#KelasPenaKreatif
#Comedy
Tetangga Palsu
Pagi begitu cerah. Secerah hati ibu-ibu di kompleks cinta damai yang tengah asyik berbelanja sambil
bergosip ria.
"Ada tetangga baru, loh ... Kelihatannya orang kaya." Dengan gerakan bibir bergelombang Bu Sumi
menjelaskan.
"Aduuuh, Bu Sumi. Punye tetangga baru, kok, diomongin ... Bukannye malah seneng, kompleks
tambah rame," pungkas Bang Juki -penjual sayur- dengan logat betawinya. Bu Kesa dan Bu RT
memasang muka kepo berlebih, menanti kata yang keluar dari mulut Bu Sumi.
"Namanya juga gosip, Bang, digosok makin sip," ledek Bu Sumi. Disambut tawa semua ibu-ibu yang
mendengar.
"Hmmm ... Perempuan single, cantik, seksi dan keturunan ningrat." Lagi-lagi Bu Sumi menjelaskan
dengan gaya mirip pemeran Bu Tejo yang baru-baru ini viral. Ketika sedang asyik bergosip, tiba-tiba
terdengar seseorang membunyikan klakson mobil. Sebuah honda jazz merah berjalan mendekati
mereka yang sedang berbelanja sayur.
"Pagi, ibu-ibu," sapanya manja sambil melambaikan tangannya dari balik kaca mobil yang setengah
terbuka, "ada yang mau ikut saya ke swalayan?" tanyanya sombong. Ibu-ibu tukang gosip saling
berpandangan.
"Enggak, Mba. Kami belanja di sini saja," tolak Bu RT sembari memegang seikat kangkung yang hampir
rontok semua daunnya karena terlalu lama dibolak-balik.
"Okelah, lagian orang seperti kalian lebih cocok belanja di tukang sayur keliling," ejeknya dengan
kesombongan hakiki. Bola mata Bu Sumi hampir mencuat keluar mendengar ucapannya. Wanita
bertubuh gempal itu hampir saja mencengkeram wajah yang berada di balik jendela mobil.
Beruntunglah Bu RT dan Bu Kesa mencegah. Wanita kaya itu berlalu bersama mobil mewahnya.
"Baru bawa mobil gitu aja udah sombong, gimana bawa pesawat terbang," gerutu Bu Sumi kesal.
***
"Sabar, Pak, lima menit lagi," jawab Bu RT dari dalam rumah. Ini lima menit kesekian kalinya. Pak RT
yang sedari tadi menunggu mulai tak sabar. Ia berjalan bolak balik sembari melirik arloji di tangan.
Pak RT pasrah menunggu di depan rumah. Lima menit yang dijanjikan perempuan ternyata enam puluh
menit sebenarnya.
"Bu, sudah belum?" Suara Pak RT terdengar lebih pelan. Namun, kali ini istrinya tak menjawab. Laki-laki
berbaju dan berpeci hitam itu menghampiri istrinya yang masih berada di kamar.
"Sudah cantik belum, Pak?" tanyanya sembari berputar-putar memperlihatkan gamis barunya.
"Ibu pakai apa saja cantik, Kok," pujinya berharap sang istri puas dengan jawabannya dan bergegas
berangkat. Hari ini, Bu Mini -tetangga baru yang kaya itu- mengundang warga ke rumahnya, dalam
rangka tasayakuran kepindahannya di kompleks cinta damai.
"Awas ya, Pak, jangan ganjen!" ancam Bu RT kepada laki-laki yang berwajah tak ganteng di sebelahnya.
Pak RT tak menimpali.
Rumah mewah berlantai marmer itu sudah dipenuhi para warga. Makanan-makanan kecil pun sudah
dihidangkan kepada para tamu undangan. Bu Mini sang pemilik rumah berdandan menor dengan gincu
berwarna merah menyala. Dandananya lebih mirip pemain lenong yang akan pentas ketimbang untuk
acara tasyakuran.
Acara segera dimulai. Pak Ustadz mulai mempimpin acara tasyakuran. Namun, para warga riuh
berebut makanan.
"Kuenya enak, loh, Bu," ucap Bu Sumi yang sedari tadi tak berhenti mengunyah.
"Loh, ada apa ini?" tanyanya heran, "kok, rame-rame," lanjutnya. Seluruh warga menatapnya heran.
"Hmmm .... Ma-maaf, Nyonya." Bu Mini berlari kecil menghampiri wanita itu dan meminta maaf.
Seluruh warga terperangah melihat kejadian ini.
"Saya pemilik rumah ini, dan ... ini pembantu saya, Minah." Wanita itu menjelaskan.
Seluruh warga kaget. Begitu juga dengan Bu Sumi yang sedari awal tidak suka dengan sikap Bu Mini,
eh ... Minah maksudnya.
"Huuu." Seluruh warga bersorak dan berhamburan keluar rumah. Ternyata selama ini Minah hanya
berpura-pura kaya. Mobil, rumah serta isinya merupakan milik majikannya.