1) Utang luar negeri memang dibutuhkan Indonesia sebagai tambahan modal Negara
yang menyangkut dengan pembangunan prasarana fisik. Sebagaimana telah diketahui
bahwa infrastruktur merupakan investasi yang mahal dalam sebuah pembangunan,
terlebih pembangunan yang dilakukan dalam tingkat Negara.
2) Utang luar negeri dapat digunakan sebagai penyeimbang neraca pembayaran Negara.
Tentunya dalam hal ini pemerintah memang berusaha untuk melakukan
penyeimbangan pada neraca pembayaran Negara Indonesia sendiri.
Namun terlepas dari dua alasan tersebut, sebenarnya ada beberapa alasan lainnya yang
menjadi penyebab utang luar negeri yang dilakukan Indonesia antara lain:
Dalam hal ini defisit yang semakin meningkat akan menjadi penyebab semakin
meningkatnya atau bertambahnya utang luar negeri, termasuk Indonesia. Dengan kata
lain, pengeluaran yang dikeluarkan oleh Negara lebih besar daripada pemasukan yang
diterima oleh Negara sendiri. Sedemikian sehingga defisit antara pengeluaran dan
pemasukan semakin besar dan salah satu solusi untuk bisa menutupi defisit tersebut
ialah dengan melakukan utang luar negeri.
3) Meningkatnya Inflasi
Struktur perekonomian yang tidak efisien, dalam hal ini di Indonesia, tampak
dari tidak efisiennya pemakaian modal yang dikeluarkan sehingga memerlukan
investasi besar. Hal inilah yang kemudian akan mendorong pemerintah mengambil
tindakan utang luar negeri untuk memenuhi investasi besar tersebut akibat pemakaian
modal yang tidak efisien.
b) Macam – macam hutang pemerintah
Pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri
Surat Berharga Negara (SBN) dalam Rupiah dan valuta asing, tradable & non-
tradable, fixed & variable :
Utang luar negeri yang dilakukan dapat dipakai sebagai modal unruk
melakukan pembangunan Negara. Termasuk Indonesia sendiri yang sampai
saat ini masih terus berusaha untuk melakukan pemerataan pembangunan, baik
di kota dan di desa yang masih berlangsung timpang atau tidak seimbang.
1) Bantuan utang luar negeri justru akan memperlambat pertumbuhan yang erat
kaitannya dengan adanya substitusi terhadap investasi dan tabungan luar
negeri, serta membesarnya defisit neraca pembayaran Negara. Apalagi jika
mengingat bahwa Indonesia masih termasuk Negara berkembang yang
memang memerlukan banyak modal.
2) Memperlebar kesenjangan standar hidup masyarakat antara orang yang kaya
dengan orang yang miskin di Negara dunia ketiga (Negara berkembang),
seperti Indonesia. Yang mana, orang yang kaya semakin kaya dan gelamor,
sedangkan orang yang miskin semakin miskin dan terpuruk kualitas ekonomi
hidupnya.
3) Menghambat pertumbuhan dengan semakin terkurasnya tabungan Negara dan
buruknya pendapatan yang diperoleh Negara sendiri.
4) Resiko kesinambungan fiskal, di mana utang yang besar biasanya berpotensi
untuk membahayakan kesinambungan anggaran pemerintah dalam mengelola
Negara.
5) Resiko nilai tukar, di mana resiko nilai mata uang yang juga berubah-ubah
setiap waktu berpotensi untuk memberikan tambahan beban pembayaran
terhadap utang luar negeri yang dilakukan. Apalagi bila nilai tukar rupiah
sedang menurun
6) Resiko perubahan tingkat bunga, di mana tingkat bunga yang semakin tinggi
akan semakin memberatkan Negara peminjam. Sedemikian sehingga biaya
pembayaran hutang akan semakin tinggi.
7) Resiko pembiayaan kembali (refinancing), di mana volume utang Negara yang
sudah jatuh tempo harus dilunasi. Sedemikiam sehingga volume yang cukup
besar dapat mengakibatkan timbulnya resiko berupa lebih tingginya biaya dari
peminjaman baru yang akan dilakukan.