Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


KEGAWATDARURATAN PADA HIPERTENSI BERAT

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK I:

1. PUTU CANDRA PRADNYASARI (P07120216041)


2. NI PUTU RIKA UMI KRISMONITA (P07120216042)
3. I KOMANG SUTHA JAYA (P07120216043)
4. DEWA AYU PUTRI WEDA DEWANTI (P07120216044)
5. KADEK MEISA RUSPITA DEWI (P07120216045)
6. NI LUH GEDE INTEN YULIANA DEWI(P07120216046)
7. LUH EKA DESRIANA PUTRI (P07120216047)

TINGKAT 4.B SEMESTER VII D-IV KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PADA HIPERTENSI BERAT

A Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Hipertensi Krisis (Berat)
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari
140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai
160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan
tersebut (WHO, 2001). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee
(JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan
darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu waktu bisa jatuh ke
dalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 2 – 7% penderita hipertensi
berlanjut menjadi krisis hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70
tahun. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi krisis adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ
target akut (Aronow, 2017 dalam Haidar Alatas, 2018). Hipertensi krisis juga
didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan darah (> 180/120 mmHg)
yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang baru atau memburuk
(Whelton et al.2017, dalam Haidar Alatas, 2018).
Hipertensi krisis ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau
diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ
akut (yaitu sistem saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan
pengurangan tekanan darah segera (tidak harus normalisasi), untuk melindungi
fungsi organ vital dengan pemberian obat antihipertensi secara intravena
(Cuspidi and Pessina, 2014, dalam Haidar Alatas, 2018).
2. Klasifikasi Krisis Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut (Khatib.2005)
a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149
mmHg dan diastolik 91-94 mmHg
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan
95mmHg.

Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and


Treatment of Hipertension (JNC),2004
Diastolik
a. 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 : Hipertensi sedang
e. >115 : Hipertensi berat
Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang


mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada
penderita hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang
ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan
timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina),
ginjal, jantung, dan pembuluh darah).Tingginya tekanan darah bervariasi,
yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. Dibagi menjadi dua:
1) Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera
dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ
target akut atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD
mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif dan di
perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu
menit/jam.

2) Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan
organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam
beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu
24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat
(dalam hitungan jam sampai hari).
Krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (Tanto, 2014), yaitu :
1) Hipertensi urgensi, yaitu naiknya tekanan darah secara mendadak
(tekanan darah sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120
mmHg) tanpa disertai kerusakan organ target. Penurunan tekanan
darah pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24
– 48 jam.
2) Hipertensi emergensi, yaitu naiknya tekanan darah secara
mendadak (tekanan darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau
diastolic >120 mmHg) disertai kerusakan organ target yang
progresif. Pada keadaan ini memerlukan penurunan tekanan darah
yang segera dalam kurun waktu menit atau jam.
Beberapa kerusakan target organ yang bersifat progresif yang harus
diwaspadai, antara lain :
a. Perubahan status neurologis
b. Hipertensi ensefalopati
c. Infark serebri
d. Perdarahan intracranial
e. Iskemi atau infark miokard
f. Disfungsi paru akut
g. Diseksi aorta
h. Insufisiensi renal
i. Eklampsia
Kedua krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesa
maupun pemeriksaan fisik. Karena baik factor risiko dan
penanggulangannya berbeda.

3. Etiologi Krisis Hipertensi


Faktor penyebab hipertensi intinya adalah terdapat perubahan vascular,
berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor
penyebab krisis hipertensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya
peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi
vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan
jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan
vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi
(Devicaesaria, 2014).Terdapat beberapa faktor yang dicurigai mempengaruhi
terjadinya krisis hipertensi, yaitu:
a. Hipertensi yang tidak terkontrol
b. Kenaikan tekanan darah tiba – tiba pada penderita hipertensi kronis
esensial (tersering)
c. Hipertensi renovaskular
d. Glomerulonefritis akut
e. Eklampsia
f. Sindroma putus obat antihipertensi
g. Trauma kepala berat

4. Manifestasi Klinis Krisis Hipertensi


Manifestasi klinis dari krisis hipertensi secara umum adalah :
a. Tekanan darah meningkat > 140/90mmHg
b. Sakit kepala
c. Epistaksis
d. Pusing atau migren
e. Rasa berat di tungkuk
f. Sukar tidur
g. Mata berkunang-kunang, lamah dan lelah.
h. Muka pucat.

Pada hipertensi emergensi, manifestasi klinis yang ditunjukkan sesuai


dengan organ target yang diserang, yaitu :
a. Neuorologi
1) Sakit kepala
2) Pengelihatan kabur
3) Kejang – kejang
4) Deficit neurologis fokal
5) Mengalami penurunan kesadaran
b. Mata
1) Perdarahan retina
2) Eksudat retina
3) Edema pupil
c. Kardiologi
1) Nyeri dada
2) Edema paru
d. Ginjal
1) Azotemia
2) Proteinuria
3) Oliguria
5. Patofisiologi Krisis Hipertensi
Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidakteraturan meminum obat
antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan
minum alkohol. Karena ketidakteraturan atau ketidakpatuhan minum obat
antihipertensi, maka dapat menybabkan kondisi akan semakin buruk, sehingga
memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang semakin berat (Krisis
hipertensi).Stres juga dapat merangsang saraf simpatik yang dapat
menyebabkan vasokontriksi. Sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang
biasanya mengandung hormon estrogen serta progesterone dapat menyebabkan
tekanan pembuluh darah meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan
tekanan darah pada hipertensi, kalau tekanan darah semakin meningkat, maka
besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi.
Faktor penyebab hipertensi intinya adalah terdapat perubahan vascular,
berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Menurunnya tonus
vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel
jugalaris ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada
ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat
pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan
tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormon aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanan darah.
Otak mempunyai suatu mekanisme autoregulasi terhadap kenaikan
ataupun penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah
sekitar 60 – 160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh
darah sehingga tidak mampu lagi enahan kenaikan tekanan darah, maka akan
terjadi oedema otak. Tekanan diastolic yang sangat tinggi memungkinkan
pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang irreversible. Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak
mengalami perubahan bila mean arterial pressure (MAP) antara 120 mmHg-
160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60
– 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit
dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan sedikit saja dari
tekanan darah menyebabkan asidosis otak, yang akan mempercepat timbulnya
oedema otak. Tekanan darah yang sangat tinggi terutama yang meningkat
dalam waktu singkat menyebabkan gangguan atau kerusakan gawat pada target
organ.
Apabila menuju ke otak, maka akan terjadi peningkatan TIK yang
menyebabkan pecahnya pembuluh darah serebral, sehingga O2 di otak menurun
dan trombosis perdarahan serebri yang mengakibatkan obstruksi aliran darah
ke otak, sehingga suplai darah menurun dan terjadi iskemik.
Dan bila di pembuluh darah koroner (jantung), akan menyebabkan
miokardium miskin O2, sehingga penurunan O2 miokardium akan
menyebabkan penurunan kontraktilitas yang berakibat penurunan COP. Pada
paru – paru juga akan terjadi peningkatan volume darah paru yang
menyababkan penurunan ekspansi paru, sehingga terjadi dipsnea dan
penurunan oksigenasi yang menyebabkan kelemahan. Pada mata akan terjadi
peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi diplopia yang bisa
menyebabkan injuri.(Haidar Alatas, 2018)
6. Pathway Krisis Hipertensi
Riwayat Hipertensi

Ketidakteraturan meminum obat


antihipertensi, stress, mengkonsumsi
kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan
minum alkohol

Krisis Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur pembuluh darah

Vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Jantung

Ruptur pembuluh
Vasokonstriksi
darah otak Afterload Penyempitan
pembuluh darah ginjal
ventrikel kiri ↑ arteri kroner
Edema cerebral,
peningkatan TIK Suplai O2 ke ginjal Hipertropi Suplai O2 ke
menurun ventrikel kiri jantung menurun
Iskemia – hipoksia
Risiko perfusi renal Akut Miokard
jaringan cerebral Gagal jantung kiri
tidak efektif Infark

Resiko perfusi serebral


Cardiac output Penurunan
tidak efektif
menurun curah jantung
Metabolisme anaerob ↑
Back failure Ketidakefektifan
Asam laktat ↑ pola napas
Tekanan vena
pulmonalis ↑ Penurunan
Nyeri Akut
ekspansi paru
Tekanan
kapiler paru ↑ Edema paru
7. Pemeriksaan Diagnostik Krisis Hipertensi
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya,
penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Pemeriksaan yang sering
dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan tekanan darah : Biasanya tekanan darah sistolik > 180
mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volumecairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / SC : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glucosa : Hiperglikemi (DM) adalah pencetus hipertensi, dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein,dan glukosa mengindikasikan disfungsi
ginjal dan adanya penyakit DM.
c. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
d. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
e. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
f. Foto rontgen thorax : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area
katup, pembesaran jantung.

8. Penatalaksanaan Medis Krisis Hipertensi


a. Untuk Hipertensi Urgensi :
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di
rumah sakit. Normalisasi tekanan darah dilakukan secara bertahap
selama 24 – 48 jam. Penurunan tekanan darah secara cepat dapat
mengakibatkan penurunan perfusi organ yang dapat membahayakan.
Umumnya digunakan obat – obat oral anti hipertensi dalam
menanggulangi hipertensi urgensi. Obat – obat oral anti hipertensi
yang digunakan antara lain :
1) Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5 – 10
menit), buccal (onset 5 – 10 menit), oral (onset 15 – 20 menit),
duration 5 – 15 menit (secara sublingual/buccal). Dosis 5 – 10 mg.
Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi
2) Clonidine : pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit.
Duration of action 8 – 12 jam. Dosis : 0.1 – 0.2 mg, dilanjutkan
0.05 – 0.1 mg setiap jam s/d 0.7 mg. Efek samping : sedasi, mulut
kering
3) Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan
dapat dapat diulangi setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek
samping : angio neurotic oedema
4) Prazosin : pemberian secara oral dengan dosis 1 – 2 mg dan diulan
perjam bila perlu. Efek samping : hipotensi orthostatic, palpitasi,
takhikardi, dan sakit kepala.
Pasien diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk
mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis.
Bila gejala penderita yang diobati tidak berkurang, maka sebaiknya
penderita dirawat inap.
b. Untuk Hipertensi Emergensi
1) Rawat pasien (jika memungkinkan di ICU) untuk pemberian obat
intravena dan tatalaksana kerusakan organ target
2) Pada kebanyakan pasien, TD diturunkan dalam hitungan menit
atau jam sebagai berikut :
a) 5 s/d 120 menit pertama TD diturunkan 25%
b) 2 – 6 jam kemudian TD diturunkan sampai 160/100 mmHg
c) 6 s/d 24 jam berikutnya TD diturunkan sampai < 140/90
mmHg (kalau tidak ada iskemik organ)
3) Obat intravena dan dosis yang digunakan untuk tatalaksana
hipertensi emergensi antara lain :
a) Clonidin (catapres) IV (150 mcg/ampul)
1. Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infuse
glukosa 5% 500cc dan diberikan dengan mikrodrip, 12
tetes/menit, setiap 15 menit dapat dinaikkan 4 tetes sampai
tekanan darah yang diharapkan tercapai.
2. Bila tekanan mencapai target, pasien diobservasi selama 4
jam kemudian diganti dengan tablet clonidin oral sesuai
kebutuhan
3. Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi
diturunkan perlahan – lahan oleh karena bahaya rebound
phenomen, dimana tekanan darah naik secara cepat bila
obat dihentikan.

b) Diltiazem (Herbeser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)


1. Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian
diteruskan dengan infuse 50 mg/jam selama 20 menit.
2. Bila tekanan darah telah turun >20% dari awal, dosis
diberikan 30 mg/menit sampai target tercapai.
3. Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam
dengan observasi 4 jam diganti dengan tablet oral.
c) Nicardipin (perdipin) IV (2 mg dan 10 mg/ampul)
1. Nicardipin diberikan 10 – 30 mcg/kgBB bolus
2. Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0.5 – 6
mcg/kgBB/menit sampai target tekanan darah tercapai.
d) Labetalol (normodyne) IV
Labetalol diberikan 20 – 80 mg, IV bolus setiap 10 menit atau
dapat diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 2 mg/menit
e) Nitroprusside (nitropress, nipride) IV
Nitroprusside diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 0.25
– 10 mcg/kgBB/menit.
f) Sodium nitroprusside
1. Dosis 0.25 – 10 μg/kgBB/IV
2. Onset segera
3. Durasi 1-2 menit
4) Manajemen Spesifik
Berdasarkan organ target yang mengalami kerusakan,
penatalaksanaannya antara lain :
a) Ensefalopati Hipertensif
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral.
Bisa terjadi dari hipertensi esensial atau hipertensi maligna,
feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan darah naik
dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual muntah,
bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan
penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan parese
terbatas) melanjut menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan
akhirnya meninggal. Obat yang dianjurkan : Natrium
Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.
b) Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan
hati-hati, karena penurunan tekanan yang cepat dapat
menghilangkan spasme pembuluh darah disekitar tempat
perdarahan, yang justru akan menambah perdarahan.
Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau
diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg. Obat pilihan :
Trimetapan atau Hidralazin.
c) Gagal Jantung Kiri Akut
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat,
sebagai akibat dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri.
Udem paru akut akan membaik bila tensi telah terkontrol. Obat
pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian
Diuretik IV akan mempercepat perbaikan
d) Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh
tumor akan berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya
timbul mendadak : nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak dan
tremor. Obat pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.
e) Deseksi Aorta Anerisma Akut
Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul
hematom yang meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi
kematian. Gejala yang timbul biasanya adalah nyeri dada tidak
khas yang menjalar ke punggung perut dan anggota bawah.
Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup aorta atau
cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan.
Pengobatan dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan
darah diturunkan terlebih dulu dengan obat pilihan :
Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.
f) Toksemia Gravidarum
Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan.
Obat pilihan: Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan
klonidin.
(Dewi dan Familia, 2010)
9. Komplikasi Krisis Hipertensi
Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba,
tetapi tidak ada kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat
diturunkan dengan aman dalam waktu beberapa jam dengan obat anti-
hipertensi. Sementara pada hipertensi emergensi terjadi kerusakan organ akibat
dari tekanan darah yang sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi.
Ketika hal tersebut terjadi, tekanan darah harus dikurangi segera untuk
mencegah terjadinya kerusakan organ. Komplikasi organ berhubungan dengan
hipertensi darurat dapat meliputi :
a. Ensefalopati Hipertensif
Pada hipertensi emergensi, kenaikan tekanan darah sudah melampaui
batas autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai berikut

Kenaikan tekanan arteri

Kerusakan membran endothelia breakdown


Vasodilation

Peningkatan permeabelitas blood brain barrier peningkatan


peredaran darah lokal

Edema serebri

Ensefalopati hipertensif

Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg,


pada hipertensi adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada
normotensi adalah 150 mmHg. Sedangkan pada hipertensi adalah 200
mmHg. Dengan mengetahui batas tersebut maka penurunan tekanan darah
secara drastis harus dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari segi
patologi anatomi dijumpai adanya edema, bercak perdarahan maupun
infark kecil dan nekrosis arterioler.
b. Perdarahan intra serebral
Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang
disebabkan terjadinya perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut
menjadi aneurisma oleh sebab lain misalnya arterosklerosis. Mekanisme
lain dapat terjadi oleh karena nekrosis pembuluh darah otak, trombosis
multipel atau spasme pembuluh darah sebagai reaksi meningkatnya
tekanan darah secara tiba – tiba. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat
mendadak disertai penurunan kesadaran. Dengan pemeriksaan CT scan
dapat diketahui dengan pasti lokasi dan luas jaringan otak yang terkena.
c. Gagal jantung kiri akut
Mekanisme terjadinya berupa :
1) Peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang
tinggi sehingga terjadi kenaikan afterload diventrikel kiri
2) Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel
kiri
3) Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi
sehingga menimbulkan pertambahan preload
4) Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah
koroner dapat berakibat payah jantung kongestif.
Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu
sesak nafas yang hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik,
kadang – kadang batuk berdarah, ronki basah di kedua paru. Foto toraks
menunjukkan adanya hipervaskularisasi pembuluh darah paru sampai
dengan gambaran edema paru. Pada kasus berat ditemukan kardiomegali
terutama pembesaran ventrikel kiri, dari EKG ditemukan LVH (left
ventrikel hipertrofi) dan LV strain.
d. Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat – tempat lain yang
banyak mengeluarkan katekolamin seperti pada bifurkatio aorta,
paraganglion simpatik di abdomen atau dada. Gejala klinis berupa sakit
kepala hebat, palpitasi, tremor, banyak berkeringat, gelisah yang timbul
mendadak dan diperngaruhi oleh stress, emosi maupun trauma. Diagnosis
pasti ditemukan dengan pemeriksaan kadar katekolamin atau metaboliknya
diurin, serta pengukuran kadar Vanilil Mandelic Acid (VMA) dari urin.
e. Disseksi aorta
Terjadinya robekan tunika intima, hematom di sekitar tuniaka media
yang lambat laun mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak.
Biasanya terjadi pada kelainan di tunika media seperti penyakit marfan,
arterosklerosis, kuarktasio aorta. Gejala klinis biasanya berupa nyeri dada
yang menyerupai angina pektoris atau infark miokard dengan penjalaran
ke punggung, perut, sampai tungkai bawah serta adanya tanda – tanda
insufisiensi aorta. Pemeriksaan radiologis foto thoraks dijumpai adanya
pelebaran mediastinum.
f. Eklamsia
Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan
edema tungkai, hipertensi berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria.
Lebih sering dijumpai pada primipara muda. Patogenesis belum jelas,
hipotesis kearah terjadinya pelepasan renin dari uterus dan meningkatnya
sensitifitas terhadap angiotensin.
B Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama,
bangsa.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema
laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot
5) Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma jika ada

c. Pengkajian Sekunder
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan
Kaji apakah ada riwayat penyakit serupa sebelumnya baik dari
pasien maupun keluarga. Kaji juga riwayat penyakit yang menjadi
pencetus krisis hipertensi pada pasien
3) Pengkajian nyeri secara komprehensif
4) Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe)
dengan focus pengkajian pada :
a) Mata : lihat adanya pupil edema, pendarahan dan eksudat,
penyempitan yang hebat arteriol.
b) Jantung : palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya
bunyi jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
c) Paru : perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan
CHF.
d) Status neurologic : pendekatan pada status mental dan
perhatikan adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat
kesadarannya dan refleks fisiologis dan patologis.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif d.d hipertensi
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload ventrikel kiri.
1. Tanda dan gejala mayor :
a) Subjektif :
1. Perubahan afterload
a. Dispnea
b) Objektif :
1. Perubahan afterload
a. Tekanan darah meningkat
b. Nadi perifer teraba lemah
c. CRT > 3 detik
d. Oliguria
e. Warna kulit pucat dan atau sianosis
2. Perubahan kontraktilitas
a. Terdengar suara jantung S3 dan/atau S4
2. Tanda dan gejala minor :
a) Subjektif :
1. Perubahan afterload:-
2. Perubahan emosional
a. Cemas
b. Gelisah
b) Objektif :
1. Perubahan afterload
a. Pulmonary vascular resistance ( PVR )
meningkat/menurun
b. Systemic vascular resistance ( SVR ) meningkat/
menurun
2. Perubahan emosional : -
3. Intervensi Keperawatan

No. Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
Indonesia
(SLKI) (SIKI)
1 Risiko perfusi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Peningkatan
jaringan serebral keperawatan selama …x… Tekanan Intrakranial
tidak efektif d.d maka perfusi serebral
Tindakan
hipertensi meningkat, dengan kriteria
hasil: 1. Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis.
Perfusi Serebral
Lesi, gangguan
1. Tingkat kesadaran metabolisme , edema
meningkat serebri).

2. Tekanan darah sistolik 2. Monitor tanda dan

menurun gejala peningkatan TIK


( mis. Tekanan darah
3. Tekanan darah diastolic
meningkat , tekanan
menurun
nadi melebar,
4. Sakit kepala menurun bradikardia , pola nafas
ireguler , kesadaran
5. Tekanan intrakranial
menurun).
menurun
3. Monitor MAP (mean
6. Gelisah dan cemas arterial pressure)
menurun 4. Monitor CPP ( Cerebral
Perfusion Pressure)
5. Monitor status
pernafasan
6. Monitor intake – output
cairan
Terapeutik

1. Cegah terjadinya
kejang
2. Berikan posisi semi
fowler
3. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik

Kolaborasi

1. Kolaborai pemberian
sedasi dan anti
konvulsan , jika perlu
2 Penurunan curah Setelah dilakukan intervensi Perawatan Jantung
jantung b.d keperawatan selama …x…
Observasi
perubahan afterload maka curah jantung meningkat,
ventrikel kiri. dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda/gejala
primer penurunan curah
Curah Jantung
jantung (meliputi
1. Tidak ada edema dyspnea,kelelahan,
jantung edema, peningkatan
CVP)
2. Tidak mengalami
2. Identifikasi tanda/gejala
kelelahan
sekunder penurunan
3. Nyeri dada membaik curah jantung ( meliputi

4. Dyspnea menurun oliguria, kulit pucat)


3. Monitor tekanan darah
5. Tekanan darah
4. Monitor intake dan
membaik
output cairan
6. Pucat/sianosis menurun 5. Monitor saturasi
oksigen
7. Capillary refill time
6. Monitor nyeri dada
membaik
(mis. intensitas,
lokasi,presipitasi yang
mengurangi nyeri)
7. Monitor aritmia
8. Periksa TD dan nadi
sebelum pemberian
obat

Terapeutik

1. Posisikan pasien semi


fowler/fowler atau
posisi nyaman
2. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

Pemantauan Tanda Vital

Observasi

1. Monitor tekanan darah

2. Monitor nadi
(frekuensi, kekuatan,
irama)

3. Monitor pernafasan
(frekuensi dan
kedalamannya)

4. Monitor suhu tubuh


Terapeutik

1. Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi

1. Informasikan hasil
pemantauan, jika
diperlukan

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi daripada rencana
tindakan independent. Pada pelaksanaannya terdiri dari beberapa kegiatan
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang digunakan
sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini
berlangsung terus menerus dan diarahkan pada pencapaian tujuan yang
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Devicaesaria, A. 2014. Hipertensi Krisis. Leading Jurnal MEDICINUS.

Dewi, S. dan Familia, 2010. D. Hidup Bahagia Bersama Hipertensi. A Plus Books.
Jakarta

National High Blood Pressure Education Program.2004. The Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure.US: Bethesda(MD). Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK9630/ pada tanggal 14 September
14.00 WITA

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI:
Jakarta Selatan.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.

Tanto, C. (2014). Kapita Selekta Kedokteran: Edisi 4 Jilid 1. Jakarta: Media


Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai