Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Meningkatkan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab semua

pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru yang merupakan

ujung tombak dalam pendidikan. Guru adalah orang yang paling berperan

dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat

bersaing dijaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru dalam setiap

pembelajaran diharapkan menggunakan pendekatan, strategi dan metode

pembelajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang

diajarkan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti selama

mengikuti Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1

Campalagian khususnya di kelas X index 3 diperoleh data bahwa pemahaman

konsep fisika peserta didik kurang. Kurangnya pemahaman konsep dapat

dilihat dari masih seringnya peserta didik tidak aktif dalam menjawab

pertanyaan peneliti. Hal ini juga terlihat selama peneliti mengajar di kelas

tersebut dengan menyesuaikan metode ceramah, kondisi ini mengakibatkan

peserta didik cenderung diam, kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran

akibatnya pesera didik tidak memahami konsep tentang materi yang di

pelajari dan terkadang dalam beberapa materi peneliti harus mengulang

beberapa kali materi tersebut untuk membuat mereka lebih paham, hal ini

1
berimplikasi terhadap materi selanjutnya yang ada pada semester tersebut.

Rendahnya pemahaman konsep peserta didik dapat diketahuhi dari dilihat

dari nilai yang diperoleh tidak mencukupi nili KKM dimana nilai KKM pada

kelas 1 SMA Negeri 1 Campalagian adalah 68 (SMA Negeri 1 Campalagian).

Dalam hal ini kelas X index 3 mengalami ketertinggalan materi

dibanding dengan kelas yang lain. Masalah yang dikemukakan di atas

disebabkan oleh metode yang peneliti gunakan, dimana dalam metode ini

yang jadi centernya hanya peneliti sebagai guru PPL di kelas tersebut, dan

kurang mengaktifkan peserta didik tersebut. Oleh sebab itu peneliti

mengadakan studi literature tentang model-model pembelajaran yang ada.

Model pembelajaran yang digunakan oleh peneliti harus sesuai

dengan masalah yang ada agar pemahaman konsep fisika peserta didik

menjadi lebih baik. Dalam hal ini peneliti menemukan model yang sesuai

dengan masalah di atas yaitu Model Pembelajaran Induktif. Dimana pada

model pembelajaran ini peserta didik diajak untuk memahami lebih dalam

materi yang ada dengan mengarahkan peserta didik untuk berfikir tingkat

tinggi. Model pembelajaran induktif merupakan tujuan yang sangat penting

dalam proses pembelajaran dan siswa perlu mempraktikannya dalam model

ini juga dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman konsep tentang

materi tertentu. Pada model pembelajaran induktif ini guru memberikan

informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan

dipelajari siswa dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan sehingga pemerataan

pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan- pertanyaan antara

2
siswa dengan guru untuk mempermudah peserta didik, sehingga siswa

mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran, hal inilah yang

menjadi alasan peneliti untuk mengambil judul “Penerapan Model

Pembelajaran Induktif Terhadap Pemahaman Konsep Fisika Peserta

Didik Kelas X index 3 SMA Negeri 1 Campalagian”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka rumusan

masalahnya adalah :

1. Seberapa besar pemahaman konsep fisika siswa kelas X index 3 SMA

Negeri 1 Campalagian sebelum diterapkan Model Pembelajaran Induktif ?

2. Seberapa besar pemahaman konsep fisika siswa kelas X index 3 SMA

Negeri 1 Campalagian sesudah diterapkan Model Pembelajaran Induktif ?

3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep fisika

siswa kelas X index 3 SMA Negeri 1 Campalagian sebelum dan sesudah

diterapkan Model Pembelajaran Induktif ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pemahaman konsep fisika siswa kelas X index 3 SMA

Negeri 1 Campalagian sebelum diterapkan model pembelajaran induktif

2. Untuk mengetahui pemahaman konsep fisika siswa kelas X index 3 SMA

Negeri 1 Campalagian sesudah diterapkan model pembelajaran induktif

3
3. Untuk mengetahui pemahaman konsep fisika siswa kelas X index 3 SMA

Negeri 1 Campalagian sebelum dan sesudah diterapkan Model

Pembelajaran Induktif

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan oleh peneliti :

1. Bagi peserta didik, dapat menambah pemahaman konsep fisika siswa agar

mencapai hasil yang maksimal.

2. Bagi pendidik, hasil penelitian dapat menjadi masukan khususnya

pendidik fisika di SMA Negeri 1 Campalagian tentang Model

Pembelajaran Induktif terhadap pemahaman konsep fisika siswa kelas X

index 3 SMA Negeri 1 Campalagian.

3. Bagi sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelajaran fisika

dalam sekolah tersebut.

4. Bagi peneliti, dapat menjadi gambaran tentang keadaan peserta didik di

sekolah sehingga dapat menjadi acuan untuk mengembangakan proses

belajar bidang studi fisika.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR dan HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian belajar

Kata atau istilah belajar bukanlah sesuatu yang baru, sudah sangat

dikenal secara luas, namun dalam pembahasan belajar ini masing-masimg

ahli memiliki pemahaman dan definisi yang berbeda-beda, walaupun secara

praktis masing-masing kita sudah sangat memahami apa yang dimaksud

belajar tersebut. Oleh karena itu, untuk menghindari pemahaman yang

beragam tersebut, berikut akan dikemukakan berbagai definisi belajar

menurut ahli (Ahmad Susanto,2013:1-4)

Menurut R. Gagne (1989), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu

proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat

pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu

kegiatan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa

dengan siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Bagi Gagne, belajar

dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu, Gagne

juga menekankan bahwa belajar sebagai sustu upaya memperoleh

pengetahuan atau keterampilan melalui instruksi. Instruksi yang dimaksud

adalah perintah atau arahan dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru

( Ahmad Susanto,2013:1-4)

5
Djamarah dan Zain (2002:120) menetapkan bahwa hasil belajar telah

tercapai apa bila telah terpenuhi dua indicator berikut, yaitu :

1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai

prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.

2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus

telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.

Sementara Hamalik (2003) menjelaskan bahwa belajar adalah

memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman. Menurut

pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan

merupakan suatu hasil atau tujuan. Dengan demikian, belajar itu bukan

sekadar mengingat atau menghafal saja, namun lebih luas dari itu merupakan

mengalami. Hamalik juga menegaskan bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan tingkah laku individu atau seseorang melalui interaksi dengan

lingkungannya. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan dalam

kebiasaan (habit), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik).

Perubahan tingkah laku dalam kegiatan belajar disebabkan oleh pengalaman

atau latihan (Ahmad Susanto,2013:1-4).

Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah

aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

keterampilan dan sikap (Purwanto,2013:38)

6
Dari beberapa pengertian belajar tersebut, dapat ditarik kesimpulan

bahwa belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja

untuk memperoleh suatu pemahaman dan pengetahuan yang mampu

membuat seseorang terjadi perubahan perilaku baik dalam berpikir dan

bertindak.

2. Model Pembelajaran Induktif

Model pembelajaran induktif merupakan strategi langsung untuk

mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi dan berfikir kritis (Eggen

dan Kauchak 1996). Model pembelajaran ini berbasis pada teori

konstruktivisme yang berpandangan bahwa peserta didik mengonstruksi

pengetahuannya dengan melibatkannya dalam belajar memahami dunia.

Model induktif ini meiliki banyak variasi namun sintaks pembelajaran model

induktif secara umum adalah :

a. Pegenalan pelajaran

Fase pengenalan pelajaran dilakukan oleh guru dengan

memberikan contoh, demonstrasi, atau hal lainnya yang perlu di observasi

oleh peserta didik untuk melihat pola yang ada.

b. Fase divergen

Fase divergen dilakukan dengan memfasilitasi peserta didik untuk

mengonstruksi pemahaman berdasarkan pengamatan fenomena yang

disajikan. Guru mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka (divergen)

dalam fase ini.

7
c. Fase konvergen

Fase konvergen ditandai dengan observasi, deskripsi, dan

perbandingan dari semua jawaban yang dikembangkan pada fase

divergen. Guru perlu mengarahkan peserta didik untuk merumuskan

konsep atau hubungan antar konsep yang terkait fenomena yang

dipelajari

d. Penutup

Fase penutupan dilakukan dengan mengarahkan peserta didik

untuk mengidentifikasi karakteristik konsep atau menyatakan prinsip,

generalisasi, dan hokum / aturan

e. Fase aplikasi

Fase aplikasi merupakan fase akhir yang umumnya dilakukan

dengan menerapkan konsep pada suatu permasalahan baik dengan

latihan dikelas atau melaksanakan tugas dirumah.

(Abdullah Sani, Ridwan. 2015)

Model pembelajaran induktif merupakan model pembelajaran yang

bertumpu pada pemprosesan informasi. Model pembelajaran induktif ini juga

dapat dilaksanakan dengan bantuan media/gambar pembelajaran yang sesuai.

Penggunaan media mempunyai arti yang cukup penting karena dalam

kegiatan pemberian informasi, ketidak-jelasan bahan yang disampaikan dapat

dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan

yang akan disampaikan kepada peserta didik dapat disederhanakan dengan

8
bantuan media/gambar. Media/gambar dapat mewakili apa yang kurang

mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu.

(Lumbantoruan Sulastri dan Eva Marlina Ginting. 2014)

Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran induktif

sebagai berikut :

a. Kelebihan Model Pembelajaran Induktif

dapat digunakan untuk semua mata pelajaran, seperti fisika, sains,

bahasa dan lain-lain.

Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan

presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-

ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa

mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi

pembelajaran, guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola

tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan tersebut sehingga

pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-

pertanyaan antara siswa dengan guru.

b. Kekurangan Model Pembelajaran Induktif

model ini sangat membutuhkan banyak informasi yang harus digali

oleh siswa.

(Syahmani. 2013)

9
3. Pengertian Pemahaman Konsep

Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau

subjek pembelajaran. Kemampuan untuk memahami akan terjadi manakala

didahului oleh sejumlah pengetahuan. Pemahaman bukan hanya mengingat

fakta, melainkan berkaitan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan,

menafsirkan atau kemampuan dalam bidang pemahaman ini dapat berupa

kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, atau kemampuan ekstrapolasi

(Budi Susetyo. 2015:19).

Adapun menurut Carin dan Sund ( 1980-285) pemahaman adalah suatu

proses yang terdiri dari 7 tahapan kemampuan yaitu :

1. Translate major ideas into own words

2. Interpret the relationship among major ideas

3. Extrapolate or go beyond data to implication of major ideas

4. Apply their knowledge and understanding to the solution of new

problem in new situation

5. Analyze or break an idea into its part and show that they understand

their relationship

6. Synthesize or put elements together to form a new pattern and produce

a unique communication , plan, or set of abstract relation

7. Evaluate or make judgments based upon evidence

10
Dari defenisi yang diberikan oleh Carin dan Sund di atas dapat

dipahami bahwa pemahaman dapat di kategorikan kepada beberapa aspek

dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. Pemahaman merupakan kemampuan untuk menerangkan dan

menginterpretasikan sesuatu ; ini berarti bahwa seseorang yang telah

memahami sesuatu atau telah memperoleh pemahamn akan mampu

menerangkan atau menjelaskan kembali apa yang telah ia terima. Selain

itu, bagi mereka yang telah memahami tersebut maka ia mampu

memberikan interpretasi atau menafsirkan secara luas sesuai dengan

keadaan yamg ada di sekitarnya, ia mampu menghubungkan dengan

kondisi yang ada saat ini dan yang akan datang.

2. Pemahaman bukan sekadar mengetahui, yang biasanya hanya sebatas

mengingat kembali pengalaman dan memproduksi apa yang pernah

dipelajari. Bagi orang yang benar-benar telah paham ia akan mampu

memberikan gambaran, contoh, dan penjelasan yang lebih luas dan

memadai.

3. Pemahaman lebih dari sekadar mengetahui, karena pemahaman

melibatkan proses mental yang dinamis; dengan memahami ia akan

mampu memberikan uraian dan penjelasan yang lebih kreatif, tidak

hanya memberikan gambaran dalam satu contoh saja tetapi mampu

memberikan gambaran yang lebih luas dan baru sesuai dengan kondisi

saat ini.

11
4. Pemahaman merupakan suatu proses bertahap yang masing-masing

tahap mempunyai kemampuan tersendiri, seperti, menerjemahkan,

menginterpretasikan, ekstrapolasi, aplikasi, analisis, sistesis, dan

evaluasi (Ahmad Susanto,2013:6-8)

Menurut Dorothy j. skeel dalam nursed sumaatmadja (2005:2-3) konsep

merupakan sesuatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran, gagasan,

atau suatu pengertian. Jadi, konsep ini merupakan yang sesuatu yang telah

melekat dalam hati seseorang dan tergambar dalam pikiran, gagasan, atau

suatu pengertian. Orang yang telah memiliki konsep, berarti orang tersebut

telah memiliki pemahaman yang jelas tentang suatu konsep atau citra mental

tentang sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa objek konkret ataupun gagasan

yang abstrak. Dalam hubungannya dengan studi social, konsep didefinisikan

oleh james G. Womack (1970:300) sebagai kata atau ungkapan yang

berhubungan dengan sesuatu yang menonjol, sifat yang melekat. Pemahaman

dan penggunaan konsep yang tepat bergantung pada penguasaan sifat yang

melekat tadi, pengertian umum kata yang bersangkutan. Konsep memiliki

pengertian denotatif dan konotatif (Ahmad Susanto,2013:6-8).

Pemahaman konsep menurut Bloom (1979-89) diartikan sebagai

kemampuan untuk menyerap arti materi atau bahan yang dipelajari.

Pemahaman menrut bloom ini adalah seberapa besar siswa mampu menerima,

menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa,

atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca,

12
yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian atau

observasi langsung yang ia lakukan (Ahmad Susanto, 2013:6-8)

Untuk mengukur pemahaman konsep siswa, guru dapat melakukan

evaluasi produk. Sehubungan dengan evaluasi produk ini, W.S. Winkel

(2007:540) menyatakan bahwa melalui produk dapat diselidiki apakah dan

sampai berapa jauh suatu tujuan instruksional telah tercapai, semua tujuan itu

merupakan hasil belajar yang seharusnya diperoleh siswa (Ahmad Susanto,

2013:6-8).

Dalam pemahaman konsep mempunyai indikator-indikator tertentu

yaitu :

Indikator Pemahaman Konsep

Adapun indikator dari pemahaman konsep menurut Irwandani (2015)

adalah sabagai berikut :

1) Menafsirkan (interpreting). Indikator menafsirkan tercapai apabila

siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya,

seperti mengubah kata-kata atau konsep menjadi suatu persamaan,

mengubah kata-kata ke dalam bentuk gambar, grafik, dan sebaliknya.

2) Mencontohkan (exemplifying). Proses kognitif mencontohkan terjadi

manakala siswa memberikan contoh tentang konsep atau prinsip

umum. Mencontohkan bisa juga berarti mengilustrasikan dan

memberi contoh terhadap konsep yang telah dipelajari.

13
3) Mengklasifikasikan (classifying). Mengklasifikasikan bisa juga

disebut mengelompokkan atau mengkategorikan. Indikasi

tercapainya proses kognitif mengklasifikasikan terjadi apabila siswa

mampu mengetahui sesuatu seperti contoh maupun peristiwa

termasuk ke dalam suatu kategori tertentu, seperti konsep, prinsip

atau hukum tertentu.

4) Menarik Inferensi / menyimpulkan (inferring). Proses kognitif

menarik inferensi menyertakan proses menemukan pola dalam

sejumlah contoh. Proses ini cukup dekat dengan kegiatan

menyimpulkan. Siswa dikatakan bisa menarik inferensi apabila ia

mampu mengabstraksi sebuah konsep atau prinsip yang

menerangkan contoh-contoh atau kejadian-kejadian dengan

mencermati ciri-cirinya serta mampu menarik hubungan diantara

ciri-ciri dari rangkaian, contoh-contoh atau kejadian-kejadian

tersebut.

5) Membandingkan (comparing). Membandingkan dikenal juga dengan

nama lain mengontraskan, memetakan dan mencocokkan. Proses

kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan

dan perbedaan antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah,

atau situasi, seperti menentukan bagaimana suatu peristiwa terkenal

menyerupai peristiwa yang kurang terkenal Membandingkan bisa

berupa pencarian korespondensi atau pasangan satu-satu suatu objek.

14
6) Menjelaskan (explaining). Menjelaskan bisa disebut juga dengan

membuat model. Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika

siswa dapat membuat dan menggunakan model sebab-akibat dalam

sebuah sistem.

Tabel 2.1. Indikator Pemahaman Konsep

Kategori dan Proses


kognitif Categories & Indikator Definisi (definition)
Cognitive Processes)

1. Interpretasi  Klarifikasi (Clarifying) Mengubah dari bentuk


(interpreting)  Mewakilkan yang satu ke bentuk yang
(Representing) lain (Changing from one
 Menerjemahkan form of representation to
(Translating) another )
2. Mencontohkan  Menggambarkan Menemukan contoh
(exemplifying) (Illustrating) khusus atau ilustrasi dari
suatu konsep atau prinsip
(Finding a specific
example or illustration of
a concept or principle)
3. Mengklasifikasikan  Mengkategorikan Menentukan sesuatu
(classifying) (Categorizing ) yang dimiliki oleh suatu
katagori (Determining
that something belongs
to a category )
4. Inferensi  Menyimpulkan Penggambaran
(inferring) (Concluding) kesimpulan logis dari
 Mengektrapolasikan informasi yang disajikan
(Extrapolating ) (Drawing a logical
 Menginterpolasikan conclusion from

15
(Interpolating ) presented information)
 Memprediksikan
(Predicting)
5. Membandingkan  Mengontraskan Mencari hubungan antara
(comparing) (Contrasting) dua ide, objek atau hal
 Memetakan (Mapping) hal serupa (detecting
 Menjodohkan correspondences
(Matching) between two ideas,
objects, and the like )
6. Menjelaskan  mengkontruksi model Mengkontruksi model
(explaining) (Constructing models) sebab akibat dari suatu
sistem (Constructing a
cause and effect model of
a system )

( Irwandani: 2015)

B. Kerangka Pikir

Mengajar merupakan suatu rangkaian peristiwa untuk mencapai suatu

tujuan dalam pembelajaran. Aktifitas siswa dalam pembelajaran merupakan

salah satu unsur yang paling penting dalam menentukan efektif tidaknya suatu

pembelajaran.

Pemahaman konsep peserta didik di sekolah dipengaruhu oleh beberapa

faktor, salah satu diantaranya model atau metode yang digunakan kurang tepat.

Oleh karena itu perlu adanya perubahan model pembelajaran di sekolah

khususnya di kelas X index 3, dimana model pembelajaran yang digunakan

harus sesuai dengan pembentukan pemahaman konsep peserta didik. Salah satu

model yang sesuai yaitu Model Pembelajaran Induktif. Dimana dalam model

16
pembelajaran ini dapat membangun pemahaman konsep peserta didik, karena

dalam model pembelajaran ini menggunakan ilustrasi atau gambar, sehingga

peserta didik lebih mudah memahami materi pelajaran sesuai dengan ilustrasi

atau gambar yang diamati. Oleh sebab itu, untuk tercapainya pemahaman

konsep peseta didik dalam pembelajaran digunakan Model Pembelajaran

Induktif. Penggunaan Model Pembelajaran Induktif diharapkan dapat melatih

peserta didik dalam berfikir tingkat tinggi yang dapat berefek pada pemahaman

konsep. Dengan kondisi tersebut, pemahaman konsep peserta didik lebih

bermakna terhadap keberhasilan proses belajar mengajar.

Berdasarkan latar belakang dan beberapa penjelasan yang dikemukakan

diatas maka dapat di ilustrasikan bagan kerangka pikir pada Model

Pembelajaran Induktif sebagai berikut :

MODEL PEMBELAJARAN YANG DIGUNAKAN


KURANG EFEKTIF

17
PEMAHAMAN KONSEP KURANG

DITERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN


INDUKTIF

PEMAHAMAN KONSEP BAIK

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka hipotesis

penelitian ini adalah:

“ Terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika peserta didik kelas X

index 3 SMA Negeri 1 Campalagian sebelum dan sesudah diterapkan

model pembelajaran induktif ”.

BAB III

METODE PENELITIAN

18
A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Campalagian yang

bertempat di Desa Lapeo Poros Majene Campalagian, Kabupaten Polewali

Mandar Sulawesi Barat.

B. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Pra-eksperimen yang menggunakan

desain One-Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono,2011:74) sebagai

berikut:

O1 X O2 …………….. (3.1)

Keterangan :

O1 = Nilai pretest (sebelum diberi diklat)

O2 = Nilai posttest (setelah diberi diklat)

Pengaruh diklat terhadap restasi kerja = (O2 – O1)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri

1 Campalagian tahun ajaran 2016-2017 yang terdiri dari 9 kelas dengan

jumlah keseluruhan siswa 345.

Tabel 3.1. Data Populasi siswa kelas X SMA Negeri 1 Campalagian tahun
ajaran 2016-2017.

19
No Kelas Jumlah
1. X Indeks 1 40
2. X Indeks 2 49
3. X Indeks 3 38
4. X Indeks 4 35
5. X Indeks 5 38
6. X Indeks 6 39
7. X Indeks 7 38
8. X Indeks 8 39
9. X Indeks 9 39
Jumlah 345
(SMA Negeri 1 Campalagian)

Berdasarkan data diatas yaitu jumlah keseluruhan siswa kelas X SMA

Negeri 1 Campalagian pada tahun ajaran 2016-2017 diketahui 345 peserta

didik, dimana termasuk juga yang dikeluarkan dan dipindahkan dari SMA

Negeri 1 Campalagian selama tahun ajaran 2016-2017.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah siswa kelas X indeks 3 yang berjumlah 38 orang

peserta didik. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan

pertimbangan pertimbangan), yang didasarkan pada suatu pertimbangan

tertentu.

D. Defenisi Operasional Variabel

20
1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini akan diselidiki variabel bebas dan variabel terikat

sebagai berikut :

a. Variabel bebas dalam penelitian yaitu Model Pembelajaran Induktif.

b. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu pemahaman konsep peserta

didik.

2. Defenisi Operasional Variabel

a. Model Pembelajaran Induktif adalah suatu model pembelajaran yang

diterapkan oleh peneliti pada kelas X Indeks 3 SMA 1 Negeri

Campalagian. model pembelajaran ini memberikan waktu kepada para

peserta didik dalam mengasah pemahaman konsepnya sesuai dengan

gambar yang diamati.

b. Pemahaman Konsep adalah skor yang diperoleh secara keseluruhan

setelah mengikuti dan menjawab tes yang meliputi (C1 dan C2).

E. Instrumen Penelitian

1. Tahap Pertama

Menyusun kisi-kisi Instrumen tes pemahaman konsep fisika sebanyak 50

item soal pada semester genap dalam bentuk pilihan ganda beralasan.

Selanjutnya untuk tes pemahaman konsep dilakukan uji validasi dan

reliabilitas.

2. Tahap Kedua

21
Semua item yang sudah disusun dikonsultasikan ke dosen pembimbing.

Setelah instrumen divalidasi oleh dosen pembimbing dan direvisi,

selanjutnya dilakukanlah uji coba instrumen. Uji coba ini dilakukan kepada

siswa kelas X SMA Negeri 1 Campalagian untuk mengetahui validitas dan

reliabilitas sebelum digunakan dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk

melihat apakah tes kemampuan ini valid atau tidak valid. Berikut langkah-

langkah analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Uji Validitas

Validitas merupakan ukuran yang menyatakan kesahihan suatu instrumen

sehingga mampu mengukur apa yang hendak di uji. Validitas item soal

digunakan untuk mengetahui dukungan suatu item soal terhadap skor

total. Untuk menguji validitas setiap item soal terhadap skor total. Untuk

menguji validitas setiap item soal, skor-skor yang ada pada item soal

tersebut dikorelasikan dengan skor total. Validitas yang tinggi jika skor

soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Biseral :

M p −M t p
r pbi = ………(3.2)
SD q

(Arikunto, 2013:337)

Keterangan :

r pbi =¿ Koefesien korelasi point biseral

M p=¿ Rerata nilai untuk kelompok yang berskor 1

M t =¿ Rerata skor total

SD=¿ Standar deviasi skor total

22
p=¿ Proporsi subjek yang berskor 1, dengan rumus sebagai berikut:

banyaknya siswa yangmenjawab benar


p=
jumla h seluruh siswa

q=¿ Proporsi subjek yang berskor 0, dengan:q=1− p

Valid tidaknya item ke-i ditunjukkan dengan membandingkan nilai r pbi

dengan nilai r tabel pada taraf signifikan α =5 % atau 0,05 dengan interpretasi

sebagai berikut :

Besarnya “r” Biseral (r rbi ) Interpretasi

r rbi ≥ r tabel Item soal dinyatakan valid


r rbi <r tabel Item soal dinyatakan drop

(Arikunto, 2013:337)
Standar Deviasi skor total dapat dicari dengan rumus:

´ ( Σ X )2
2
ΣX − ………..(3.3)
N
SD=
N
(Arikunto, 2013:339)

b. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui apakah intrumen yang digunakan dalam penelitian ini

dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data, maka harus ditentukan

reliabilitasnya. Reabilitas merupakan ukuran sejauh mana suatu alat ukur

dalam hal ini instrumen penelitian (tes pemahaman konsep) memberikan

gambaran yang benar-benar dipercaya tentang kemampuan seseorang.

Untuk menghitung reliabilitas tes pemahaman konsep fisika digunakan

rumus Kuder-Richard (KR-20) sebagai berikut :

23
k V t −Σ pq
( k −1
r 11 = )( Vt ) …………(3.4)

(Arikunto, 2013:175)

Keterangan :

r 11 =¿ instrumen reliabilitas

p=¿proporsi subjek yang menjawab dengan betul (proporsi

subjek yang mempenyai ksor 1)

q=¿ proporsi subjek yang mendapat skor 0 (q = 1 – p)

Σ pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

k =¿ banyaknya butir pertanyaan

V t =¿ varians total

Rumus untuk varians total adalah sebagai berikut:

V t =∑ x 2−¿ ¿ ¿ …………(3.5)

Dengan keterangan:

X = Skor yang dimiliki subjek penelitian

N = Banyaknya subjek penelitian

(Arikunto, 2013:288)

Untuk mengetahui interpretasi mengenai besarnya reliabilitas item

soal, dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut :

24
Tabel 3.2 Interpretasi reliabilitas item soal

Besarnya ”r 11” Interpretasi


0,80 <r 11 ≤ 1,00 Sangat baik
0,60 <r 11 ≤ 0,80 Baik
0,40 <r 11 ≤ 0,60 Sedang
0,20 <r 11 ≤ 0,40 Kurang
r 11 ≤ 0,20 Sangat Kurang
(Arikunto,2006:86)

c. Tingkat kemudahan/kesukaran item soal

Tingkat kemudahan/kesukaran adalah kemampuan tes tersebut

dalam menjaring banyaknya subjek peserta tes yang dapat

mengerjakan dengan betul. Tingkat kemudahan/kesukaran item

soal dihitung dengan menggunakan rumus :

B
p= …………(3.6)
J

Keterangan:

p=¿ Tingkat kemudahan/kesukaran

B=¿ Banyaknya subjek yang menjawab betul

J=¿ Bayaknya subjek yang ikut mengerjakan tes

(Arikunto, 2013:176)

Interpretasi tingkat kemudahan untuk setiap item soal dapat dilihat pada

Tabel 3.3 berikut:

Besarnya tingkat Interpretasi


Kemudahan/kesukaran “p”
0,00 < p ≤ 0,30 Sukar
0,30 < p ≤ 0,70 Sedang
0,70 < p ≤ 1,00 Mudah
(Arikunto,2006:20)

25
d. Daya pembeda item soal

Daya pembeda adalah kemampuan tes tersebut dalam memisahkan antara

subjek yang pandai dengan subjek yang kurang pandai. Untuk

menghitung daya pembeda digunakan rumus sebagai berikut:

BA BB
D= − …………(3.7)
J A JB

Keterangan :

D = Daya pembeda butir

J A = Banyaknya subjek kelompok atas

J B =¿ Banyaknya subjek kelompok bawah

B A =¿Banyaknya kelompok atas yang menjawab betul.

BB =¿Banyaknya kelompok bawah yang menjawab betul

(Arikunto, 2013:176)

Tabel.3.4 Interpretasi daya pembeda

Besarnya tingkat Interpretasi


Kemudahan/kesukaran “Dp”
DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 <DP ≤ 0,40 Cukup
0,40<DP ≤ 0,70 Baik
0,70 <DP ≤ 1,00 Baik sekali
(Arikunto,2006:213)

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap yakni; Tahap Persiapan,

tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

26
1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a. Berkonsultasi dengan kepala sekolah dan guru bidang studi Fisika SMA

Negeri 1 Campalagian untuk meminta izin sebelum melaksanakan

penelitian.

b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan.

Kurikulum sekolah dan materi yang diajarkan lalu dikonsultasikan

dengan dosen pembimbing.

c. Menyusun instrument penelitian berupa tes pemahaman konsep Fisika

dalam bentuk tes pilihan ganda beralasan.

2. Tahap Pelaksanaan

Memberikan tes awal (pre-test) berupa tes pemahaman konsep dan

melaksanakan proses belajar mengajar pada kelas X Indeks 3 yang sesuai

dengan RPP yang telah dibuat, dimana proses mengajar ini dilakukan

sendiri oleh peneliti pada kelas yang dijadikan sampel.

3. Tahap Akhir

Setelah seluruh kegiatan pengajaran dilaksanakan maka dilakukanlah tes

akhir ( post-test). Peneliti akan memberikan tes akhir (post-test) berupa tes

pemahaman konsep terhadap pelajaran fisika setelah diterapkan Model

Pembelajaran Induktif.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan tes pemahaman konsep fisika. Untuk tes

27
pamahaman konsep fisika dalam bentuk pilihan ganda beralasan yang

diberikan setelah proses pembelajaran untuk mendapatkan data pemahaman

konsep fisika peserta didik. Peserta didik diberikan skor sesuai dengan kunci

jawaban. Skor yang diberikan untuk jawaban benar dan alasan benar adalah 1,

sedangkan untuk jawaban dan alasan benar salah adalah 0.

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis

deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif ini digunakan untuk

mendeskripsikan data pemahaman konsep Fisika Kelas X Indeks 3 SMA

Negeri 1 Campalagian. Sedangkan, analisis inferensial digunakan untuk

menguji hipotesis penelitian.

1. Teknik Analisis Deskriptif

Dalam analisis deskriptif data pemahaman konsep yang diperoleh

akan disajikan dalam bentuk tabel statistik berupa skor tinggi, skor

terendah, skor ideal, rentang, banyaknya kelas interval, skor rata-rata,

standar deviasi, dan disajikan pula distribusi frekuensi dalam bentuk

tabel maupun histogram. Untuk mengetahui nilai yang diperoleh peserta

didik, maka skor di konversi dalam bentuk nilai dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

SS
N= X 100 ………(3.8)
SI

Keterangan :

N = Nilai siswa

SS = Skor hasil belajar siswa

28
SI= Skor ideal

Adapun kriteria penilaian pemahaman konsep dalam aspek

pengetahuan adalah sebagai berikut :

Tabel. 3.5 Penilaian pemahaman konsep dalam aspek belajar

pengetahuan.

No Interval nilai Keterangan


1. 81-100 Sangat tinggi
2. 61-80 Tinggi
3. 41-60 Sedang
4. 21-40 Rendah
5. 0-20 Sangat Rendah
(Riduan,2003:4)

2. Teknik Analisis Inferensial

a. Uji Normalitas

Uji normalitas sampel atau menguji normal tidaknya sampel, tidak

lain sebenarnya adalah mengadakan pengujian terhadap normal

tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Untuk pengujian tersebut

digunakan rumus Chi-kuadrat yang di rumuskan sebagai berikut :

( f 0−f h )2
2
x =∑
[fh ] ………(3.9)

(Arikunto, 2013:312)

Keterangan :

x 2 = Nilai Chi-kuadrat yang dicari (dihitung)

f o = frekuensi yang ada (frekuensi observasi atau frekuensi

sesuai dengan keadaan)

f h = frekuensi yang diharapkan sesuai dengan teori.

29
Jika harga Chi-kuadrat observasi lebih besar dari harga Chi-

kuadrat teoretik, maka kurva atau distribusi nilai tidak

menunjukkan kurva normal.

b. Uji Hipotesis

Uji hipotesis statistik dilakukan untuk menjawab hipotesis

penelitian.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dengan menggunakan

uji-t, dengan α =0,05


t=
( ∑ D )2 ……..(3.10)


2
ΣD −
N
N (N−1)

(Arikunto, 2013:395)

Keterangan :

t= Harga tuntuk sampel berkolerasi

D́ = (Difference), perbedaan antara skor awal dengan skor tes

akhir untuk setiap individu.

D = Rerata dari nilai perbedaan (rerata dari D)

D 2 = kuadrat dari D

N = Banyaknya subjek penelitian.

Hipotesis penelitian sebagai berikut :

Η 0 :μ=μ0

Η a : μ=μ0

30
(Wahab,2013:176)

Keterangan :

μ0 = Rata-rata hasil belajar siswa sebelum diterapkan model

pembelajaran Induktif.

μ = Rata-rata hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran

Induktif.

Η 0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa kelas

X Indeks 3 SMA 1 Negeri Campalagian setelah diterapkan

model pembelajaran Induktif dalam pembelajaran fisika.

Η a = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa kelas

X Indeks 3 SMA 1 Negeri Campalagian setelah diterapkan

model pembelajaran Induktif dalam pembelajaran fisika.

Kriteria pengujian untuk t adalah :

t hitung > t tabel maka Η a diterima,

t hitung < t tabel maka Η a ditolak dan Η 0diterima.

31
32

Anda mungkin juga menyukai