hubungan perdagangan antar negara guna mecukupi segala kebutuhan negara-negara tersebut.
Perdagangan bebas hanya akan ideal apabila dilakukan oleh negara-negara yang mempunyai
kedudukan setara, akan tetapi sangat berbeda jika yang melakukan aktivitas perdagangan
tersebut antara negara maju dengan negara berkembang atau negara maju dengan Negara
terkebelakang, maka hasilnya sudah dapat ditebak, yaitu negara berkembang akan menjadi
telah dilakukan oleh negara-negara berkembang lainnya maupun negara maju. Kebijakan
anti-dumping ini pertama kali digagas oleh WTO dan pada mulanya dimaksudkan untuk
meningkatkan perekonomian dan taraf hidup negara-negara dalam kerangka persaingan yang
internasional yang berkembang dari sekedar lintasan pertukaran hasil antar negara, ke esensi
yang lebih kompleks, yaitu sarana pemenuhan kepentingan nasional negara-negara, termasuk
sumber devisa, perluasan pasar, sarana akumulasi modal dan keuntungan produsen yang
Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan perdagangan
internasional agar terciptanya fair trade. Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan
VI of GATT 1994). Tarif yang diikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama
1
Wolfgang Friedman, The Changing Structure of International Law, 1964, hlm.11
kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus
perdagangan barang.
Peraturan – peraturan WTO memegang tegas prinsip – prinsip tertentu tetapi tetap
memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang ada didalamnya adalah :
1. Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara
tidak adil),
(countervailing measures),
Jika sebuah perusahaan menjual produknya di negara lain lebih murah dari harga
normal pasar dalam negerinya, maka hal ini disebut dumping terhadap produk tersebut. Hal
ini merupakan salah satu isu dalam persetujuan WTO yang tidak bersifat menghakimi, tapi
lebih memfokuskan pada tindakan – tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
negara untuk mengatasi dumping. Persetujuan ini dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping
1994.2
Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir,
menetapkan “mark up” yang lebih rendah dipasar import karena menghadapi
elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.
2
Hidayat, Mochamad Slamet, dkk. 2006. Sekilas Tentang WTO (World Trade Organization)., hal 38
3
Gabriele Marceau,1994, Antidumping and Antitrust Issues in Free Trade Areas,Oxford,England,hlm 15
2. Cyclical Dumping : Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal
yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai
kondisi dari kelebihan kapasitas produksiyang terpisah dari pembuatan produk terkait.
3. State Trading Dumping : Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan
pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama
5. Predatory Dumping : Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga
rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh
kekuatan monopoli dipasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenisbini
Untuk mengetahui dumping secara khusus yakni sebagai produk yang dipasarkan
kepada negara lain dengan harga lebih rendah daripada harga normal. Untuk itu, beberapa
1. Dumping terjadi bila dalam perdagangan dengan cara-cara biasa dilakukan, harga
ekspor dari produk tersebut lebih rendah daripada harga perbandingan untuk barang
2. Bila tidak terdapat penjualan domestik dari barang sejenis tersebut, maka digunakan
3. Bila tidak terdapat kriteria pertama dan kedua maka diadakan suatu pembentukan
harga yang didasarkan pada biaya produksi ditambah suatu jumlah biaya untuk
administratif, pemasaran, dan biaya lainnya serta ditambah untuk suatu jumlah
Anti dumping yang ada di Indonesia diatur dalam GATT (General Agreement on
Tariff and Trade) dimana sebagai awal dari pada falsafahnya di ilhami dengan landasan
perekonomian nasional di Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945, dimana seringkali harus
berhadapan dengan kekuatan global yang memiliki latar belakang falsafah yang berbeda.
Sistem dan struktur nasioanl juga harus mencerminkan ideologi dan konstitusi negara.
menyatakan bahwa4 :
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
Dari isi pasal 33 UUD 1945 tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa:
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
yang beguna bagi masyarakat luas. Akan tetapi hal itu hanya dapat dilakukan apabila
Apabila kita telusuri anti dumping di dalam GATT yang merupakan perjanjian
perdagangan multilateral dengan tujuan menciptakan perdagangan bebas, adil, dan membantu
4
Lihat Pasal 33 UUD 1945.
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan umat
bilateral antara negara-negara yang terlibat dalam persengkataan dagang melalui konsultasi
dan konsiliasi.
Secara garis besar, prinsip Hukum GATT 1947 menginginkan perlakuan yang sama
atas setiap produk, baik terhadap produk impor maupun produk domestik. Tujuan penerapan
tersebut adalah agar tercipta perdagangan bebas yang teratur berdasarkan norma hukum
GATT. Sesungguhnya masalah perdagangan antar negara dihadapkan dua kepentingan, yaitu
Satu hal yang penting dalam pembuktian dumping adalah adanya pengaruh dumping
terhadap kerugian industri dalam negeri.Untuk itu harus dibuktikan adanya hubungan sebab
akibat berdasarkan bukti yang relevan yang dapat membuktikan bahwa kerugian yang
diderita pelaku usaha dalam negeri tidak disebabkan oleh faktor lain seperti kecenderungan
ekonomi atau kondisi ekonomi di negara yang bersangkutan.Faktor lain yang harus
diperhatikan adalah:
a. Volume dan harga barang impor yang tidak dijual dengan harga dumping;
b. Kontraksi permintaan;
c. Faktor pengekang perdagangan dan persaingan antara produsen dalam negeri dan
asing;
d. Pengembangan teknologi;
Pengaturan anti-dumping dalam hukum nasional Indonesia sebagai tindak lanjut dari
ratifikasi Persetujuan pembentukan WTO melalui UU Nomor 7 Tahun 1994 ternyata belum
2. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea
Masuk Imbalan
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa harga dumping terjadi apabila harga
yang ditawarkan kepada pasar negara lain lebih rendah bila bila dibandingkan dengan harga
normal (normal value). Dalam PP No. 34 Tahun 1996 pada Pasal 1 yang dimaksud dengan
harga normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayarkan untuk barang
sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan
konsumsi. Tidak dijelaskan lebih lanjut bagaimanakah kalau harag normal tersebut tidak
didapatkan karena mungkin ada produsen dalam negeri yang mengkhususkan produk yang
sejenis tersebut hanya untuk memenuhi pasar luar negeri atau untuk konsumsi ekspor, apakah
ada penetapan pedoman harga yang lain yang dapat dijadikan sebagai pengganti harga
normal.5
berikut.
sejenis;
Tidak adanya penjelasan lebih lanjut tentang ketiga hal di atas dalam pelaksanaannya
bagaimanakah bentuk kerugian yang dimaksud, bilamanakah impor barang sejenis dianggap
sebagai suatu ancaman bagi industri domestik yang berakibat terhalangnya pengembangan
Dalam hal ketidakjelasan penyelesaian anti dumping khusunya dalam penafsiran yang
berbeda antara tulisan (nama merk barang), produk barang, kualitas barang maka ada satu
komisi yang menyelesaikan masalah tersebut yaitu komisi anti dumping. Komisi Anti-
mengandung barang subsidi yang menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri
barang sejenis,
2. Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi yang mengenai dugaan
3. Mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan
kepada Menperindag,
diratifikasi dengan tujuan agar masyarakat khususnya dunia usaha Indonesia tidak menjadi
korban praktek-praktek perdagangan yang tidak sehat atau unfair trade practices, yang
Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO), UU No. 10/1995 tentang
Kepabeanan dan PP No. 34/1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea
Masuk Imbalan (BMI) dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Keputusan Menperindag No.
tersebut adalah melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping atau
mengandung subsidi yang menimbulkan kerugian bagi produk sejenis di dalam negeri.
Terkait dengan penyelidikan ini, KADI mengumpulkan, meneliti, dan mengolah bukti dan
setiap informasi yang masuk, dan akhirnya menetapkan rekomendasi BMAD atau BMI
Suatu perusahaan yang merasa dirugikan akibat adanya praktik dumping , dapat
penyelidikan Anti Dumping dibuat secara singkat dan jelas mengenai keluhan menyangkut
terjadinya kerugian yang disebabkan masuknya barang impor sejenis ke Indonesia dengan
harga dumping. Kerugian tersebut diukur dengan menggunakan 15 indikator kerugian, yaitu :
investment, Utilisasi Kapasitas, Harga dalam negeri, Dampak dari Marjin dumping, Cash
Flow, Persediaan, Tenaga Kerja, Upah kerja, Pertumbuhan, dan Kemampuan meningkatkan
Contoh kasus dumping adalah tuduhan dari Korea Selatan pada sengketa anti
dumping produk kertas. Indonesia sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional
dan juga anggota dari WTO, pernah mengalami tuduhan praktek dumping pada produk kertas
yang diekspor ke Korea Selatan. Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan
mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade
Commission (KTC) pada 30 September 2002. Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping
adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas
Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte Ltd.
Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong
dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other
graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.
Gugatan Indonesia Korea Selatan melanggar beberapa pasal dalam perjanjian WTO,
antara lain : Pasal VI GATT 1994, inter alia, Pasal VI : 1, VI : 2 dan VI : 6; Pasal 1, 2.1, 2.2,
2.2.1.1, 2.2.2, 2.4, 2.6, 3.1, 3.2, 3.4, 3.5, 4.1(i), 5.2, 5.3, 5.4, 5.7, 6.1.2, 6.2, 6.4, 6.5, 6.5.1,
6.5.2, 6.7, 6.8, 6.10, 9.3, 12.1.1(iv), 12.2, 12.3 Annex I, dan ayat 3, 6 dan 7, Annex II tentang
Dalam kasus dumping kertas yang dituduhkan oleh Korea Selatan terhadap Indonesia
pada perusahaan eksportir produk kertas diantaranya PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk, PT.
Pindo Deli Pulp and Mills, dan PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, serta April Pine Paper
Trading Pte. Ltd, Indonesia berhasil memenangkan sengketa anti-dumping ini. Indonesia
pertama kalinya memperoleh manfaat dari mekanisme penyelesaian sengketa atau Dispute
Settlement Mechanism (DSM) sebagai pihak penggugat utama (main complainant) yang
merasa dirugikan atas penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota
terhadap impor produk kertas asal Indonesia. Hasil konsultasi tersebut tidak membuahkan
hasil yang memuaskan kedua belah pihak. Indonesia kemudian mengajukan permintaan ke
DSB WTO agar Korea Selatan mencabut tindakan anti dumpingnya yang melanggar
kewajibannya di WTO dan menyalahi beberapa pasal dalam ketentuan Anti-Dumping. Pada
tanggal 28 Oktober 2005, DSB WTO menyampaikan Panel Report ke seluruh anggota dan
menyatakan bahwa tindakan anti-dumping Korea Selatan tidak konsisten dan telah menyalahi
ketentuan Persetujuan Anti-Dumping. Kedua belah pihak yang bersengketa pada akhirnya
menentukan jadwal waktu bagi pelaksanaan rekomendasi DSB tersebut (reasonable period of
time/RPT).
Namun sangat disayangkan hingga kini Korea Selatan belum juga mematuhi
keputusan DSB, meskipun telah dinyatakan salah menerapkan bea masuk antidumping
(BMAD) terhadap produk kertas dari Indonesia, karena belum juga mencabut pengenaan bea
melakukan kesalahan prosedur dalam penyelidikan antidumping kertas Indonesia pada 2003.
Untuk itu DSB meminta Korea Selatan segera menjalankan keputusan ini.
Kesimpulan
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara
pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri
barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang
harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis
kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri,
yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal,
Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan perdagangan
internasional agar terciptanya fair trade. Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan
VI of GATT 1994). Tarif yang diikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama
kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus
perdagangan barang. Apabila hal- hal tersebut bisa direkomendasikan dengan alur fikir dalam
kesetaraan yang terdapat dalam falsafah Pancasila dan ketentuan umum sebagai Undang-
Undang Dasar 1945 maka damping akan berjalan seiring sengan program bangsa Indonesia