Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Daftar Isi....................................................................................................... 38
BAB I : Pendahuluan
A.    Latar Belakang................................................................................... 39
B.    Tujuan................................................................................................ 40

BAB II : Tinjauan Pustaka


A.    Morfologi dan Pengecatan................................................................ 41
B.    Karakteristik Umum........................................................................... 42
C.   Pewarnaan Spora.............................................................................. 44

BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN


A.  HASIL  ................................................................................ 46
B.    PEMBAHASAN...................................................................................... 46

BAB IV : Penutup
A.    Kesimpulan........................................................................................ 52
B.    Saran................................................................................................. 52

Daftar Pustaka............................................................................................... 53
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang
khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan
air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel
bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan.
Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding
sel bakteri melalui serangkaian pengecatan.

Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam tubuh
vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun
tepian sel. spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik mengalami dormansi,
dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel
vegetatif. Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi.

Pewarnaan diferensial merupakan teknik pewarnaan yang menampilkan perbedaan di


antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Teknik pewarnaan ini menggunakan tidak
hanya satu jenis larutan zat warna, berbeda dengan teknik pewarnaan sederhana (pewarnaan
tunggal) yang hanya menggunakan satu jenis zat warna saja. Pewarnaan diferensial banyak
jenisnya, antara lain ialah pewarnaan gram, pewarnaan spora, pewarnaan tahan asam, pewarnaan
giemsa, pewarnaan kapsul, dan pewarnaan flagel. Pada praktikum kali ini, digunakan  teknik
pewarnaan spora.  
Teknik pewarnaan spora merupakan Pewarnaan spora merupakan pewarnaan dengan
menggunakan malachite green dan safranin, yang dalam hasil pewarnaannya akan muncul warna
hijau pada sporanya, serta warna merah pada sel vegetatifnya yaitu pada Bacillus
subtitulis.            
Sebagai tenaga analis kesehatan dibutuhkan keterampilan dalam membuat spesimen yang
berguna dalam pemeriksaan spesimen di laboratorium. Spora bakteri umumnya tidak mudah
diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan
sulit hilang. Hal tersebut yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat permasalahan ini
sebagai masalah yang akan dibahas dalam laporan praktikum dengan judul “Pewarnaan Spora”.

B. TUJUAN PEWARNAAN SPORA :


1. Untuk mengetahui pewarnaan spora bakteri.
2. Untuk melakukan proses pewarnaan spora bakteri.
3. Untuk melihat bentuk dan letak spora pada bakteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.MORFOLOGI

Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang
khas begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hamper tidak berwarna dan kontras dengan
air, dimana sel-sel bakteri yang ada di suspensikan. Salah satu cara unutk mengamati bentuk sel
bakteri sehingga mudah di identifikasi adalah dengan cara metode pengenceran atau pewarnaan.
Hal tersebut berfungsi untuk mengetahuisifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel
bakteri melalui serangkaian pengecetan atau pewarnaan (Dwidjoseputro, 2005).
Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat kecil, bentuk
tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1.000 X
atau lebih. Sel bakteri memiliki panjang yang beragam, sel beberapa spesies dapat berukuran 100
kali lebih panjang daripada sel spesies yang lain. Bakteri merupakan makhluk hidup dengan
ukuran antara 0,1 sampai 0,3 µm. Bentuk bakteri bermacam – macam yaitu elips, bulat, batang
dan spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan suatu zat pewarna kimia
agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk, susunan dan keadaan
struktur internal dan butiran (Pelczar, 2007).

Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam tubuh
vegetative bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal) atau pun
tepian sel. spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolic mengalami dormansi,
dihasilkan pada fase lanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel
vegetatif. Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi (Pelczar, 1986).

Bakteri pembentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan, sinar, kekeringan, panas, dan
kedinginan. Kebanyakan bakteri pembentuk spora tinggal di tanah, namun spora bakteri dapat
tersebar di mana saja (Dwidjoseputro, 2005).
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap
pengaruh buruk dari luar. Segera setelah keadaan luar baik lagi bagi mereka, maka pecahlah
bungkus spora dan tumbuhlah bakteri. Spora lazim disebut endospora ialah karena spora itu
dibentuk di dalam sel. Endospora jauh lebih tahan terhadap pengaruh luar yang buruk dari pada
bakteri biasa yaitu bakteri dalam bentuk vegetatif. Sporulasi dapat dicegah, jika selalu diadakan
pemindahan piaraan ke medium yang baru (Hadioetomo, 1993).
Beberapa spesies bakteri menghasilkan spora eksternal. Streptomyces misalnya,
meghasilkan serantaian spora (disebut konidia), yang disangga di ujung hifa, suatu filamen
vegetatif. Proses ini serupa dengan proses pembentukan spora pada beberapa cendawan(Ball.
1997).
Spora bakteri dapat berbentuk bulat, lonjong atau silindris. Berdasarkan letaknya spora di
dalam sel kuman, dikenal letak sentral,subterminal dan terminal. Ada spora yang garis tengahnya
lebih besar dari garis tengah sel kuman, sehingga menyebabkan pembengkakan sel bakteri
(Pratiwi,S. 2008).
B. KARAKTERISTIK
Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama yang tergolong dalam genus Bacillus dan Clostridium
mampu membentuk spora. Spora yang dihasilkan di luar sel vegetatif (eksospora) atau di dalam
sel vegetatif (endospora). Bakteri membentuk spora bila kondisi lingkungan tidak optimum lagi
untuk pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya: medium mengering, kandungan nutrisi
menyusut dan sebagainya (Ball, 1997).
Suatu badan yang refraktil terdapat dalam induk sel dan merupakan suatu stadium isrtirahat
dari sel tersebut. Endospora memiliki tingkat metabolisme yang sangat rendah sehingga dapat
hidup sampai bertahun-tahun tanpa memerlukan sumber makanan dari luar (Tarigan 1988).
Dua jenis bakteri yang dapat membentuk spora misalnya Clostridium dan Bacillus.
Clostridium adalah bakteri yang bersifat anaerobic, sedangkan Bacillus pada umumnya bersifat
aerobic. Struktur endospora mungkin bervariasi untuk setiap jenis spesies, tapi umumnya hamper
sama. Endospora bakteri merupakan struktur yang tahan terhadap keadaan lingkungan yang
ekstrim misalnya kering, pemanasan, dan keadaan asam (Pratiwi,S. 2008).
Pembentukan spora dapat dianggap sebagai suatu proses diferensiasi dari suatu siklus
hidup dalam keadaan-keadaan tertentu. Hal ini berbeda dari peristiwa pembelahan sel karena
tidak terjadi replikasi kromosom (Pelczar, 1986).
Kemampuan menghasilkan spora memberi keuntungan ekologis pada bakteri, karena
memungkinkan bakteri itu bertahan dalam keadaan buruk. Langkah-langkah utama di dalam
proses pembentukan spora sebagai berikut :
1. Penjajaran kembali bahan DNA menjadi filamen dan invaginasi membrane sel di dekatsatu
ujung sel untuk membentuk suatu struktur yang disebut bakal spora.
2. Pembentukan sederet lapisan yang menutupi bakal spora, yaitu korteks spora diikuti dengan
selubung spora berlapis banyak.
3. Pelepasan spora bebas seraya sel induk mengalami lisis (Pelczar, 1986).
Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Karena
kandungan air endospora sangat rendah bila dibandingkan dengan sel vegetatifnya, maka
endospora berbentuk sangat padat dan sangat refraktil bila dilihat di bawah mikroskop.
Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, sehingga harus digunakan pewarna
spesifik dan yang biasa digunakan adalah malachite green (Hadioetomo, 1993).

C.PEWARNAAN SPORA
Pewarnaan diferensial merupakan teknik pewarnaan yang menampilkan perbedaan di
antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Teknik pewarnaan ini menggunakan tidak
hanya satu jenis larutan zat warna, berbeda dengan teknik pewarnaan sederhana (pewarnaan
tunggal) yang hanya menggunakan satu jenis zat warna saja. Pewarnaan diferensial banyak
jenisnya, antara lain ialah pewarnaan gram, pewarnaan spora, pewarnaan tahan asam, pewarnaan
giemsa, pewarnaan kapsul, dan pewarnaan flagel. Pada praktikum kali ini, digunakan  teknik
pewarnaan spora (Pelczar & Chan, 2007).

Teknik pewarnaan spora merupakan Pewarnaan spora merupakan pewarnaan dengan


menggunakan malachite green dan safranin, yang dalam hasil pewarnaannya akan muncul warna
hijau pada sporanya, serta warna merah pada sel vegetatifnya yaitu pada Bacillus subtitulis (Volk
dan Whleer, 1984).
Endospora dibuat irisan dapat terlihat terdiri atas pembungkus luar, korteks dan inti yang
mengandung struktur nukleus. Apabila sel vegetatif membentuk endospora, sel ini membuat
enzim baru, memproduksi dinding sel yang sama sekali baru dan berubah bentuk. Dengan kata
lain sporulasi adalah bentuk sederhana diferensiasi sel, karena itu, proses ini diteliti secara
mendalam untuk mempelajari peristiwa apa yang memicu perubahan enzim dan morfologi.
Spora biasanya terlihat sebagai badan-badan refraktil intrasel dalam sediaan suspensi sel yang
tidak diwarnai atau sebagai daerah tidak berwarna pada sel yang diwarnai secara biasa. Dinding
spora relatif tidak dapat ditembus, ini pula yang mencegah hilangnya zat warna spora setelah
melalui pencucian dengan alkohol yang cukup lama untuk menghilangkan zat warna sel
vegetatif. Sel vegetatif akhirnya dapat diberi zat warna kontras. Spora biasanya diwarnai dengan
hijau malachit atau carbol fuchsin (Pelczar & Chan, 2007).

Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali
diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode
pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam
pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses
pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam
endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan
cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda
pada sel vegetatifnya (Volk dan Whleer, 1984).

Respon Bakteri Penghasil Spora dan yang Tidak Tahan Pengecatan Pewarnaan Spora
menggunakan reagensia yang berbeda, menurut pleczar yaitu:
a.       Zat Warna Primer: Malachite Green.
Spora tidak bisa diwarnai seperti mewarnai sel vegetatif, disebabkan karena adanya spore
coat yang tidak mudah mengikat zat warna primer. Untuk penetrasi zat warna, diperlukan
pemanasan. Setelah diberi zat warna primer, kemudian preparat dipanasi, sel vegetatif dan spora
akan berwarna hijau.
b.      Zat Peluntur: Air.
Sekali malachite green masuk ke dalam spora, tidak bisa lagi dilunturkan dengan air
mengalir, yang hanya melunturkan sisa-sisa zat warna primer.
c.       Spora tetap
Cat berwarna hijau. sebaliknya zat warna tidak menunjukkan affeniteit yang kuat dengan
komponen sel vegetatif, air bisa melunturkannya, yang kemudian menjadi tidak berwarna.
d.      Zat Warna Kontras: Safranin atau larutan Fuchsin.
Zat warna kontras yang berwarna merah ini digunakan untuk mewarnai sel vegetatif yang
sudah dilunturkan, yang kemudian akan mengabsorbsi zat warna kontras dan akan berubah
menjadi berwarna merah. Spora tetap berwarna hijau seperti warna zat primer.
Contoh yang paling mudah adalah untuk spesies Bacilllus subtilis dan E. Coli. B. Subtilis
akan berwarna hijau setelah pengecatan. Hal ini berarti B. Subtilis memiliki endospora.
Endospora lebih tahan lama meski dalam keadaan linghkungan ekstrim seperti kering, panas,
atau bahan kimia yang beracun. Eschericia coli setelah pengecatan akan berwarna merah muda
dari safranin. E.coli berarti tidak memiliki endospora, hanya memiliki sel vegetatif. Karena
E.coli hanya memiliki sel vegetatif, sel vegetatif tidak tahan terhadap pewarnaan. Saat diwarnai
denga malachite, sel vegetatif tidak dapat mengikat malachite sehingga saat dilunturkan, warna
malachite dapat hilang. Kemudian saat diberi safranin, sel vegetatif dapat mengikat warna
kembali sehingga warna sel menjadi merah muda (Tarigan, 1988).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL

PEMBAHASAN
Pewarnaan spora merupakan pewarnaan yang tidak dapat di warnai dengan pewarnaan
biasa, diperlukan tekhnik pewarnaan khusus. Endospora tidak mudah diwarnai dengan zat
pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Pewarnaan
yang dilakukan dalam praktikum ini dengan menggunakan pewarnaan Klein. Pewarnaan Klein
merupakan pewarnaan spora yang paling banyak digunakan dengan menggunakan pewarna
malachite green sebagai pewarna utama dan karbol fuchsin sebagai pewarna sekundernya.. Spora
bakteri sangat sulit sekali bila diwarnai dengan pewarnaan gram. Untuk pewarnaan spora, perlu
dilakukan pemanasan supaya pewarna bisa masuk ke dalam spora, seperti pada pewarnaan tahan
asam dimana pewarna malachite green harus dipanaskan untuk bisa menembus lapisan lilin asam
suatu bakteri bacsillus dan E. Coli. Dari hasil pewarnaan spora terlihat bakteri vegetatif berwarna
ungu terdapat titik merah dan spora berwarna hijau, dengan bentuk basil (Diplobacillus). Letak
sporanya berada pada subterminal dengan latar belakang berwarna bening. Letak endospora
berbeda dengan spesies bakteri yang lain. Tipenya ada yang central yaitu lokasi dari sel
vegetatifnya di tengah, terminal letak sel vegetatifnya berada di ujung atau pinggir dan tipe
subterminal berarti lokasi endosporanya berada di antara tengah dan pinggir dari sel vegetatif.
Bakteri yang berbentuk basil memiliki endospora yang terletak di subterminal.
Menurut pearce (2009) Pengecatan endospora dengan larutan malachite green, bakteri
penghasil endospora akan menunjukkan reaksi positif yaitu larutan malachite green akan
berikatan dengan spora sehingga saat pencucian akan tetap berwarna hijau dan cat penutup atau
safranin tidak bisa diikat oleh endospora. Sedangkan pada bakteri yang tidak menghasilkan
endospora maka larutan hijau malasit tidak dapat diikat. Sedangkan Preparat dipanaskan di atas
pembakar spirtus yang bertujuan untuk membantu warna menembus dinding endospora
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan didapatkan Pewarnaan spora merupakan salah satu
pewarnaan differensial dengan menggunakan pewarna malachite green dan safranin (air fuchsin),
yang dalam hasil pewarnaannya akan muncul warna hijau pada sporanya, serta warna merah
pada sel bakteri vegetatifnya.Dalam pewarnaan ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi
pewarnaan yaitu fiksasi, peluntur zat warna, interakasi pewarnaan, substrat dan zat warna
penutup (coontesstain).
Berdasarkan pada hasil pengamatan dengan mikroskop lensa objektif pembesaran 100X
ditemukan bakteri vegetatif berwarna ungu dan spora berwarna hijau dengan latar belakang
berwarna bening dan letak spora pada subterminal (bakteri diplobacillus).

Anda mungkin juga menyukai