PATOFISIOLOGI
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan
lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam.Sehingga trauma pada mata yang
disebabkan olehzat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang
dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer
dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka
kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma
basa. Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein
3
epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali.
Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini
terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini
E. GAMBARAN KLINIS
Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada
epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi
trauma asam akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung
tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra.
kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata superfisial
hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga
perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam
beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani
dengan baik. Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif. Kabut
kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea.
4
Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin
buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin
dapat terjadi secara mendadak akibat dari deformasi dan pengurangan serabut
peradangan.1,5
F. DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.2,5
1. Anamnesis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri
atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa
mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar.
kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai
mata.Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan,
2. Pemeriksaan Fisik
5
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang
cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi,
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel
kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel.
Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai berupa kekeruhan kornea
yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total sehingga
menutupi gambaran bilik mata depan. Perforasi kornea sangat jarang terjadi, biasa
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan
pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada mata harus
lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan
oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula
G. PENATALAKSANAAN
sesegera mungkin. Tujuan dari terapi ini adalah menekan inflamasi, nyeri dan
6
terjadinya ulkus kornea. Tatalaksana emergensi, dapat diberikan adalah irigasi
mata.2,5,7
selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut
dapat digunakan. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal dapat digunakan
sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata
atas untuk dapat mengirigasi fornix. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi
hingga mencapai pH netral (pH=7.0) Selain itu bisa dengan medikamentosa yaitu
dengan pemberian :
sedang meliputi:5,7
7
1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau
glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis
yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih
spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan
mengurangi inflamasi.
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau
Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
meliputi:1,4
8
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih
lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis
Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan
H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari trauma kimia asam pada mata juga bergantung pada berat
ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi
9
6. Entropion
7. Phthisis bulbi
I. PROGNOSIS
Prognosis trauma kimia asam sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma asam kuat atau lemah, seberapa banyak zat asam yang terkena mata,
bagian mata mana yang terkena apakah bagian central atau perifer serta
10
BAB III
PENUTUP
mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat
pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang
muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat
dengan segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian
pembedahan merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat darurat dan gagal
11
DAFTAR PUSTAKA
2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
5. Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed.
John Wiley & Sons.
12