Anda di halaman 1dari 4

Faktor risiko eklamsia

a. Primigravida
b. Hiperplasentosis
c. Umur ekstrem
d. Diabetes melitus
e. Hipertensi essensial kronik
f. Penyakit ginjal
g. Obesitas
h. Riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia
i. Riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia

FAKTOR RISIKO DIABETES GESTASIONAL


a. Riwayat kehamilan dengan janin still birth
b. Riwayat kehamilan dengan janin kelainan kongenital
c. Riwayat kehamilan dengan janin macrosomia
d. Riwayat kehamilan dengan DMG
e. Riwayat keluarga dengan diabetes melitus
f. Obesitas (indeks massa tubuh/IMT >30)
g. Usia >35 tahun
h. Riwayat gangguan metabolism glukosa
PENEGAKAN DIAGNOSIS EKLAMPSIA

Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia dibagi menjdai


ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau lebih tanda dibawah ini:

1. Tekanan sistolik 160 mmhg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmhg atau lebih
2. Roteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan kualitatif
3. Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5. Edema paru atau sianosis. Pada umumnya serangan kejang didahului dengan
memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah
frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan
hiperrefleksia. Menurut sibai terdapat beberapa perubahan klinis yang memberikan
peringatan gejala sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala yang berat dan
menetap, perubahan mental sementara, pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas,
nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar 50% penderita yang
mengalami gejala ini.
Prosentase gejala sebelum timbulnya kejang eklampsia adalah nyeri kepala yang berat
dan menetap (50-70%), gangguan penglihatan (20-3-%), nyeri epigastrium (20%), mual
muntah (10-15%), perubahan mental sementara (5-10%). Tanpa memandang waktu dari
onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di
daerah wajah. Beberapa saat kemuadian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot
yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan
rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada
kelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan
relaksasi secara bergantian dalam waktu yang tepat. Keadaan ini kadang-kadang begitu
hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila
tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot-otot rahang. Fase ini
dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi
semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tak bergerak.
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernapasan berhenti. Selama beberapa
detik penderita seperti meninggal karena henti napas, namun kemudian penderita bernapas
panjang dan dalam, selanjutnya pernapasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan
baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang- kejang berikutnya yang bervariasi dari
kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma
setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya
segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun, pada kasus-kasus yang berat,
keadaan koma belangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa
sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun
dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat
mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat,
tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat ditemukan sianosis. Demam tinggi
merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya
adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang sampai
anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin yang keluar
akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan
edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai dua minggu setelah persalinan
apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat
penyakit vaskuler kronis.
PENEGAKAN DIAGNOSIS DM GESTASIONAL
Skrining secara universal pada kelompok wanita risiko rendah maupun tinggi tetap
dilakukan karena diabetes ini tanpa gejala, frekuensinya cukup banyak dan menimbulkan
komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka panjang
yang cukup berat dan dapat dicegah. Skrinning dilakukan dengan dua tahap/two-step
process
a. Melakukan OGCT (oral glucose challenge test) dengan beban 50 gram pada semua
wanita hamil 24-28 minggu dan 1 jam kemudian diukur kadar glukosa plasma. Bila
didapatkan niai >/ 135mg% maka dilakukan OGTT (oral glucose tolerance test)
b. OGTT dengan beban 100 gram dan diukur glukosa puasa, jam 1,2, dan 3. Bila
didapatkan peningkatan kadar gula pada dua parameter, diagnosis diabetes
gestasional ditegakkan. Parameter abnormal ditentukan dengan kriteria carpenter-
coustan, karena lebih sensitive dalam mendeteksi DMG.

Kriteria penilaian OGTT 100 gram untuk DMG.


National diabetes data group Carpenter-Coustan
(NDDG)
Mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L
Puasa 105 5,8 95 5,3
1 jam 190 10,6 180 10,0
2 jam 165 9,2 155 8,6
3 jam 145 8,0 140 7,8

Sumber Pustaka :
Belfort MA, Roberts JM, Cunningham FG. 2009. Chesley’s Hypertensive disorder in
pregnancy. Elsevier Inc.
Berghella V. 2017. Maternal-Fetal Evidence Based Guideline. CRC Press.

Anda mungkin juga menyukai