Referat Cardiac Arrest PDF Free
Referat Cardiac Arrest PDF Free
Referat Cardiac Arrest PDF Free
CARDIAC ARREST
Oleh:
Muhammad Arief Luthfi Parama, S. Ked.
G99152077
Pembimbing
dr. Mulyo Hadi Sudjito, Sp. An. KNA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
B. Definisi
Henti Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung berhenti sehingga
tidak dapat memompakan darah ke seluruh tubuh. Henti jantung primer ialah
ketidaksanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal, kalau
dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau
kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit
kronis tentu tidak termasuk henti jantung (Alkatiri, 2007; Latief, 2007)
D. Diagnosa
Serangan jantung biasanya didiagnosa secara klinis dengan tidak adanya
pulsasi terutama pada arteri karotis . Dalam kebanyakan kasus pulsasi karotis
adalah standar untuk mendiagnosis serangan jantung, tetapi kurangnya pulsasi
(khususnya di pulsasi perifer) mungkin diakibatkan oleh kondisi lain
(misalnya shock).
E. Penatalaksanaan
1. Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation
(CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk
mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung (kematian klinis)
ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Kematian klinis
ditandai dengan hilangnya nadi arteri carotis dan arteri femoralis,
terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau pernafasan dan
terjadinya penurunan atau kehilangan kesadaran. Kematian biologis
dimana kerusakan otak tak dapat diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4
menit setelah kematian klinis. Oleh Karena itu, berhasil atau tidaknya
tindakan RJP tergantung cepatnya dilakukan tindakan dan tepatnya teknik
yang dilakukan.
a. Indikasi
1) Henti Nafas
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan
oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat,
tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda
asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung,
radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya
(Latief, 2007).
Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih
teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih
cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat
pertolongan segera maka pasien akan teselamatkan hidupnya dan
sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung (Alkatiri,
2007; Latief, 2007).
2) Henti Jantung
Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidak
sanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke
otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik
normal, kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan
menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung
terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak
termasuk henti jantung (Alkatiri, 2007; Latief, 2007).
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi
ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul
oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-
mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit
ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung.
Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung
menghilang.
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba
(karotis femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat
sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi
pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar
(Alkatiri, 2007; Latief, 2007).
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung,
kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O 2 dan fungsi
pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu normal akan
menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu
dapat membuat jantung berdenyut kembali (Alkatiri, 2007; Latief,
2007).
b. Fase RJP
Resusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase diantaranya (Alkatiri,
2007):
1) Fase 1
Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur
pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas
dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar.
Terdiri dari :
C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi
jantung paru.
A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka.
B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.
2) Fase 2
Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu
tunjangan hidup dasar ditambah dengan :
D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah
dimulai PJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel,
asistole atau agonal ventricular complexes.
F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi
ventrikel.
3) Fase 3
Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).
G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring
penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan
kemudian mengobatinya.
H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan
sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti
jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic
yang permanen.
H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi
susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° — 32°C.
H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong
adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua
tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.
I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan
ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus,
sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan
tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang (Alkatiri, 2007)
c. Pembaharuan pada BLS Guidelines 2015
Terdapat beberapa pembaharuan pada BLS 2015, berbanding
dengan 2010. Beberapa perubahan yang telah dilakukan adalah seperti
berikut (Hazinski et al, 2015)
1) Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari menganalisa respon
dan pernafasan.
2) “Look,listen and feel” tidak digunakan dalam algortima BLS
3) Hands-only chest compression CPR digalakkan pada sesiapa yang
tidak terlatih
4) Urutan ABC diubah ke urutan CAB, chest compression sebelum
breathing.
5) Health care providers memberi chest compression yang efektif
sehingga terdapat sirkulasi spontan.
6) Lebih terfokus kepada kualiti CPR.
7) Kurangkan penekanan untuk memeriksa nadi untuk health care
providers.
8) Algoritma BLS yang lebih mudah diperkenalkan.
9) Rekomendasi untuk mempunyai pasukan yang serentak mengandali
chest compression, airway management,rescue breathing, rhythm
detection dan shock.
F: (Fibrilation Treatment)
Gambaran EKG pada Ventrikel Fibrilasi ini menunjukan gelombang
listrik tidak teratur baik amplitudo maupun frekuensinya.
Alkatiri J (2007). Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Hazinski MF, Shuster M, Donnini MW, Travers AH, Samson RA, Schexnayder
SM, Sinz EH, et al (2015). Highlights of the 2015 american heart
association guidelines update for CPR and ECC. USA: American Heart
Association.
Snell RS (2006). Anatomi jantung dalam Buku ajar anatomi klinik. Jakarta :
EGC.