THE EFFECT OF UDDER WASH WATER TEMPERATURE AND TEAT DIPPING ON THE
NUMBER OF PRODUCT, QUALITY AND SOMATIC CELL IN MILK OF FRIESIAN
HOLSTEIN GRADE COW
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencelupan puting dan suhu pencucian
ambing terhadap kuantitas, kualitas dan jumlah sel somatik susu sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH)
di koperasi susu SAE Pujon, Malang. Sejumlah 16 sapi PFH laktasi digunakan dalam penelitian yang
dibagi dalam 4 perlakuan: P0 (suhu 19-22°C, tanpa dipping), P1 (suhu 19-22°C dengan dipping setelah
pemerahan), P2 (suhu 37°C dengan dipping sesudah pemerahan), dan P3 (suhu 37°C dengan dipping
sebelum dan sesudah pemerahan). Kualitas suhu yang meliputi protein, lemak, padatan tanpa lemak
(solid non fat), padatan, densitas dan kadar laktosa dianalisis menggunakan alat “lactoscan”, uji
mikroorganisme dengan uji reduktase. Pengujian jumlah sel somatic dengan metode pembibitan (breed)
dan jumlah produksi susu dihitung pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dipping
dapat meningkatkan nilai reduktase sampai dengan 7,3 jam dan menurunkan angka somatic sel. Suhu
pencucian ambing pada 37°C mempengaruhi produksi susu tetapi tidak berpengaruh pada kualitas susu.
ABSTRACT
This study aimed to investigate the effect of teat dipping on the number of microorganisms based
on reductase test and somatic cell, as well as determine the effect udder wash water temperature
(temperature of 19-22 °C and 37 °C) on the quality of milk components and quantity of milk production in
cows PFH located in KOP SAE Pujon. Sixteen PFH lactation cows were used to test the milk quality with
4 treatments: P0 (temperature 19-22°C, without teat dipping), P1 (temperature 19-22°C with teat dipping
after milking), P2 (temperature 37°C with teat dipping after milking) and P3 (temperature 37°C with teat
dipping before and after milking). The quality of the milk consists of protein, fat, SNF, solid, density and
lactose were analyzed by Lactoscan, microbial test using reductase test, a test of counting the number of
somatic cells by the method of breeds, and the amount of production was measured in the morning and
afternoon. The results indicated the teat dipping able to increase the time up to 7.3 hours reductase and
decrease the number of somatic cell. Water temperature 37°C affected the milk production, but no effect
to the milk quality.
__________________________________
* Korespondensi (corresponding author):
Telp. +62 341 553513
E-mail: happypinky_girl@yahoo.co.id
11
Happy Aprillia Mahardika et al. Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing dan Teat Dipping
12
Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 11-20, Februari 2016 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X
Waktu (time) P0 P1 P2 P3
Minggu 1 (1 week) 5,6 4,2 5,7 4,7
Minggu 2 (2 week) 6,3 7 5,8 6,1
Minggu 3 (3 week) 5,8 6 7 7,3
P0: suhu 19-22°C, tanpa dipping (temperature 19-22°C, without teat dipping).
P1: suhu 19-22°C dengan dipping setelah pemerahan (temperature 19-22°C with teat dipping after milking).
P2: suhu 37°C dengan dipping sesudah pemerahan (temperature 37°C with teat dipping after milking).
P3: suhu 37°C dengan dipping sebelum dan sesudah pemerahan) (temperature 37°C with teat dipping before and after
milking).
sesuai dengan pernyataan Utami et al. desinfektan jenis lain. Affandi et al. (2009)
(2014). menyatakan bahwa povidone iodine
Perbedaan kualitas susu dengan uji merupakan bahan yang sering digunakan
reduktase disebabkan adanya perlakukan sebagai antiseptik, karena dapat mengurangi
pencelupan puting, pencelupan puting populasi bakteri hingga 85%.
sebelum pemerahan dapat mengurangi Sel somatik. Sel somatik susu
cemaran mikroorganisme saat pencucian merupakan indikasi adanya infeksi mastitis
ambing dengan air bersih, kontak ambing pada sapi FH. Pemeriksaan mastitis
dengan bakteri yang berasal dari udara dan dilakukan dengan California Mastitis Test
kandang, hal ini sesuai dengan penelitian (CMT) sehingga di dapat skor mastitis. Skor
Suriyasathaporn dan Chupia (2011) yang mastitis di lapang rerata adalah mastitis
melakukan teat dipping sebelum pemerahan subklinis tingkat 1 (+) yaitu dengan tanda
dapat mengurangi 3,5 kali jumlah timbulnya masa yang mengental. Sesuai
mikroorganisme pada susu. Gilson (2015) dengan pendapat Surjowardojo (2012)
menyatakan bahwa pencelupan puting bahwa apabila terjadi reaksi antara reagen
sebelum pemerahan bertujuan untuk CMT dan susu yang terinfeksi mastitis, maka
memastikan kebersihan ambing saat akan pada paddle akan terlihat susu berubah
diperah yaitu dengan membunuh warna menjadi ungu. Sampel susu
mikroorganisme yang melekat pada ambing. dikumpulkan dan dibawa ke laboratorium dan
Pemilihan bahan yang digunakan dilakukan pengujian sel somatik dengan
sebagai desinfektan adalah Streptocid metode Breed. Hasil uji sel somatik disajikan
dengan komposisi povidone iodine 2%. Hal pada Tabel 3.
ini sesuai dengan pendapat Sugiri dan Anri Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat
(2014) bahwa desinfektan yang paling efektif penurunan jumlah sel somatik pada P3, P2
adalah iodine dengan konsentrasi 0,5-2%, dan P1, sedangkan kenaikan jumlah sel
desinfektan tersebut lebih efektif dibanding somatik terjadi pada P0. Sesuai pendapat
Benzalkonium chloroide dan iodine dengan Adriani (2010) bahwa semakin tinggi jumlah
konsentrasi 1%. Iodine mampu membunuh sel somatik susu maka semakin tinggi skor
bakteri secara cepat jika dibanding dengan mastitis. Perbedaan jumlah sel somatik
13
Happy Aprillia Mahardika et al. Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing dan Teat Dipping
disebabkan adanya perlakukan pencelupan atas standar SNI yaitu 3%. Lemak susu hasil
puting pada P3, P2 dan P1, sedangkan P0 penelitian tersaji pada Tabel 4.
tidak melakukan pencelupan puting sehingga Tabel 4 menunjukkan bahwa
memungkinkan adanya peningkatan mastitis penurunan kadar lemak sangat signifikan
dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih terjadi pada P0 yaitu sebesar 1,0075%,
tinggi, hal ini terbukti adanya peningkatan sedangkan penurun kadar lemak signifikan
jumlah sel somatik pada P0 dari 84,875 pada P3 sebesar 0,18% dan P1 sebesar
menjadi 85,675 sel per 0,01 ml. Sesuai 0,27%. Berbeda dengan P2 yang mengalami
dengan penelitian Kurniawan et al. (2013) kenaikan kadar lemak secara signifikan yaitu
bahwa pencelupan puting dengan antiseptik 0,18%. Penurunan dan kenaikan kadar
mampu mengurangi skor mastitis dari rerata lemak tidak dipengaruhi oleh suhu air
0,6 menjadi 0,15. Fungsi dari pencelupan pencucian ambing, melainkan disebabkan
puting adalah dapat menurunkan dan pakan terutama hijauan. Ace dan
menekan jumlah sel somatik, sehingga Wahyuningsih (2010) menyebutkan bahwa
kejadian mastitis dapat ditekan. Nickerson pakan secara signifikan dipengaruhi pakan.
(2013) menyatakan bahwa mencelupkan Mutamimah et al. (2013) menyatakan bahwa
puting di akhir pemerahan sangat efektif kadar lemak dipengaruhi oleh asam asetat
untuk mencegah infeksi baru yang yang berasal dari hijauan, sedangkan
disebabkan oleh mikroorganisme penyebab prekursor asam asetat berasal dari serat
mastitis yang menular seperti kasar yang difermentasi dalam rumen
Staphylococcus aureus dan Streptococcus sehingga berubah menjadi VFA yang terdiri
agalactiae. dari asetat, butirat dan propionat. Asam
Jumlah sel somatik dalam susu sangat asetat yang kemudian masuk dalam sel-sel
berkorelasi dengan kondisi ambing (Rajcevic sekresi ambing dan menjadi lemak susu
et al. 2003). Sharma et al. (2011) (Musnandar, 2011).
menyatakan bahwa sel somatik adalah sel Selain itu lemak susu pada P0
epitel yang disekresi oleh kelenjar ambing dipengaruhi adanya mastitis yang tertera
yang terinfeksi atau cidera, sel somatik terdiri pada Tabel 2. Sesuai dengan pendapat
dari 75% leokosit (neutrofil, makrofag, Surjowardojo (2012) pada saat mikro-
limfosit, eritrosit) dan 25% sel epitel. Sel organisme masuk sampai ke mukosa
darah putih berfungsi sebagai pertahanan kelenjar, tubuh bereaksi menghasilkan
untuk melawan infeksi dan membantu dalam leokosit sehingga menyebabkan perubahan
perbaikan jaringan. Selama mastitis susu yang ada di kelenjar ambing menjadi
berlangsung jumlah sel somatik meningkat rusak, oleh karena adanya radang maka
karena masuknya neotrofil ke dalam kelenjar komponen susu berkurang termasuk pada
ambing untuk melawan infeksi, sehingga lemak susu, sehingga dapat dikatakan
jumlah sel somatik pada susu dapat dijadikan bahwa semakin tinggi tingkat mastitis maka
sebagai penentu kualitas susu (Ruegg dan semakin rendah kadar lemak susu.
Pantoja, 2013). Protein. Pengujian kadar protein
menggunakan Lactoscan menghasilkan
Pengaruh suhu air pencucian ambing rerata diatas SNI susu segar yaitu minimal
terhadap kualitas komponen susu 2.8%. Hasil uji kadar protein disajikan pada
Lemak. Pengujian kadar lemak susu Tabel 5.
pada susu sapi hasil penelitian meng- Tabel 5 menunjukkan bahwa pada P0
gunakan Lactoscan menghasilkan rerata di dan P3 terjadi penurunan kadar protein
14
Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 11-20, Februari 2016 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X
Sebelum perlakuan (%) (before treatment (%)) Sesudah perlakuan (%) (after treatment (%))
P0 4.6725 3.665
P1 4.6025 4.3325
P2 4.5475 4.735
P3 4.205 4.025
P0: suhu 19-22°C, tanpa dipping (temperature 19-22°C, without teat dipping).
P1: suhu 19-22°C dengan dipping setelah pemerahan (temperature 19-22°C with teat dipping after milking).
P2: suhu 37°C dengan dipping sesudah pemerahan (temperature 37°C with teat dipping after milking).
P3: suhu 37°C dengan dipping sebelum dan sesudah pemerahan) (temperature 37°C with teat dipping before and after
milking).
Sebelum perlakuan (%) (before treatment (%)) Sesudah perlakuan (%) (after treatment (%))
P0 3.0575 3.0525
P1 3.03 3.04
P2 3.09 3.135
P3 2.995 2.9625
P0: suhu 19-22°C, tanpa dipping (temperature 19-22°C, without teat dipping).
P1: suhu 19-22°C dengan dipping setelah pemerahan (temperature 19-22°C with teat dipping after milking).
P2: suhu 37°C dengan dipping sesudah pemerahan (temperature 37°C with teat dipping after milking).
P3: suhu 37°C dengan dipping sebelum dan sesudah pemerahan) (temperature 37°C with teat dipping before and after
milking).
sebesar 0,005% dan 0,035%, tetapi P1 dan terbalik dengan kadar lemak susu, sehingga
P2 terjadi kenaikan kadar protein, sebesar semakin tinggi kadar lemak susu semakin
0,01 dan 0,045%. Namun baik kenaikan dan rendah berat jenis susu. Berdasarkan
penurunan kadar protein tidak signifikan. peneltian yang dilakukan Utami et al. (2014)
Hasil pada akhir perlakuan tidak dipengaruhi menyebutkan bahwa konsentrat mem-
oleh suhu air pencucian ambing. Perubahan pengaruhi berat jenis susu, semakin banyak
kadar protein dsebabkan adanya pemberian konsentrat yang diberikan maka berat jenis
ransum pakan yang tidak stabil. Sagitarini et susu semakin meningkat, karena konsentrat
al. (2013) menyatakan bahwa kadar protein merupakan bahan pakan yang memiliki
susu dipengaruhi oleh konsentrat, karena kandungan nutrisi yang lengkap sehingga
nutrisi dalam hijauan belum mencukupi dapat mempengaruhi besarnya kandungan
kebutuhan nutrisi tubuh ternak. Selain itu bahan padat dalam susu.
kadar protein dipengaruhi oleh bulan laktasi, Laktosa. Laktosa terdiri dari dua
semakin bertambah bulan laktasi, semakin macam gula sederhana yaitu glukosa dan
tinggi kadar protein. galaktosa. Adanya laktosa pada susu
Berat jenis. Berat jenis susu adalah menyebabkan susu mempunyai rasa manis.
angka perbandingan antara berat dan Hasil pengujian kadar laktosa menggunakan
volume susu (Mardalena, 2008), Lactoscan tersaji pada Tabel 7.
Berdasarkan uji kualitas susu dengan Tabel 7 menunjukkan terdapat
Lactoscan didapatkan berat jenis susu yang kenaikan kadar laktosa pada P0, P1 dan P2
tersaji pada Tabel 6. berturut-turut sebesar 0.0072%, 0,0325%
Tabel 6 menunjukkan pada P0, P1, P2 dan 0,0525%, sedangkan pada P3 terjadi
terjadi kenaikan berat jenis sebesar 0,45, penurunan kadar laktosa sebesar 0,0475%.
0,41 dan 0,24 sedangkan P3 berat jenis Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
turun sebesar 0,31. Namun dari semua ada pengaruh suhu air pencucian ambing
perlakuan, berat jenis susu di lapang masih terhadap kadar laktosa susu. Hal ini
memenuhi standar mutu susu segar yaitu disebabkan bahwa kandungan laktosa
1,027. Hasil penelitian dengan suhu air dipengaruhi oleh pakan yang diberikan pada
pencucian ambing dengan suhu 37°C tidak sapi perah. Diperkuat dengan penelitian
berpengaruh terhadap berat jenis susu. Yusuf (2010) mengenai pemberian daun katu
Mardalena (2008) menyebutkan bahwa berat pada sapi menyebabkan meningkatnya
jenis susu dipengaruhi oleh kadar lemak dan mikroba rumen yang memproduksi VFA yang
bahan kering, berat jenis susu berbanding terdiri dari asam asetat, propionate dan asam
15
Happy Aprillia Mahardika et al. Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing dan Teat Dipping
Sebelum perlakuan (%) (before treatment (%)) Sesudah perlakuan (%) (after treatment (%))
P0 4.32 4.3275
P1 4.2725 4.305
P2 4.38 4.4325
P3 4.2475 4.2
P0: suhu 19-22°C, tanpa dipping (temperature 19-22°C, without teat dipping).
P1: suhu 19-22°C dengan dipping setelah pemerahan (temperature 19-22°C with teat dipping after milking).
P2: suhu 37°C dengan dipping sesudah pemerahan (temperature 37°C with teat dipping after milking).
P3: suhu 37°C dengan dipping sebelum dan sesudah pemerahan) (temperature 37°C with teat dipping before and after
milking).
Sebelum perlakuan (%) (before treatment (%)) Sesudah perlakuan (%) (after treatment (%))
P0 0.8225 0.77
P1 0.7775 0.775
P2 0.79 0.7825
P3 0.785 0.755
P0: suhu 19-22°C, tanpa dipping (temperature 19-22°C, without teat dipping).
P1: suhu 19-22°C dengan dipping setelah pemerahan (temperature 19-22°C with teat dipping after milking).
P2: suhu 37°C dengan dipping sesudah pemerahan (temperature 37°C with teat dipping after milking).
P3: suhu 37°C dengan dipping sebelum dan sesudah pemerahan) (temperature 37°C with teat dipping before and after
milking).
16
Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 11-20, Februari 2016 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X
Sebelum perlakuan (%) (before treatment (%)) Sesudah perlakuan (%) (after treatment (%))
P0 8.19 8.185
P1 8.1 8.155
P2 8.295 8.4025
P3 8.045 7.96
P0: suhu 19-22°C, tanpa dipping (temperature 19-22°C, without teat dipping).
P1: suhu 19-22°C dengan dipping setelah pemerahan (temperature 19-22°C with teat dipping after milking).
P2: suhu 37°C dengan dipping sesudah pemerahan (temperature 37°C with teat dipping after milking).
P3: suhu 37°C dengan dipping sebelum dan sesudah pemerahan) (temperature 37°C with teat dipping before and after
milking).
penurunan, dan sehingga dalam setiap liter yaitu ditunjukkan dengan tingginya kadar
produksi susu akan dihasilkan jumlah zat-zat SNF.
nutrisi susu yang lebih sedkit, hal ini
diperjelas dengan terjadinya penurunan yang Pengaruh suhu air pencucian ambing
nyata terhadap kadar lemak dan casein susu terhadap jumlah produksi susu
(Aryogi et al., 2001). Berdasarkan penghitungan jumlah
Solid non fat. Solid non fat (SNF) produksi yang dilakukan pada pagi dan sore
terdiri laktosa, protein, mineral dan vitamin. hari diperoleh rerata seperti yang disajikan
Berdasarkan hasil uji susu menggunakan pada Tabel 10 dan 11.
Lactoscan diperoleh data yang tersaji pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pada
Tabel 9. P0 tidak mengalami perubahan pada jumlah
Tabel 9 menunjukkan bahwa pada P0 produksi susu, sedangkan pada P1 terdapat
dan P3 terjadi penurunan SNF sebesar 0,005 peningkatan jumlah produksi susu yang tidak
dan 0,085% sedangkan P1 dan P2 terjadi signifikan sebesar 4%. Pada P2 dan P3
kenaikan SNF sebesar 0,055% dan terdapat peningkatan secara sangat
0,1075%. Kadar SNF tertinggi diperoleh dari signifikan yaitu sebesar 8,9% dan 12%.
perlakuan 2 dan terendah pada perlakuan 3 Sedangkan pada Tabel 11 menunjukkan
namun masih masuk kategori standar mutu bahwa setiap perlakuan mengalami
susu segar yaitu minimal 7,8%. Perubahan peningkatan, P0 meningkat 0,8%, P1
SNF tersebut tidak dipengaruhi oleh meningkat 0,4%, P2 meningkat 12,6% dan
perlakuan, namun SNF dipengaruhi oleh P3 meningkat sebesar 22,6%. Dari hasil
berat jenis susu, semakin tinggi berat jenis penghitungan terdapat peningkatan yang
susu maka SNF juga semakin tinggi. Telah sangat signifikan pada P2 dan P3 yaitu
disebutkan bahwa berat jenis susu dengan melakukan pencucian ambing
dipengaruhi oleh pemberian konsentrat. dengan suhu 37°C, karena secara teori
Selain itu SNF dapat dipengaruhi teknologi dengan menggunakan air bersuhu 37°C
pengolahan pakan, Aryogi et al. (2001) dapat merangsang keluarnya susu dari
menyebutkan bahwa dengan penerapan kelenjar susu secara cepat (Suheri, 2010),
teknologi defaunasi ransum dapat selain itu dengan suhu tersebut membuat
meningkatkan BJ susu dari 1,026 menjadi sapi merasa nyaman, hal ini terlihat pada
1,027 karena ternak mampu memproduksi tingkah laku ternak yang tenang saat ambing
bahan-bahan penyusun susu lebih banyak dicuci dengan air bersuhu 37°C sehingga
17
Happy Aprillia Mahardika et al. Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing dan Teat Dipping
susu yang dikeluarkan lebih maksimal. Pujiati Adriani. 2010. Penggunaan sel somatic count
dan Indrianto (2009) menyatakan bahwa (SCC), jumlah bakteri dan californa
melakukan pencucian ambing dengan air mastitis test (CMT) untuk deteksi
hangat lebih berfungsi untuk merangsang mastitis pada kambing. Jurnal Ilmiah
keluarnya hormone oksitosin dalam produksi Ilmu-ilmu Peternakan XIII: 229-234.
susu. Adriani, L. dan A. Mushawwir. 2010. Kadar
Faktor lain yang mempengaruhi Glukosa Darah, Laktosa dan Produksi
produksi susu yaitu kemampuan kelenjar Susu Sapi Perah pada Berbagai
ambing sebagai pabrik biologis untuk Tingkat Suplementasi Mineral Makro.
menghasilkan susu, untuk mewujudkan Fakultas Peternakan, Universitas
kemampuan ini maka keberadaan jumlah Padjajaran, Bandung.
dan potensi sel-sel epitel kelenjar ambing Affandy A., F. Andrini, dan S. Lesmana.
sangat menentukan, sehingga jumlah sel 2009. Penentuan hambat minimal dan
epitel di dalam kelenjar ambing yang konsentrasi bunuh minimal larutan
semakin banyak secara normal dapat povidon iodium 10% terhadap
meningkatkan produktifitas jumlah susu Staphylococcus aureus Resisten
(Ramelan, 2001). Keadaan sel ambing juga Metisilin (MRSA) dan Staphylococcus
dapat dipengaruhi adanya mastitis, karena aureus Sensitif Metisilin. Jurnal Ilmu
adanya kerusakan pada sel ambing sehingga Kedokteran 3: 14-19.
dapat menurunkan produksi susu karena Aryogi, Yusran, Umiyasih, Rasyid, Affandhy,
adanya peningkatan jumlah sel somatik susu dan Arianto. 2001. Pengaruh
sehingga pembuatan komponen susu lebih Teknologi Defaunasi Pada Ransum
sedikit (Surjowardojo, 2012). Terhadap Produktifitas Ternak Sapi
Perah Rakyat. Instalasi Penelitian dan
Kesimpulan Pengkajian Teknologi Pertanian Grati
Pasuruan dan Wonocolo, Surabaya.
Teat dipping mampu memperlama Gilson, W. D. 2015. Question dan answer
waktu reduktase susu dan menurunkan about pre-dipping.
angka sel somatik. Suhu air pencucian http://www.ads.uga.edu/documents/qu
ambing 37°C tidak mempengaruhi komponen estionsandanswersaboutpre-
susu, namun dapat mempengaruhi jumlah dippping.pdf. Diakses 11 Januari 2016.
produksi susu. Kentjonowaty, I., P. Trisunuwati, T.
Susilawaty, dan P. Surjowardojo.
Ucapan Terima Kasih 2014. Evaluasi Profil Hormon
Oxytocin, Kualitas dan Kuantitas
Penulis mengucapkan terima kasih Produksi Susu Sapi Perah pada Lama
kepada Jeky M. Sui, S.Si yang telah Mammae Hand Massage dari
membantu dalam analisis data. Berbagai Metode Pemerahan.
Fakultas Peternakan, Universitas
Daftar Pustaka Brawijaya, Malang.
18
Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 11-20, Februari 2016 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X
19
Happy Aprillia Mahardika et al. Pengaruh Suhu Air Pencucian Ambing dan Teat Dipping
Widaningrum, S. Usmiati, dan Abubakar. Yusuf, R. 2010. Kandungan protein susu sapi
2006. Penerapan HACCP pada perah friesian holstein akibat
prosesmpemerahan susu sapi di pemberian pakan yang mengandung
tingkat peternakan (Kasus koperasi tepung katu (Sauropus androgynus (L)
usu Sarwa Mukti Kecamatan Cisarua (Merr) yang berbeda. Jurnal Teknologi
Kabupaten Bandung 2005). Prosiding Pertanian 6: 1-6.
Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner, Bogor 5-6
September 2006.
20