Anda di halaman 1dari 4

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang paling menjanjikan di Indonesia yang

dibarengi oleh sektor pariwisata, infrastruktur, bisnis e-commerce dan sektor perdagangan / ritel.
Sektor pertanian termasuk sektor yang paling menjanjikan karena semakin banyaknya
pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan, tentu tidak akan terlepas dari sektor pertanian
yang memenuhi kebutuhan pangan.

Apa Itu Nilai Tukar Petani?

Berbicara mengenai pertanian yang merupakan salah satu sektor yang menjanjikan, tentu tidak
lepas juga dari tingkat kesejahteraan petani yang dapat dilihat dari besarnya Nilai Tukar Petani
atau yang dikenal sebagai NTP . Secara Umum, NTP merupakan indikator rasio indeks harga
yang diterima oleh petani dengan indeks harga yang dibayar oleh petani dalam suatu nilai
persentase.

Penyusun nilai NTP itu sendiri terdiri dari 2, yaitu Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) dan
Indeks harga yang dibayar oleh petani (lb)

Dari indeks harga yang diterima oleh petani sendiri (lt), kita dapat melihat besarnya fluktuasi
yang dihasilkan dari produksi setiap petani, inilah yang menjadi data penunjang sektor
pendapatan di bidang pertanian.

Sementara dari indeks harga yang dibayar oleh petani (lb), kita dapat melihat bahwa barang-
barang yang dikonsumsi oleh petani terutama dibagian pedesaan serta fluktuasi harga barang
yang diperlukan dalam memproduksi hasil pertanian.

Nilai Tukar Pertani juga memiliki manfaat sebagai tolak ukur kemampuan tukar produk yang
dijual dari petani dengan berbagai produk yang dibutuhkan dalam segala produksi dan konsumsi
rumah tangga.

Sehingga besar kecilnya angka NTP akan menunjukkan tingkat daya saing produk pertanian
dibandingkan produk-produk lain.

Bagaimana Penilaian NTP Bekerja?

Penilaian NTP memiliki 3 buah parameter, besarnya tingkat kesejahteraan petani bergantung dari
nilai yang diperoleh dalam NTP, berikut parameternya :

 a. NTP > 100


Nilai Tukar Petani dengan nilai lebih dari 100, maka petani mengalami
keuntungan/profit, dimana petani memiliki keuntungan dari hasil produksi komoditi
pertanian dibanding besarnya hasil konsumsi si petani (pengeluaran petani).
 b. NTP = 100
Nilai Tukar Petani yang sebanding dengan 100, berarti petani mengalami keimpasan hasil
keuntungan produksi komoditi pertanian dengan besarnya hasil konsumsi si petani
(pengeluaran petani).
 c. NTP < 100
Nilai Tukar Petani dengan nilai kurang dari 100, maka petani mengalami kerugian/defisit,
dimana petani tidak memiliki keuntungan dari hasil produksi komoditi pertanian,
sebaliknya

Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani

Seperti yang telah kita ketahui bersama, NTP merupakan tolak ukur bahwa petani dapat
dinyatakan sejahtera atau tidaknya dengan menghitung hasil perbandingan indeks yang
diterima oleh petani (lt) dengan nilai indeks yang dibayarkan oleh petani (lb), Ternyata nilai
NTP tersebut tak lepas dari faktor-faktor pendukung yang terjadi di kehidupan petani. Apa saja ?

a. Tingkat Produktivitas Petani


Hasil produksi setiap bidang pertanian di setiap wilayah tentu berbeda-beda, dan tingkat
produktivitas pertanian pun dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti penerapan teknologi dalam
pertanian, penggunaan jenis bibit dan benih, penggunaan pupuk dan pembasmi hama sampai
mengarah kepada pengendalian hama pertanian.

b. Usaha Integrasi Hulu-Hilir Pertanian


Penerapan integrasi pertanian yang baik dari awal sampai akhir tentu akan meningkatkan
penghasilan dan produktivitas pertanian. Kreativitas petani tentu menjadi faktor utama menjadi
nilai tambah dalam komoditi pertanian, hal ini dapat dipraktikkan secara sederhana seperti,
menggunakan teknik sistem salibu (salin ibu) pada tanaman padi, menggunakan teknik mina padi
dalam menanam padi, menggunakan sekam atau jerami padi untuk digunakan sebagai pupuk
kompos, dan sebagainya.

c. Pengaruh Dukungan / Faktor Lain


Faktor lain yang menjadi hal-hal pendukung dalam segi eksternal seperti ketersediaan suplai alat-
alat pertanian, pupuk, benih, transportasi, kurikulum kejuruan pertanian ataupun infrastruktur
yang mendukung pertanian, dan sebagainya yang menjadi faktor eksternal.

Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan
harga produsen atas hasil produksi petani. Dari nilai IT, dapat dilihat fluktuasi harga barang-
barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam
penghitungan pendapatan sektor pertanian.

IT dihitung berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang dihasilkan oleh petani, mencakup sektor
padi, palawija, hasil peternakan, perkebunan rakyat, sayuran, buah, dan hasil perikanan
(perikanan tangkap maupun budi daya).
Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan
harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun
kebutuhan untuk proses produksi pertanian. Dari IB, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang
yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta
fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan IB
juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.

IB dihitung berdasarkan indeks harga yang harus dibayarkan oleh petani dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya dan penambahan barang modal dan biaya produksi, yang dibagi lagi
menjadi sektor makanan dan barang dan jasa non makanan.

Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian:

NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada
tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari
kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi lebih besar dari
pengeluarannya.

NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar,
dengan kata lain petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan
persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan
pengeluarannya.

NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun
dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil
dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun dan lebih
kecil dari pengeluarannya.

Nilai tukar petani dapat bervariasi di setiap daerah dan berfluktuasi seiring waktu. Nilai tukar
petani dihitung secara skala nasional maupun lokal. Nilai tukar petani secara nasional pada
periode Oktober 2013 mengalami peningkatan 0.71% dari 104,56 poin pada periode September
2013 ke 105,30 poin[5] namun secara lokal, misal di Jambi, didapatkan hasil yang berbeda. Di
Jambi pada periode yang sama nilai tukar petani naik sebesar 0,63 persen dibanding bulan
sebelumnya yaitu dari 87,56 point menjadi 88,11 point pada Oktober 2013.[6] Peningkatan nilai
tukar petani di Bali juga dilaporkan berbeda, yakni sebesar 0,16 persen dari 106,82 persen pada
September 2013 menjadi 107 persen pada bulan Oktober 2013.[7]
Orientasi pembangunan saat ini yang berfokus pada industri dan modal cenderung
mengesampingkan pembangunan pertanian pedesaan, sehingga indikator nilai tukar petani tidak
masuk ke dalam tujuan pembangunan.[8]

Anda mungkin juga menyukai