Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Tanggal Bimbingan : 21 Oktober 2020

Ns. Dewa Putu Arwidiana, S.Kep., M.A.P.

OLEH NIK. 2.04.08.020

ANAK AGUNG SRI PARTIWI (209012464)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri
merupakan salah satu dari 20 penyebab utama kematian secara global untuk
semua umur dan hampir satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).

2. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi
Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi
Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah : bunuh diri
adalah :
1) Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan gangguan jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalah gunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati,impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, sosial, kejadian-kejadian kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
perceraian. Kekuatan Kekuatan dukungan dukungan social sangat penting
penting dalam menciptakan intervensiyang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalammenghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di kimia yang
terdapat di dalam otak sepeti dalam otak sepeti serotonin, serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat dilihat melalui
rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2) Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapatmenjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukanbunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebutmenjadi
sangat rentan.
3) Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
4) Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri
yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

3. Jenis Bunuh Diri


Menurut Yosep (2010) macam-macam pembagian bunuh diri dan
percobaan bunuh diri yaitu :
a. Bunuh diri Egoistik
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini
disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyrakat yang
menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian.
b. Bunuh diri altruistik
Individu cenderung bunuh diri karena identifikasi yang terlalu kuat
dengan suatu kelompok, individu merasa bahwa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan, masyarakat dan kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan
kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap
kebutuhannya.

4. Psikodinamika bunuh diri


Terdapat hubungan yang erat antara suicide dan depresi. Individu
yang mengalami depresi mencoba melakukan bunuh diri untuk
menghilangkan depresinya. Namun banyak orang yang melakukan bunuh
diri tidak memperlihatkan gejala-gejala klinik mengenai depresi. Helbert
Hendin dalam Maramis (2004) mengemukakan psikodinamika bunuh diri
yaitu :
a. Kematian sebagai pelepasan pembalasan (Death as retaliotary
abandonment) artinya yaitu suicide meruapakan usaha untuk mengurangi
preokupasi.
b. Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) ( Death as
retroflexed murder) artinya bagi individu yang mengalami gangguan
emosi hebat, suicide dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang
tidak dapat direpresi.
c. Kematian sebagai penyatuan kembali ( Death as reunion) artinya
kematian memiliki arti yang menyenangkan karena individu bersatu
kembali dengan orang yang telah meninggal.
d. Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri ( Death as self punishment)
artinya menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang
terjadi pada wanita, akan tetapi jika seorang ibu tidak mampu mencintai
maka keinginan untuk menghukum dirinya dapat terjadi.

5. Tanda – Tanda Bunuh Diri


Solomon dalam Maramis (2004) membagi besarnya resiko bunuh diri
dengan melihat adanya tanda-tanda tertentu yaitu :
a. Tanda-tanda resiko berat
1) Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-
ulang baha individuingin mati
2) Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama
terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin
dihukum berat,rasa cemas yang hebat serta adanya gangguan tidur
yang berat.
3) Adanya psikosa terutama penderita psikosa impulsive serta adanya
perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya
jika penderita mendengar suara yang memerintahkan untuk
membunuh dirinya.
b. Tanda – tanda bahaya
1) Pernah melakuakn percobaan bunuh diri
2) Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis berat
dapat melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan
penyakitnya.
3) Ketergantungan obat dan alkohol karena mempunyai efek
melemahkan kontrol dan mengubah dorongan sehingga
memudahkan bunuh diri
4) Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam
tanpa sebab organis dapat menimbukan depresi yang berbahaya.
5) Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan
masa depan mempunyai keluarga dan dudukan sosial yang tinggi.
6) Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan
bunuh diridianggap sebagai tanda bahaya.

6. Psikopatologi bunuh diri


Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematiannya dengan
tindakan kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai nilai
untuk melakukannya. Perilaku bunuh diri dapat dibagi 4 yaitu :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri. Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide
untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/non verbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan bunuh
diri. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh dirinamun
tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
c. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi
ini pasien aktif mencoba unuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi.
d. Bunuh diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat
pada waktunya.

7. Rentang respon

Peningkatan Berisiko Perilaku Pencenderaan Bunuh


Diri destruktif destruktif diri diri diri
tak langsung

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri

secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.

b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecendrungan atau berisiko

mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi

yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah

semangt bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan

padahal sudaj melakukan pekerjaan secara optimal.

c. Destruktif diri tak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang

tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk

mempertahankan dirinya.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau

pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.

e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan

nyawanya hilang (Yosep, 2010).

8. Pengobatan

Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang serius.

Pertolongan pertama dilakukan di rumah sakit, dilakukan pengobatan

terhadap luka ataupun keracunan. Bila luka atau keracunan sudah dapat

diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatri. Untuk pasian depresi bisa diberikan

terapi elektrokonvulsi, obat – obatan berupa antidepresan dan psikoterapi.

9. Progmosa

Faktor yang mempengaruhi prognosa yaitu:

a. Pasien : bila pasien dapar menyesuaikan diri dengan baik dan stress yang

menjadi faktor pencetus untuk percobaan bunuh diri cukup besar maka

prognosanya lebih baik.

b. Lingkungan : bila lingkungan memberi dukungan dan banyak orang yang

memperhatikan penderita serta banyak hal yang dapat memberi arti dalam

kehidupan pasien, maka progonosanya akan lebih baik.


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Identitas klien

Identitas meliputi ruangan rawat, inisial paisen, umur, pekerjaan,

pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian, nomer RM, status dan

informasi.

b. Alasan masuk RSJ

Disesuaikan dengan kondisi pasien. Biasanya pasien yang mengalami

resiko bunuh diri masuk RSJ dengan alasan mengungkapkan perasaan sedih,

marah, putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat verbal maupun non

verbal, mengenai keinginannya untuk bunuh diri.

c. Faktor predisposisi

Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat keluarga yang

mengalami gangguan jiwa di masa lalu dengan pengobatan yang kurang

berhasil, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, dan lain

sebagainya.

d. Fisik

Kaji TTV pasien, TB, keluhan fisik yang mungkin terjadi seperti tidak

nafsu makan, merasa lemas.

e. Psikososial

Gambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien yang

terdiri dari citra diri, identitas, peran, idela diri dan harga diri, ubungan sosial

dengan orang terdekat/ masyarakat serta kehidupan spiritual. Pada pasien

dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya harga diri rendah, pasien akan

memperlihatkan konsep diri yang buruk misal perasaan malu terhadap diri
sendiri, rasa bersalah terhdap diri sendiri, merendahkan martabat dengan

menyatakan saya tidak bisa/ saya tidak mampu/ saya orang bodoh/ tidak tahu

apa –apa, menarik diri, percaya diri kuranf, dan mencederai diri akibat harga

diri yang rendah disertai harapan suram dan akhirnya klien ingin mengakhiri

kehidupannya.

f. Status mental

Perlu dikaji penampilan psien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam

perasaa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,

tingkat kesadaran diri. Pada paie dengan resiko bunuh diri mungkin akan

tampak penampilam tidak rapi, gaya bicara lambat, aktivitas motorik lesu,

alam perasaan sedih dan putus asa, interkasi selama wawancara kurangdan

lebih banyak membisu.

g. Kebutuhan pesiapan pulang

Perlu dikaji kesiapan pasien pulang mecakup kebutuhan ADL, istirahat

tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas dalam rumah dan

luar rumah.

h. Mekanisme koping

Pada pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki koping

maladaptif yakni dengan berusaha mencederai diri atau orang lain.

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat,

dukungan kelompok lingkunan, pendidikan, oerumahan, dan ekonomi.

Mungkin pada pasuen resiko bunuh diri akan tampalk masalah dengan

dukugan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak percaya diri dalam
berinteraksi dengan orang lain karena selalu mnganggap dirinya tidak bisa,

tidak mampu dan lain sebagainya.

j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/ faktor presipitasi/ koping

penyakit fisik/ obat-obatan.

k. Aspek medik

Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.

Masalah keperwatan yang muncul pada pasien dengan resiko bunuh diri

adalah :

1) Resiko bunuh diri

DO : Menyatakan ingin bunuh diri/ mati saja, tak ada gunanya hidup.

DS : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba

bunuh diri.

2) Resiko mencederai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan

DS : Mengatakan ingin membakar rumah, mencederai orang lain atau

dirinya sendiri, memberi kata – kata ancaman

DO : Tampak menyerang orang lain/ menyentuh orang lain dengan

cara menakutkan, memecahkan perabot dan lain sebagainya,

memperlihatkan permusuhan

3) Harga diri

DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada

harapan dan rak berguna, malu.

DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah tidak dapat mengontrol

ipmuls.
Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain

dan lingkungan.

Risiko bunuh diri

Harga diri rendah

2. Diagnosa Keperawatan

1) Risiko bunuh diri

2) Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan

3) Harga diri rendah


3. Intervensi

Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan


TUM:
Klien tidak melakukan
percobaan bunuh diri
TUK 1: Setelah diberikan askep selama 1. BHSP dengan menggunakan prinsip komunikasi terapiutik:
Klien dapat membina 1x15 menit selama 2x pertemuan a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal
hubungan saling percaya diharapkan: ekspresi wajah b. Perkenalkan diri dengan sopan
bersehabat, menunjukkan rasa c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
senang, ada kontak mata, mau disukai
berjabat tangan, mau menyebutkan d. Jelaskan tujuan pertemuan
nama, mau menjawab salam, mau e. Jujur dan menepati janji
duduk berdampingan dengan f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
perawat, mau mengutarakan g. Berikan perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
masalah yang dihadapi.
TUK 2: Setelah diberikan askep selama a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat
Klien dapat terlindung dari 1x15 menit selama 1x pertemuan membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain
perilaku bunuh diri diharapkan: lain).
Tidak terdapat benda-benda tajam
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu
disekitar klien, klien nyaman
terlihat oleh perawat.
dengan ruangannya, klien terawasi
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
TUK 3: Setelah diberikan askep selama a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
Klien dapat mengekspresikan 1x15 menit selama 2x pertemuan b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
perasaannya diharapkan: Klien mampu ketakutan dan keputusasaan.
mengatakan perasaannya atau c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
keluhannya, mengungkapkan bagaimana harapannya
harapannya, mampu menceritakan d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
arti penderitaan, kematian dan lain penderitaan, kematian, dan lain sebagainya
sebagainya, dan mengungkapkan e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
keinginan untuk hidup. menunjukkan keinginan untuk hidup.

TUK 4: Setelah diberikan askep selama a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
Klien dapat meningkatkan 1x15 menit selama 2x pertemuan keputusasaannya
harga diri diharapkan: b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
Klien menyadari bahwa dapat c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
mengatasi keputusasaannya, hubungan antar sesama,    keyakinan, hal hal untuk
mengadari kemampuan internal diselesaikan)
yang dimiliki, dan mampu
mengidentifikasi sumber sumber
harapan

TUK 5: Setelah diberikan askep selama a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
Klien dapat menggunakan 1x15 menit selama 2x pertemuan yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan,
koping yang adaptif diharapkan: membaca buku favorit, menulis surat dll.)
Klien mampu menyampaikan b. Bantu untuk mengenali hal hal yang klien cintai dan
pengalaman pengalaman yang yang klien sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan
menyenangkan setiap hari dan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam
kemudian melaksanakan saat punya kesehatan.
masalah, klien mengenal hal-hal c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang
yang dicintai, disayangi dan lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit
pentingnya kehidupan sosial yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang
efektif
4. Implementasi

Pasien Keluarga

SP 1 SP 1
 Identifikasi penyebab, tanda dan  Identifaksi masalah yang
gejala serta akibat perilaku dirasakan keluarga dalam
kekerasan merawat pasien
 Cara latihan fisik 1 : tarik nafas,  Jelaskan tentang perilaku
dalam kekerasan :
 Masukkan dalam jadwal harian o Penyebab
pasien o Akibat
o Cara merawat
 Latih cara merawat
 RTL keluarga / jadwal merawat
pasien
SP 2 SP 2
 Evaluasi kegiatan ang lalu (SP 1)  Evaluasi kegiatan yang lalu
 Latih cara latihan fisik 2 : pukul ( SP 1 )
bantal,  Latihan 2 cara untuk merawat
 Masukkan dalam jadwal harian pasien
pasien  Latih langsung ke pasien
 RTL keluarga/jadwal keluarga
untuk merawat pasien
SP 3 SP 3
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1  Evaluasi SP 1, dan 2
dan 2)  Latih langsung ke pasien
 Latih secara sosial / verbal  RTL keluarga /jadwal keluarga
 Menolak dengan baik untuk merawat pasien
 Meminta dengan baik
 Mengungkapkan dengan baik
 Masukkan dalam jadwal harian
pasien
SP 4 SP 4
 Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP  Evaluasi SP 1,2, dan 3
1, 2, 3)  Latuh langsung ke pasien
 Latih cara spiritual  RTL Keluarga : Followup,
 Masukkan dalam jadwal kegiatan Rujukan
harian
SP 5
 Evaluasi SP 1,2,3,4)
 Latih patuh obat
o Minum obat secara teratur
dengan menggunakan prinsif
5B
o Susun jadwal minum obat
 Masukkan ke dalam jadwal
harian

5. Evaluasi

Selanjutnya setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap

kemampuan pasien risiko bunuh diri serta kemampuan perawat dalam merawat pasien risiko

bunuh diri.

DAFTAR PUSTAKA
Fitria Nita, (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :

SalembaMedika.

Keliat, Budi Anna. 2007. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.

Herman, Ade.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta.Medical

Book

Herdman, T Heather. 2012. Diagnose Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-

2014. Dialih bahasakan oleh Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti.

Barrarah Bariid, Monica Ester, dan Wuri Praptiani (ed). Jakarta: EGC

Maramis. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press :

Surabaya.

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai