SOLUSIO PLASENTA
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Dhanny Pratiwi
9204100018
JAKARTA
DESEMBER / 2020
1. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
b. Fisiologi
Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu
terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum
dapat dilakukan oleh janin itu sendiri selama kehidupan intrauterin.
Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas keutuhan dan efisiensi
plasenta.
Plasenta terbentuk pada kira-kira minggu ke-8 kehamilan berasal dari
bagian konseptus yang menempel pada endometrium uteri dan tetap terikat
kuat pada endometrium sampai janin lahir. Fungsi plasenta sendiri sangat
banyak, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi
untuk tumbuh kembangnya janin, sebagai alat respirasi, sebagai alat sekresi
hasil metabolisme, sebagai barrier, sebagai sumber hormonal kehamilan.
Plasenta juga bekerja sebagai penghalang guna menghindarkan
mikroorganisme penyakit mencapai fetus. Kebanyakan obat-obatan juga
dapat menembus plasenta seperti morfin, barbiturat dan anestesi umum yang
diberikan kepada seorang ibu sewaktu melahirkan, dapat menekan
pernafasan bayi yang baru lahir.
Plasenta merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi janin
karena merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya,
berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal
lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,
agak ke atas ke arah fundusuteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan
bagian atas korpus uteri lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk
melakukan implantasi. Permukaan fetal ialah yang menghadap ke janin,
warnanya keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion, di bawah
nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal yang menghadap
dinding rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah/sekat-
sekat yang berasal dari jaringan ibu. Oleh sekat ini, plasenta dibagi menjadi
16-20 kotiledon. Pada penampang sebuah plasenta,yang masih melekat pada
dinding rahim nampak bahwa plasenta terdiri dari dua bagian yaitu bagian
yang dibentuk oleh jaringan anak dan bagian yang dibentuk oleh jaringan
ibu.
Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut piring penutup
(membranachorii), yang dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembuluh darah
janin, chorion dan villi. Bagian yang terbentuk dari jaringan ibu disebut
piring desidua atau piring basal yang terdiri dari desiduacompacta dan
sebagian dari desiduaspongiosa, yang kelak ikut lepas dengan plasenta.
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Salah
satu fungsi plasenta adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai
tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan
berkembangnya janin di dalam rahim, berupa penyaluran zat asam, asam
amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin, dan pembuangan
karbondioksida dan sampah metabolisme janin ke peredaran darah ibu.
Fungsi lain dari plasenta adalah:
a. Nutrisi: memberikan bahan makanan pada janin
b. Ekskresi: mengalirkan keluar sisa metabolisme janin
c. Respirasi: memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
d. Endokrin:menghasilkan hormon-hormon (hCG, HPL, estrogen,
progesteron, dan sebagainya)
e. Imunologi: menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
f. Farmakologi: menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin,
yang diberikan melalui ibu
g. Proteksi: barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi
akhir2 ini diragukan, karena pada kenyataannya janin sangat mudah
terpapar infeksi / intoksikasi yang dialami ibunya) (Dutton, dkk. 2011)
2. Definisi Solusio Plasenta
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal
pada korpus uteri sebelum janin lahir (Rukiyah & Yulianti, 2010).
Biasanya terjadi pada trimester 3 kehamilan, walaupun dapat pula terjadi
setiap saat dalam kehamilan. Plasenta dapat terlepas selurunya (solusio
plasenta totalis), sebagian (solusio plasenta parsialis) atau hanya sebagian
kecil pinggir plasenta (rupture sinus marginalis). Solusio plasenta adalah
terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus,
sebelum janin dilahirkan. Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta
dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia
di atas 28 minggu.
Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable,
dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau
korpus uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III. Solusio plasenta
adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir
diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage.
Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes
diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar
menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar
dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dari uterus serta
menyebabkan perdarahan yang tersembunyi.
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi (Jannah, 2011):
a. Faktor kardiorenovaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia
dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat
hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari
wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat
solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada
ibu
b. Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri
yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan
bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah kembali
mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian
rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laun
melepas plasenta dari rahim. Darah yang tekumpul dibelakang plasenta disebut
hematoma retroplasenter.
c. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain:
6. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus
yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan
akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu
hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan
plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas.
Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan
didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah
lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot
uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih
berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya
seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan
menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina; atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau
mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan
uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire,
menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti itu akan
terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan
pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam
peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-
mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat
tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karana syok dan pembekuan
intravaskuler.
Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal
mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks
ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantung dari
luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar
atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau
mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat menentukan hebatnya
gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama
sejak terjadinya Solutio plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya
komplikasinya.
Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis.
Desidua kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat
ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang paling awal
memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan
pemisahan, penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di
dekatnya. Pada tahap awal mungkin belum ada gejala klinis. Pada
beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga
menyebabkan hematom retroplasenta, yang sewaktu membesar semakin
banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang
memisah dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih
teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk
menjepit pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat
implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban
dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal,
atau mungkin tetap tertahan dalam uterus. Pada solusio plasenta, darah
dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara selaput janin dan
dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak keluar,
tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta.
Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan
tersembunyi. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi
menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di
dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena
jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.
Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu, namun dapat
juga berasal dari anak. (Nugroho, 2012)
Pathway Solusio Plasenta
7. Pemeriksaan Penunjang
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta
antara lain :
a. Anamnesis.
1) Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
2) Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-
konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-
bekuan darah yang berwarna kehitaman.
3) Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya
berhenti (anak tidak bergerak lagi).
4) Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-
kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah
yang keluar pervaginam.
5) Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi.
1) Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
2) Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
3) Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
c. Palpasi
1) Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
2) Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
3) Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
4) Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar
biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya
hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
e. Pemeriksaan Dalam
1) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
2) Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan
tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.
3) Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan,
disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta
previa.
e. Pemeriksaan Umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh
dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.
f. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan
silinder dan leukosit.
2) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match
test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan
pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula
COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen
(fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O
mg%).
g. Pemeriksaan Plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat
koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta yang disebut hematoma retroplacenter.
8. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas,usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta
berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan
segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari
perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan
pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering
tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Tekanan darah tidak
merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat
perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan
bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi
keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah
pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan
sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis
tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan
penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu
oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang
harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal
ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan
infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
Bagi kondisi perdarahan pada kehamilan tua, beberapa pengkajian
keperawatan harus dilakukan segera dan yang lainnya dapat ditunda
sampai intervensi awal telah diambil untuk menstabilkan status
kardiovaskular dari ibu hamil. Prioritas pengkajian keperawatan
adalah sebagai berikut:
1. Jumlah dan sifat perdarahan (waktu serangan, perkiraan
kehilangan darah sebelum dating ke rumah sakit, dan keterangan
tentang jaringan yang terlepas). Wanita hamil harus diajarkan
untuk menyimpan linen jika berada di rumah sakit, sehingga darah
dapat dideteksi secara akurat.
2. Sakit
a. Jenisnya: menetap, intermiten, tajam, tumpul, keras.
b. Serangan: berangsur-angsur, mendadak.
c. Lokasinya: menyeluruh pada abdomen, local.
3. Uterus. Apakah uterus terasa lembut dengan palpasi yang lembut.
4. Tanda-tanda vital ibu hamil apakah dalam rentang normal atau
terjadi hipotensi, takikardi atau keduanya. Hipertensi mungkin
apat terjadi pada awal abruption plasenta. Pemantauan kondid
janin secara elektronik dapat menentukan denyut jantung janin,
adanya percepatan, dan respon janin terhadap aktivitas uterus.
5. Kontraksi uterus: penggunaan monitor eksterna dan menentukan
frekuensi dan lamanya kontraksi. Tekanan intrauterus dapat
mengidentifikasi kontraksi hipertonik dan menungkatkan
hubungan irama istirahat dengan obruptio plasenta. Palpasi dapat
mengidentifikasi apakah uterus mengalami relaksasi antara
kontraksinya atau tidak.
6. Riwayat kehamilan (gravid, para, riwayat aborsi, dan melahirkan
bayi premature).
7. Lamanya usia kehamilan (HTHP, tinggi fundus, hubungan tinggi
fundus dengan usia kehamilan) jika terjadi perdarahan kedalam
miometrium, fundus akan membesar sesuai dengan perdarahan.
Perawat mengonservasi dan melaporkan ukuran tinggi fundus
yang akan menunjukkan bahwa perdarahan kedalam otot uterus
sedang terjadi.
8. Data laboraturium (Hb, Ht, golongan darah, pembekuan darah).
Data laboraturium diperoleh untuk mempersiapkan tranfusi darah
yang diperlukan.