Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas ammnion dan
korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel
epitel, sel mesenkim dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen.
Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap
infeksi.
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan komplikasi infeksi korioamnionitis
hingga sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu. Pecahnya selaput janin bisa terjadi bila leher rahim tertutup
atau melebar. Terkadang hal itu bisa terjadi pada kehamilan yang sangat awal
(sebelum 28 minggu) atau pada trimester ketiga (antara 28 minggu dan 34 minggu).
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut
KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi
37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM). Faktor risiko yang sangat terkait dengan PROM: Infeksi, Malpresentasi
Janin, Kehamilan Berganda dan Kelebihan Cairan Ketuban, Ketidak mampuan
Serviks, Trauma Abdomen (Gahwagi, 2015)
Insidensi KPD berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan. Pada kehamilan
aterm, insidensinya bervariasi antara 6-19%. Sedangkan pada kehamilan preterm,
insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm
akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah
selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan
oleh prematuritas. KPD berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan
insidensi 30-40%. (Marmi, 2016)

1
Survey Demografi Kesehatan Indonesia memperlihatkan bahwa 54% dari
kelahiran tidak mengalami komplikasi selama persalinan. Wanita yang mengalami
persalinan lama dilaporkan sebesar 35% kelahiran, KPD lebih dari 6 jam sebelum
kelahiran dialami oleh 15% kelahiran, perdarahan berlebihan sebesar 8% persen, dan
demam sebesar 8%. Komplikasi lainnya dan kejang dialami juga pada saat persalinan
(masing-masing 5 dan 2%). Sementara itu, partus lama dan perdarahan merupakan
dampak yang bisa ditimbulkan oleh KPD. (SDKI, 2012)
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami
KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus atau
neonates akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang
lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan
premature dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali
pusat inutero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan
dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat. (Caughey et al, 2008)
Penyebab dari KPD masih belum jelas, maka tindakan preventive tidak dapat
dilakukan, kecuali dalam usaha menekan terjadinya infeksi. Oleh karena itu,
tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang dapat menurunkan
kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. Memberikan profilaksis
antibiotika dan membatasi pemeriksaan merupakan tindakan yang perlu diperhatikan
untuk memperkecil resiko infeksi. (Puspitasari,2019)
Pada praktiknya manajemen KPD saat ini sangat bervariasi. Manajemen
bergantung pada pengetahuan mengenai usia kehamilan dan penilaian risiko relatif
persalinan preterm versus manajemen ekspektatif. Seiring dengan berkembangnya
pengetahuan dan bertambah pemahaman mengenai risiko-risiko serta faktor-faktor
yang mempengaruhi, diharapkan ada suatu pedoman dalam praktik penatalaksanaan
KPD aterm dan KPD preterm, seperti waktu persalinan, penggunaan medikamentosa,
dan praktik pemilihan/ pengawasan terhadap manajemen ekspektatif, karena masih
banyaknya variasi mengenai manajemen KPD, khususnya KPD preterm.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KETUBAN PECAH DINI


2.1.1 DEFINISI KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of themembrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (Sofian, 2013)
American college of Obstricans and gynecologist (2007) mengatakan
Premature Ruptured of Membranes (PROM) adalah pecahnya membran ketuban
janin secara spontan sebelum usia 37 minggu atau sebelum persalinan dimulai.

2.1.2 KLASIFIKASI KETUBAN PECAH DINI


A. KPD Preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum
onset persalinan.
 KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan ibu antara
24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan
 KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37
minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang
paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37
minggu .
B. KPD pada Kehamilan Aterm atau  premature rupture of membranes (PROM)
Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.

3
2.1.3 ETIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
Tidak ada etiologi tunggal yang menyebabkan KPD. Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor
mana yang lebih berperan sulit diketahui. Pasien yang berisiko adalah pasien dengan
status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai riwayat infeksi menular seksual
(bakterial vaginasis), Serviks yang inkompetensia, memiliki riwayat persalinan
prematur, riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya, perdarahan
pervaginam, atau distensi uterus (misalnya pasien dengan kehamilan multipel dan
polihidramnion). Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga
merupakan faktor predisposisi KPD preterm. (Medina & Hill, 2006)

2.1.4 MEKANISME PECAHNYA SELAPUT KETUBAN


Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan kontraks uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk
terjadinya KPD adalah:
1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
2) Kekurangan tembaga dan asam akrobik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstra seluler dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana
terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD.

4
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, dan pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada
trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya selaput
ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis. KPD pada prematur
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari
vagina. KPD prematur sering terjadi pada polihidromnion, inkompeten serviks,
solusio plasenta. (Prawirohardjo, 2014)

2.1.5 DIAGNOSA
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus
meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan
presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.
1) Anamnesa
Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar,
usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor
risikonya.
2) Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
Orifisium Uteri Eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus
uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada
fornik anterior.
- Pemeriksaan Vaginal Toucher (VT) perlu dipertimbangkan, terutama pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan sangat dibatasi
dilakukan pemeriksaan dalam (VT), karena pada waktu pemeriksaan dalam,
jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina
yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi pathogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan pada kasus KPD yang sudah
dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan.

5
3) Pemeriksaa Penunjang
- Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan
amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak
adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban
pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak
menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai
taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital
janin.
• Pemeriksaan laboratorium
- Nitrazine paper test
a) jika kertas lakmus berubah menjadi biru menunjukan adanya air
ketuban (alkalis) dan jika kertas lakmus berubah menjadi merah
menunjukkan urine).
b) test pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~
7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6)
- Ferning test : Mikroskopik (tes pakis), yaitu dengan meneteskan air ketuban
pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
- Pooling test : koleksi cairan ketuban dapat dilihat dalam fornix vagina
- Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding protein 1 (IGFBP-1)
sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau
infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah.

6
2.1.6. PENANGANAN PADA KETUBAN PECAH DINI

Kesalahan dalam mengelolah KPD akan membawa akibat meningkatnya


angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penanganan KPD masih
dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, jika
kehamilan segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio sesarea,
dan apabila menunggu persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden
chorioamnionitis.
Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus di
pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara koservatif dengan
maksud memberikan waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin 30
dan infeksi yang akan memeperjelek prognosis janin.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan KPD adalah; memastikan
diagnosis, menetukan umur kehamilan, mengevaluasi ada tidaknya infeksi maternal
ataupun infeksi janin, serta apakah dalam keadaan inpartu atau terdapat kegawatan
janin. Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan
sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya atau terdiagnosis
khorioamnionitis.
Adapun Penanganannya :
1) Penanganan secara konservatif yaitu:
 Rawat di rumah sakit.
 Beri antibiotik: bila ketuban pecah > 6 jam berupa: Ampisilin 4 x 500 mg atau
Eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7
hari.
 Umur kehamilan < 32-34 minggu: dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Bila usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif, beri deksametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan
janin.

7
 Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37
minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, berikan antibiotik, dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intra uterine)
 Pada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru-paru janin. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason I.M. 5mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2) Aktif
Penanganan secara aktif yaitu:
 Kehamilan > 37 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25μg - 50μg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.
 Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesaria
 Bila skor pelvik >5, Induksi persalinan. Cara induksi: 1 ampul syntocinon
dalam dektrosa 5 %, dimulai 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/ menit.

2.1. Tabel Pelvic Score (PS) menurut Bishop

SKOR 0 1 2 3
Pembukaan serviks(cm) 1-2
0 3-4 5-6
Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Penurunan kepala diukur -3 -2 -1.0 +1,+2
dari bidang Hodge III (cm)
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Kebelaka Searah sumbu Kearah depan
Posisi serviks
ng jalan lahir

8
Tabel 2.2. Medikamentosa yang digunakan pada KPD
Magnesium MAGNESIUM SULFAT IV:
Untuk efek neuroproteksi pada Bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan infus 2
PPROM < 31 minggu bila gram/ jam untuk dosis pemeliharaan sampai
persalinan diperkirakan dalam persalinan atau sampai 12 jam terapi
waktu 24 jam
Kortikosteroid BETAMETHASONE:
Untuk menurunkan risiko 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis
sindrom distress pernapasan Jika Betamethasone tidak tersedia, gunakan
deksamethason 6 mg IM setiap 12 jam
Antibiotik AMPICILLIN
Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dikali 4
dosis diikuti dengan
AMOXICILLIN
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika
alergi ringan dengan penisilin, dapat digunakan:
CEFAZOLIN
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan :
CEPHALEXIN
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama hari
Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan
VANCOMYCIN 1 gram IV setiap 12 jam
selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan
CLINDAMYCIN
300 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari

9
Etiologi
Infeksi
Servik yang inkompetensi
Hipoksia dan asfiksia
Tekanan intra uterin
Kelainan letak
Komplikasi :
Pemeriksaan Penunjang :
Infeksi
Inspekulo : adanya cairan ketuban keluar dari
Persalinan prematur
kavum uteri
KPD Hipoksia
Tesnitrazin : lakmus merah menjadi biru
USG : oligohidramnion Asfiksia

Konservatif
Aktif

Rawat rumah sakit UK > 37 minggu


Antibiotik Persalinan diakhiri
Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin) dan Infeks
metrodinazol i

Gagal Induksi dengan oksitosin Skor Bishop < 5


Obstetrik Syarat Skor Bishop >
5

Lakukan pematangan
SC Induksi serviks, kemudian induksi
UK < 32 – 34 Minggu UK 32 – 37 Minggu Persalinan

Rawat selama air ketuban masih


Suhuibu> 38oc
keluar hingga tidak keluar lagi
Beri deksametason 2 x 5 mg/IM/ 2 Tidak infeksi Air ketuban keruh dan berbau
hari infeksi Leukosit> 15.000/mm3

Inpartu Berikan antibiotik


Belum
inpartu Lakukan induksi

Observasi tanda–tanda infeksi Berikan tokolitik salbutamol


Observasi kesejahteraan janin Deksametason 2 x 5 mg/IM/ 2 hari
Terminasi pada UK 37 minggu
10
2.1.7 KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI

Menurut Oxon (2008). Komplikasi yang sering terjadi pada kasus dengan
ketuban pecah dini terbagi menjadi dua yaitu ibu dan bayi.
1. Komplikasi pada neonatus berhubungan erat dengan prematuritas, termasuk
juga sindrom gawat nafas (respiration distress syndrome).
2. Komplikasi pada ibu mencakup peningkatan kejadian persalinan melalui bedah
sesar (akibat malpresentasi, prolaps tali pusat), infeksi intra-amnion (15-30%), dan
endometritis pasca persalinan.
Menurut Prawirohardjo (2014). Komplikasi yang sering terjadi pada kasus
dengan ketuban pecah dini terbagi menjadi dua yaitu ibu dan bayi.
1. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis, umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
2. Pada ibu yang akan timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal, persalinan premature, hipoksia karena
kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesaria, atau
gagalnya persalinan normal.
 Persalinan Premature
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan (waktu saat pecahnya ketuban hingga dimulainya
persalinan), Semakin muda usia kehamilan semakin lama periode laten. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan 28-34 minggu, 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
 Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis, umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan
lamnya periode laten.

11
 Hipoksia dan Asfiksia
dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan anatara terjadinya
gawat janin dan derajat oligihidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.
 Sindrome Deformitas Janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonar.

12
BAB III

KESIMPULAN

KPD jika dilihat dari pembukaan serviks, maka KPD diartikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan serviks pada primipara
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Tidak ada etiologi tunggal
yang menyebabkan KPD. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui.

Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus
meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi
janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.

Kesalahan dalam mengelolah KPD akan membawa akibat meningkatnya


angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penanganan KPD masih dilema
bagi sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, jika kehamilan
segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio sesarea, dan apabila
menunggu persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden chorioamnionitis.

Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus di
pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara koservatif dengan
maksud memberikan waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin 30
dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.

13

Anda mungkin juga menyukai