OLEH :
OLEH :
A. Pengertian
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran
empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu empedu bisa
terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra
hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut kolesistolitiasis, dan yang
terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus koleduktus) disebut
koledokolitiasis, sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik disebelah
proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis. Kolesistolitiasis dan
koledokolitiasis disebut dengan kolelitiasis.
B. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat terjadi
dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang
dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor
resiko tersebut antara lain:
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan
kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam
kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin,
diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan
peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk
pengembangan batu empedu kolesterol.
4. Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu. Kondisi yang
bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang belakan (medulla spinalis),
puasa berkepanjangan, atau pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan
penurunan berat badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak
(misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis bilier akan
menurunkan produksi garam empedu, serta meningkatkan kehilangan garam empedu
ke intestinal.
5. Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker prostat
meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat
hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier
dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin
muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi
pengosongan kantung empedu.
6. Diet
Duet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam
desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik. Karbohidrat
dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol
meningkatkan kolesterol empedu.
7. Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya adalah
turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap kembar identik fraternal.
8. Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan
mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
9. Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan atau
kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan agen pengikat
kolesterol, penurunan garam pempedu jelas akan meningkatkan konsentrasi
kolesterol dan meningkatkan resiko batu empedu.
10. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
11. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati
intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu.
C. Manifestasi Klinik
1. Asimtomstik
Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa mempertimbangkan
jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25% pasien yang benar-benar mempunyai
batu asimtomatik, akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah
lima tahun. Batu Empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan
rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu itu
mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi
untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua
jenis gejala, yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu
sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu
empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa
penuh, distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen
dapat terjadi.
2. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin
teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan atas,
biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan,
berahir setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai
dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam setelah
memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali serangan kolik biliaris dimulai,
serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan intensitasnya. Pasien akan
membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi
yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik
melainkan presisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu
yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian kanan. Sentuhan
ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika
pasien melakukan inspirasi dalam, dam menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga
membutuhkan preparat analgesic yang kuat seperti meperdin. Pemberian morfin
dianggap dapat meningkatkan spasme spingter oddi sehingga perlu dihindari.
3. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap
oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa
berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang
mencolok pada kulit.
4. Perubahan Warna Urin dan Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut dengan “ clay-colored”.
5. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K yang
larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin
ini jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
proses pembekuan darah normal.
Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus,
kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera
mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat
saluran tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi
disertai peritonitis generalisata.
D. Patofisiologi
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak kearea lain dari
sistem empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu atau pengisian kandung
empedu batu dapat pindah dan terjebak dalam leher kandung empedu. Selain leher
cysticduct (saluran cyste), atau saluran empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika empedu
tidak bias mengalir dari kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal dari batu
empedu menyebabkan radang batu empedu (cholecystitis)
Faktor yang mendukung :
1. Kadar kolesterol yang tinggi pada empedu
2. Pengeluaran empedu yang berkurang
3. Kecepatan pengosongan kandung empedu yang menurun
4. Perubahan pada konsentrasi empedu atau bendungan empedu pada kandung empedu
E. Pathway
Cedera tulang belakang, puasa
F. PATHWAY Kehamilan multipel Anemia hemolitik Bakteri (kolangitis,
berkepanjangan,G. atau pemberian diet Sirosis hepatis kolesistisis)
nutrisi total H.
parenteral (TPN, Total
Peningkatan kadar
parental nutrition), dan penurunan berat
progestoren Bilirubin tak Penurunan
badan yang b.d kalori & pembatasan
terkonjugasi pembentukan misel
lemak (mis. diet, vagotomi, dan operasi
bypass lambung) Statis bilier
Kalsium bilirubinat Kalsium palmitat
Penurunan dan stearat
Penyakit crhon
Reseksi usus garam empedu
Batu pigmen
Obesitas, resistensi insulin,
Batu kolestrol
diabetes melitus tipe II,
hipertensi, dan hiperlipidemia
Batu empedu
Peningkatan IKTERUS
sekresi kolestrol
Oklusi dan
obstruksi dari batu
2) Breathing
Pada pasien kolelitiasis dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan. Pada
periode nyeri hebat ini pasien biasa mengalami dispneu.
3) Circulation
Pada pasien dengan kolelitiasis umumnya tidak mengalami gangguan pada
sirkulasi
4) Disability
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R)
yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana
yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak
(Q): Nyeri dirasakan hebat
(R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke
punggung atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
c) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis.
2) Pemeriksaan fisik
Pendekatan dengan metode 6B:
a) B1-Breath
Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek dan dangkal, terjadi
peningkatan frekuensi pernapasan sebagai kompensasi.
b) B2-Blood
c) Takikardi dan berkeringat karena peningkatan suhu akibat respon inflamasi.
d) B3-Brain
-
e) B4-Bladder
Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen empedu.
f) B5-Bowel
g) Feses berwarna kelabu “clay colored” akibat obstruksi duktus biliaris
sehingga pigmen empedu tidak dibuang melalui feses.
h) B6-Bone
-
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Pola napas tidak efektif
c. Hipertermia
d. Risiko ketidakseimbangan cairan
3. Intervensi Keperawatan
Kondisi klinis terkait Keluhan nyeri (5) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5. Evaluasi Keperawatan
1. Evaluasi Formatif
Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien,
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi dan analisis mengenai
status kesehatan klien terhadap waktu.
DAFTAR PUSTAKA