Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 2

TEMA : Acara talkshow di televisi

MOSI : Aksi brutal yang ditayangkan di televisi dan Internet


membuat anak – anak mudah tergoda untuk meniru

PRO / AFIRMASI :

Acara talkshow di televisi Menurut kami, acara talkshow di televisi harus


menghadirkan tokoh yang berkompetensi dalam bidangnya dan menyesuaikan
dengan tema yang ada. Seringkali kita melihat sebuah talkshow terjadi
perdebatan yang menimbulkan "dagelan" karena tema yang diberikan tidak
sesuai dan terjadi adu kalimat yang saling tidak menghargai pendapat orang
lain.

Jika yang narasumber yang diundang adalah dua pihak yang mempunyai posisi
pro-kontra dan mempunyai indikasi potensi perdebatan yang memanas. Untuk
itu perlu diatur posisi tempat duduk yang tidak saling berdekatan. Narasumber
ketiga yang netral harus dihadirkan, dan ditempatkan di tengah. Jika tidak ada
narasumber ketiga yang netral, maka pembawa acaralah yang duduk di tengah-
tengah.

Di Amerika tempat acara talk show bermula, acara talk show yang
menghadirkan dua pihak yang pro-kontra di televisi pada awalnya juga kerap
diwarnai saling serang dan adu jotos para narasumber. Kemudian ada aturan
yang tidak tertulis untuk tidak menyediakan minuman, gelas, botol, vas bunga,
atau apapun, yang bisa dijadikan ‘senjata’ oleh para narasumber untuk saling
melukai.   

Acara talk show sebenarnya merupakan acara yang mempunyai nilai hiburan,
informatif, edukatif, dan inspiratif. Sehingga tidak heran acara talk show seperti
Oprah Winfrey Show mampu bertahan puluhan tahun disukai ratusan juta
pemirsa, tidak hanya di AS tapi juga dunia. Di Indonesia sebenarnya ada juga
acara talk show yang memenuhi keempat kriteria tersebut seperti Kick Andy
atau Big Bang Show.
Talk Show           

Bernard M.Timberg dalam buku Television Talk, A History of the TV Talk


Show(dalam Winfrey, 2006) mengungkapkan program talk show di televisi
memiliki prinsip-prinsip atau aturan-aturan. Prinsip pertama, acara tersebut
dibawakan oleh seorang host(pembawa acara) dibantu tim yang bertanggung
jawab atas materi, pengarahan,narasumber, dan bentuk acara yang akan
ditampilkan. Prinsip kedua adalah mengandung percakapan berisi pesan
(message) kepada pemirsa.

Sebagai produk kebudayaan populer, World Dictionary & Encyclopedia


mendefinisikan talk show sebagai program televisi atau radio tempat audience
berkumpul bersama untuk mendiskusikan bermacam-macam topik yang
dibawakan oleh seorang pembawa acara. Pengertian lain tentang talk show
adalah program yang mengombinasikan talk dan show, dan materi acara berupa
struktur percakapan ataustructured conversation (Rose, 1985:330). Karena
materi acara tersebut didesain sedemikian rupa, misalnya tentang tema yang
hendak disampaikan, kapan, bagaimana cara penyampaiannya. 

Acara talk show di stasiun tv di Indonesia apalagi yang bertemakan hukum,


sosial,dan politik, lebih sering menjadi ajang pokrol bambu. Seakan ada
skenario untuk saling ‘mengadu’ para narasumber yang berseberangan
pendapat. Tidak ada lagi etika dan logika dalam berbicara, masing-masing pihak
seakan merasa dirinya paling benar dengan keyakinan pihak lain seratus persen
salah. Pesan (message) kepada pemirsa tidak tampak, yang menonjol justru ‘adu
bacot’ alias adu mulut yang tidak bermakna dan hanya melahirkan kegeraman
kepada pemirsa.

Talk show yang seharusnya merupakan acara argumentasi logika untuk mencari
solusi atau kesimpulan, pun bila tidak mencapai sasaran tersebut biarlah
masyarakat pemirsa yang menilai dan menelaah pihak mana yang dianggap
mendekati kebenaran.

Jadi para narasumber harusnya sadar bahwa ada pemirsa yang menilai tingkat
intelektualitas atau tingkat ‘ketololan’ mereka dalam menyajikan logika atau
fakta.

Setiap argumentasi seharusnya dibalas dengan argumentasi pula. Setiap data


atau fakta maka seharusnya dibandingkan dengan data atau fakta lain sebagai
pembanding, dan seterusnya. Jangan argumentasi dibalas dengan caci maki atau
menyerang lawan bicara secara fisik. Orang-orang seperti ini tidak layak
menjadi narasumber talk show yang merupakan acara dialog. Sehingga orang-
orang yang mengedepankan kekerasan dan intoleransi sebagai perjuangannya,
tidak pantas menjadi narasumber talk show. Orang-orang seperti akan menjadi
‘racun’ bagi pemirsa dan masyarakat.

Untuk itu, stasiun tv harus selektif dalam memilih tema pembahasan dalam
acara talk show dan harus selektif pula dalam menghadirkan para narasumber.
Salah satu stasiun tv kita seringkali menghadirkan acara talk show yang
menurut penulis sangat sensitif untuk disiarkan secara langsung.  Misalnya
masalah Ahmadiyah atau perusakan rumah ibadah. Hal-hal seperti ini sangat
sensitif sehingga sangat riskan disiarkan secara langsung. Apalagi di acara
tersebut dihadirkan para pihak yang saling berseberangan, jangankan titik temu,
perdamaian, atau saling pengertian. Justru yang ada saling menyerang
keyakinan dan kepercayaan orang lain, bahkan tidak jarang keluar kata-kata
yang tidak pantas yang tidak tersensor karena siaran langsung. Acara tersebut
bukan malah mencari solusi tapi justru menimbulkan provokasi dan anarkhi.

Acara talk show pada dasarnya adalah ‘pertunjukkan bicara’ yang


narasumbernya berasa dari orang-orang pintar, baik secara inteletual, moral, dan
emosional. Di Indonesia seakan ada pergeseran nilai terhadap keberadaan acara
ini. Stasiun-stasiun televisi seakan berlomba menyajikan talk show yang berisi
perdebatan sengit. Semakin sengit dan panas, semakin disukai pula oleh
produser stasiun televisi tersebut.

Larangan untuk menayangkan dan mengeksploitasi perilaku banci tercantum


dalam Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) No. 670/K/KPI/VIII/08
dan Pasal 12 Peraturan KPI No. 3/2003 tentang Standar Program Siaran (SPS).
Tidak hanya itu, masyarakat mengadukan eksploitasi perilaku menyimpang
tersebut sebagai hal yang meresahkan karena tayangannya semakin banyak.

Dikutip merdeka.com dari website kpi.go.id, Rabu (24/2) "Komisi Penyiaran


Indonesia Pusat (KPI Pusat) berdasarkan wewenang, tugas dan kewajiban yang
diatur dalam Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU
Penyiaran), berwenang untuk mengawasi pelaksanaan peraturan dan Pedoman
Perilaku Penyiaran serta Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012
serta menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan masyarakat," demikian
isi edaran KPI kepada seluruh lembaga penyiaran.
Masalah ini sebenarnya kemungkinan muncul akibat :

'Adanya Oknum Yang Menekan pengelola televisi swasta'

Salah seorang pimpinan ATVSI, Suryopratomo, mengatakan uji publik KPI


bukan bertujuan untuk membangun industri pertelevisian yang baik, tetapi lebih
dilatari kepentingan politik. "Move (gerakan) politik yang sangat berbahaya,
kalau berbagai persoalan hanya didekati suara terbanyak. Dengan atas nama
demokrasi, menggunakan uji publik," kata Suryopratomo, yang juga pemimpin
redaksi Metro TV.

Disalin dari AFP Image caption Tayangan sebuah stasiun televisi swasta terkait
bencana gempa bumi di Pangandaran, Jabar, 17 Juli 2006. 

Lagipula, lanjutnya, KPI sesuai tugasnya selama ini sudah meminta masukan
dari masyarakat tentang tayangan televisi dan telah merekomendasikannya
kepada pemerintah.

Jadi, "Gunakan saja data yang ada, tidak perlu dipolitisasi... (Langkah KPI) ini
untuk menunjukkan mereka menggunakan publik untuk manuver poltik dan
menekan para pengelola televisi swasta," kata Suryopratomo kepada BBC
Indonesia.
KONTRA / OPOSISI :

Dibalik keburukan yang telah disampaikan oleh tim pro tersebut ada juga
kebaikan atau manfaat yang terkandung didalamnya salah satunya yaitu :

Makin demokratis

Lembaga kajian media dan televisi Remotivi mengatakan, keputusan KPI


menyertakan publik untuk menilai isi siaran 10 stasiun televisi swasta
merupakan langkah positif.

"Justru yang melibatkan banyak publik itu makin demokratis," kata Direktur
Remotivi, Muhammad Heychael kepada BBC Indonesia, Rabu (27/01) sore.

Disalin dari AFP Image caption Sebuah komunitas di hadapan tayangan


langsung sebuah stasiun televisi swasta, 23 November 2009.

Walaupun mekanismenya berubah, Heychael mengatakan langkah KPI itu


sesuai aturan hukum yang ada. "Karena secara filosofi maupun undang-undang,
yang namanya uji publik itu adalah proses yang namanya evaluasi dengar
pendapat," katanya.
Persoalan legalitas "uji publik" oleh KPI sejak awal digugat oleh Asosiasi
Televisi Swasta Indonesia, ATVSI, dan sejumlah politikus di Komisi I DPR.
Mereka menganggap tindakan itu ilegal karena memang tidak diatur dalam
undang-undang. Seharusnya wewenang itu, menurut ATVSI, berada di tangan
Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar uji publik terkait


perpanjangan izin stasiun televisi harus dijadikan momentum untuk
memperbaiki tayangan televisi, kata sebuah lembaga kajian media dan televisi.

Namun demikian, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia, ATVSI,


mempertanyakan motif KPI melakukan uji publik yang dianggap ilegal dan
belum jelas mekanismenya.

KPI telah mengampanyekan uji publik tersebut sejak Desember 2015. Menurut
KPI, salah satu proses evaluasi izin penyelenggaraan penyiaran dari 10 televisi
yaitu meminta pendapat publik.
 
Sepuluh stasiun televisi swasta itu adalah RCTI, SCTV, Indosiar, ANTV, MNC
TV, Trans TV, Trans7, TV One, Global TV dan Metro TV.
Bagaimanapun, semenjak KPI mengumumkan pihaknya meminta masukan
masyarakat terkait perpanjangan izin penyelenggaran penyiaran (IPP) Lembaga
penyiaran swasta (LPS) induk televisi berjaringan, telah muncul pro dan kontra
di masyarakat. Dari tanggapan Komisi Penyiaran Indonesia atas tuduhan
ATVSI dijelaskan bahwa Komisioner KPI pusat, Azimah Subagijo, mengatakan
mekanisme uji publik sudah diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2002
tentang penyiaran.

"Karena UU Penyiaran juga mengamanatkan kepada kami, yaitu pada pasal 33


ayat 3, bahwa izin (televisi swasta) disampaikan setelah mendengarkan minat,
kepentingan dan kenyamanan publik," kata Azimah saat dihubungi BBC
Indonesia melalui sambungan telepon.

Image copyright KPI Image caption KPI mengaku ada mekanisme uji publik
yang sudah diatur dalam undang-undang.

Karena itulah, lanjutnya, pihaknya meminta ATVSI dan para politikus di DPR
tidak terburu-buru menghakimi seolah-olah apa yang dilakukan KPI berdampak
negatif.
Pengamat pertelevisian, Azimah, juga secara implisit menanggapi tuduhan
bahwa pihaknya melakukan politisasi melalui uji publik, dengan mengatakan,
"Kami tidak membatasi dari segi usia, domisili, background pekerjaannya.
Kami hanya membatasi waktu memberi masukan dan identitas resmi mereka."

NETRAL

Kami dari tim netral berpendapat bahwa adanya talkshow di televisi sebaiknya
mengundang para peserta yang berkompeten dan saling menghargai pendapat
antarpeserta dan benar-benar mampu memberikan pandangan yang positif
kepada penonton mengenai suatu perrmasalahan yang menjadi bahan
perbincangan saat ini. Dan juga kami sebagai tim netral tidak berpihak ke tim
manapun , karena kami berkesimpulan bahwa acara televisi memberi contoh
buruk atau tidak , yang penting tergantung kita yang nonton. Karena itu kita
harus pandai - pandai memilih dan menyaring acara televisi yang sesuai dan
mendidik serta menambah wawasan.

Anda mungkin juga menyukai