yang paling sering terjadi pada perempuan dan merupakan penyebab kematian kedua akibat kanker pada wanita, setelah kanker Rahim (Price, 2007). Diperkirakan insiden kanker meningkat dari 1,27 juta kasus pada tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus pada tahun 2012 (WHO, 2013). Di Indonesia prevalensi penyakit kanker cukup tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalansi kanker payudara di Indonesia menduduki peringkat kedua penyebab kematian pada wanita karena kanker setelah kanker leher Rahim dengan angka kematian sebanyak 19.750 (21,5%). Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, insiden kanker payudara sebesar 40 per 100.000 perempuan dan berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit pada tahun 2010, kasus rawat inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%). Di Jawa Timur sendiri berdasarkan dari laporan STP RS (surveilans terpadu Rumah Sakit) sentinel tahun 2011 di dapatkan 898 kasus penyakit kanker payudara (rawat inap) se-Jawa Timur dan diantara nya meninggal (Dinkes jatim, 2012). Sehingga dapat di simpulkan bahwa terjadi peningkatan penderita kanker payuradara di setiap tahunnya yang sangat signifikan dengan angka kematian yang tinggi. Di era yang moderen ini, penatalaksanaan kanker payudara sudah mengalami kemajuan yang pesat. Penatalaksanaan yang di gunakan antara lain adalah Lumpectomy untuk kanker yang berukuran kecil, Partial Masectomy yang mana tindakan ini untuk mengangkat sel kanker yang berada pada jaringan tanpa menlibatkan nodul limfa, lalu total Mastectomy yang mana tindakan ini untuk mengangkan seluruh payudara, nodul limfa di bawah lengan dan lapisan yarig melindungi otot dada dan yang paling umum di gunakan adalah kemoterapi yang mana tidakan ini dengan cara penyinaran serta pemberiaan obat-obatan kemoterapi yang bertujuan untuk membunuh atau menghabisi sel kanker (Jong, (9007 Pada pasien kanker payudara umum adanya di lakukan tindakan kemoterapi jika kondisi kanker masih dalam stadium awal dan masih belum adanya indikasi untuk di lakukan tindakan pengangkatan. Kemoterapi juga biasanya akan di kolaborasikan dengaan beberapa tindakan seperti pada tindakan Lumpectomy untuk mengurangi resiko kekambuhan atau munculnya sel kanker baru. Pada umumnya penderita kanker pada stadium awal lebih memilih tidakan kemoterapi dari pada tindakan operatif di karenakan tindakan kemoterapi dianggap dapat membunuh sel kanker tanpa pasien harus kehilangan bagian tubuhnya (Taylor, 2004). Jenis kemoterapi ada berbagai macam mulai dari penyinaran, pemberian obat (oral, topical, suntik, intraperitoneal, intra arteri, dan intravenous). Tindakan kemoterapi ini juga mempunyai beberapa efek samping yang tidak kecil. Respon yang muncul pada setiap pasienpun berbeda karena setiap pasien memiliki reaksi yang berbeda terhadap pengobatan tersebut. Efek samping ini muncul di karenakan obat-obatan kemoterapi tidak bisa membedakan sel kanker yang berkembang dan sel sehat sehingga kemoterapi mempunyai berbagai efek samping yaitu kerontokan pada rambut, kehilangan nafsu makan, sesak nafas dan detak jantung yang tidak biasa akibat dari anemia, mual muntah, mimisan,: yə1o kulit kering dan terasa perih, mudah mengalami memar, gusi berdarah, sulit tidur, gairah seksual menurun, rasa lelah dan lemah sepanjang hari serta konstipasi atau diare. Meskipun kemoterapi mempunyai baeragam efek samping tetapi efek samping tersebut akan hilang setelah pengobatan selesai dan kemoterapi ini tidak menimbulkan akibat yang berbahaya bagi kesehatan (Suryaningah & Bertiani, 2009). Dalam menjalani kemoterapi, pasien kanker payudara mengekspresikan ketidak berdayaan, merasa tidak sempurna, merasa malu dengan bentuk payudaranya, ketidak bahagiaan, merasa tidak menarik lagi, perasaan kurang diterima oleh orang lain, merasa terisolasi, takut, berduka, berlama-lama di tempat tidur, ketidakmampuan fungsional, gagal memenuhi kebutuhan keluarga, kurang tidur, sulit konsentrasi, kecemasan dan depressi (Nuracman, 1999 dalam Anggraini, 2006). Mayoritas wanita yang mengalami kanker payudara cenderung akan menyalahkan dirinya. Berdasarkan penelitian diatas, yang di alami pasien kanker payudara yang mengalami kemoterapi akan mempengaruhi harga diri pasien (Puckett, 2007 dalam Hartati, 2008). Harga diri merupakan hasil penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian ini menyatakan suatu sikap yang berupa penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu itu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil dan berharga (Coopersmith, 1967 dalam Lubis, 2009). Individu yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, dan dapat menyesuaikan diri. Sebaliknya orang yang menilai dirinya negative cenderung tidak sehat, cemas, tertekan dan pesimis tentanng masa depannya dan mudah untuk gagal. Individu yang harga dirinya rendah memiliki sikap yang cenderung menolak akan dirinya dan menyalahkan dirinya sendiri. Individu yang harga dirinya tinggi cenderung menpunyai sikap yang menerima dan memiliki rasa percaya diri (Mubarak & Chayatin, 2005). Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek yang utama adalah di cintai dan menerima penghargaan dari orang lain meskipun dirinya memiliki kelemahan baik secara fisik maupun secara mental (Maslow, dalam Lubis, 2009) Pada pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi harga diri yang ada pada pasien akan cenderung menurun. Hal ini dikarenakan penurunan fungsi dari anggota tubuh dan perasaan individu yang merasa dirinya tidak lagi sempurna serta tidak dapat memenuhi perannya sebagai individu yang normal (Potter dan Perry, 2005). Sebagaimana di jelaskan bahwa kemoterapi yang melibatkan proses yang memberikan berbagai macam efek samping, sehingga pasien dengan penyakit kronis harus mempunyai strategi dan sumber dukungan untuk memanajemen penyakitnya. Dengan demikian, pasien dengan penyakit kronis harus dapat melakukan koping terhadap potensi menurunnya usia hidup serta perasaan gterisolasi, kehilangaan harga diri, dan fungsi sosialnya (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2008). Dalam hal ini keluarga mempunyai peran terpenting dalam mempertahankan harga diri pasien kanker payudara, yang mana definisi keluarga itu sendiri adalah merupakan tempat berkembangnya interaksi dan kepribadian anggotanya. (Duvall, 1997 dalam Widiyani M, 2015) mengemukakan keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan olehikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkaatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota. Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang di dalamnya tiap anggota saling mendukung. Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial yang terdiri dari dukungan emosional, dukungan penilaian atau penghargaan, dukungan informatif dan dukungan instrumental. Selain itu, dukungan keluarga dapat menjadi sumber utama pada saat kondisi sakit yang diderita pasien, baik melalui dukungan instrumental nyata seperti menyiapkan makan, pemberian obat, dan melalui dukungan emosional (Amiya, 2014). Dalam hal ini orang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Berdasarkan peneliitian (Bader, 2002) tingkat depresi pasien penyakit kronis dengan tingkat dukungan keluarga yang tinggi adalah rendah. Sementara itu, rendahnya dukungan keluarga berhubungan dengan meningkatnya akngka bunuh diri pada pasien dengan penyakit kronis (Abraham, 1971 dalam Amiya, 2014). Dalam masyarakat Asia, hubungan dukungan keluarga biasanya di tandai dengan tingginya tingkat tanggung jawab dan kewajiban, sehingga individu mungkin lebih enggan untuk membahas masalahnya secara terbuka karena khawatir akan terjadi konsekuensi negative dalam kelompok ( Suh E, 1999 dalam Amiya dkk, 2014). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 26 january 2016 di Rumah Sakit dr.Soepraoen Malang, diperoleh data terkait penderita kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi pada periode November 2015 sampai dengan January 2016 sebanyak 142 orang dan yang masih menjalani kemoterapi hingga saat ini berjumlah 30 orang pasien. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada perawat yang bertugas dipoli kemoterapi, perawat mengatakan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Rst dr. Soepraoen Malang selalu datang dengan anggota keluarganya, baik itu suami anak ataupun anggota keluargga yang lain. Akan tetapl dari pasien kanker payudara yang menjalani terapi selalu menunjukkan ekspresi yang murung dan tidak ceria. Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang "Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Harga Diri Pasien Kanker Payudara Yang Mendapatkan Kemoterapi di Rumah Sakit dr. Soepraoen Malang" penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat harga diri pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di rumah sakit Soepraoen. 1.2 Rumusan Masaalah Bagaimana hubungan antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di RS dr.Soepraoen Malang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien kanker payudara dengan yang mendapatkan kemoterapi di RS dr. Soepraoen Malang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi tingkat harga diri pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi 2. Mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap pasien kanker payudara denngan kemoterapi 3. Menganalisis korelasi antara dukungan keluarga dengan tingkat harga diri pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi UINIVERSITAS ANTIMAA 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Akademik Secara akademik penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien kanker payudara dengan kemoterapi di Rumah sakit dr. Soepraoen Malang. Bagi institusi pendidikan keperawatan khususnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk matakuliah keperawatan jiwa. 1.4.2 Bagi praktisi keperawatan Dapat memberikan informasi kepada praktisi kesehatan khususnya perawat mengenai hubungan dukungan keluarga dengan tingkat harga diri pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi sehingga dapat dijadikan referensii dalam pemberian intervensi kepada keluarga pasien kangker payudara sehingga dapat membantu menaikkan harga diri pasien.