Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius yang harus mendapat perhatian

sungguh- sungguh dari seluruh jajaran lintas sector Pemerintah baik di tingkat Pusat

maupun Daerah, serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden

of disease penyakit jiwa di Indonesia masih cukup besar Proses keperawatan pada

klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena

masalah keperawatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah

kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan oleh

berbagai hal (Erlinafsiah, 2010). Gangguan jiwa menyebabkan penderita nya tidak

sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk

mencegah mengganggu orang lain atau merusak menyakiti dirinya sendiri. Skizofrenia

hebefrenik sebagai salah satu gangguan jiwa yang bersifat kronis yang menyebabkan

terjadinya disorganisasi pikiran, perasaan dan perilaku yang pada akhirnya akan

memunculkan kesulitan dalam aktifitas sehari- harinya (Videbeck, 2008).

Skizofrenia ditanda dengan waham kerja (rasa menjadi korban atau dimata-matai)

atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadang-kadang keagamaan yang berlebih (fokus

waham agama), atau perilaku agresif dan bermusuhan (vidabeck,2008). Gejala terlihat

tak konsisten. Pasien sering kooperatif dan sulit untuk mengendalikan kerjasamanya, dan

mungkin agresif, marah, atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan

prilaku inkoheren atau disorganisasi.

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO, 2016)

menyatakan sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Menurut data

kementrian kesehatan tahun 2016 jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini

adalah 236 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6%, dari populasi dan

0,17% menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat

sebanyak 6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari jumlah itu

hanya kurang dari separuh yang bisa mendapat pelayanan yang dibutuhkan. Pada tahun

2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan

gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang

atau 6% dari jumlah penduduk indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,

seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000

penduduk (riskesdas 2013). Berdasarkan data dari dinkes kota Mojokerto tahun 2016,

menunjukkan bahwa jumlah gangguan jiwa skizofrenia mencapai 1.652 dan itu adalah

yang terbanyak dari penyakit gangguan-gangguan jiwa lainnya (Dinkes Kota Mojokerto,

2016). Berdasarkan hasil pencatatan Rekam Medik (RM) Puskesmas Wates Kota

Mojokerto pada tahun 2017 terdapat pasien rawat jalan dengan gangguan jiwa berjumlah

59 orang dengan jumlah penderita skizofrenia yaitu 59 orang, Resiko Menderita 3 orang,

dan Epilepsi 9 orang. Setelah dilakukan study pendahuluan di wilayah kerja puskesmas

wates ternyata penderita gangguan jiwa sebagian besar penyebabnya berbagai macam,

ada yang karena pengalaman yang tidak menyenangkan, trauma. Namun penyebab yang

paling banyak yaitu karena masalah ekonomi dan masalah kegagalan dalam percintaan.

Dan didapatkan juga data jumlah penderita halusinasi di wilayah kerja puskesmas wates

yaitu sejumlah 26 orang.

Halusinasi gangguan dari respon neorobiologi. Oleh karena keseluruhan, rentang

respons halusinasi mengikuti kaida rentang respons neorobiologi. Rentang respons


neorobiologi yang paling adaptis adalah adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan

social yang harmonis.

Setelah dilakukan study pendahuluan di wilayah kerja puskesmas wates ternyata

penderita gangguan jiwa sebagian besar penyebabnya berbagai macam, ada yang karena

pengalaman yang tidak menyenangkan, trauma. Namun penyebab yang paling banyak

yaitu karena masalah ekonomi dan masalah kegagalan dalam percintaan. Dan didapatkan

juga data jumlah penderita halusinasi di wilayah kerja puskesmas wates yaitu sejumlah

26 orang.

Dampak halusinansi pendengaran yaitu faktor predisposisi yang terdiri dari faktor

perkembangan, social budaya, psikologis, biologis, serta faktor genetik. Klien dengan

halusinasi pendengaran memiliki ciri – ciri bicara atau tertawa sendiri, marah – marah

tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, serta menutup telinga. Halusinasi

pendengaran dapat berdampak pada resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan

lingkungan (Nihayati,2015).

Penanganan pada klien dengan halusinasi pendengan yang dapat dilakukan berupa

asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi halusinasi pendengaran (apa

yang didengar), waktu terjadi halusinasi, frekuensi, penyebab halusinasi muncul dan

respons pasien saat halusinasi muncul dengan rencana keperawatan meliputi melatih

dengan cara menghardik halusinasi, bercakap – cakap dengan orang lain, melakukan

aktifitas yang terjadwal dan menggunakan obat secara teratur. Disini penulis

menegakkan diagnosa keperawatan yakni “ Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran”

dengan diagnosa medis Skizofrenia.

1.2 Batasan Masalah


Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada bagaiman aplikasi strategi pelaksanaan

Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Pada

Klien Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Wates, Kota Mojokerto.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana Penerapan Strategi Pelaksanaan terhadap kemampuan klien dalam

mengontrol Gangguan Presepsi Sensori: Halusinasi pendengaran di WilayahPuskesmas

Wates, Kota Mojokerto.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksakan Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

pendengaran pada klien skizofrenia.

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami Gangguan Persepsi

Sensori Halusinasi pendengaran Skizofrenia.

2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien Gangguan Persepsi Sensori

Halusinasi pendengaran Skizofrenia.

3) Menyusun perencanaan keperawatn pada klien yang mengalami Gangguan Persepsi

Sensori Halusinasi pendengaran Skizofrenia.

4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami Gangguan Persepsi

Sensori Halusinasi pendengaran Skizofrenia.

5) Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami Gangguan Persepsi Sensori

Halusinasi pendengaran Skizofrenia.

1.5 Manfaat

1.5.1 Teoritis
Mampu menjadi referensi dalam memberikan Asuhan Keperawatan yang

mengalami Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Pada Klien

Skizofrenia, sesuai dengan standart keperawatan professional dan menjadi bahan

pengembangan dalam memberikan pelayanan keperawatan professional yang

komprehensif.

1.5.2 Praktis

1. Bagi perawat

Menambah pengetahuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien

yang mengalami Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengran Pada Klien

Skizofrenia sehingga diharapkan dapat memberikan perawatan dan penanganan yang

optimal dan mengacu pada focus permasalahan yang tepat.

2. Bagi Rumah Sakit

Memberikan standart pelayanan keperawatan pada klien yang mengalami Gangguan

Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Pada Klien Skizofrenia berdasarkan proses

keperawatan yang berbasis pada konsep bio-psiko-kultural-spiritual, dan

meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan keperawatan.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan referensi atau informasi dalam pengembangan serta peningkatan

mutu dan kualitas pendidikan tentang Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan

Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Pada Klien Skizofrenia.

4. Bagi Klien

Mampu memberikan informasi mengenai penyakit Dengan Gangguan Persepsi

Sensori Halusinasi Pendengaran Pada Klien Skizofrenia, mampu menentukan fungsi

preventif / pemecahan dan fungsi perawatan kesehatan sehingga menentukan


pengambilan keputusan yang tepat terhadap penyakit Halusinasi Pendengaran Pada

Klien Skizofrenia.
Nama : Dwi Nur Laili

Nim. : 201904031

Kelas. : 2A D3 Keperawatan

TUGAS

1). a. Dari hasil analisa, menurut saya latar belakang dari Karya Tulis Ilmiah dengan judul
sudah memadai dengan ketentuan pembuatan latar belakang yang ada. Di katakan sudah
memadai, di karenakan latar belakang tersebut terdapat keadaan yang terjadi ,
menggambarkan tentang keterkaitan masalah dengan faktor sekaligus penyebabnya, serta
dampak masalah yang tidak di atasi.

1. Terdapat fenomena (pengenalan masalah)


Pengenalan masalah inidapat di temukan pada paragraf ke-1

Kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius yang harus mendapat perhatian
sungguh- sungguh dari seluruh jajaran lintas sector Pemerintah baik di tingkat Pusat
maupun Daerah, serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden
of disease penyakit jiwa di Indonesia masih cukup besar Proses keperawatan pada
klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena
masalah keperawatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah
kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan oleh
berbagai hal (Erlinafsiah, 2010).

- Paragraf 2 tidak memadai, karena masih menjelaskan tanda tanda dari


waham yang sebenarnya masuk dalam bab 2 yaitu pembahasan.

2. Terdapat Justifikasi (data yang berkaitan dengan masalah)


Data ini dapat di temukan pada paragraf 3 sampai 4
World Health Organization (WHO, 2016) menyatakan sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia,
serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Menurut data kementrian kesehatan tahun
2016 jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta orang,
dengan kategori gangguan jiwa ringan 6%, dari populasi dan 0,17% menderita
gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak
6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari jumlah itu
hanya kurang dari separuh yang bisa mendapat pelayanan yang dibutuhkan.

3. Terdapat dampak / keterkaitan antar masalah


Dampak ini di temukan pada paragraf ke- 6
Dampak halusinansi pendengaran yaitu faktor predisposisi yang terdiri dari
faktor perkembangan, social budaya, psikologis, biologis, serta faktor genetik. Klien
dengan halusinasi pendengaran memiliki ciri – ciri bicara atau tertawa sendiri, marah –
marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, serta menutup telinga.
Halusinasi pendengaran dapat berdampak pada resiko mencederai diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan (Nihayati,2015).

4. Terdapat penyebab masalah yang muncul


Penyebab masalah dapat di temukan pada paragraf ke- 5
Setelah dilakukan study pendahuluan di wilayah kerja puskesmas wates ternyata

penderita gangguan jiwa sebagian besar penyebabnya berbagai macam, ada yang karena

pengalaman yang tidak menyenangkan, trauma. Namun penyebab yang paling banyak

yaitu karena masalah ekonomi dan masalah kegagalan dalam percintaan. Dan didapatkan

juga data jumlah penderita halusinasi di wilayah kerja puskesmas wates yaitu sejumlah

26 orang.

5. Terdapat solusi untuk mengatasi masalah yang muncul


Solusi ini dapat di temukan pada paragraf ke- 7
Penanganan pada klien dengan halusinasi pendengan yang dapat dilakukan berupa
asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi halusinasi pendengaran (apa
yang didengar), waktu terjadi halusinasi, frekuensi, penyebab halusinasi muncul dan
respons pasien saat halusinasi muncul dengan rencana keperawatan meliputi melatih
dengan cara menghardik halusinasi, bercakap – cakap dengan orang lain, melakukan
aktifitas yang terjadwal dan menggunakan obat secara teratur. Disini penulis
menegakkan diagnosa keperawatan yakni “ Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran”
dengan diagnosa medis Skizofrenia.

6. Tujuan
Menurut saya Tujuan penelitian telah memadai karna penulis telah menjabarkan
tujuan dari topic yang dia angkat seperti tujuan umum dan tujuan khusus yang
telah penulis cantumkan.

7. Manfaat
Manfaat penulisan telah memadai karna penulis telah menjelaskan manfaat dari
topic yang diangkat sperti manfaat terhadap institusi pendidikan, manfaat bagi
perawat, manfaat bagi rumah sakit dan manfaat bagi masyarakat.

b. Dari hasil analisa, menurut saya rumusan masalah tersebut sudah memadai karna penulis
telah menjelaskan secara rinci dan tidak berteletele.

Bagaimana Penerapan Strategi Pelaksanaan terhadap kemampuan klien dalam mengontrol


Gangguan Presepsi Sensori: Halusinasi pendengaran di Wilayah Puskesmas Wates, Kota
Mojokerto.

Anda mungkin juga menyukai