Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KIMIA PANGAN

“PEMERIKSAAN KARBOHIDRAT SECARA


KUALITATIF MAUPUN KUANTITATIF”

DOSEN PENGAJAR : SITI MAS'ODAH, S.Pd,M.Gizi

DISUSUN OLEH :
HERLINA AFRIYANI
(P07131220017)

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA TINGKAT 1

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap makanan mempunyai kandungan gizi yang berbeda, salah satunya adalah
karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber tenaga yang kita dapatkan sehari-hari.
Karbohidrat menyediakan kebutuhan dasar yang diperlukan tubuh makhluk hidup.
Monosakarida, khususnya glukosa, merupakan nutrien utama sel. Selain sebagai sumber
energi, karbohidrat juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam basa di dalam
tubuh, berperan penting dalam proses metabolisme dalam tubuh, dan pembentuk struktur
sel dengan mengikat protein dan lemak.
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan
makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh,
karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang
berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan
protein (Winarno, 2002).
Konsep karbohidrat merupakan konsep yang sangat penting karena berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari dan termasuk konsep nyata. Namun konsep ini bisa
menjadi abstrak jika peserta didik kurang mengaitkan antara materi di kelas dengan
kehidupan sehari-hari sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memahami materi
meskipun karbohidrat hampir setiap saat dijumpai oleh peserta didik (Dumgair, 2013:3-
4).

B. Rumusan Masalah
1. Ada berapa metode pemeriksaan karbohidrat secara kualitatif maupun kuantitaif ?
2. Bagaimana prinsip, cara kerja, perhitungan, pemeriksaan karbohidrat baik secara
kualitatif maupun kuantitatif ?
3. Apa saja kegunaannya ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Uji Kualitatif
1. Uji Molisch
Uji ini untuk semua jenis karbohidrat. Monosakarida, disakarida, dan
polisakarida akan memberikan hasil positif. Uji positif jika timbul cincin merah
ungu yang merupakan kondensasi antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan
a-naftol dalam pereaksi molish.
a. Prinsip
Prinsip reaksi ini adalah dehidrasi senyawa karbohidrat oleh asam sulfat
pekat. Dehidrasi heksosa menghasilkan senyawa hidroksi metil furfural,
sedangkan dehidrasi pentosa menghasilkan senyawa fulfural. Uji positif jika
timbul cincin merah ungu yang merupakan kondensasi antara furfural atau
hidroksimetil furfural dengan a-naftol dalam pereaksi molish. Uji molisch
adalah uji kimia kualitatif untuk mengetahui adanya karbohidrat. Uji ini untuk
semua jenis karbohidrat. Mono-, di-, dan polisakarida akan memberikan hasil
positif.
b. Cara Kerja
1) 15 tetes larutan uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2) 3 tetes pereaksi Molisch ditambahkan dan dicampur dengan baik.
3) Tabung reaksi dimiringkan lalu dialirkan dengan hati-hati 1 mL H 2SO4
pekat melalui dinding tabung agar tidak tercampur.
4) Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna ungu pada
batas antara kedua lapisan.

2. Uji Benedict
Uji Benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat)
pereduksi (yang memiliki gugus aldehid atau keton bebas). Gula pereduksi meliputi
semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa, glukosa dan
maltosa. Uji benedict berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh gugus aldehid atau
keton bebas dalam suasana alkalis, biasanya ditambahkan zat pengompleks seperti
sitrat atau tatrat untuk mencegah terjadinya pengendapan CuCO3. Uji positif ditandai
dengan terbentuknya endapan merah bata, kadang disertai dengan larutan yang
berwarna hijau, merah, atau orange.
a. Prinsip
Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan mereduksi
2+
ion Cu dalam suasana alkalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O
berwarna merah bata.
b. Cara kerja
1) Alat dan bahan disiapkan.
2) 3 tetes sampel(dalam bentuk larutan) dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang masih kering dan bersih.
3) 2 mL pereaksi Benedict ditambahkan, kemudian dikocok.
4) Dimasukkan kedalam penangas air selama 5 menit. Amati perubahan
warna endapannya.
5) Pembentukan warna endapan hijau, kuning, atau merah menunjukan reaksi
positif karbohidrat.

3. Uji Seliwanoff
Uji Seliwanoff bertujuan untuk mengeahui adanya ketosa (karbohidrat yang
mengandung gugus keton). Pada pereaksi seliwanoff, terjadi perubahan oleh HCl
panas menjadi asam levulinat dan 4hidroksilmetilfurfural. Jika dipanaskan
karbohidrat yang mengandung gugus keton akan menghasikan warna merah pada
larutannya. Disakarida sukrosa yang mudah dihidrolisa menjadi glukosa dan
fruktosa memberi reaksi positif dengan uji Seliwanoff. Glukosa dan karbohdrat lain
dalam jumlah banyak dapat juga memberi warna yang sama.
a. Prinsip
Dehidrasi fruktosa oleh HCl pekat menghasilkan hodroksimetilfurfural
dan dengan penambahan resorsinol akan mengalami kondensasi membentuk
senyawa kompleks berwarna merah oranye.
b. Cara kerja
1) 5 tetes larutan uji dan 15 tetes pereaksi Seliwanoff dimasukkan ke dalam
tabung reaksi.
2) Tabung dididihkan di atas api kecil selama 30 detik atau dalam penangas air
mendidih selama 1 menit.
3) Hasil positif ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna merah orange.

4. Uji Barfoed
Uji ini untuk membedakan monosakarida dan disakarida dengan jalan
mengontrol kondisi-kondisi percobaan, seperti pH dan waktu pemanasan. Pada
analisa ini, karbohidrat direduksi pada suasana asam. Disakarida juga akan
memberikan hasil positif bila didihkan cukup lama hingga terjadi hidrolisis.
a. Prinsip
Ion Cu2+ (dari pereaksi Barfoed) dalam suasana asam akan direduksi lebih
cepat oleh gula reduksi monosakarida daripada disakarida dan menghasilkan
endapan Cu2O berwarna merah bata.
b. Cara kerja
1) 1 mL larutan uji karbohidrat dimasukkan kedalam tabung reaksi yang masih
kering dan bersih.
2) 1 mL pereaksi Barfoed ditambahkan, kemudian dikocok.
3) Tabung dimasukkan kedalam penangas air selama 3 menit.
4) Dinginkan dalam air mengalir.
5) Bila tidak terjadi reduksi selama 5 menit, lakukan pemanasan selama 15
menit sampai terlihat adanya reduksi.

5. Uji Osazon
Untuk membedakan bermacam-macam karbohidrat dari gambar kristalnya.
a. Prinsip
Suatu aldosa atau ketosa dengan fenil hidrazin akan membentuk Kristal
osazon. Kristal osazon yang terbentuk khas sesuai dengan jenisnya.
b. Cara kerja
1) 2 mL larutan uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2) Seujung spatel fenilhidrazin-hidroklorida dan kristal natrium asetat
ditambahkan ke dalam tabung.
3) Tabung dipanaskan dalam penangas air mendidih selama beberapa menit.
4) Didinginkan perlahan dibawah air keran.
5) Perhatikan kristal yang terbentuk dan diidentifikasi dibawah mikroskop.
6. Uji Tollens
Uji ini untuk positif terhadap karbohidrat pentosa yang membedakannya
dengan heksosa. Aldehida dapat mereduksi pereaksi Tollens sehingga membebaskan
unsur perak (Ag). Pereaksi tollens, pengoksidasi ringan yang digunakan dalam uji
ini, adalah larutan basa dari perak nitrat. Larutannya jernih dan tidak berwarna.
Untuk mencegah pengendapan ion perak sebagi oksida pada suhu tinggi, maka
ditambahkan beberapa tetes larutan amonia. Amonia membentuk kompleks larut air
dengan ion perak.
a. Prinsip
Aldehid dioksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia
Tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positf ditandai dengan terbentuknya
cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi.
b. Cara kerja
1) Masukkan beberapa tetes larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi
yang telah diisi 2 mL pereaksi Tollens.
2) Masukan kedalam penangas air selama 1 menit. Perhatikan perubahan
warna yang terjadi.
3) Hasil dicatat.

7. Hidrolisa Sukrosa
Mengidentifikasi hasil hidrolisis sukrosa
a. Prinsip
Sukrosa dalam HCl dalam keadaan panas akan terhidrolisis, lalu
menghasilkan fruktosa dan glukosa. Hal ini menyebabkan uji Benedict dan
Seliwanoff yang sebelumnya hidrolisis menghasilkan hasil negative menjadi
positif. Uji Barfoed menjadi positif pula dan menunjukkan bahwa hidrolisis
sukrosa menghasilkan monosakarida.
b. Cara kerja
1) Isi tabung reaksi dengan 5 mL larutan uji sukrosa.
2) Tambahkan 1 mL HCl 10%.
3) Masukan kedalam penangas air selama 15 menit.
4) Dinginkan perlahan-lahan, kemudian netralkan.
5) Tes hidrolisa dengan pereaksi Benedict, Seliwanoff dan Barfoed.
6) Catat hasil dan buatlah kesimpulannya.
8. Uji Bial
Uji bial untuk menguji adanya gula pentose. Pemanasan pentose dengan HCl
pekat akan menghasilkan furfural yang berkondensasi dengan orcinol dan ion feri.
Hasil pemanasan akan menghasilkan warna biru hijau yang menunjukkan adanya
gula pentosa.
a. Prinsip
Dehidrasi pentosa oleh HCl pekat menghasilkan furfural dengan
penambahan orsinol (3.5-dihidroksi toluena) akan berkondesasi membentuk
senyawa kompleks berwarna biru.
b. Cara kerja
1) 5 tetes larutan uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2) 10 tetes peraksi Bial dan 2 tetes HCl pekat ditambahkan.
3) Campurlah dengan baik, lalu dipanaskan di atas api kecil sampai timbul
gelembung-gelembung gas dipermukaan larutan.
4) Perhatikan warna atau endapan yang terbentuk. Terbentuknya warna biru
menunjukan adanya pentose.

9. Uji Iodium
Uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Uji iod juga dapat
membedakan amilum dengan nitrogen. Reaksi antara polisakarida dengan iodin
membentuk rantai poliiodida. Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks
(melingkar), sehingga dapat berikatan dengan iodin, sedangkan karbohidrat berantai
pendek seperti disakarida dan monosakaraida tidak membentuk struktur heliks
sehingga tidak dapat berikatan dengan iodin.
a. Prinsip
Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk kompleks
adsorpsi berwarna yang spesifik. Amilum atau pati dengan iodium
menghasilkan warna biru , dekstrin menghasilkan warna merah anggur,
sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodium
membentuk warna cokelat.
b. Cara kerja
1) 3 tetes larutan uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2) Ditambahkan 2 tetes larutan iodium.
3) Diamati perubahan warna yang terjadi.

10. Hidrolisa Pati


Mengidentifikasi hasil hidrolisis amilum (pati).
a. Prinsip
Pati dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidrolisis menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hasil hidrolisis dapat diuji dengan
iodium dan menghasilkan warna biru sampai tidak berwarna. Hasil akhir
hidrolisis ditegaskan dengan uji Benedict.
b. Cara kerja
1) 5 mL amilum 1% dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 2,5 mL HCl 2 N.
2) Campurlah dengan baik, lalu dimasukkan ke dalam penangas air mendidih.
3) Setelah 3 menit, ujilah dengan iodium dengan mengambil 2 tetes larutan
ditambah 2 tetes iodium dalam porselin tetes. Catatlah perubahan warna
yang terjadi.
4) Lakukan uji iodium setiap 3 menit sampai hasil berwarna kuning pucat.
5) Lanjutkan hidrolisis selama 5 menit lagi.
6) Setelah didinginkan, diambil 2 mL larutan hasil hidrolisis, lalu netralkan
dengan NaOH 2%. Uji dengan kertas lakmus.
7) Kemudian ujilah dengan Benedict.
8) Simpulkan apa yang dihasilkan hidrolisis pati.

11. Uji Asam Musat


Dilakukan untuk membedakan antara glukosa dan galaktosa.
a. Prinsip
Larutan uji dicampurkan dengan HNO3 pekat kemudian dipanaskan.
Karbohidrat dengan asam nitrat pekat akan menghasilkan asam yang dapat larut.
Namun, laktosa dan galaktosa menghasilkan asam musat yang dapat larut.
b. Cara kerja
1) 10 tetes larutan uji dan 2 tetes HNO3 pekat dimasukkan di dalam tabung
reaksi.
2) Selanjutnya dipanaskan dalam penangas air mendidih sampai volumenya
kira-kira tinggal 2-3 tetes.
3) Lalu didinginkan perlahan-lahan, dan perhatikan terbentuknya kristal-kristal
keras seperti pasir.
4) Selanjutnya diamati di bawah mikroskop.

B. Uji Kuantitatif
1. Analisis total gula (Metode Anthrone)
Gula dapat bereaksi dengan sejumlah pereaksi menghasilkan warna spesifik.
Intensitas warna dipengaruhi oleh konsentrasi gula. Intensitas warna yang terbentuk
diukur dengan spektofotometer. Pereaksi Anthrone (9,10-dihidro-9-oksoantrasena)
0,1% dalam asam sulfat pekat. Pereaksi Anthrone bereaksii dengan karbohidrat
dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan. Intensitas
absorbansnya diukur pada λ=630nm. Metode ini digunakan untuk analisis total gula
bahan padat atau cair.
a. Prinsip
Prinsip dasar dari metode anthrone adalah senyawa anthrone akan
bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat
menghasilkan warna biru kehijauan yang khas. Senyawa anthrone (9,10dihydro-
9- oxanthracene) merupakan hasil reduksi anthraquinone.
b. Cara kerja
1) Pembuatan kurva standar :
a) Kedalam tabung reaksi bertutup, pipet larutan glukosa standar
sebanyak 0,2;0,4;0,6;0,8; dan 1,0 ml (glukosa standar 0,2 mg/ml), lalu
encerkan sehingga total volume masing-masing tabung 1,0 ml.
b) Buat larutan blanko dengan cara memipet 1 ml air destilata ke dalam
tabung reaksi lain.
c) Tambahkan pereaksi 5 ml Anthrone dengan cepat ke dalam larutan
glukosa standard an blanko kemudian tutup. Voertex dan kocok hingga
merata.
d) Panaskan tabung reaksi di atas penangas air 100 oC selama 12 menit.
Dinginkan
e) Pindahkan larutan ke dalam kuvet dan baca absorbans dengan UV-Vis
spektrofotometer pada 630 nm.
f) Buat plot kurva yaitu konsentrasi (g) glukosa standar pada sumbu x dan
nilai absorbans pada sumbu y.
2) Analisis contoh :
a) Lakukan pengenceran contoh
b) Masukkan sebanyak 1ml contoh kedalam tabung reaksi tertutup
c) Lakukan tahap seperti pada pembuatan kurva standar
3) Perhitungan
Perhitungan metode ini adalah dengan menentukan konsentrasi gula
dalam contoh mengguanakan kurva standar (hubungan antara konsentrasi
gula standar dengan absorbans) dan memperhitunkan pengenceran yang
dilakukan. Rumusnya dapat ditulis sebagai berikut.
Total gula (%) = ((GxFP)/W)x100
Dimana:
G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (gram)

2. Analisis total gula (Metode Fenol)


Metode ini digunakan untuk menetapkan total gula semua bahan pangan.
Sebelumnya contoh harus disiapkan seperti pada persiapan contoh untuk analisis
gula.
a. Prinsip
Gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya dapat
bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna oranye
kekuningan yang stabil.
b. Prosedur
1) Pembuatan kurva standar :
a) Ambil sebanyak 2ml larutan pada beberapa konsentrasi
b) Tambahkan 1ml larutan fenol (5%), lakukan vortex
c) Tambahakan 5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cepat secara tegak
lurus kepermukaan cairan
d) Diamkan selama 10 menit, vorteks, dan tempatkan dalam penangas air
selama 15 menit. Ukur absorbansnya pada 490nm untuk hekstosa
sedangkan untuk pentosa dan asam uronat 480 nm.
e) Buat plot kurva standar. Lalu tentukan persamaan regresi linier.
2) Analisis contoh
a) Lakukan pengenceran contoh
b) Masukkan 2ml contoh ke dalam tabung reaksi dan lakukan tahap
seperti pada pembuatan kurva standar.
3) Perhitungan
Perhitungan menggunakan metode fenol adalah konsentrasi gula
dalam contoh ditentukan dengan menggunakan kurva standar (hubungan
antara konsentrasi gula standar dengan absorbans) dan memperhitungkan
pengenceran yang dilakukan. Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai
berikut.
Total gula (%) = ((GxFP)/W)x100
Dimana:
G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (gram)

3. Analisis gula reduksi (Metode Lane-Eynon)


Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya
berdasarkan pada kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Analisis gula
pereduksi dengan metode Lane-Eynon dilakukan secara volumetri dengan
titrasi/titrimetri. Metode ini digunakan untuk penentuan gula pereduksi dalam bahan
padat atau cair seperti laktosa, glukosa, fruktosa, maltosa.
a. Prinsip
Metode Lane-Eynon didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi Fehling oleh
gula-gula pereduksi. Penetapan gula pereduksi dengan melakukan pengukuran
volume larutan gula pereduksi standar yang dibuthkan untuk mereduksi pereaksi
tembaga (II) basa menjadi tembaga (II) oksida (Cu2O). Udara yang
mempengaruhi reaksi dikeluarkan dari campuran reaktan dengan cara
mendidihkan laruta selama titrasi. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen
blue yang warnanya akan hilang karena kelebihan gula pereduksi di atas jumlah
yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga
b. Prosedur
1) Standarisasi larutan fehling :
a) Masukkan 10 ml laruta campuran Fehling A dan B kedalam erlenmeyer
dan tambah 2-4 tetes metilen blue 0,2%.
b) Kemudian lakukan tahapan seperti pada analisis contoh.
2) Analisis contoh :
a) Campurkan larutan fehling A dan B dengan volume yang sama
b) Pipet 10 ml larutan dari hasil persiapan contoh kedalam erlemeyer
c) Tambahkan kedalam erlenmeyer 10 ml larutan campuran fehling A dan
B serta 2-4 tetes metilen blu 0,2 %.
d) Panaskan campura larutan di atas hot plate magnetic stirrer
e) Setelah mendidih, lakukan titrasi sengan larutan gula standart sampai
warna biru hilang
f) Titrasi dilakukan dengan cepat, maka perlu ditambahkan larutan
glukosa standar dengan volume tertentu.
3) Perhitungan
Gula pereduksi (%) = [(V0-Vs)xGxTsxFx100]/(TxW)
Dimana:
Vo = volume larutan glukosa standar untuk titrasi larutan Fehling (ml)
Vs = volume larutan glukosa standar untuk titrasi contoh (ml)
G = konsentrasi larutan glukosa standar (g/ml)
Ts = volume contoh total dari persiapan contoh (ml)
T = volume contoh yang diperlukan untuk titrasi (ml)
W = berat contoh (g)
F = faktor pengenceran

4. Analisis Gula Reduksi (Nelson-Somogyi)


Metode ini digunakan unttuk mengetahui kadal gula pereduksi dalam sampel.
a. Prinsip
Metode Nelson-Somogyi didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi tembaga
sulfat oleh gula-gula pereduksi. Gula pereduksi mereduksi pereaksi tembaga (II)
basa menjadi tembaga (I) oksida (Cu2O). Cu2O ini bersama dengan
arsenomolibdat membentuk senyawa komplek berwarna. Intensitas warna
menunjukkan banyaknya gula pereduksi dengan pengujian menggunakan λ=520
nm.
b. Prosedur Kerja
1) Pembuatan kurva standar
a) Siapkan 6 tabung reaksi masing masing diisi dengan 0; 0,2; 0,4; 0,6;
0,8 dan 1 ml larutan glukosa standar.
b) Tambahkan aquadest dalam tiap tiap tabung tersebut sehingga volume
untuk tiap-tiap tabung mencapai 1 ml.
c) Tambahkan 1 ml reagensia Nelson pada tiap-tiap tabung dan panaskan
dalam air mendidih selama 20 menit.
d) Dinginkan semua tabung dengan cara direndam dalam air dingin
hingga suhu mencapai 250C.
e) Tambahkan 1 ml reagen Arsenomolibdat pada tiap-tiap tabung, kocok
homogen sampai semua endapan kuprooksida larut semua.
f) Tambahkan 7 ml aquadest,kocok homogen.
g) Tera absorbansinya pada λ 540 nm dengan spektrofotometer.
h) Buat kurva standar hubungan antara absorbansi dan konsentrasi.
i) Tentukan persamaan kurva standarnya.
2) Penentuan kadar gula reduksi sampel:
a) Ambil 1 ml larutan sampel jernih, lakukan prosedur yang sama dengan
pembuatan kurva standar mulai dari no. 3 – 7.
b) Tentukan kadar gula reduksi sampel dengan menggunakan persamaan
kurva standar.
3) Perhitungan
Perhitungan dalam metode ini adalah kandungan gula pereduksi
dalam contoh ditentukan dengan menggunakan kurva standar (hubungan
antara konsentrasi gula standar dengan absorbans) dan memperhitungkan
pengenceran yang dilakukan. Apabila kandungan gula pereduksi diketahui,
maka kandungan gula non-pereduksi dapat ditentukan sebagai selisih antara
kadar total gula dengan kadar gula pereduksi.
Total gula = gula pereduksi + gula non-reduksi
5. Analisis Total Pati, Amilosa, Amilopektin
Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara
volumetrik/titrimetri atau kolorimetri. Penentuan total pati adalah dengan cara
menghidrolisis pati secara sempurna menjadi glukosa. Hidrolisis pati menjadi gula
dapat terjadi saat ada perlakuan asam yaitu memecah ikatan glikosidik yang
menghubungkan antar glukosa. Dapat juga terjadi secara enzimatis (enzim α-amilase
dan glukoamilase) yang memecah molekul-molekul amilosa dan amilopektinn
menjadi gula sederhana.
Kandungan glukosa dapat ditentukan menggunakan metode penetapan gula
seperti metode Anthrone, metode fenol, metode Lane-Eynon, metode Nelson-
Somogyi. Kandungan pati ditentukan menggunakan fakor pengali (0,9). Sehingga
kandungan pati adalah kandungan glukosa x 0,9. Dapat ditentukan untuk analisis
kadar pati pada contoh padat atau cair.
a. Prosedur kerja
1) Persiapan sampel
a) Masukkan sebanyak 2 – 5 g contoh padat atau cair ke dalam gelas
(untuk contoh padat perlu dihaluskan dahulu).
b) Tambahkan ke dalam gelas piala sebanyak 50 ml alkohol 80%. Aduk
selama 1 jam.
c) Saring suspensi yang terbentuk dengan kertas saring dan cuci dengan
air sampai volume filtrat 250 ml (filtrat ini mengandung karbohidrat
yang larut dan dibuang).
d) Untuk menghilangakn lemak, cuci pati yang terdapat sebagai residu
dengan 10 ml eter (sebanyak 5 kali). Saring setiap pencucian dengan
kertas saring. Biarkan menguap eter yang tersisa dalam residu.
e) Cuci lagi residu dengan 150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih
lanjut karbohidrat yang terlarut.
f) Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam gelas
piala dengan cara pencucian dengan 200 ml air. Tambahkan 20 ml HCl
25%.
g) Tutup suspensi residu di dalam gelas piala dengan pendinginan balik
(kondensor).
h) Setelah didinginkan, netralkan larutan yang terbentuk dengan larutan
NaOH 45% dan masukkan ke dalam labu takar 500 ml secara
kuantitatif.
i) Tepatkan larutan sampai tanda tera dengan menggunakan air destilat.
j) Saring kembali larutan dengan menggunakan kertas saring.
2) Pembuatan kurva standar
a) Timbang sebanyak 40 mg amilosa murni dan masukkan ke dalam
tabung reaksi.
b) Tambahkan ke dalam tabung reaksi 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH
1N.
c) Panaskan tabung reaksi di dalam air mendidih sekitar 10 menit sampai
semua amilosa membentuk gel.
d) Setelah didinginkan, pindahkan campuran secara kuantitatif ke dalam
labu takar 100ml dan tepatkan dengan air sampai tanda tera.
e) Pipet gel amilosa (beberapa seri konsentrasi) ke dalam labu takar
100ml.
f) Tambahkan ke dalam masing – masing labu takar asam asetat 1N,
kemudian tambahkan masing – masing 2 ml larutan iod.
g) Tepatkan larutan iod dengan air hingga tanda tera.
h) Setelah didiamkan selama 20 menit, ukur absorbans dari intensitas
warna biru dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
i) Buat kurva standar sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x)
dengan absorbans (sumbu y).
3) Analisis contoh :
a) Gunakan contoh tepung yang mengandung pati (apabila contoh
mengandung komponen lain maka pati perlu diekstrak dahulu).
b) Timbang sebanyak 100mg contoh dan masukkan ke dalam tabung
reaksi.
c) Tambahkan ke dalam tabung reaksi 1ml etanol 95% dan 9ml NaOH 1
N.
d) Panaskan tabung reaksi selama 10 menit untuk menggelatinisasi pati.
e) Setelah didinginkan, masukkan pasta pati ke dalam labu takar 100ml
dan tepatkan hingga tanda tera dengan menggunakan air.
f) Pipet larutan pati tersebut dan dimasukkan ke dalam labu takar 100ml,
lalu ditambahkan asam asetat 1N, 2 ml larutan iod, dan air hingga tanda
tera.
g) Setelah didiamkan selama 20 menit, ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada 625 nm.
4) Perhitungan
Kandungan amilosa ditentukan berdasarkan kemampuan amilosa untuk
bereaksi dengan senyawa iod yang menghasilkan kompleks berwarna biru.
Intensitas warna biru tergantung pada kadar amilosa dan dapat ditentukan
secara spektofotometri. Kandungan amilopektin ditentukan sebagai selisih
antara kandungan pati dengan amilosa.
Pati = amilosa + amilopektin
Perhitungan dalam menentukan berat pati dalam contoh diperoleh
dengan mengalikan berat glukosa dengan 0,9. Angka 0,9 adalah faktor
konversi untuk pembentukan glukosa dari hidrolisa pati. Perhitungan
kadar amilosa ditentukan dengan menggunakan kurva standar, dengan
menggunakan rumus:
Kadar amilosa (%) = (CxVxFPx100)/W
Dimana :
C = konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml)
V = volume akhir contog (ml)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (mg)
Kadar amilopektin (%) = Kadar pati (%) – Kadar amilosa (%)

6. Analisis Karbohidrat Yang Tidak Dapat Dicerna


Analisis Karbohidrat Yang Tidak Dapat Dicerna yaitu meliputi Analisis serat
kasar (crude fiber) dan analisis serat makanan (dietary fiber).Serat kasar ditentukan
dari residu setelah contoh diperlakukan dengan asam dan basa kuat. Serat makanan
ditentukan berdasarkan kadar acid detergent fiber (ADF) dan neutral detergen fiber
(NDF). ADF itu sendiri terdiri dari sebagian besar selulosa dan lignin, dan sebagian
kecil hemiselulosa dan substansi pektat sehingga umumnya dianggap sebagai
selulosa dan lignin. NDF terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Penetapan
lignin yaitu dengan metode klason. Sedangkan penetapan substansi pekat dengan
metode spektrifotometer. Kadar hemiselulosa diperoleh dengan menghitung selisih
kadar NDF dengan kadar ADF. Kadar selulosa diperoleh dengan menghitung selisih
kadar ADF dan kadar Lignin. Total serat makanan dihitung dengan menjumlahkan
kadar NDF dengan kadar substansi pektat. Serat kasar yaitu residu dari bahan
makanan yang telah diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih. Terdiri dari
selulosa, sedikit lignin dan pentose.
a. Prosedur Kerja
 Giling contoh sampai halus sehingga dapat melewati saringan berdiameter 1
mm. Bila contoh tidak dapat dihaluskan, maka digiling hingga homogen.
 Timbang sebanyak 2 gram contoh dan ekstrak lemaknya dengan
menggunakan soxhlet dengan pelarut petrolium eter.
 Pindahkan contoh yang sudah bebas lemak secara kuantitatif ke dalam
erlenmeyer. Tambahkan 0,5 g asbes yang telah dipijarkan dan 2 tetes zat
anti buih.
 Tambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 200 mL larutan H2SO4
mendidih.
 Letakkan erlenmeyer di dalam pendingin balik.
 Didihkan contoh di dalam erlenmeyer selama 30 menit dengan sesekali
digoyang-goyangkan.
 Setelah selese saring suspensi dengan kertas saring.
 Cuci residu yang tertinggal dengan air mendidih. Pencucian dilakukan
hingga air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus).
 Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer
kembali.
 Cuci kembali sisa residu di kertas saring dengan 200 mL larutan NaOH
mendidih sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer.
 Didihkan kembali contoh selama 30 menit dengan pendingin balik sambil
sesekali digoyang-goyangkan.
 Saring kembali contoh melalui kertas saring yang diketahui beratnya sambil
dicuci dengan K2SO4 10%.
 Cuci residu di kertas saring dengan air mendidih kemudian dengan alkohol
95%.
 Keringkan kertas saring dalam oven 1100C sampai 1-2 jam.
 Setelah didinginkan dalam desikator, timbang conto.
 Hitung berat residu serat kasar dengan menghitung selisih antara berat
contoh dan kertas saring dengan berat kertas saring.
b. Perhitungan
Kadar serat kasar (g/100 g contoh) = [(W2-W1)/W]/x100
Dimana:
W2 = berat residu kertas saring yang telah dikeringkan (g)
W1 = berat kertas aring
W = berat contoh yang dianalisis.
7. Metode Luff Schoorl
Pada penentuan gula cara Luff-Schrool yang ditentukan bukannya
kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kupri oksida dalam
larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah
direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan
titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel
ekuivalen dengan kupro oksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah
gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan. Reaksi yang terjadi selama
penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kupri oksida yang ada dalam reagen
akan membebaskan iod dari garam kalium iodida. Banyaknya iod yang
dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kupri oksida. Banyaknya iod dapat
diketahui dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Untuk mengetahui
bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan
berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar
perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum
diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya
titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan tabel yang
sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Natrium
tiosulfat dengan banyaknya gula reduksi.
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula metode Luff schoorl dapat
dituliskan sebagai berikut;
R-COH + CuO ⟶ Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO ⟶ CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI ⟶ CuI2 + K2SO4
2CuI2 ⟶ Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 ⟶ Na2S4O6 +NaI
I2 + amilum ⟶ biru

a. Alat dan Bahan

Alat :

 Alat reflux
 Hot plate
 Buret
 Klem & statif
 Erlenmeyer
 Beaker Glass
 Batang Pengaduk
 Pipet volume
 Bola hisap
 Pipet Tetes
 Labu ukur
 Corong gelas

Bahan :

 Sampel Madu
 Larutan luff schoorl
 KI 20 %
 Natrium tiosulfat 0,1 N
 Indikator amilum 1 %,
 Al(OH)2
 H2SO4 10%
 KIO3
 Amylum
 HCl
 NaOH
 Kertas Saring
 Aquades

b. Metode Analisa
a) Penetapan Gula Reduksi (Luff Schoorl)
1) Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan 1 gram atau bahan cair
sebanyak 1 ml tergantung kadar gula reduksinya, dan pindahkan
kedalam labu takar 100ml, tambahkan 50 ml aquades. Tambahakan
bubur Al (OH). Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes
demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan
pengeruhan lagi. Kemudian tambahakan aquades sampai tanda dan
disaring.
2) Filtrat ditampung dalam labu takar 250 ml.
3) Ambil 15 ml fitrat yang diperkirakan mengandung 15- 60 mg gula
reduksi dan tambahkan 15 ml larutan Luff Schoorl dalam
Erlenmayer.
4) Dibuat perlakuan blanko yaitu 15 ml larutan Luff-Schoorl dengan
15 ml aquades.
5) Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmayer
dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan.
Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan
dipertahankan selama 10 menit.
6) Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan tambahkan 15ml KI 20%
dan dengan hati-hati tambahakan 10 ml H2SO4 15%.

Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1


N memakai indikator pati sebanyak 2 – 3 ml. Untuk memperjelas
perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan
pada saat titrasi hampir berakhir.
Perhitungan :
Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh
kadar gula reduksi dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan
tabel 1.
b) Penentuan sakarosa (Methoda Luff Schoorl )
1) Ambilah 50 ml filtrat dari larutan (penentuan gula reduksi methoda
luff schoorl), masukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambah
dengan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30% (berat jenis 1,15).
Panaskan di atas penangas air pada suhu 67-70°C selama 10 menit.
Kemudian didinginkan cepat-cepat sampai sushu 20°C. Netralkan
dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu
sehingga 25 ml larutan mengandung 15-60 mg gula reduksi.
2) Diambil 15ml larutan dan masukkan kedalam erlenmayer,
ditambahkan 15ml larutan Luff-Schoorl. Dibuat pula percobaan
blanko yaitu 15 ml larutan Luff-Schoorl ditambah 15ml aquades.
3) Setelah ditambah beberapa butiran batu didih, Erlenmayer
dihubungkan dengan pendingin bali, kemudian dididihkan.
Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan
dipertahankan selama 10 menit.
4) Kemudian cepat-cepat didinginkan. Tambahkan 15 ml KI 20% dan
dengan hati-hati tambahkan 10 ml H2SO4 15%.

Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1


N memakai indikator pati sebanyak 2-3 ml. Untuk memperjelas
perubahan warna pada akhir titrasi sebaiknya pati ditambahkan pada
saat titrasi hampir berkhir.
Perhitungan :
Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh,
kadar gula reduksi setelah inversi ( setelah dihidrolisa dengan HCl
30%) dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan tabel 1.
Selisih kadar gula reduksi sesudah inversi dengan sebelum inversi
( penentuan gula reduksi 2.3) dikalikan 0,95 merupakan kadar gula
sukrosa dalam bahan.

c. Prosedur Kerja
a) Preparasi Sampel
1 g sampel masukkan labu 100 ml + 50ml aquadest

+ Al(OH)3 sampai tidak terjadi kekeruhan add 100

ambil 5 ml filtrat dan encerkan pada 250 ml

b) Penetapan Kadar Gula Reduksi Sebelum Inversi

- Masukkan 15 ml filtrat dan 15 ml Luff Schoorl dalam labu dasar bulat,


+ batu didih
- Larutan Blanko : 15 ml aquades + 15 ml Luff Schoorl

Refluk sampai mendidih 10 menit,


dinginkan larutan dengan cepat

Masukkan dalam erlenmeyer

+ 15 ml KI 20% dan 10 ml H2SO4 15%


+ indikator amylum

Titrasi dengan Na2S2O3 sampai TAT (putih susu),


Lakukan hal yang sama pada blanko
c) Preparasi Sampel Setelah Inversi

Ambil 50 ml filtrat dari larutan

+ 25 ml aquades + 15 ml HCl 0,1N, panaskan 10 menit.

Netralkan dengan 15 ml NaOH 0,1N


add 100 ml

d) Penetapan Kadar Gula Reduksi Setelah Inversi

- Masukkan 15 ml filtrat dan 15 ml Luff Schoorl dalam labu dasar bulat,


+ batu didih.
- Larutan Blanko :15 ml aquades + 15 ml Luff Schoorl, dalam labu dasar bulat,
+ batu didih.

Refluk sampai mendidih 10 menit,


dinginkan larutan dengan cepat

Masukkan dalam erlenmeyer

+ 15 ml KI 20% dan 10 ml H2SO4 15%


+ indikator amylum

Titrasi dengan Na2S2O3 sampai TAT (putih susu),


Lakukan hal yang sama pada blanko

Rumus :
V = ml blanko – ml sampel (kadar gula reduksi dilihat pada tabel)
% Gula Sebelum Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg))
x 100%

V = ml blanko – ml sampel (kadar gula reduksi dilihat pada tabel)


% Gula Setelah Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel Uji
(mg)) x 100%

Kadar Sakarosa = (% Gula Setelah Inversi – % Gula Sebelum Inversi) x


0,95

Keterangan :
Bubur aluminium hidroksida (Al(OH)3, tawas)
Larutan tawas dalam air (1:20), masukkan ke dalam ammonia 10 % (1
bagian tawas :1,1 bagian amonia 10%). Endapan yang diperoleh dibiarkan
mengendap, cairan yang terdapat di atasnya dituang. Endapan ditambah
air, diaduk, dibiarkan, kemuadian cairan dibuang lagi. Pekerjaan ini
diulang kembali sampai cairannya tidak bereaksi basis. Endapannya
disimpan sebagai pasta.

Larutan luff schrool


25 g CuSO4.5H2O sejauh mungkin bebas besi, dilarutkan dalam 100 ml
air, 50 g asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml air dan 388 g soda murni
(Na2CO3.10 H2O) dilarutkan dalam 300-400 ml air mendidih. Larutan
asam sitratnya dituangkan dalam larutan soda sambil digojog hati-hati,
selanjutnya ditambahkan larutan CuSO4, sesudah dingin ditambah air
sampai 1 liter. Bila terjadi kekeruhan, didiamkan kemudian disaring.

Larutan 0,1 N Na2S2O3


Untuk menyiapkan larutan 0,1 N Na2S2O3 timbanglah 25 g Na2S2O3.5H2O,
pindahkan ke dalm labu ukur 1 liter dan tambahkan 0,3 g Na 2CO3 dan
encerkan dengan aquades sampai tanda. Larutan ini disimpan tertutup
untuk distandardisasi dan dipakai.
- Timbanglah 140-150 mg kalium-yodat (KIO3 BM =214,016, berat
ekivalen 35,67) dan pindahkan ke dalam labu erlenmenyer 300 ml.
Larutkan dengan aquades secukupnya. Tambahkan kurangan lebih 2 g KI
(padat atau sebagai larutan 10-20%). Buatlah tiga kali ulangan
- Tambahkan 10 ml 2 N HCl peringatan : titrasi haru segera dilakukan
setelah penambahan HCl.
- Titrasilah larutan yodat ini dengan larutan Na2S2O3 (dalam buret) yang
akan distandardisasi sampai warna berubah dari merah bata menjadi
kuning pucat.
- Kemudian tambahkan 1-2 ml larutan pati dan lanjutkan titrasi sampai
warna biru hilang.
- Hitunglah normalitas larutan Na2S2O3 dari hasil rata-rata tiga kali ulangan.
Larutan pati
10 g pati yang dapat larut dicampur dengan 10 mg Hgl dan 30 ml aquades,
ditambahkan pada 1 liter aquades yang sedang mendidih.
d. Perhitungan Bahan
Na2S2O3 0,1N 250 mL ⟶ 6,2042 g
KIO3 0,1N 50 mL ⟶ 0,1783 g
Perhitungan Bahan Tertimbang
Na2S2O3 6,2056 g 250 mL
mol = massa/Mr
mol = (6,2056 g)/(248,17 g/mol)
mol = 0,025005 mol

M = mol/(V(L))
M = (0,025005 mol)/0,25L
= 0,1002 M

N = M x val
N = 0,1002 M x 1
= 0,1002 N

KIO3 0,1802 g 50 mL
mol = massa/Mr
mol = (0,1802 g)/(214 g/mol)
mol = 0,000842 mol

M = mol/(V(L))
M = (0,000842 mol)/0,05L
= 0,01684 M

N = M x val
N = 0,01684 M x 6
= 0,10104 N

e. Hasil Pengamatan
a) Pembakuan Na2S2O3 oleh KIO3

No Volume Awal Volume Akhir Titrasi Volume Titrasi


. Titrasi
1. 0 ml 5 ml 5 ml
2. 5 ml 10 ml 5 ml
3. 10,15 ml 15,1 ml 4,95 ml
Volume Rata-rata Titrasi 5 ml

b) Penentuan Kadar Gula

Volume Titrasi Sebelum Inversi 18 ml


Volume Titrasi Setelah Inversi 18,2 ml
Volume Titrasi Blanko 18,55 ml

c) Perhitungan
Pembakuan

Ʃ grek Na2S2O3 = Ʃ grek KIO3


N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 5ml = 0,10104 N . 5ml
0,10104 N .5 ml
N1 =
5 ml
N1 = 0,10104 N
Sebelum Inversi
V = ml blanko – ml sampel
= 18,55 ml – 18 ml
= 0,55 ml

mg gula reduksi dengan rumus segitiga


0,55 ml ⟶ 0,1 N ~ 1,32
0,10104 N ~x
x = 1,3337

% Gula Sebelum Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%

1,3337 mg x 334
= x 100 %
1200 mg
= 37,1213 %

Setelah Inversi
V = ml blanko – ml sampel
= 18,55 ml – 18,2 ml
= 0,35 ml

mg gula reduksi dengan rumus segitiga


0,35 ml ⟶ 0,1 N ~ 0,84
0,10104 N ~x
x = 0,8487

% Gula Sebelum Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%
0,8487 mg x 670
= x 100 %
1200 mg
= 47,3858 %

Kadar Sakarosa = (% Gula Setelah Inversi – % Gula Sebelum Inversi) x 0,95

= (47,3858 – 37,1213) x 0,95


= 9,7513%

f. Pembahasan
Pada praktikum ini melakukan penetapan kadar sukrosa menggunakan
metode Luff Schoorl. Metode Luff-Schrool digunakan untuk
menentukan kupri oksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan
gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula
reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan
Natrium tiosulfat yang akan dibakukan terlebih dahulu dengan KIO3.
Untuk mengetahui titrasi telah berakhir maka diperlukan indicator yaitu
amylum, karena amylum memberikan perubahan warna menjadi biru.
Sampel yang akan ditentukan kadar gulanya adalah madu.
Pengujian karbohidrat dengan etode luff schoorl dilakukan preparasi
pengenceran sampel dengan aquades dan diatmabah Al(OH) bertujuan
agar tidak terjadi kekeruhan sehingga larutan yang dihasilkan jernih.
Kemudian dilakukan penetapan kadar gula reduksi sebelum inverse dan
setelah inverse. Sebelum dititrasi dengan Na2S2O3 sampel dipanskan
dengan pendingin tegak (reflux) selama 10 menit untuk menghidrolisis
sampel menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (monosakarida).
Proses pemanasan, diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit
dan biarkan mendidih selama 10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses
reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu kurang
lebih 10 menit. Agar tidak terjadi pengendapan seluruh Cu3+ yang
tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada kelebihan Cu2+ yang dititrasi
maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam waktu 3
menit.
Setelah direflux lalu didinginkan dengan cepat dan dimasukkan dalam
erlenmeyer dan kemudian ditambahkan KI 20% sebanyak 10 mL dan
H2SO4 15% perlahan-lahan. Penambahan larutan-larutan ini akan
menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4,
dan CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan
timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut
dititrasi dengan Na2S2O3 untuk mengetahui kadar gula reduksi dalam
sampel. Untuk melihat terjadinya TAT perlu ditambahkan indicator
amylum sehingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi putih susu.
Hasil penetapan kadar sampel madu dari titrasi kadar gula sebelum
inverse dan setelah inverse di peroleh kadar sukrosa sebesar 9,7513%.

g. Kesimpulan
Praktikum penetapan kadar karbohidrat menggunakan metode luff
schoorl dapat disimpulkan bahwa kadar sukrosa madu yang diperoleh
dari kadar gula reduksi sebelum inverse dan setelah inverse sebesar
9,7513%.

LAMPIRAN

1. Tabel Penentuan Glukosa, Fruktosa dan Gula Invert dalam suatu Bahan dengan
Methoda Luff-Schoorl
ml 0,1 N Glukosa, fruktosa, gula ml 0,1 N Glukosa, fruktosa, gula
Na-thiosulfat invert Na-thiosulfat invert
mg C6H12O4 mg C6H12O4
Δ Δ
1. 2,4 2,4 13. 33,0 2,7
2. 4,8 2,4 14. 35,7 2,8
3. 7,2 2,5 15. 38,5 2,8
4. 9,7 2,5 16. 41,3 2,9
5. 12,2 2,5 17. 44,2 2,9
6. 14,7 2,5 18. 47,1 2,9
7. 17,2 2,6 19. 50,0 3,0
8. 19,8 2,6 20. 53,0 3,0
9. 22,4 2,6 21. 56,0 3,1
10. 25,0 2,6 22. 59,1 3,1
11. 27,6 2,7 23. 62,2 -
12. 30,3 2,7 24. - -
2. Kristal Osazon
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/31598116/Analisa_Kualitatif_Dan_Kuantitatif_Karbohidrat_pdf

https://www.academia.edu/30217318/Uji_Karbohidrat_dengan_Cara_Luff_Schoorl_docx

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2F123dok.com%2Fdocument
%2F4yrp7nvq-penetapan-kadar-glukosa-sukrosa-sachet-dengan-metode-
schoorl.html&psig=AOvVaw30jyPUotNUz7ePAJO3wwOI&ust=1612448720670000&sourc
e=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCMiu-t_1ze4CFQAAAAAdAAAAABAD

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.scribd.com%2Fdocument
%2F376325270%2FKristal-
Osazon&psig=AOvVaw0SqsPIi7KCcJMo7FzRGlGv&ust=1612449444901000&source=ima
ges&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCIjyqM_6ze4CFQAAAAAdAAAAABAD

Anda mungkin juga menyukai