Belajar Dan Pembelajaran
Belajar Dan Pembelajaran
Nabisi Lapono
Penelaah Materi
Mapassoro
Penyunting Bahasa
A.A Ketut Budiastra
Layout
Nurhajati
Kata Pengantar
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) memiliki ciri utama keterpisahan ruang dan waktu antara
mahasiswa dengan dosennya. Dalam PJJ, keberadaan bahan ajar memiliki peran
strategis. Melalui bahan ajar, mahasiswa secara mandiri mampu belajar, berefleksi,
berinteraksi, dan bahkan menilai sendiri proses dan hasil belajarnya.
Paket bahan ajar PJJ S1 PGSD ini tidak hanya berisi materi kajian, tetapi juga
pengalaman belajar yang dirancang untuk dapat memicu mahasiswa untuk dapat
belajar secara aktif, bermakna, dan mandiri. Paket bahan ajar ini dikemas secara
khusus dalam bentuk bahan ajar hybrid yang meliputi:
Seluruh paket bahan ajar ini dikembangkan oleh Konsorsium PJJ S1 PGSD yang
terdiri dari 23 Perguruan Tinggi (PT), yaitu Universitas Sriwijaya, Universitas
Katolik Atmajaya, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri
Yogyakarta, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang,
Universitas Tanjungpura, Universitas Nusa Cendana, Universitas Negeri Makassar,
Universitas Cendrawasih, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA,
Universitas Pattimura, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Negeri
Gorontalo, Universitas Negeri Jember, Universitas Lampung, Universitas Lambung
Mangkurat, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Mataram, Universitas
Negeri Semarang, Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Negeri Solo, dan
Universitas Haluoleo. Proses pengembangan bahan ajar ini difasilitasi oleh
SEAMOLEC.
Semoga paket bahan ajar ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang terlibat
dalam penyelenggaraan program PJJ S1 PGSD di tanah air.
Muchlas Samani
NIP. 0130516386
Unit 1
Hakikat Belajar dan Pembelajaran di SD/MI
Nabisi Lapono
Pendahuluan
ernahkah Anda disapa teman dengan berkata, ”Bagus sekali warna hem atau
P blus yang Anda kenakan!” dan Anda menjawab dengan berkata, ”Ah, biasa saja,
ini murah lho!” Perbedaan pendapat Anda dengan teman tentang hem atau blus yang
Anda kenakan terjadi karena perbedaan pandangan yang menjadi konsep dasar
tentang baju atau hem. Teman Anda memandangnya dari segi warnanya, sedangkan
Anda sendiri memandangnya dari segi harganya. Artinya, antara Anda dan teman
terdapat perbedaan konsep dasar tentang hem atau blus yang sedang Anda kenakan.
Dalam Unit 1 mata kuliah Belajar dan Pembelajaran di SD/MI ini, Anda akan
mempelajari konsep dasar tentang belajar dari berbagai sudut pandang para ahli
psikologi. Anda akan mempelajari secara khusus tentang hakikat belajar dan
pembelajaran di SD/MI yang menunjang pencapaian Kompetensi Dasar 1, yaitu
mampu menjelaskan hakikat belajar dan pembelajaran.
Sesuai dengan penjelasan Thomas B. Roberts (1975:1) jenis teori belajar yang
banyak mempengaruhi pemikiran tentang proses pembelajaran dan pendidikan
adalah teori belajar Behaviorisme, Kognitivisme, Konstruktivisme, dan Humanisme.
Oleh sebab itu, Unit 1 mata kuliah ini terdiri atas 4 subunit sebagai berikut.
Subunit 1.1 Teori Belajar Behaviorisme
1.2 Teori Belajar Kognitivisme
1.3 Teori Belajar Konstruktivisme
1.4 Teori Belajar Humanisme
Secara berturut-turut pada tiap Subunit dari Unit 1 ini, Anda akan mempelajari
secara garis besar hakikat belajar serta implikasi pedagogiknya terhadap
pembelajaran di SD/MI menurut masing-masing teori belajar. Pada tiap Subunit akan
dibahas topik-topik yang didasarkan pada pemikiran para tokoh teori belajar
bersangkutan disertai sejumlah latihan yang harus dikerjakan secara individual atau
secara berkelompok, dan pada akhir setiap Subunit disediakan rangkuman materi dan
1-2 Unit 1
Subunit 1.1
Teori Belajar Behaviorisme
Eksperimen di atas menunjukkan bahwa peserta didik belajar tentang sikap positif
dan prasangka buruk. Proses belajar tentang prasangka buruk lewat kegiatan
mengasosiasikan kualitas pribadi negatif pada kelompok sebaya, tetapi mereka juga
belajar membentuk sikap positif dan kooperatif lewat bermain bersama seraya
mengasosiasikan kualitas pribadi perseorangan dan kelompok.
1-4 Unit 1
Contoh lain penerapan teori belajar respondent conditioning adalah yang
dilakukan pula oleh J. Wolpe (1958) untuk menangani reaksi cemas melalui kegiatan
penurunan kepekaan secara sistematis (systematic disensitization). Stimuli di
lingkungan yang memicu reaksi cemas, diubah lewat kegiatan mengkondisikan
respon pengganti rangsangan yang tidak selaras dengan respon cemas. Prosedur ini
menggunakan respon relaksasi otot. Isyarat pemicu cemas dipasangkan dengan
respon relaksasi. Individu diminta bersikap relaks dan membayangkan pemandangan
berisyarat pemicu cemas ringan. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa pada waktu
bersantai, cemas ringan dihambat oleh sikap santai itu. Secara bertahap, seraya
bersantai dipasangkan isyarat pencetus cemas ringan, isyarat pemicu cemas makin
dinaikkan kadarnya, dibayangkan tanpa ada respon sama sekali atau ada respon
tetapi kecil saja. Relaksasi berasosiasi dengan hirarki pemandangan yang
dibayangkan. Akhirnya kemampuan stimuli membangkitkan kecemasan menjadi
lenyap. Pengubahan perilaku respondent conditioning seperti dicontohkan di atas,
dapat pula digunakan untuk membantu peserta didik yang mengalami masalah suka
makan berlebihan, peminum alkohol atau penyimpangan perilaku seksual.
Model perilaku belajar lain menurut teori belajar operant learning adalah seperti
kejadian percakapan antara John dan Bob berikut ini:
John Hai, di mana kau beli buku barumu ini?
Bob Mengapa? Ibuku yang membelikan untukku. Sebenarnya kemarin saya marah
karena ibu menyuruh saya menyapu lantai.
John Maksudmu jika kau marah, ibumu pasti akan membelikan buku baru
untukmu?
Bob Iya, saya kira memang itu yang terjadi
1-6 Unit 1
Inti kejadian di atas menunjukkan bahwa (a) prinsip perilaku ditentukan
konsekuensinya, (b) perilaku yang diikuti stimuli cenderung muncul kembali, dan (c)
konsekuensi berdampak pada perilakunya kelak.
Tidak seluruh situasi ditangani atau direspon pebelajar walaupun ada peluang
terjadinya operant learning, karena dalam diri pebelajar terjadi generalisasi,
diferensiasi, atau diskriminasi. Generalisasi adalah pola merespon yang dilakukan
individu terhadap lingkungan atau stimuli serupa, sedangan diferensiasi adalah pola
merespon individu dengan cara mengekang diri untuk tidak merespon karena ada
perbedaan antar dua situasi serupa meski tidak sama, yang sebenarnya sesuai
direspon. Menggeneralisasi berarti merespons situasi serupa, sedangkan
mendeferensiasi berarti merespon dengan cara membedakan antara situasi saat dua
respon identik yang tidak sesuai dimunculkan. Misalnya, bayi belajar sejak awal
bahwa jika ia menangis, ia diperhatikan ibu. Oleh sang ibu, perilaku bayi ini segera
digeneralisasi dari situasi spesifik ‘ketika diperhatikan ibu’ ke situasi baru ‘waktu si
bayi menginginkan’. Ibu bijak mendorong belajar diskriminasi pada bayi dengan
sekedar tidak memperhatikanya pada situasi tertentu, misalnya ketika ibu sedang
tidak mau diganggu. Waktu menerima telpon, ibu mengabaikan bayi yang merajuk.
Bayi segera belajar mendiskriminasikan situasi di mana perilaku pemancing
perhatian tidak diperkukuh dengan situasi serupa yang cenderung diperkukuh
(reinforced).
Penerapan operant conditioning dalam pendidikan dikemukakan oleh Fred Keller
(1968) dengan judul kegiatan self-paced learning. Guru merancang mata pelajaran
yang dilengkapi bahan bacaan untuk dikaji pebelajar. Ketika pebelajar merasa siap
diuji, ia menempuh tes agar lulus pada penggalan belajar yang telah ditempuhnya.
Jika lulus, ia maju ke panggalan belajar berikutnya. Jadi pebelajar sendiri yang
menetapkan kecepatan dan jangka waktu belajarnya. Penerapan lainnya adalah
berupa metode pengubahan perilaku. Beberapa pakar pendidikan memandang
masalah emosi individu yang terjadi karena lingkungan terbentuk dalam rangkaian
kontingensi yang salah. Artinya perilaku negatif terlanjur terjadi karena diberi
penguatan. Individu berperilaku suka mengganggu karena ia mendapat penguatan,
baik atas hasil kenakalan maupun atas kekaguman teman sebanyanya. Prosedur
pengubahan perilaku dilakukan melalui penggantian perilaku mengganggu itu
dengan perilaku yang disetujui guru.
1-8 Unit 1
Diterima atau tidak diterimanya perilaku sosial ditentukan oleh situasi dan
tempat. Perilaku di tempat pekerjaan tentu lebih formal. Seorang atasan dikunjungi
stafnya di rumah akan memperlakukan stafnya sebagai seorang tamu yang harus
lebih dihargai karena posisi sebagai tamu itu. Contoh ini menunjukkan bahwa social
learning mengkaji rangkaian perilaku yang dapat diterima secara sosial dalam
kondisi apa saja. Belajar meniru disebut belajar observasi (observation learning),
yang meliputi aktifitas menguasai respon baru atau mengubah respon lama sebagai
hasil dari mengamati perilaku model.
Albert Bandura (1969) mengartikan belajar sosial sebagai aktifitas meniru
melalui pengamatan (observasi). Individu yang perilakunya ditiru menjadi model
pebelajar yang meniru. Istilah modeling digunakan untuk menggambarkan proses
belajar sosial. Model ini merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai stimuli
bagi respon pebelajar. Konsep dan prinsip peniruan dalam belajar sosial dapat
dijelaskan sebagai berikut.
(i) Model yang ditiru para peserta didik dapat berupa (a) real-life model atau
model kehidupan nyata seperti guru atau orang lain di lingkungan sekitarnya;
(b) symbolic-model yang disajikan secara simbolis lewat pembelajaran lisan,
tertulis, peraga dan kombinasi dan gambar; dan (c) representative model yang
penayangannya lewat televisi dan video. Dalam proses pembelajaran di
sekolah, yang diperlukan peserta didik adalah exemplary-model (keteladanan)
yang mendemonstrasikan perilaku prososial atau perilaku yang diinginkan.
Misalnya seorang ibu guru mengatakan kepada peserta didiknya: “Mengapa
kita tidak meneladani perilaku ibu Theresa?” Segi pembelajaran sosialisasi ini
kritis karena kebanyakan perilaku yang tersosialisasikan, termasuk di dalamnya
perilaku antisosial dan perilaku menyimpang dipelajari melalui meniru model.
(ii) Belajar sosial melalui peniruan dapat memberi penguasaan perilaku awal itu
bersifat kontiguitas (kerapatan moment amat dekat dengan kejadian yang
diamati), yaitu rentetan perilaku yang dilihat atau didengar individu lewat
pancaindera. Daya perilaku yang dikuasai sekedar melalui pengamatan itu
tergantung pada penguatan. Teori ini biasa juga disebut teori modeling
kontiguitas, yang pada prinsipnya mengkondisikan peserta didik belajar sebaik-
baiknya di depan model pada waktu dan ruang yang tepat. Penguatan melalui
insentif (hadiah) inilah yang membuat individu belajar, apakah itu sebagai self-
reinforcement ataupun sebagai external-reinforcement.
(iii) Faktor yang mempengaruhi perilaku meniru adalah (a) konsekuensi respon
model pada individu dalam kerangka hadiah dan hukuman; meniru dimudahkan
ketika model yang dikerjakan di hadapan individu, perilakunya diberi
1-10 Unit 1
Bandura merumuskan perilaku ditentukan konsekuensi hasil tindakan individu
sendiri serta konsekuensi tindakan orang-orang lain pada diri individu itu. Penguatan
diri sama pentingnya dengan penguatan dari orang lain. Oleh sebab itu, perilaku
pebelajar perlu dipahami melalui analisis interaksi timbal-balik antara perilaku
dengan kondisi pengendali perilaku itu. Perilaku pebelajar sebagian membentuk
lingkungan dan lingkungan yang terbentuk itu selanjutnya membentuk perilaku.
Kegiatan belajar ditempuh melalui pemajanan (exposure) model kompeten yang
mendemostrasikan cara pemecahan masalah. Belajar dilakukan dengan mengamati
perilaku orangtua, teman sebaya, guru dan orang lain dalam wujud belajar sosial
melalui meniru atau modeling. Model belajar semacam ini sering pula disebut
vicarious learning (belajar pengganti) dengan misal guru mendemostrasikan
senyuman manis pada peserta didik yang menyerahkan tugas sekolah tepat waktu.
Peserta didik lain melihat ekspresi lega peserta didik model dan mereka termotivasi
untuk meniru dengan segera menyerahkan tugasnya pula.
Awal tahun 1970-an Bandura mengajukan pandangan proses-proses kognitif
sangat menentukan dalam upaya memahami pola meniru/modeling, di samping self-
reinforcement ikut berperan dalam pengendalian perilaku (kendali diri). Dijelaskan
oleh Bandura bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh respon pada lingkungan,
sekaligus individu membentuk lingkungannya sendiri melalui pengendalian stimuli
lingkungan. Oleh karena itu, Walter Mischel (1973) cenderung menggunakan istilah
cognitive social-learning theory, karena di dalamnya terkandung hal-hal berikut.
(a) Harapan (expectancies): harapan belajar atas perilaku sendiri dan perilaku
orang lain adalah penentu perilaku itu.
(b) Strategi memproses informasi dan memaknai stimuli secara pribadi: cara
pebelajar memproses informasi yang masuk dan mentransformasikan stimuli
mempengaruhi perilakunya. Sebagian pebelajar menyimak stimuli tertentu,
dan sebagian lainnya mementingkan stimuli lain. Ketika stimuli sama
dipajankan pada seorang pebelajar, maka stimuli itu dikategorikan berbeda
ketika disajikan pada pebelajar lain.
(c) Anutan nilai-subyektif dilekatkan pada stimuli (subjective stimuli values):
anutan nilai yang diletakkan seseorang pada satu stimuli adalah penentu
penting perilakunya. Anutan nilai itu menurut spesifikasi rumit, dan hanya
berlaku pada situasi atau orang khusus. Joseph Wolpe (1963)
menggambarkan sifat situasional cemas; fakta cemas hanya muncul di situasi
tertentu. Seorang peserta didik putra sangat cemas ketika dites matematika,
namun tidak cemas ketika dites bahasa Inggris. Kecemasan menghebat ketika
teman putrinya duduk di dekatnya, namun berkurang ketika berdampingan
1-12 Unit 1
dalam dirinya. Sebagai misal, seseorang merasa pengetahuannya bertambah,
kecakapannya bertambah, keterampilanya, bertambah, kemahirannya
bertambah dan sebagainya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan
tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
berikutnya. Misalnya jika seseorang anak belajar menulis, maka ia akan
memahami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis.
Perubahan ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih
baik. Ia dapat menulis indah, dapat menulis dengan pulpen, dapat menulis
dengan pensil, patur tulis dan sebagainya. Di samping itu dengan kecakapan
menulis ia dapat memperoleh kecakapan lain seperti dapat menulis surat,
menyalin catatan, mengarang, mengerjakan soal dan sebagainya.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan senantiasa bertambah dan
tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian makin banyak usaha belajar dilakukan makin banyak dan makin
baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya
perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha
individu sendiri
d. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin dan dan
sebagainya, tidak dapat dikategorikan sebagai perubahan dalam arti belajar.
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
Itu berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
menetap. Misalnya kecakapan seseorang memainkan piano setelah belajar,
tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimikili bahkan akan
makin berkembang jika terus dipergunakan atau dilatih
e. Perubahan dalam belajar bertujuan
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar
disadari. Misalnya seorang yang belajar komputer, sebelumnya sudah
menetapkan apa yang dapat dicapai dengan belajar komputer. Dengan
demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada
tingkahlaku yang telah ditetapkan
1-14 Unit 1
Rangkuman
Kajian konsep dasar belajar dalam Teori Behaviorisme didasarkan pada
pemikiran bahwa belajar merupakan salah satu jenis perilaku (behavior)
individu atau peserta didik yang dilakukan secara sadar. Individu berperilaku
apabila ada rangsangan (stimuli), sehingga dapat dikatakan peserta didik di
SD/MI akan belajar apabila menerima rangsangan dari guru. Semakin tepat
dan intensif rangsangan yang diberikan oleh guru akan semakin tepat dan
intensif pula kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Dalam belajar
tersebut kondisi lingkungan berperan sebagai perangsang (stimulator) yang
harus direspon individu dengan sejumlah konsekuensi tertentu. Konsekuensi
yang dihadapi peserta didik, ada yang bersifat positif (misalnya perasaan puas,
gembira, pujian, dan lain-lain sejenisnya) tetapi ada pula yang bersifat negatif
(misalnya perasaan gagal, sedih, teguran, dan lain-lain sejenisnya).
Konsekuensi positif dan negatif tersebut berfungsi sebagai penguat (reinforce)
dalam kegiatan belajar peserta didik.
Seringkali guru mengaplikasikan konsep belajar menurut teori
behaviorisme secara tidak tepat, karena setiap kali peserta didik merespon
secara tidak tepat atau tidak benar suatu tugas, guru memarahi atau
menghukum peserta didik tersebut. Tindakan guru seperti ini (memarahi atau
menghukum setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat) dapat
disebut salah atau tidak profesional apabila hukuman (negative consequence)
tidak difungsikan sebagai penguat atau reinforce.
Peserta didik seringkali melakukan perilaku tertentu karena meniru apa
yang dilihatnya dilakukan orang lain di sekitarnya seperti saudara kandungnya,
orangtuanya, teman sekolahnya, bahkan oleh gurunya. Oleh sebab itu dapat
dikatakan, apabila lingkungan sosial di mana peserta didik berada sehari-hari
merupakan lingkungan yang mengkondisikan secara efektif memungkinkan
suasana belajar, maka peserta didik akan melakukan kegiatan atau perilaku
belajar yang efektif.
1-16 Unit 1
Rambu-rambu Jawaban Soal Latihan
1. Konsep dasar belajar menurut teori Respondent Conditiong adalah belajar
merupakan perilaku individu merespon rangsangan belajar yang dirasakannya
(diterimanya).
Konsep dasar belajar menurut teori Operant Conditioning adalah belajar
merupakan perilaku individu untuk merespon rangsangan belajar yang
dirasakannya (diterimanya) melalui proses penguatan (reinforcement).
Konsep belajar menurut teori Observational Learning adalah belajar
merupakan perilaku meniru perilaku individu lain yang ada di sekitarnya.
2. Kesamaan konsep belajar di antara ketiga teori belajar (Respondent
Conditioning, Operant Conditioning, dan Observational Learning) adalah
peran dari lingkungan yang berfungsi sebagai perangsang (stimulator)
kegiatan belajar seseorang. Semakin tepat dan intensif fungsi lingkungan
belajar akan semakin tepat dan intensif kegiatan belajar seseorang.
3. Dapat, karena yang menetapkan model dalam belajar tersebut adalah individu
yang belajar sehingga ada kemungkinan seorang murid SD/MI menetapkan
teman sebangkunya sebagai model dalam belajar. Yang harus diperhatikan
oleh guru adalah membantu murid tersebut agar model belajar yang
dipilihnya hendaknya model belajar yang tepat, karena ada kemungkinan
seorang peserta didik memilih model belajar adalah seorang teman yang
malas belajar.
4. Ketiga jenis teori belajar tersebut dapat diterapkan di SD/MI di Indonesia,
karena teori belajar tersebut menguraikan prinsip-prinsip umum tentang
belajar yang penerapannya sangat tergantung pada karakteristik individu yang
belajar dan kondisi lingkungan di mana proses belajar sedang berlangsung.
5. Tidak dapat, karena guru harus terlebih dahulu mencari tahu mengapa murid
tersebut tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), dan penggunaan hukuman
secara tidak tepat tidak akan berfungsi sebagai penguat (reinforcement).
Perilaku
Struktur kognitif
Fungsi asimilasi-akomodasi
Tuntutan lingkungan
1-18 Unit 1
Individu bereaksi pada lingkungan melalui upaya mengasimilasikan berbagai
informasi ke dalam struktur kognitifnya. Dalam proses asimilasi tersebut, perilaku
individu diperintah struktur kognitifnya. Waktu mengakomodasi lingkungan, struktur
kognitif diubah lingkungan. Asimilasi ditempuh ketika individu menyatukan
informasi baru ke perbendaharaan informasi yang sudah dimiliki atau diketahuinya
kemudian menggantikannya dengan informasi terbaru. Individu mengorganisasikan
makna informasi itu ke dalam ingatan jangka panjang (long-term memory). Ingatan
jangka panjang yang terorganisasikan inilah yang diartikan sebagai struktur kognitif.
Struktur kognitif berisi sejumlah coding yang mengadung segi-segi intelek yang
mengatur atau memerintah perilaku individu; perubahan perilaku mendasari
penetapan tahap-tahap perkembangan kognitif. Tiap tahapan perkembangan
menggambarkan isi struktur kognitif yang khas sesuai perbedaan antar tahapan. Pada
bagian berikut dirangkum garis besar tahapan perkembangan kognitif versi Piaget:
1) Sensorimotor inteligence (lahir s.d usia 2 tahun): perilaku terikat pada panca indera dan gerak
motorik. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan kognitif telah dapat diamati
2) Preoperation thought (2-7 tahun): tampak kemampuan berbahasa, berkembang pesat penguasaan
konsep. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan kognitif telah dapat diamati
3) Concrete Operation (7-11 tahun): berkembang daya mampu anak berpikir logis untuk memecahkan
masalah konkrit. Konsep dasar benda, jumlah waktu, ruang, kausalitas
4) Formal Operations (11-15 tahun): kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan. Anak
mampu memprediksi, berpikir tentang situasi hipotesis, tentang hakekat berpikir serta
mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Sarkasme, bahasa gaul, mendebat, berdalih adalah
sisi bahasa remaja cerminan kecakapan berpikir abstrak dalam/melalui bahasa
1-20 Unit 1
lingkungan budaya sarana adaptasi intelektual bagi individu berupa proses
dan sarana berpikir bagi individu dapat tersedia.
(2) Perkembangan kognitif dihasilkan dari proses dialektis (proses percakapan)
dengan cara berbagi pengalaman belajar dan pemecahan masalah bersama
orang lain, terutama orangtua, guru, saudara sekandung dan teman sebaya.
(3) Awalnya orang yang berinteraksi dengan individu memikul tanggung jawab
membimbing pemecahan masalah; lambat-laun tanggung jawab itu diambil
alih sendiri oleh individu yang bersangkutan.
(4) Bahasa adalah sarana primer interaksi orang dewasa untuk menyalurkan
sebagian besar perbendaharaan pengetahuan yang hidup dalam budayanya.
(5) Seraya bertumbuh kembang, bahasa individu sendiri adalah sarana primer
adaptasi intelektual; ia berbahasa batiniah (internal language) untuk
mengendalikan perilaku.
(6) Internalisasi merujuk pada proses belajar. Menginternalisasikan pengetahuan
dan alat berpikir adalah hal yang pertama kali hadir ke kehidupan individu
melalui bahasa.
(7) Terjadi zone of proximal development atau kesenjangan antara yang sanggup
dilakukan individu sendiri dengan yang dapat dilakukan dengan bantuan
orang dewasa.
(8) Karena apa yang dipelajari individu berasal dari budaya dan banyak di antara
pemecahan masalahanya ditopang orang dewasa, maka pendidikan
hendaknya tidak berpusat pada individu dalam isolasi dari budayanya.
(9) Interaksi dengan budaya sekeliling dan lembaga-lembaga sosial sebagaimana
orangtua, saudara sekandung, individu dan teman sebaya yang lebih cakap
sangat memberi sumbangan secara nyata pada perkembangan intelektual
individu.
Konsep zone of proximal development merujuk pada zona yang mana individu
memerlukan bimbingan guna melanjutkan belajarnya. Perlu identifikasi zona itu dan
memastikan tuntutan pembelajaran tidak melampaui atau lebih rendah dari kapasitas
belajar individu. Dalam pembelajaran ada scaffolding (contingent teaching), yaitu
pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari pemahaman dan kecakapan peserta
didik saat ini. Pendekatan ini menghasilkan balikan (feedback) segera serta memacu
peserta didik menguasai kecakapan pemecahan masalah secara mandiri.
Response
(Output)
1-22 Unit 1
Diasumsikan, ketika individu belajar, di dalam dirinya berlangsung proses
kendali atau pemantau bekerjanya sistem yang berupa prosedur strategi mengingat,
untuk menyimpan informasi ke dalam long-term memory (materi memory atau
ingatan) dan strategi umum pemecahan masalah (materi kreativitas).
Rangkuman
Teori belajar kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif, yang
didasarkan pada kegiatan kognitif dalam belajar. Para ahli teori belajar ini
berupaya menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau
cognition dalam aktifitas belajar. Cognition diartikan sebagai aktifitas
mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuan
(Lefrancois, 1985). Tekanan utama psikologi kognitif adalah struktur kognitif,
yaitu perbendaharaan pengetahuan pribadi individu yang mencakup ingatan
jangka panjangnya (long-term memory). Psikologi kognitif memandang manusia
sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk
diproses. Perkatian utama psikologi kognitif adalah upaya memahami proses
individu mencari, menyeleksi, mengorganisasikan, dan menyimpan informasi.
Belajar kognitif berlangsung berdasar schemata atau struktur mental individu
yang mengorganisasikan hasil pengamatannya.
Struktur mental individu tersebut berkembangan sesuai dengan tingkatan
perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan
kognitif seseorang semakin tinggi pula kemampuan dan keterampilannya dalam
memproses berbagai informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari
lingkungan, baik lingkungan phisik maupun lingkungan sosial. Itulah sebabnya,
teori belajar
Setelah kognitivisme
mempelajari dapat
secara disebut
intensif sebagai
materi (1)Kognitivisme
Teori teori perkembangan
yang kognitif,
(2) teori kognisi sosial, dan (3) teori pemrosesan informasi.
1-24 Unit 1
Subunit 1.3
Teori Belajar Konstruktivisme
Pendapat Nik Azis Nik Pa seperti dikutip di atas menunjukkan bahwa keaktifan
peserta didik menjadi syarat utama dalam pembelajaran konstruktivisme. Peranan
Tabel 1
Peranan Peserta Didik dan Guru
Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
1-26 Unit 1
Peranan Peserta Didik Peranan Guru
Secara aktif mengajukan dan kelas.
menggunakan berbagai hipotesis Mendorong peserta didik agar secara
(kemungkinan jawaban) dalam aktif mengerjakan tugas-tugas yang
memecahkan suatu masalah. menuntut proses analisis, sintesis,
Secara aktif menggunakan berbagai dan simpulan penyelesaiannya.
data atau informasi pendukung dalam Mengevaluasi hasil belajar peserta
penyelesaian suatu masalah atau didik, baik dalam bentuk penilaian
pokok pikiran yang dimunculkan proses maupun dalam bentuk
sendiri atau yang dimunculkan oleh penilaian produk.
teman sekelas.
In class, try to avoid telling your students any answers …. Do not prepare a lesson
plan. Instead, confront your students with some sort of problem which might interest
them. Then, allow them to work the problem through without your advice or counsel.
Your talk should consist of questions directed to particular students, based on
remarks made by those students. If a student asks you a question, tell him that you
don't know the answer, even if you do. Don't be frightened by the long stretches of
silence that might occur. Silence may mean that the students are thinking.
Dikelas, coba tidak memberitahu peserta didik sesuatu jawaban … Jangan sediakan
rencana pembelajaran. Singkatnya, peserta didik diberi tantangan berupa
permasalahan yang mungkin menarik minat mereka. Kemudian, suruh mereka
memecahkan sendiri masalah tersebut tanpa dibimbing. Upayakan agar pertanyaan
secara konsisten anda tujukan pada peserta didik tertentu berdasarkan hasil tes yang
diperoleh mereka. Apabila peserta didik menanyakan sesuatu, jawablah bahwa anda
tidak tahu jawabannya, walaupun sebenarnya anda tahu jawabannya. Jangan
pedulikan walaupun situasi diam di antara peserta didik berlangsung lama. Situasi
diam tersebut mungkin mengindikasikan bahwa peserta didik sedang berpikir.
1-28 Unit 1
mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari
seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Hanbury (1996:3)
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran mata
pelajaran tertentu, yaitu (1) peserta didik mengkonstruksi pengetahuan matematika
dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) materi pelajaran menjadi
lebih bermakna karena peserta didik mengerti, (3) strategi peserta didik lebih
bernilai, dan (4) peserta didik mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling
bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler
(1996:20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif
dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba
gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang
telah dimiliki peserta didik, (5) mendorong peserta didik untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan
peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan
peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh
guru. Dengan kata lain, peserta didik lebih didorong untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuan mereka melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi.
PEMBELAJARAN PENGETAHUAN
BERPUSAT PADA YANG DIPEROLEH
PESERTA DIDIK PESERTA DIDIK
BUKAN BERPUSAT ADALAH HASIL
PADA GURU AKTIVITASNYA
SENDIRI
PADA GURU
GURU
PERANAN MERANCANG
GURU HANYA PEM-
PROSES
SEBAGAI BELA-
PEMBELAJARA
FASILITATOR JARAN
N
PENDAMPING KON-
BERDASARKAN
PEMBIMBING STRUK- PENGETAHUA
PAMONG TIVISME
N PESERTA
DIDIK
1-30 Unit 1
Kutipan 1
Kutipan 2
Terjemahan:
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
Kutipan 4
In the contructivist theory the emphasis is placed on the learner or the
student rather than the teacher or the instructor. It is the learner who
interacts with objects and events and thereby gains an understanding of
the features held by objects or events. The learner, therefore, constructs
his/her own conceptualizations and solutions to problems. Learner
autonomy and initiative is accepted and encouraged.
( Sushkin, N., 1999 )
Terjemahan:
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
1-32 Unit 1
Rambu-rambu Jawaban Soal Latihan
Gunakan kamus bahasa Inggris-Indonesia yang lengkap, dan terjemahan bukan
dalam bentuk kata demi kata melainkan pengertian yang terkandung dalam kutipan
tersebut.
S uatu pagi Anda didatangi seorang ibu yang mengeluhkan anaknya yang saat ini
duduk di kelas VI SD Negeri 1 Jakarta menangis dengan keras karena ibunya
tidak membelikan buku komik Dora Emon yang dimintanya. Ibunya
membelikan buku paket mata pelajaran Matematika untuk kelas VI dengan
pertimbangan bahwa anaknya sebentar lagi menghadapi ujian akhir sekolah. Ibu
bersangkutan meminta bantuan Anda untuk membujuk anaknya agar mau belajar di
rumah, karena saat itu anaknya mengurung diri dan hanya tidur-tiduran di kamar.
Lucu kan, Anda bayangkan seorang anak SD kelas VI menangis seperti anak bayi
karena tidak mendapatkan buku komik yang diinginkannya. Pemikiran ibu tersebut
secara logika dapat dibenarkan karena seorang anak SD kelas VI tentunya lebih
mengutamakan membaca materi belajar sebagai persiapan menghadapi ujian akhir.
Akan tetapi, Anda sebagai seorang guru perlu mengemukakan pendapat terhadap
perilaku anak SD kelas VI tersebut terhadap ibunya; kira-kira apa yang akan Anda
jelaskan kepada ibu bersangkutan?
Anda adalah seorang guru SD/MI yang profesional, sehingga menghadapi
keluhan ibu tersebut perlu mempertanyakan, ”Mengapa anak tersebut menangis
hanya karena tidak dibelikan buku komik Dora Emon oleh ibunya?” Untuk dapat
menjawab pertanyaan tersebut, guru perlu memahami secara jelas dan tepat hakikat
dan prinsip belajar itu sendiri berdasarkan wacana psikologi, khususnya teori belajar
Humanisme. Pada subunit 1.4 ini Anda akan mempelajari prinsip-prinsip belajar
menurut pandangan para tokoh psikologi humanisme.
Jiwa manusia, termasuk peserta didik terdiri atas berbagai potensi psikologis,
baik dalam domain kognitif maupun dalam domain afektif dan konatif
(psikomotorik). Teori belajar humanisme memandang kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif.
Ibu, yang dicontohkan di atas hanya melihat kegiatan belajar anaknya dari sisi afektif
semata tanpa menyadari bahwa sisi afektif (perasaan) dan konatif (psikomotorik)
turut pula berperan dalam belajar.
Salah seorang tokoh teori belajar humanisme adalah Carl Ransom Rogers (1902-
1987) yang lahir di Oak Park, Illinois, Chicago, Amerika Serikat. Rogers terkenal
sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial,
psikolog klinis dan terapis. Ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam
pengalaman-pengalaman terapeutiknya yang banyak dipengaruhi oleh teori
1-34 Unit 1
kebutuhan (needs) yang diperkenalkan Abraham H. Maslow. Konsep teori kebutuhan
Maslow digambarkan dalam Gambar 2 berikut ini.
Self
Actualization
Needs
Physiological Needs
Menurut teori kebutuhan Maslow, di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah
kebutuhan yang tersusun secara berjenjang, mulai dari kebutuhan yang paling rendah
tetapi mendasar (physiological needs) sampai pada jenjang paling tinggi (self
actualization). Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengaktualisasi diri,
yang oleh Carl R. Rogers disebut dorongan untuk menjadi dirinya sendiri (to
becoming a person). Peserta didik pun memiliki dorongan untuk menjadi dirinya
sendiri, karena di dalam dirinya terdapat kemampuan untuk mengerti dirinya sendiri,
menentukan hidupnya sendiri, dan menangani sendiri masalah yang dihadapinya.
Itulah sebabnya, dalam proses pembelajaran hendaknya diciptakan kondisi
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif mengaktualisasi
dirinya.
Aktualisasi diri merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Proses
aktualisasi diri seseorang berkembang sejalan dengan perkembangan hidupnya
1-36 Unit 1
lama tetapi ada pula individu yang bertahan duduk dalam waktu yang relatif lama
dari yang lainnya. Pada umumnya mereka cenderung untuk selalu bergerak seperti
berlari, melompat, meluncur, memancat, atau berguling. Gerakan mereka cenderung
tidak terstruktur atau tidak beraturan karena gerakannya lebih berpusat pada otot-otot
gerak besar seperti otot kaki atau otot lengan. Otot-otot gerak kecil seperti otot
penglihatan atau pendengaran cenderung tidak mengalami perkembangan yang
menonjol pada tahapan perkembangan early childhood.
Dalam dimensi perkembangan sosioemosi, individu mengalami kesulitan pada
awal masuk sekolah karena hubungan sosial-emosional mereka terbatas pada
hubungan dekat (intimate relation) seperti dengan orangtua atau orang-orang tertentu
yang sering berkomunikasi dengannya. Slavin (1994:78) menjelaskan Erik Erikson
tentang bagaimana cara menyikapi karakteristik individu dalam perkembangan
sosioemosinya pada tahapan perkembangan early childhood sebagai berikut:
Erik Erikson’s theory of personal and social development suggests that during
early childhood children must resolve the personality crisis of initiative versus
guilt. The child’s successful resolution of this stage results in a sense of initiative
and ambition, tempered by a reasonable understanding of the permissible. Early
educators can encourage this by giving children opportunities to take initiative,
to be challenged, and to succeed.
(Terjemahan: Teori perkembangan personal dan sosial yang dikemukakan Erik
Erikson menjelaskan bahwa selama masa awal kanak-kanak, setiap anak harus
mengatasi krisis kepribadian dengan cara berinisatif sendiri atau dengan cara
kecemasan atau ketakutan. Keberhasilan anak mengatasi krisis seperti ini turut
dipengaruhi oleh pemberian kesempatan yang masuk akal untuk menghadapinya.
Lebih dini pendidik dapat mendorong peserta didik dengan cara memberi
kesempatan mereka mengambil inisatif, merasa tertantang, dan mencapai
keberhasilan).
Keberhasilan seorang anak memasuki lingkungan sosial baru yaitu sekolah, turut
dipengaruhi oleh pola asuh yang digunakan orangtua masing-masing di rumah. Oleh
sebab itu, sekolah harus mampu membangun hubungan kolaboratif dengan pihak
keluarga dengan melakukan kegiatan antara lain.
(1) Bekerjasama dengan orang tua menyiapkan anak-anak untuk memasuki
lingkungan sosial di sekolah, membangun kondisi lingkungan rumah yang
memungkinkan proses belajar dan pembentukan perilaku di sekolah.
1-38 Unit 1
Tabel 2
Tingkatan Perkembangan Kognitif*)
Tingkatan Usia Tugas Perkembangan Utama
Sensorimotor Lahir-2 Pembentukan konsep dari obyek yang
tahun bersifat tetap dan kemajuan perilaku secara
reflektif ke perilaku yang terarah (bertujuan)
Preoperasional 2-7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan
simbol dalam menyatakan obyek di
sekitarnya, dengan ciri berpikir yang bersifat
egosentrik dan terpusat (centered)
Concrete 7-11 tahun Perbaikan kemampuan berpikir logis dan
operasional melakukan sesuatu secara bolak-balik,
dengan ciri berpikir yang tidak terpusat
(decentered), mulai kurang egosentrik, dan
tidak dapat berpikir abstrak
Formal 11 tahun- Kemampuan berpikir abstrak dan simbolik,
operasional Dewasa serta mampu memecahkan masalah melalui
percobaan yang sistematik
*)Adaptasi dari Slavin (1994:34)
1-40 Unit 1
pada tahapan perkembangan middle childhood. Oleh sebab itu, dapat dikatakan
bahwa keberhasilan individu menguasai dasar-dasar keterampilan berpikir dalam
dimensi perkembangan kognitif pada tahapan perkembangan middle childhood
sangat mempengaruhi keberhasilan individu dalam dimensi perkembangan kognitif
pada tahapan perkembangan adolescence. Dengan kata lain, keberhasilan individu
dalam kegiatan akademik atau belajar selanjutnya sangat ditentukan oleh
keberhasilannya dalam kegiatan akademik atau belajar pada jenjang pendidikan dasar
(SD).
Dalam dimensi perkembangan phisik pada tahapan perkembangan adolescence,
ciri-ciri phisik dalam proses reproduksi memasuki masa peka untuk berkembang ke
arah kematangan seksual yang sesuai dengan jenis kelamin masing-masing individu.
Berbagai perubahan postur tubuh dialami oleh individu, dan seringkali
menyebabkannya merasa tidak nyaman dalam melakukan aktifitas. Hal ini terjadi
karena pengaruh perkembangan hormonal yang begitu menonjol pada bagian-bagian
tubuh tertentu.
Dalam dimensi perkembangan sosioemosi pada tahapan perkembangan
adolescence, individu mulai menyadari dan menganalisis secara reflektif apa yang
terjadi dalam dirinya dan apa yang dipikirkannya. Di dalam diri individu mulai
muncul kesadaran perbedaan karakteristik individualnya yang berbeda dengan
karakteristik individual orang lain di sekitarnya. Individu mulai mengkaji keberadaan
dirinya (tubuh, pikiran, perasaan, atau perilaku) yang berbeda dengan keberadaan diri
orang lain. Identitas diri (ego identity) mulai terbentuk dalam diri masing-masing
individu.
Ada individu yang berhasil membentuk ego identitynya dengan jelas tetapi ada
pula individu yang gagal dalam membentuk ego identitynya. Kegagalan individu
membentuk ego identitynya berawal dari kegagalannya dalam merumuskan konsep
diri (self concept) secara benar dan tepat. Akibatnya, kegagalan membentuk ego
identity ini dapat menyebabkan gangguan psikologis, mulai dari yang bertaraf rendah
(tidak tenang, cemas, ragu-ragu, curiga, dan sejenisnya) sampai yang bertaraf
menengah (emotional disorders, drug and alcohol abuse, delinquency and violence,
dan sejenisnya) serta bertaraf tinggi (penyakit jiwa).
Erikson (dalam Slavin, 1994:54) merangkum tingkat perkembangan personal dan
sosial individu seperti dalam Tabel 3 berikut ini.
1-42 Unit 1
Rangkuman
Kajian konsep dasar belajar dalam Teori Humanisme didasarkan pada pemikiran
bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam upayanya
memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan
kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Dalam
proses pembelajaran, kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu diperhatikan agar peserta
didik tidak merasa dikecewakan. Apabila peserta didik merasa upaya pemenuhan
kebutuhannya terabaikan maka besar kemungkinan di dalam dirinya tidak akan
Setelah motivasi
tumbuh mempelajari secara intensif
berprestasi materi Teori Belajar Humanisme,
dalam belajarnya.
Latihan
kerjakanlah soal-soal berikut ini pada lembaran kertas tersendiri.
1. Sebutkan konsep dasar belajar menurut teori belajar Teori Belajar
Humanisme.
2. Apabila seorang murid SD/MI kelas 3 tidak dapat menjawab pertanyaan guru,
dapatkah guru langsung menuduhnya sebagai seorang anak yang ”bodoh”?
Jelaskan jawaban Anda secara singkat.
1-44 Unit 1
Tes Formatif Unit 1
1. Seorang murid wanita kelas V SD Negeri 2 Pontianak, pada jam pelajaran
Olahraga Kesehatan tidak bersedia ikut latihan berenang di sungai. Sebagai
seorang guru, tindakan apakah yang sebaiknya Anda lakukan terhadap murid
tersebut? Jelaskan!
2. Apabila seorang murid menjawab benar pertanyaan guru pada saat jam
pelajaran PPKn berlangsung, maka sebaiknya guru meresponnya dengan cara
mengucapkan kata apa? Jelaskan!
3. Pembelajaran yang mendidik mempersyaratkan implikasi pedagogik dari
konsep belajar sebagai kegiatan yang dilakukan peserta didik. Apa maksud
pernyataan ini? Jelaskan!
4. Jelaskan pendapat Skinner tentang bagaimana caranya membantu peserta
didik agar berhasil dalam belajarnya!
5. Jelaskan jenis keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam proses
pembelajaran yang menggunakan Kurikulum berbasis kompetensi (KBK)!
1-46 Unit 1
Rambu-Rambu Jawaban Tes Formatif Unit 1
1. Guru perlu menghargai alasan yang dikemukakan murid bersangkutan.
Apabila guru menyuruh murid tersebut melakukan kegiatan lain, itu berarti
tidak melaksanakan pembelajaran yang mendidik secara profesional.
2. Guru perlu berkata ”benar”,karena jawaban peserta didik tersebut benar,
bukan dengan cara mengucapkan kata ”ok”, atau ”bagus”, atau ”baik”.
3. Guru perlu memberi kesempatan agar peserta didik dapat mengaktualisasi
diri melalui penguasaan sejumlah kompetensi, karena pembelajaran yang
mendidik bertujuan utama adalah pengembangan diri peserta didik yang
memiliki jati diri yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Peserta didik harus selalu diberi penguatan, karena inti sari teori belajar yang
dikemukakan Skinner adalah pemberian penguatan (reinforcement) baik
secara positif (hadiah) maupun secara negatif (hukuman) dengan cara yang
tepat.
5. Keterampilan yang harus dikuasai peserta didik adalah keterampilan hidup
yang akan digunakan kelak setelah lulus sekolah, karena KBK dimaksudkan
membelajarkan peserta didik menguasai sejumlah kompetensi atau
keterampilan, dan bukan menguasai materi atau cara-cara mengerjakan
sesuatu.
Elliot, S.N., Kratochwill, Thomas R., Littlefield, Joan, & Travers, John E. 1996.
Educational Psychology: Effective Teaching Effective Learning. Medison:
Brown & Benchmark
1-48 Unit 1
Sudjana N. 1988. Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru
Potensi= kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara phisik mapun secara
psikis.
Domain= ranah atau bagian dari potensi psikis yang dimiliki seseorang.
Behavior= kata dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
sebagai “tingkah laku”. Pemikiran ahli psikologi yang lebih
memperhatikan tingkah laku sebagai representasi psikologis
diistilahkan pemikiran behaviorisme.
Constructive= kata dalam bahasa Inggris dengan asal kata “construct” yang di dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “gagasan” atau “konsepsi”
Humanism= kata dalam bahasa Inggris dengan asal kata “human” yang di
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai ”manusia”, dan
“humanism” diterjemahkan sebagai “perikemanusiaan” atau
“humanisme”.
1-50 Unit 1
Unit 2
PRINSIP PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Nabisi Lapono
Pendahuluan
Secara berturut-turut pada tiap subunit dari Unit 2 ini, Anda akan mempelajari
secara garis besar landasan yuridis dan prinsip perencanaan pembelajaran serta
implikasi pedagogiknya dalam pembelajaran yang mendidik di SD/MI. Pada tiap
subunit akan dibahas topik-topik yang didasarkan pada kebijakan yang dikeluarkan
oleh penanggung jawab pendidikan mulai dari tingkat nasional sampai pada tingkat
kabupaten/kota, disertai sejumlah latihan yang harus Anda kerjakan secara individual
2-52 Unit 2
Subunit 2.1
Landasan Yuridis Perencanaan Pembelajaran
Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas, perlu dilakukan
berbagai hal sebagai bagian reformasi pendidikan antara lain sebagai berikut.
2-54 Unit 2
berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam
kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan
pedoman untuk mewujudkan: (a) pendidikan yang berisi muatan yang
seimbang dan holistik; (b) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik,
memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis; (c) hasil pendidikan yang
bermutu dan terukur; (d) berkembangnya profesionalisme pendidik dan
tenaga kependidikan; (e) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang
memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (f)
berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan
pendidikan; dan (g) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang
berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Sesuai dengan dasar, fungsi dan tujuan seperti diamanatkan di dalam Pasal 2 dan
3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat dikatakan
bahwa pendidikan nasional yang bermutu hendaknya diarahkan untuk
pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
GENDER KEBANGSAAN
INDIVIDU
AGAMA RAS
ETNIK
WILAYAH GEOGRAFIS
KEMAMPUAN/
KETIDAKMAMPUAN
2-56 Unit 2
Oleh karena karakteristik individual bervariasi terutama dalam hal variasi kelas
sosial, etnik, wilayah geografis, agama, gender, dan kemampuan/ketidak-mampuan
setiap peserta didik, maka rencana dan pengaturan proses pembelajaran di sekolah
perlu disesuaikan. Penyesuaian rencana pembelajaran secara operasional dengan
keragaman karakteristik individual peserta didik ini dimaksudkan agar setiap peserta
didik memperoleh kesempatan untuk tumbuh-kembang berdasarkan potensi diri
(kemampuan dan ketidak-mampuan) yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan
hakikat kurikulum seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti dikutip berikut ini.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
2-58 Unit 2
Dalam wacana psikologi, tiap peserta didik yang terlibat dalam proses
pembelajaran memiliki potensi psikologis untuk tumbuh-kembang. Di dalam diri
setiap peserta didik terdapat kemampuan (abilities) dan ketidak-mampuan
(disabilities). Kemampuan-kemampuan psikologis tersebut harus dikembangkan
oleh setiap peserta didik dalam proses pembelajaran yang diikutinya. Oleh sebab itu,
dalam merencanakan proses pembelajaran perlu diperhatikan prinsip-prinsip
perkembangan peserta didik, terutama yang berkaitan dengan aktifitas belajar dan
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seperti motivasi, minat, kecerdasan, dan
potensi psikis lainnya.
Secara sosiologis dan antropologis, peserta didik adalah individu yang
merupakan bagian dari suatu kelompok masyarakat. Tiap kelompok masyakarat
memiliki karakteristik tertentu sebagai konsekuensi nilai-nilai budaya yang
berkembang dan dianut oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan. Karakteristik
sosiologis dan antropologis ini turut mempengaruhi proses pembelajaran, sehingga
dalam merancang kurikulum perlu dipertimbangkan pula keragaman karakteristik
individual peserta didik sebagai konsekuensi dari keragaman karakteristik sosiologis
dan antropologis masyarakat dari mana peserta didik berasal. Hal ini perlu
diperhatikan karena menurut penjelasan Owens (1991:62) bahwa keragaman
karakteristik identitas individual ini dapat dibedakan dalam beberapa kelompok kerja
sesuai peran dan status masing-masing. Secara mikro, ada dua kelompok kerja utama
di sekolah; di satu sisi ada individu yang berperan sebagai pendidik atau guru
(melakukan pekerjaan mengajar), dan di sisi lain, ada individu yang berperan sebagai
peserta didik (melakukan pekerjaan belajar). Secara natural antara kedua kelompok
kerja tersebut terjadi interaksi atau transaksi sosial dan transaksi akademik
(intelektual). Lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah tidak dapat
dilepaskan dari karakteristik budaya masyarakat di sekitarnya. Secara skematis
lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah digambarkan dalam Gambar 2
berikut ini.
BUDAYA
ORGANISASI
KELOMPOK KERJA
INDIVIDU
2-60 Unit 2
keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Permendiknas Nomor 23 tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Latihan
Setelah mempelajari materi pada Sub Unit 2.1 di atas, Anda diminta mengerjakan
soal latihan berikut ini.
1. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 menetapkan standar isi pendidikan
nasional. Jelaskan lingkup dari standar isi pendidikan nasional yang
dimaksud!
2. Apakah pemberlakuan KTSP merupakan pengganti KBK? Jelaskan jawaban
Anda!
3. Apakah landasan yuridis kurikulum di Indonesia tetap?
2-62 Unit 2
Subunit 2.2
Prinsip Perencanaan Pembelajaran
Beragam dan
terpadu
Berpusat pada
peserta didik dan
lingkungan
Tanggap ipteks
KURIKULUM
Menyeluruh dan
Berkesinam-
bungan Relevan dengan
kebutuhan
kehidupan
Belajar
sepanjang
hayat Seimbang antara
kepentingan nasional
Gambar 3 di atas menggambarkan prinsip-prinsipdanumum
daerah yang harus
diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik, yang mencakup:
(1) Prinsip berpusatGambar 3 Prinsip Pengembangankebutuhan,
Kurikulumdan kepentingan
pada potensi, perkembangan,
(Disadur dari Pusat Perkembangan Kurikulum Kementerian Pendidikan Malaysia, 2001 )
peserta didik dan lingkungannya.
2-64 Unit 2
(5) Prinsip menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum yang dikembangkan harus mencakup keseluruhan
dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang
pendidikan.
(6) Prinsip belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan pemberdayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal,
dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang
selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
(7) Prinsip seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling
mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Secara operasional, pengembangan kurikulum harus mengacu pada hal-hal sebagai
berikut.
(a) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang
memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman
dan takwa serta akhlak mulia.
(b) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik.
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat
manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,
psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum
disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, serta
kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta
didik.
2-66 Unit 2
(h) Dinamika perkembangan sosial.
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun
bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas.
Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan indvidu yang
mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup
berdampingan dengan suku dan negara lain.
(j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan
peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu,
kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan
serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa salam wilayah
NKRI.
(k) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial
budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian budaya. Penghayatan
dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan
sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
(l) Kesetaraan jender.
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan
dan memperhatikan kesetaraan jender.
(m) Karakteristik satuan pendidikan.
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan
ciri khas satuan pendidikan.
Setiap mata pelajaran disusun deskripsi dan silabusnya yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, pengalaman belajar, materi pokok pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat
belajar.
RELEVAN
ILMIAH
SISTEMATIS
KONSISTEN
MENYE
LURUH
SILABUS
MATA
PELAJARAN
AKTUAL MEMADAI
FLEKSIBEL dan
KONTEK
STUAL
Gambar 4 di atas merangkum prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam
2-68 Unit 2
(e) Memadai, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar,
sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian cukup untuk
menunjang pencapaian kompetensi belajar;
(f) Aktual dan Kontekstual, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman
belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian
meperhatikan perkembangan ilmu teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi;
(g) Fleksibel, artinya keseluruhan komponen pribadi dapat mengakomodasi
keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah
dan tuntutan masyarakat; dan
(h) Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
Di samping beberapa prinsip yang telah dikemukakan di atas, berkaitan dengan
teori belajar yang dikemukakan Skinner, perlu pula diperhatikan beberapa prinsip
yang perlu menjadi acuan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik seperti
dikemukakan berikut ini.
(1) Prinsip pengukuhan atau penguatan (reinforcement).
Reinforcer atau penguat yaitu stimuli yang meningkatkan peluang muncul
respons. Penguatan itu dampak stimuli. Contoh penguat “permen” karena permen
memperkuat perilaku dan karenda itu stimuli. Sasaran permen bukan penguat, meski
dampaknya pada anak selaku penguat. Skinner memilah penguat bersifat primer dan
digeneralisasi. Penguat primer adalah stimuli yang diperkuat tanpa perlu belajar;
misalnya makan adalah kebutuhan yang tidak dipelajari. Penguat digeneralisasi yaitu
stimuli netral tetapi karena setelah berulang kali dipasangkan dengan sejumlah
penguat dalam berbagai situasi, akhirnya menjadi penguat bagi perilaku tertentu.
Misalnya, perilaku pengejar uang, sukses, prestise merupakan jenis penguat generalis
bagi sejumlah orang modern. Ada penguat yang positif dan ada pula penguat yang
negatif. Penguat positif yaitu stimuli peningkat munculnya respon ketika stimuli enak
ditambahkan pada situasi, sedangkan penguat negatif yaitu stimuli peningkat
munculnya respon saat stimuli jelek disingkirkan.
(2) Prinsip penguat dan hukuman.
Penguat positif berupa senyuman, anggukan dan memberi nilai bagus. Penguat
negatif (melegakan) yaitu menyingkirkan stimuli ancaman dikeluarkan dari kelas
atau sekolah, ancaman memperoleh nilai gagal (tidak lulus), atau menghindarkan
2-70 Unit 2
(5) Prinsip jadwal penguatan.
Jadwal penguatan yaitu pola dan cara penguatan dilakukan berupa jadual
perlakuan penguatan. Pola penjadualan di antaranya lewat continuous reinforcement,
yaitu tiap respon yang benar dilakukan diberi penguatan, dan intermittent (partial)
reinforcement yaitu sebagian (bukan seluruh) respons yang benar diberi penguatan.
Skinner memakai continuous reinforcement untuk meningkatkan kecepatan belajar
tetapi hasilnya kurang cukup lama diingat. Jadual yang terbaik yaitu diawali dengan
penguatan berkesinambungan kemudian dilanjutkan dengan intermittent atau partial
reinforcement agar efektif menghindarkan pebelajar cepat lupa.
Memahami jadual penguatan berdampak pada perilaku diterapkan ibu yang
memuji nilai PR dan ulangan anaknya! Pujian itu membuat anak makin rajin
mengerjakan PR dan belajar. Perhatikan mannersim (bandana, Jawa) orang ketika
sedang berpikir keras, ia garuk-garuk kepala (padahal tidak gatal), menggigit kuku
dan menengadahkan kepala. Walau kebiasaan itu tidak berkaitan dengan berpikir,
tetapi berdampak penguatan dan pembiasaan. Kebetulan saat berperilaku aneh itu
berhasil menemukan pemecahan. Fenomena perilaku seperti ini sering disebut
sebagai tahyul perilaku terjadual (superstitious scheduled behavior) manusia
moderen.
Setelah mempelajari bahan ajar pada Sub-unit 2.2 di atas, Anda diminta
mengerjakan soal-soal latihan dengan membaca secara teliti terlebih dahulu kasus
yang tertera dalam kotak berikut ini.
Pagi itu, Ibu Sri guru kelas 4 SD Inpres 1 Kaliurang yang terletak di lereng
gunung Merapi berangkat naik sepeda motor ke sekolah dengan membonceng
anaknya yang duduk di kelas 3. Jam di arloji Ibu Sri sudah menunjukkan pukul
07.00 wib (Waktu Indonesia Bagian Barat), padahal jarak antara rumah Ibu Sri
dengan sekolah +6 km.
Setibanya di sekolah, peserta didik sudah berada di ruang kelas karena jam
sekolah dimulai tepat pukul 07.00 wib. Setelah mengantar anaknya ke ruang
kelas 3, Ibu Sri segera memasuki ruang kelas 4 dengan disambut ucapan
”Selamat pagi Bu!” oleh semua peserta didik secara serempak dalam keadaan
berdiri dipimpin ketua kelasnya. Dengan suara datar Ibu Sri berkata, ”Ok,
duduk dan keluarkan buku PR Matematika.”
Semua peserta didik serempak duduk sambil mengambil buku tulis PR
Matematika dan membukanya di atas meja. Ibu Sri bertanya, ”Siapa yang
tidak mengerjakan PR silahkan berdiri di depan kelas.” Peserta didik saling
berbisik satu sama lain sambil mendudukkan kepala. Ibu Sri berkata lagi
dengan suara yang agak keras, ”Baik, kalau semua mengerjakan PR saya akan
periksa, tetapi kalau ternyata ada yang tidak mengerjakan, awas ya, saya akan
suruh keluar dan tidak boleh ikut pelajaran hari ini.”
Pertanyaan
1. Apakah Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti langkah-langkah tertentu?
Jelaskan jawaban Anda!
2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, apakah Ibu Sri
mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu?
Jelaskan jawaban Anda!
3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran apakah yang
diterapkan Ibu Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR
Matematika? Jelaskan jawaban Anda!
2-72 Unit 2
Rambu-Rambu Jawaban Soal Latihan
1. Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip tertentu, yaitu (a)
menyuruh peserta didik menyiapkan di atas meja buku pekerjaan PR
Matematika, (b) menanyakan siapa peserta didik yang tidak mengerjakan PR
Matematika, (c) memeriksa buku pekerjaan PR Matematika satu per satu, dan
(d) menghukum seorang peserta didik yang hanya mengerjakan dua nomor
PR Matematika, serta (e) melanjutkan pembelajaran dengan materi baru.
Prinsip-prinsip yang ditempuh Ibu Sri ini bukanlah prinsip pembelajaran yang
telah dirancang sebelumnya, karena saat itu Ibu Sri sudah terlambat masuk
kelas dan tanpa membicarakan pekerjaan PR Matematika langsung
melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru.
2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, Ibu Sri tidak
mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu.
Pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan Ibu Sri antara lain (a) tidak
memiliki dasar keilmuan dalam pendidikan dan pembelajaran karena di
dalam diri Ibu Sri terkandung muatan emosi sehingga pembelajaran
berlangsung tanpa terencana dengan baik, (b) tidak relevan, karena Ibu Sri
hanya menyuruh peserta didik menyiapkan buku PR Matematika di atas meja
dan tidak membahasnya bersama peserta didik bagaimana hasil pekerjaan
peserta didik, (c) tidak sistematis, karena Ibu Sri hanya memeriksa buku
peserta didik sampai pada orang yang kelima, kemudian langsung
menghentikan pembelajaran yang berkaitan dengan PR Matematika dan
langsung melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru, (d) tidak
konsisten, karena peserta didik yang dihukum mengerjakan soal PR
Matematika di papan tulis langsung dihukum berdiri terus di depan kelas
dengan satu kaki sambil memegang ke dua belah daun telinganya.
3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran yang diterapkan Ibu
Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika ada
kemungkinan menggunakan prinsip penguatan negatif (negative
einforcement), akan tetapi penerapannya tidak mendidik. Peserta didik tanpa
diberi penjelasan mengapa ia dihukum dengan mengerjakan PR Matematika
di papan tulis dan berdiri satu kaki di depan kelas sambil memegang kedua
belah daun telinganya.
2-74 Unit 2
Tes Formatif Unit 2
1. Jelaskan standar yang menjadi acuan dalam merencanakan proses pembelajaran
yang mendidik!
2. Jelaskan arah dari seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah dalam prinsip
pembelajaran yang mendidik!
3. Jelaskan maksud dari prinsip pembelajaran yang berpusat pada peserta didik!
4. Jelaskan aturan tentan Standar Isi yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor
22 Tahun 2006!
5. Prinsip utama apakah yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran yang
mendidik? Jelaskan jawaban Anda!
2-76 Unit 2
Daftar Pustaka
Bourne, Lyle E. Jr. & Ekstrand, Bruce R. 1973. Psychology: Its Principles and
Meanings. Hinsdale, Illinois: The Dryden Press
Potensi= kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara phisik mapun secara
psikis.
2-78 Unit 2
Unit 3
LANGKAH PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Nabisi Lapono
Pendahuluan
3-80 Unit 3
Subunit 3.1
Langkah Perencanaan Pembelajaran
(4)
(1) (3)
(2) PENGALAMAN
MATERI
RUMPUN/ INDIKATOR KURIKULER
BELAJAR
ELEMEN
KOMPETENSI
(5)
PENGELOMPOKAN
PENGALAMAN
BELAJAR DAN
MATERI KURIKULER
(7) (6)
KONVERSI
(8) WAKTU
PERKIRAAN
MATAPELAJARAN WAKTU
MENJADI JAM (35 menit setiap jam
PELAJARAN pelajaran)
4 RANCANGAN KEGIATAN
PEMBELAJARAN
5 INDIKATOR PENCAPAIAN
KOMPETENSI
6 PENENTUAN
JENIS PENILAIAN PEMBELAJARAN
7 ALOKASI WAKTU
KEGIATAN PEMBELAJARAN
3-82 Unit 3
Pasal 1 Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 berbunyi:
(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta
didik.
(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah,
standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar
kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
Bunyi pasal 1 Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 seperti dikutip dalam kotak
di atas, mengamanatkan bahwa SKL inilah yang menjadi acuan seluruh proses
pembelajaran yang diselenggarakan pada setiap satuan pendidikan dasar dan
menengah, termasuk di SD/MI. SKL inilah yang disebut sebagai kompetensi
minimal baik untuk satuan pendidikan dasar maupun untuk kelompok mata pelajaran
dan masing-masing mata pelajaran yang harus dikuasai peserta didik, dengan terlebih
dahulu menjabarkannya ke dalam bentuk kompetensi dasar. Tugas Anda sebagai
seorang guru yang akan merencanakan pembelajaran yang mendidik di SD/MI,
pertama-tama adalah mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar setiap mata
pelajaran sebagaimana tercantum pada standar isi yang ditetapkan dalam
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Di dalam melakukan kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar setiap mata
pelajaran, Anda perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1. Mendengarkan
Memahami wacana lisan berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk,
pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa dan benda di
sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita, drama,
pantun dan cerita rakyat.
2. Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan
sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi
peristiwa dan benda di sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita,
pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya
sastra untuk anak berbentuk dongeng, pantun, drama, dan puisi.
3. Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana
berupa petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak
berbentuk puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama.
4. Menulis
Melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan
pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana,
petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan,
ringkasan, parafrase, serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk
cerita, puisi, dan pantun.
3-84 Unit 3
SKL mata pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI seperti dikutip di atas mencakup
kegiatan (a) mendengarkan (b) berbicara, (c) membaca, dan (d) menulis. SKL pada
tiap kegiatan dalam Bahasa Indonesia SD/MI tersebut mencakup kompetensi
minimal dalam kegiatan mendengarkan adalah “Memahami wacana lisan berbentuk
perintah, penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai
peristiwa dan benda di sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita,
drama, pantun dan cerita rakyat.” Kompetensi minimal dalam kegiatan berbicara
adalah “Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana,
wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi peristiwa dan benda di
sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan hasil pengamatan,
pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk dongeng,
pantun, drama, dan puisi.” Kompetensi minimal dalam kegiatan membaca adalah
“Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa petunjuk,
teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi, dongeng,
pantun, percakapan, cerita, dan drama.” Sedangkan kompetensi minimal dalam
kegiatan menulis adalah “Melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan
sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan,
ringkasan, parafrase, serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi,
dan pantun.”
Kajian terhadap SKL mata pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI dilakukan dengan
cara memperhatikan kegiatan yang harus dilakukan peserta didik berdasarkan kata
operasional yang digunakan dalam SKL tersebut. Untuk menguasai kemampuan
mendengarkan peserta didik perlu berlatih (belajar) memahami wacana lisan, untuk
menguasai kemampuan berbicara peserta didik perlu berlatih (belajar) menggunakan
wacana lisan, untuk menguasai kemampuan membaca peserta didik perlu berlatih
(belajar) menggunakan berbagai jenis membaca, dan untuk menguasai kemampuan
menulis peserta didik perlu berlatih (belajar) melakukan berbagai jenis kegiatan
menulis.
Kegiatan belajar (a) memahami wacana lisan, (b) menggunakan wacana lisan, (c)
menggunakan berbagai jenis membaca, dan (d) melakukan berbagai jenis kegiatan
menulis inilah yang menjadi dasar menetapkan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI. Berdasarkan kata operasional yang digunakan
dalam SKL tersebut dapat ditetapkan kompetensi dasar minimal untuk mata
pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI. Misalnya, dari SKL minimal yang pertama mata
3-86 Unit 3
SKL Matematika SD/MI
1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-
sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari.
3-88 Unit 3
SKL llmu Pengetahuan Alam SD/MI
SKL mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI seperti dikutip di atas
mencakup kegiatan (a) melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan
menceritakan hasil pengamatannya secara lisan dan tertulis, (b) memahami
penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi
manusia, upaya pelestariannya, dan interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya, (c) memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan, dan
tumbuhan, serta fungsinya dan perubahan pada makhluk hidup, (d) memahami
beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda,
dan kegunaannya, (e) memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan manfaatnya,
dan (f) memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan
permukaan bumi, dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.
Kajian terhadap SKL mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI dilakukan
dengan cara memperhatikan kegiatan yang harus dilakukan peserta didik berdasarkan
kata operasional yang digunakan dalam SKL tersebut. Misalnya, untuk menguasai
kemampuan melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil
3-90 Unit 3
SKL mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD/MI seperti dikutip di atas
mencakup kegiatan (a) memahami identitas diri dan keluarga, serta mewujudkan
sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga, (b) mendeskripsikan
kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga, serta kerja
sama di antara keduanya, (c) memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman
suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi, (d) mengenal sumber daya
alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan
provinsi, (e) menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah nasional,
keragaman suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia, (f) menghargai peranan
tokoh pejuang dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia,
(g) memahami perkembangan wilayah Indonesia, keadaan sosial negara di Asia
Tenggara serta benua-benua, (h) mengenal gejala (peristiwa) alam yang terjadi di
Indonesia dan negara tetangga, serta dapat melakukan tindakan dalam menghadapi
bencana alam, dan (i) memahami peranan Indonesia di era global.
Kajian terhadap SKL mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD/MI dilakukan
dengan cara memperhatikan kegiatan yang harus dilakukan peserta didik berdasarkan
kata operasional yang digunakan dalam SKL tersebut. Misalnya, untuk menguasai
kemampuan memahami identitas diri dan keluarga, serta mewujudkan sikap saling
menghormati dalam kemajemukan keluarga, peserta didik perlu menguasai
kompetensi dasar (1) memahami hakikat diri dan keluarga, dan (2) mewujudkan
sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga.
Apabila pengelompokkan kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial SD/MI tersebut dikaitkan dengan teori belajar (Behaviorisme, Kognitivisme,
Konstruktivisme, dan Humanisme) yang telah Anda pelajari dalam Unit 1 Bahan
Ajar Cetak ini, maka kajian kompetensi dasar tersebut sesuai dengan tingkatan
perkembangan sosioemosi individu. Menurut Teori Belajar Konstruktivisme,
keterampilan individu mewujudkan sikap saling menghormati dalam kemajemukan
sangat ditentukan oleh penguasaan keterampilan memahami dan menghargai emosi
karena pada usia SD egosentrik individu menjadi sangat menonjol dalam berperilaku.
Di dalam diri individu mulai tumbuh kesadaran bahwa dirinya adalah dirinya sendiri
yang berbeda dengan orang lain sehingga cenderung tidak mau dipengaruhi atau
ditolong oleh orang lain. Individu mulai berusaha untuk melakukan sendiri segala
sesuatu, dan mulai membangun wilayah kepemilikan pribadi. Individu mulai
berupaya menyusun dan menemukan konsep diri (self concept) dan jati diri (self
esteem atau self identity) berdasarkan standar atau norma yang ditetapkannya sendiri.
Itulah sebabnya, pada tahapan perkembangan ini seringkali terjadi pertentangan
3-92 Unit 3
perlu menguasai kompetensi dasar (1) memahami hakikat kehidupan manusia, dan
(2) mewujudkan hidup rukun dalam perbedaan.
Apabila pengelompokkan kompetensi dasar mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegeraan SD/MI tersebut dikaitkan dengan teori belajar (Behaviorisme,
Kognitivisme, Konstruktivisme, dan Humanisme) yang telah Anda pelajari dalam
Unit 1 Bahan Ajar Cetak ini, maka kajian kompetensi dasar tersebut sesuai dengan
tingkatan perkembangan sosioemosi individu. Menurut Teori Belajar
Konstruktivisme, keterampilan individu mewujudkan sikap saling menghormati
dalam kemajemukan sangat ditentukan oleh penguasaan keterampilan memahami
dan menghargai perbedaan karena pada usia SD egosentrik individu menjadi sangat
menonjol dalam berperilaku. Di dalam diri individu mulai tumbuh kesadaran bahwa
dirinya adalah dirinya sendiri yang berbeda dengan orang lain sehingga cenderung
tidak mau dipengaruhi atau ditolong oleh orang lain. Individu mulai berusaha untuk
melakukan sendiri segala sesuatu, dan mulai membangun wilayah kepemilikan
pribadi. Individu mulai berupaya menyusun dan menemukan konsep diri (self
concept) dan jati diri (self esteem atau self identity) berdasarkan standar atau norma
yang ditetapkannya sendiri. Itulah sebabnya, pada tahapan perkembangan ini
seringkali terjadi pertentangan antara orangtua dan anak di rumah. Itulah sebabnya,
kompetensi dasar yang pertama dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD/MI
adalah penguasaan atau pemahaman hakikat diri dan keluarga, disusul dengan
penguasaan keterampilan mewujudkan sikap saling menghormati dalam
kemajemukan keluarga. Apabila pembelajaran yang Anda kelola dalam mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI sesuai dengan urutan kompetensi dasar
tersebut, maka dapat dikatakan proses pembelajaran tersebut sebagai pembelajaran
yang mendidik.
SKL 1. Mendengarkan.
Memahami wacana lisan berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk,
pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa dan benda
di sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita,
drama, pantun dan cerita rakyat.
(dikutip dari Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006)
Kompetensi Dasar:
(a) kemampuan menjelaskan karakteristik dan perbandingan wacana lisan
berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, dan
berita;
(b) kemampuan menjelaskan karakteristik dan perbandingan wacana lisan
berbentuk deskripsi berbagai peristiwa dan benda di sekitar; dan
(c) kemampuan menjelaskan karakteristik dan perbandingan wacana lisan
berbentuk karya sastra seperti dongeng, puisi, cerita, drama, pantun,
dan cerita rakyat.
3-94 Unit 3
Rancangan Pengalaman Belajar
Matematika SD/MI
SKL 1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan
sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari.
(dikutip dari Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006)
Kompetensi Dasar:
(a) Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan.
(b) Memahami sifat-sifat bilangan dan operasi hitungnya.
(c) Memahami penerapan konsep, sifat, dan operasi hitung bilangan bulat dan
pecahan dalam kehidupan sehari-hari.
Rumusan kompetensi dasar dari SKL nomor 1 (memahami konsep bilangan bulat
dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari) mata pelajaran Matematika SD/MI
tersebut di atas telah menunjukkan pengalaman belajar yang dialami peserta didik.
Pengalaman belajar utama adalah melalui kegiatan memahami konsep, sifat, dan
operasi hitung bilangan bulat dan pecahan serta menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Kompetensi Dasar:
(a) Memahami konsep gejala-gejala alam
(b) Menjelaskan hasil pengamatan tentang gejala-gejala alam.
SKL 1. Memahami identitas diri dan keluarga, serta mewujudkan sikap saling
menghormati dalam kemajemukan keluarga.
(dikutip dari Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006)
Kompetensi Dasar:
(c) Memahami hakikat diri dan keluarga.
(d) Mewujudkan sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga.
Rumusan kompetensi dasar dari SKL nomor 1 (memahami identitas diri dan
keluarga, serta mewujudkan sikap saling menghormati dalam kemajemukan
keluarga) mata pelajaran IPS SD/MI tersebut di atas telah menunjukkan pengalaman
belajar yang dialami peserta didik. Pengalaman belajar utama adalah melalui
kegiatan memahami dan mewujudkan hakikat diri dan keluarga yang diwujudkan
melalui sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga.
Kompetensi Dasar:
(a) Memahami hakikat kehidupan manusia.
(b) Mewujudkan hidup rukun dalam perbedaan.
Rumusan kompetensi dasar dari SKL nomor 1 (menerapkan hidup rukun dalam
perbedaan) mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD/MI tersebut di atas
telah menunjukkan pengalaman belajar yang dialami peserta didik. Pengalaman
belajar utama adalah melalui kegiatan memahami dan mewujudkan hakikat
kehidupan manusia yang diwujudkan melalui sikap hidup rukun dalam perbedaan.
3-96 Unit 3
3. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran merupakan langkah ketiga dalam
merancang pembelajaran yang mendidik. Identifikasi materi pokok/pembelajaran
hendaknya dipilih yang menunjang pencapaian kompetensi dasar yang telah
ditetapkan dengan mempertimbangkan hal-hal seperti digambarkan dalam Gambar 7
berikut ini.
3-98 Unit 3
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih kemudian hasilnya
dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang
belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut
berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi
peserta didik yang pencapaian kompetensinya dibawah kriteria ketuntasan,
dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria
ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang
ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya jika pembelajaran
menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus
diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara,
maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi
yang dibutuhkan.
3-100 Unit 3
dan kelompok ilmiah remaja. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara
kualitatif, bukan secara tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.
3-102 Unit 3
Subunit 3.2
Contoh Perencanaan Pembelajaran
3-104 Unit 3
Romberg, 1992:757; Finn dalam Romberg, 1992:757). Sujono (1988:15)
mengajukan beberapa alasan mengapa matematika perlu diajarkan di sekolah.
Pertama, matematika menyiapkan peserta didik menjadi pemikir dan penemu.
Kedua, matematika menyiapkan peserta didik menjadi warga negara yang hemat,
cermat, dan efisien. Selain itu, matematika membantu peserta didik untuk
mengembangkan karakternya. Sementara itu, Thorndike (dalam Jackson, 1992:758)
mengatakan bahwa matematika sangat penting diajarkan di sekolah karena
matematika merupakan bagian penting dari batang tubuh pembelajaran itu sendiri.
Berbeda dengan pendapat tersebut di atas, Freudental (dalam Romberg,
1992:758) mengatakan bahwa tujuan diajarkannya matematika di sekolah adalah
untuk melengkapi apa yang telah dimiliki oleh para ahli matematika. Pemahaman
yang lebih umum dikemukakan oleh Jacobs (dalam Jackson, 1992:758) dengan
mengatakan bahwa matematika diajarkan di sekolah karena dia merupakan kegiatan
atau aktivitas manusia. Pandangan yang lebih khusus dikemukakan oleh Stanic
(dalam Romberg, 1992:759). Dia menegaskan bahwa tujuan pembelajaran
matematika di sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir peserta
didik. Selain itu, peningkatan sikap kreativitas dan kritis juga dapat dilatih melalui
pembelajaran matematika yang sistematis dan sesuai dengan pola-pola
pembelajarannya.
Dari beberapa uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika di
sekolah, di satu sisi merupakan hal yang penting untuk menigkatkan kecerdasan
peserta didik. Namun, di sisi lain terdapat pakar yang menilai bahwa pembelajaran
matematika di sekolah hanyalah merupakan kebutuhan yng bersifat pelengkap dari
apa yang telah dikembangkan oleh para ilmuan dalam matematika.
2. Bagaimana Cara Mengajarkan Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme?
Secara umum, pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivisme meliputi
empat tahap: (1) tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan
motivasi belajar peserta didik), (2) tahap eksplorasi, (3) tahap diskusi dan penjelasan
konsep, dan (4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep (Horsley, 1990: 59).
Sejalan dengan pandangan di atas, Tobin dan Timon (dalam Lalik, 1997:19)
mengatakan bahwa pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme meliputi
empat kegiatan, antara lain (1) berkaitan dengan prior knowledge peserta didik, (2)
mengandung kegiatan pengalaman nyata (experiences), (3) terjadi interaksi sosial
(social interaction) dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense
making).
3-106 Unit 3
kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-
isu dalam lingkungan peserta didik tersebut.
Perhatikan contoh rancangan pembelajaran Matematika SD/MI dengan
pendekatan Teori Belajar Konstruktivisme berikut ini.
Contoh 1.
Mata Pelajaran : Matematika SD/MI
Kelas : V
Standar Kompetensi : 1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi
hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
(kutipan dari Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun
2006)
Kompetensi Dasar : (3) Memahami penerapan konsep, sifat, dan operasi hitung
bilangan bulat dan pecahan dalam kehidupan sehari-hari.
Materi Pokok : (1) Nilai tempat dan sistem desimal.
(2) Menghitung nilai rata-rata.
Contoh Rancangan Pembelajaran Yang Mendidik:
(1) Nilai Tempat dan Sistem Desimal.
Untuk merancang pembelajaran yang mendidik dari materi pokok nilai tempat
dan sistem desimal, perhatikan dialog antara guru dan peserta didik dalam
penelitian yang telah dilakukan oleh Fitz Simons (1992:79). (Apakah dialog guru
dan siswa tidak sebaiknya langsung dalam terjemahan bahasa Indonesia agar
lebih efisien?)
Guru : What is 10 to the power of 3? (berapa hasil dari 10 berpangkat
3)
Peserta didik : 1000
Guru : And 10 to the power of 2? (dan berapa hasil dari 10 berpangkat
2)
Peserta didik : 100.
Guru : So 10 to the power of 1 must be?(jadi hasil 10 berpangkat 1
adalah)
3-108 Unit 3
Kegiatan pembelajaran dengan materi pokok di atas (nilai tempat sistem desimal)
merupakan proses pembelajaran yang mendidik, karena guru memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya dalam pemecahan masalah
bilangan berpangkat, dan memberi kesempatan untuk mengambil keputusan tentang
sesuatu hal yang terjadi.
(2) Menghitung Nilai Rata-Rata.
Contoh lain yang dapat dikembangkan oleh guru adalah menentukan rata-rata
hitung. Perhatikan langkah-langkah pembelajarannya.
(a) Siapkan beberapa menara blok yang tingginya berbeda-beda sebagai benda
kongkrit bagi peserta didik. Misalnya pada gambar berikut ini.
(b) Minta peserta didik untuk memotong beberapa menara blok yang lebih tinggi
sesuai dengan keinginannya.
(c) Tempelkan potongan menara blok yang tertinggi kepada menara blok yang
terpendek. Selanjutnya, potong sebagian menara blok yang lebih tinggi dan
letakkan atau tempelkan pada menara blok yang kurang tinggi. Lakukan hal
ini seterusnya hingga semua menara blok adalah sama tingginya. Tinggi
menara blok tersebut yang sudah rata disebut rata-rata tingggi. Hasilnya
seperti berikut.
(4) Ulangi kegiatan di atas, dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu setiap menara
blok dipotong atau dipisahkan secara vertikal. Hal ini dilakukan secara
berturut-turut. Selanjutnya, susun hasil potongan dengan cara melintang
Setelah hal ini dilakukan oleh peserta didik, ajak mereka untuk berpikir
bagaimana jika menara blok tersebut dibagi oleh lima orang anak sama banyak? Dari
sini peserta didik diharapkan dapat mengkonstruksi sendiri tentang konsep
pembagian, yaitu 25/5 = 5. Dengan demikian, rata-rata tinggi menara blok tersebut
adalah 5.
Dengan pendekatan seperti di atas, pada akhirnya peserta didik dapat
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui aktivitas yang dilakukan. Dengan
kata lain, tanpa mereka diajar secara paksa, peserta didik akan memahami sendiri apa
yang mereka lakukan dan pelajari melalui pengalamannya.
Contoh 2.
Mata Pelajaran : Matematika SD/MI
Kelas : IV
Standar Kompetensi : 1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi
hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
(kutipan dari Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun
2006)
Kompetensi Dasar : (3) Memahami penerapan konsep, sifat, dan operasi hitung
bilangan bulat dan pecahan dalam kehidupan sehari-hari.
Materi Pokok : (1) Generalisasi bilangan dengan menggunakan gambar
kotak.
Contoh Rancangan Pembelajaran Yang Mendidik:
Kegiatan peserta didik: (a) Memperhatikan Gambar 1 kotak segi empat, menghitung
jumlah kotaknya, dan menjelaskan bagaimana cara
menghitung jumlah kotak tersebut.
(b) Menghitung jumlah kotak segi empat yang terdapat
dalam Gambar 2 dan Gambar 3.
(c) Membuat gambar dengan jumlah kotak 5 x 5 dan 10 x
10.
3-110 Unit 3
(d) Memperhatikan apakah terdapat kesamaan pola untuk
bilangan segi empat yang terkandung dalam Gambar 1,
2, dan 3.
(e) Menjelaskan apakah yang menjadi alasan masing-masing
peserta didik menentukan kesamaan atau ketidak samaan
pola untuk bilangan segi empat yang terkandung dalam
Gambar 1, 2, dan 3.
(f) Mendiskusikan dengan teman sebangku bagaimana cara
membuktikan kebenaran penjelasan alasan yang
dikemukakan masing-masing dalam menentukan
kesamaan atau ketidak samaan pola untuk bilangan segi
empat yang terkandung dalam Gambar 1, 2, dan 3.
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Panduan untuk guru : (1) Dalam pelaksanaan kegiatan nomor (a) sampai dengan
nomor (c), peserta didik diberi kesempatan untuk
mengerjakan secara bersama-sama.
(2) Apabila peserta didik mengalami kesulitan
menyelesaikan kegiatan nomor (c) sampai dengan
nomor (f), guru dapat membantu dengan cara memberi
contoh penyelesaiannya.
(3) Pada akhir kegiatan pembelajaran, guru memberikan
penguatan (reinforcement) misalnya berupa pujian bagi
peserta didik yang cepat menyelesaiakn kegiatannya.
Setelah mempelajari bahan ajar pada Subunit 3.2 di atas, Anda diminta
mengerjakan soal-soal latihan dengan membaca secara teliti terlebih dahulu kasus
yang tertera dalam kotak berikut ini.
Pertanyaan
1. Apakah Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti langkah-langkah tertentu?
Jelaskan jawaban Anda!
2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, apakah Ibu Sri
mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu?
Jelaskan jawaban Anda!
3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran apakah yang
diterapkan Ibu Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR
Matematika? Jelaskan jawaban Anda!
3-112 Unit 3
Rambu-Rambu Jawaban Soal Latihan
1. Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip tertentu, yaitu (a)
menyuruh peserta didik menyiapkan di atas meja buku pekerjaan PR
Matematika, (b) menanyakan siapa peserta didik yang tidak mengerjakan PR
Matematika, (c) memeriksa buku pekerjaan PR Matematika satu per satu, dan
(d) menghukum seorang peserta didik yang hanya mengerjakan dua nomor
PR Matematika, serta (e) melanjutkan pembelajaran dengan materi baru.
Prinsip-prinsip yang ditempuh Ibu Sri ini bukanlah prinsip pembelajaran yang
telah dirancang sebelumnya, karena saat itu Ibu Sri sudah terlambat masuk
kelas dan tanpa membicarakan pekerjaan PR Matematika langsung
melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru.
2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, Ibu Sri tidak
mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu.
Pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan Ibu Sri antara lain (a) tidak
memiliki dasar keilmuan dalam pendidikan dan pembelajaran karena di
dalam diri Ibu Sri terkandung muatan emosi sehingga pembelajaran
berlangsung tanpa terencana dengan baik, (b) tidak relevan, karena Ibu Sri
hanya menyuruh peserta didik menyiapkan buku PR Matematika di atas meja
dan tidak membahasnya bersama peserta didik bagaimana hasil pekerjaan
peserta didik, (c) tidak sistematis, karena Ibu Sri hanya memeriksa buku
peserta didik sampai pada orang yang kelima, kemudian langsung
menghentikan pembelajaran yang berkaitan dengan PR Matematika dan
langsung melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru, (d) tidak
konsisten, karena peserta didik yang dihukum mengerjakan soal PR
Matematika di papan tulis langsung dihukum berdiri terus di depan kelas
dengan satu kaki sambil memegang ke dua belah daun telinganya.
3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran yang diterapkan Ibu
Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika ada
kemungkinan menggunakan prinsip penguatan negatif (negative
einforcement), akan tetapi penerapannya tidak mendidik. Peserta didik tanpa
diberi penjelasan mengapa ia dihukum dengan mengerjakan PR Matematika
di papan tulis dan berdiri satu kaki di depan kelas sambil memegang kedua
belah daun telinganya.
PENGALAMAN
BELAJAR
SUMBER MATERI POKOK
BELAJAR PEMBELAJARAN
PENGALAMAN BELAJAR
KAJIAN
ALOKASI STANDAR KEGIATAN
WAKTU KOMPETENSI DAN PEMBELAJARAN
KOMPETENSI
DASAR
JENIS INDIKATOR
PENILAIAN PENCAPAIAN
KOMPETENSI
3-114 Unit 3
Tes Formatif Unit 3
1. Jelaskan standar yang menjadi acuan dalam menyusun langkah perencanaan
pembelajaran yang mendidik!
2. Jelaskan langkah pertama perencanaan pembelajaran yang mendidik yang
mendidik!
3. Jelaskan alasan mengapa pembelajaran yang berpusat pada peserta didik!
4. Jelaskan aturan tentan Standar Isi yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor
22 Tahun 2006!
5. Prinsip utama apakah yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran yang
mendidik? Jelaskan jawaban Anda!
3-116 Unit 3
Daftar Pustaka
Bourne, Lyle E. Jr. & Ekstrand, Bruce R. 1973. Psychology: Its Principles and
Meanings. Hinsdale, Illinois: The Dryden Press
Potensi= kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara phisik mapun secara
psikis.
3-118 Unit 3
Unit 4
PRINSIP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nabisi Lapono
Pendahuluan
4-120 Unit 4
Subunit 4.1
Keterkaitan Antara Tujuan, Materi, Kegiatan, Dan
Penilaian Pembelajaran Dalam Penerapan Prinsip
Dan Langkah Perencanaan Pembelajaran Yang
Mendidik
P embelajaran yang dikelola oleh guru di sekolah merupakan suatu aktivitas yang
dilakukan secara sadar. Disebut sebagai aktivitas yang dilakukan secara sadar
karena pembelajaran tersebut harus direncanakan terlebih dahulu oleh
pengelolanya, yaitu guru. Sebelum pembelajaran dilakukan, pertama-tama guru harus
menetapkan terlebih dahulu:
1. Tujuan dari pembelajaran berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yang telah diatur dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta
yang telah dijabarkan ke dalam Kompetensi Dasar mata pelajaran.
2. Materi pembelajaran yang telah dipilih sesuai pengalaman belajar yang
dirancang berdasarkan kompetensi dasar mata pelajaran.
3. Kegiatan pembelajaran yang telah dirancang berdasarkan materi
pembelajaran dan pengalaman belajar peserta didik.
4. Metode dan instrumen penilaian pembelajaran yang disusun berdasarkan
indikator pencapaian kompetensi.
4-122 Unit 4
tingkah laku itu menyangkut perubahan tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif,
dan tingkah laku psikomotor.
Pada prinsipnya, dalam pembelajaran yang mendidik hendaknya berlangsung
sebagai proses atau usaha yang dilakukan peserta didik untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan
lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri individu banyak
ragamnya baik sifatnya maupun jenisnya. Karena itu tidak semua perubahan dalam
diri individu merupakan perubahan dalam arti belajar. Jika tangan seorang anak
bengkok karena jatuh dari sepada motor, maka perubahan seperti itu tidak dapat
dikategorikan sebagai perubahan hasil belajar.
4-124 Unit 4
Pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan sebagai tujuan
pembelajaran yang mendidik
Penciptaan kondisi dan suasana belajar yang memungkinkan peserta didik dapat
berusaha atas inisiatifnya sendiri berkaitan dengan hal-hal yang harus dialami selama
proses pembelajaran berlangsung. Artinya, kondisi dan suasana belajar akan dapat
diciptakan apabila telah dirancang sejumlah pengalaman belajar yang harus
dilakukan peserta didik.
Pengalaman belajar peserta didik inilah yang menjadi dasar penetapan materi
pembelajaran yang akan digunakan. Materi pokok pembelajaran ditetapkan sesuai
dengan jenis-jenis pengalaman belajar yang telah dirancang. Berdasarkan materi
pokok pembelajaran inilah dirancang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
untuk tiap materi pokok pembelajaran. Oleh karena kegiatan pembelajaran dirancang
berdasarkan materi pokok pembelajaran dan pengalaman belajar, maka akan
mempermudah penetapan indikator pencapaian kompetensi dasar satu mata pelajaran
4-126 Unit 4
tertentu. Indikator pencapaian kompetensi dasar inilah yang menjadi patokan guru
selama proses pembelajaran untuk mengpenilaian seberapa besar kemungkinan
peserta didik menguasai atau mencapai kompetensi dasar mata pelajaran yang telah
ditetapkan. Rancangan program pembelajaran yang mendidik dan sistem asesmen
yang tepat perlu diidentifikasi berdasarkan karakteristik tertentu, yang meliputi hal-
hal berikut ini:
1). Hasil belajar peserta didik dinyatakan dengan kompetensi atau kemampuan
yang dapat didemonstrasikan, ditampilkan, atau dapat diobservasi indokator-
indikatornya;
2). Kecepatan belajar peserta didik berbeda dalam mencapai ketuntasan belajar;
3). Asesmen hasil belajar menggunakan acuan kriteria; dan
4). Adanya program pembelajaran remediasi dan pengayaan.
Rancangan penerapan program pembelajaran dan sistem asesmennya hendaknya
mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran yang telah
dijabarkan ke dalam sejumlah Kompetensi Dasar. Masing-masing kompetensi dasar
dijabarkan lagi ke dalam indikator esensial beserta deskiptornya, yang digunakan
sebagai indikator pencapaian kompetensi dan selanjutnya digunakan untuk
mengembangkan instrumen penilaian.
TUJUAN PEMBELAJARAN
PENGALAMAN
SKL KD BELAJAR
MATERI
PEMBELAJARAN
KEGIATAN
PEMBELAJARAN
INDIKATOR PENCAPAIAN
PENILAIAN KOMPETENSI
(SKL/KD)
4-128 Unit 4
Latihan
Setelah mempelajari secara intensif materi subunit 4.1, kerjakanlah soal-soal berikut
ini pada lembaran kertas tersendiri.
1. Sebelum mengelola pembelajaran dalam pembelajaran yang mendidik, apa
yang harus dirancang guru? Jelaskan jawaban Anda!
2. Apabila seorang peserta didik di SD/MI kelas 3 tidak dapat menjawab
pertanyaan guru, dapatkah dikatakan pembelajaran yang sedang
berlangsung tidak mencapai tujuan pembelajaran yang mendidik? Jelaskan
jawaban Anda secara singkat.
4-130 Unit 4
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam, yang memungkinkannya membimbing peserta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.
Adapun kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.
Dalam pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, guru perlu berpegang pada
rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. Rencana pembelajaran
menjadi panduan yang harus digunakan dalam pembelajaran, karena di dalam
rencana pembelajaran tersebut telah ditetapkan tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Bayangkanlah,
jika Anda melakukan perjalanan tanpa menetapkan tempat yang dituju, tentunya
perjalanan tidak akan terarah. Perjalanan yang Anda lakukan sangat ditentukan oleh
lokasi yang dituju. Penetapan lokasi yang dituju tersebut menyebabkan Anda
melakukan perjalanan dengan penuh kesadaran. Lain halnya apabila perjalanan Anda
tidak berdasarkan lokasi yang dituju, ada kemungkinan kesadaran Anda kadang-
kadang hilang atau tidak berfungsi. Hal ini mungkin saja terjadi di dalam proses
pembelajaran, karena apabila pembelajaran dikelola guru tanpa berpegang pada
rencana pembelajaran maka ada kemungkinan akan berlangsung dalam suasana atau
kondisi yang tidak disadari oleh guru.
IMPLIKASI PEDAGOGIK
TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
4-132 Unit 4
Ahli psikologi yang banyak mengemukakan pemikirannya yang berkaitan dengan
proses belajar dan pembelajaran menurut teori Behaviorisme antara lain B.F.
Skinner, John B. Watson, dan Edward Thorndike. Menurut pendapat para ahli
psikologi behaviorisme, kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik dapat diamati
melalui tingkah laku belajar yang dilakukannya. Tingkah laku teramati dalam
kegiatan belajar antara lain, membaca buku pelajaran, mengerjakan soal latihan atau
ujian, mendengarkan penjelasan guru, atau aktivitas lain yang dapat dilihat langsung.
Misalnya, seorang peserta didik di dalam kelas tidak membaca buku pelajaran
melainkan hanya duduk diam menatap ke depan seringkali diidentifikasi guru
sebagai peserta didik yang tidak melakukan kegiatan belajar. Identifikasi guru
tersebut didasarkan pada konsep belajar menurut teori belajar Behaviorisme, karena
didasarkan pada tingkah laku yang dapat diamati atau dilihat secara kasat mata.
Terhadap peserta didik yang menurut pengamatan tidak melakukan tingkah laku
yang hanya duduk diam menatap ke depan, biasanya langsung ditegur guru agar
melakukan kegiatan membaca buku. Teguran guru tersebut merupakan “hukuman”
atau penguatan negatif (negative reinforcement) yang dimaksudkan untuk
menghentikan tingkah laku yang sedang dilakukan peserta didiknya. Akan tetapi
perlu Anda ketahui bahwa teori belajar Behaviorisme ini mengabaikan proses mental
yang terjadi di dalam diri peserta didik.
Salah satu jenis proses mental yang tidak dibahas dalam konsep belajar oleh para
ahli teori belajar Behaviorisme adalah motivasi. Pentingnya peran motivasi dalam
kegiatan belajar dijelaskan Slavin (1994:347) sebagai berikut, “Motivation is one of
the most important components of learning…. as an internal process that activates,
guides, and maintains behavior over time.” Sesuai penjelasan Slavin tersebut dapat
dikatakan bahwa di dalam melakukan kegiatan belajar individu tidak sekedar
melakukan kegiatan seperti membaca buku, mendengarkan penjelasan, atau kegiatan
fisik lainnya yang teramati. Di dalam melakukan kegiatan belajar, individu secara
mental menjadi aktif terarah pada hal tertentu. Keaktifan mental individu yang
belajar tersebut dapat bertahan lama dan terarah apabila individu yang bersangkutan
memiliki motivasi belajar yang tinggi; sebaliknya, kegiatan belajar individu yang
memiliki motivasi belajar yang rendah cenderung tidak berlangsung lama dan tidak
terarah. Individu yang rendah motivasi belajarnya cenderung tidak mampu
memusatkan perhatiannya dalam jangka waktu yang relatif lama dibandingkan
dengan individu yang tinggi motivasi belajarnya. Itulah sebabnya Slavin berpendapat
bahwa motivasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam kegiatan
belajar seseorang.
4-134 Unit 4
2. Penerapan Rencana Pembelajaran Menurut Teori Belajar Kognitivisme
IMPLIKASI PEDAGOGIK
TEORI BELAJAR KOGNITIVISME
Ahli psikologi yang banyak membicarakan belajar dan pembelajaran adalah Jean
Piaget, yang menekankan peran kognisi (pikiran). Semua informasi atau pengetahuan
yang dimiliki peserta didik tersimpan dalam struktur mentalnya. Struktur mental ini
berisi semua informasi atau pengetahuan yang diperoleh seseorang sejak lahir
melalui berbagai pengalaman belajarnya. Hal ini terjadi karena menurut teori belajar
Kognitivisme, pada hakikatnya kegiatan belajar yang dilakukan individu merupakan
kegiatan memproses informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan.
Ketika belajar di sekolah, informasi atau pengetahuan baru yang diterima peserta
didik akan diproses dalam bentuk kegiatan mengakomodasinya atau
mengasimilasinya secara kognitif. Keberhasilan belajar seseorang sangat ditentukan
oleh keberhasilannya mengakomodasi atau mengasimilasi informasi atau
pengetahuan baru yang diterimanya. Oleh sebab itu, proses pembelajaran yang
mendidik hendaknya membantu peserta didik membiasakan diri dalam
mengakomodasi atau mengasimilasi informasi atau pengetahuan baru ke dalam
struktur mentalnya. Semakin terbiasa peserta didik melakukan kegiatan akomodasi
atau asimilasi informasi atau pengetahuan secara sistematis akan semakin berhasil
kegiatan belajarnya. Semakin sistematis kegiatan mengakomodasi atau
4-136 Unit 4
hubungan yang bermakna antara informasi yang satu dengan informasi lainnya
dalam ingatan. Sistem ini dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:
(i) Metode Loci, yaitu mengingat sesuatu dengan cara menghubungkannya
dengan tempat yang paling dikenal dan dengan kesan yang berlebih-
lebihan, karena kata loci adalah bahasa Latin yang berarti tempat. Untuk
menggunakan metode ini, pilihlah tempat yang akrab, seperti ruangan
tertentu atau pohon, dan letakkan apa yang ingat diingat di tempat itu.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menggambarkan suatu urutan
tempat-tempat yang teratur, misalnya ruangan-ruangan di rumah. Kita
masuk lewat pintu depan, kemudian masuk lorong depan, beralih ke rak
buku di ruang tamu, lalu TV di ruang tamu, dan seterusnya. Bila kata-kata
yang akan diingat adalah daftar belanja (roti, telur, susu, daging), kita
bentuk bayangan yang menghubungkan kata pertama untuk lokasi pertama,
kata kedua pada lokasi ke dua, dan seterusnya. Kita dapat membayangkan
pada seutas tali di pintu depan, sepotong daging di rak buku, dan gambar
iklan susu di TV. Dengan mudah kita akan dapat mengingat daftar
belanjaan tadi dengan hanya berjalan pada lokasi tadi secara kejiwaan
(membanyangkan). Setiap lokai akan mengingatkan suatu bayangan, dan
setiap bayangan akan mengingat suatu kata. Menurut Porter dan Henarcki
(1999) semakin aneh dan konyol bayangan yang dibuat, maka makin
mudah untuk meningatnya.
(ii) Menggunakan kalimat kreatif, yaitu membuat kalimat kreatif dengan
menggunakan huruf awal dari masing-masing kata atau informasi yang
harus diingat.
(iii) Menggunakan akronim (singkatan), yaitu membuat akronim atau singkatan
dibentuk dari huruf awal atau masing-masing bagian dari sekelompok kata,
atau istilah gabungan. Misalnya, Jaringan Pengaman Sosial disingkat JPS,
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia disingkat PSSI.
c. Menguraikan informasi atau pengetahuan baru ke dalam sejumlah pertanyaan
disertai jawabannya. Penguraian melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu
dilakukan secara lebih rinci melalui pertanyaan-pertanyaan, kemudian dicari
jawabannya. Misalnya, untuk mengingat topik tentang epidemi di suatu kota,
diuraikan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Apakah penyakit ini
disebabkan oleh manusia atau binatang? Apakah penyakit itu ditularkan melalui
ular? Berapa lama epidemi akan berakhir?
4-138 Unit 4
harus diingat dan mencoba lagi menjawab pertanyaan yang diajukan. Di
samping penguraian yang tepat, tahapan ini merupakan latihan pengingatan
kembali yang sangat menguntungkan ingatan
Seringkali peserta didik merasa kesal bahkan frustrasi karena materi atau bahan
yang sudah kita pelajari tidak kita ingat. Masih dapat dimaklumi bila yang tidak
dapat kita ingat adalah materi yang sudah lama dipelajari. Sering terjadi juga, peserta
didik tidak dapat mengingat lagi materi yang kemarin atau bahkan mungkin yang
baru beberapa menit yang lalu kita pelajari. Dapatkah peserta didik mengingat terus
semua yang telah dipelajarinya? Kenyatannya, walaupun mungkin hanya sebagian,
kadangkala materi yang sudah dipelajari tidak dapat digali dari ingatan, atau sering
disebut LUPA.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa materi atau informasi yang telah
dipelajari disimpan ingatan panjang (LTM) untuk kemudian digali dari ingatan pada
saat dibutuhkan. Lupa terjadi bila materi yang telah dipelajari dan disimpan dalam
ingatan tidak dapat ditemukan saat dibutuhkan. Winkel (1996) menyatakan bahwa
hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang tidak dapat
mengingat atau lupa terhadap sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukan ke
dalam ingatan jangka panjang (LTM) belum berarti sesuatu/informasi tersebut hilang
dari ingatannya. Ternyata masih meninggalkan sisa/bekas dalam ingatan yang
disebut “bekas-bekas ingatan” (memory traces) artinya ada sesuatu yang disimpan
untuk digunakan dikemudian hari. Adanya bekas ingatan itu memungkinkan kita
untuk mempelajari kembali materi tersebut dengan lebih mudah dan lebih cepat
dibandingkan dengan orang yang tidak pernah belajar materi tersebut.
Untuk materi atau bahan belajar yang sudah benar, tentu saja kita harus berusaha
untuk selalu ingat atau tidak lupa. Tetapi dalam hal tertentu, tidak selalu dihindari
bahkan mungkin memang harus dilupakan atau malah dihilangkan. Lupa dapat
berfungsi positif apabila yang dilupakan adalah, (a) hal-hal atau pengalaman hidup
yang tidak menyenangkan dan mengganggu ketenangan batin seseorang, dan (b)
berbagai hasil belajar yang salah dan tidak cepat.
Sebab-sebab terjadinya lupa belum dapat ditentukan secara pasti. Ada beberapa
pendapat tentang penyebab lupa, antara lain:
(a) Pandangan yang menyatakan bahwa gejala lupa disebabkan bekas-bekas
ingatan (memory traces) yang tidak digunakan sehingga lama kelamaan
terhapus. Dengan berlangsungnya waktu, terjadi proses penghapusan yang
mengakibatkan bekas-bekas ingatan menjadi mkabar dan lama kelamaan
4-140 Unit 4
prestasi ingatan karena informasi yang dipahami secara mendalam akan
tersimpan dengan lebih baik di dalam ingatan.
(b) Mempunyai motivasi belajar yang tinggi, karena motivasi belajar merupakan
motor penggerak yang mengaktifkan individu untuk melibatkan diri dalam
kegiatan belajarnya. Motivasi belajar yang tinggi, terutama motivasi belajar
intrinsik, akan mendorong untuk mencari makna dari materi yang sedang
dipelajarinya, dan membantu untuk menemukan makna seluruh usaha belajar
bagi pengembangan diri. Mereka yang bermotivasi tinggi, akan mudah
berkonsentrasi dalam belajar.
(c) Mempunyai minat yang kuat, karena jangan mengharapkan ingatan akan
berfungsi dengan baik, bila kita tidak berminat pada apa yang harus diingat.
Makin kuat minat kita, makin besar pula kemampuan kita menyerap segala
yang kita hadapi/alami/amati. Seseorang yang berminat terhadap sesuatu hal,
akan mempunyai perhatian spontan dan cenderung bereaksi aktif terhadap
sesuatu itu. Sesuatu yang ditanggapi dengan aktif atau yang dikerjakan
sepenuh hati akan tertanam kuat dan lama dalam ingatan.
(d) Mempunyai kemauan untuk mengingat, karena dengan memiliki kemauan
untuk mengingat, seseorang akan cenderung ingat atau berusaha untuk selalu
mengingat informasi-informasi penting.
(e) Berlatih menggunakan ingatan, karena dengan menggunakan setiap
kesempatan untuk melatih keterampilan memori, dengan cara sering-sering
menggunakannya, bahkan untuk hal-hal yang tidak begitu penting untuk
diingat. Misalnya, sambil mengendarai mobil ke suatu tempat, cobalah
mengingat semua nama jalan dengan menghubungkan nama-nama jalan itu
dalam sebuah cerita konyol.
(f) Mengingat sesuatu yang lain, karena apabila lupa mengingat suatu informasi
tertentu yang dibutuhkan, ciptakanlah secara sadar suatu hubungan dengan
mengingat sesuatu yang berkaitan dengannya. Misalnya, jika Anda tidak
dapat mengingat informasi yang keenam tentang sesuatu hal, ingatlah yang
kelima dan yang ketujuh.
(g) Mengambil istirahat sesering mungkin ketika mempelajari atau mengulang
sesuatu yang bahan belajar banyak. Hal ini perlu diperhatikan karena
informasi yang mudah diingat adalah informasi yang didengar atau dilihat
pada awal dan akhir suatu sesi belajar, maka dengan mengambil beberapa
kali istirahat Anda akan mengingat lebih banyak informasi yang diberikan di
4-142 Unit 4
(4) Bahasa adalah sarana primer interaksi melalui mana orang dewasa
menyalurkan sebagian besar perbendaharaan pengetahuan yang hidup dalam
budayanya.
(5) Seraya bertumbu kembang, bahasa individu sendiri adalah sarana primer
adaptasi intelektuals; ia berbahasa batiniah (internal language) untuk
mengendalikan perilaku.
(6) Internalisasi merujuk pada proses belajar. Menginternalisasikan pengetahuan
dan alat berpikir adalah hal yang pertama kali hadir ke kehidupan individu
melalui bahasa.
(7) Terjadi zone of proximal development atau kesenjangan antara yang sanggup
dilakukan individu sendiri dengan yang dapat dilakukan dengan bantuan
orang dewasa.
(8) Oleh karena apa yang dipelajari individu berasal dari budaya dan banyak di
antara pemecahan masalahanya ditopang orang dewasa, mqka pendidikan
hendaknya tidak berpumpun pada individu dalam isolasi dari budayanya.
Pumpunan itu takkan mengungkapkan proses alamiah melalui mana individu
menguasai kecakapan baru.
(9) Interaksi dengan budaya sekeliling dan lembaga-lembaga sosial sebagaimana
orangtua, saudara sekandung individu dan teman sebaya yang lebih cakap
sangat memberi sumbangan secara nyata pada perkembangan intelektual
individu.
IMPLIKASI PEDAGOGIK
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
4-144 Unit 4
tetapi perlu dipikirkan “bagaimana” tujuan yang baik dapat dicapai dengan hasil
optimal ataukah seadanya, dengan proses yang menyenangkan ataukah dengan beban
berat. Kreativitas membawa seseorang pada hidup yang lebih bermutu dan enjoyable.
Namun, adanya potensi kreatif akan hasil jika tida dipupuk. Sementara itu betapa
sedikit kesempatan diri kita sendiri dan lingkungan sekitar kita untuk memberikan
kesempatan pada rasa ingin tahu (curiosity). Padahal jika kita terlalu sering ragu-ragu
untuk mengambil resiko dan ekplorasi, maka kita tidak lagi memiliki motivasi untuk
mengembangkan perilaku kreatif akan habis.
Seseorang yang kreativitas dipandang memilik ciri-ciri khas sebagai berikut.
(a) Kelancaran berpikir (fluency), yaitu kemampuan mencetuskan gagasan,
jawaban, penyelesaian masalah, memiliki banyak cara untuk melakukan
berbagai hal dan memiliki banyakk alternatif jabawan.
(b) Keluwesan Berpikir (flexibility), karena individu yang kreatif cenderung
mudah mengalihkan cara berpikir lam dengan cara berpikir baru dan fleksibel
dalam menggunakan pola berpikir. Mereka luwes dan tidak hanya memiliki
satu pola pikir.
(c) Keaslian Berpikir (originality), yaitu kemampuan memikirkan ide baru dan
unit, cara yang tidak lazim dalam mengungkapkan diri, mampu
mengkombinasikan bagian atau unsur yang tidak lazim atau tidak biasa.
(d) Elaborasi Berpikir (Elaboration), karena individu yang kreatif mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan ide sampai ke hal kecil. Ia memperkaya
dan mengembangkan suatu gagasan, mampu menambahkan, merinci, detil
suatu objek, gagasan atau situasi menjadi lebih menarik dan bermakna.
Kreativitas dapat pula ditinjau dari empat faktor atau ciri yang dikemukakan
Rhodes (dalam Munandar, 1999) yang disebut Four P‟s of creativitas atau konsep
kreativitas pendekatan 4 P yaitu: Person, Process, Press, Product. Keempat P ini
saling berkaitan, karena pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif,
dan dengan dorongan dan dukungan (= press) dari lingkungan menghasilkan produk
kreatif. Karakteristik pertama alam pendekatan ini adalah person atau pribadi.
Csikszentmihalyi (1996) menjelaskan 10 ciri pribadi kreatif yang seringkali
merupakan paradoks (pertentangan) namun sesungguhnya dapat berjalan seiring,
sebagai berikut.
a. Pribadi yang kreatif memiliki energi fisik yang memungkinkan mereka
berkonsentrasi penuh dalam jangka waktu panjang dan berjam-jam. Tetapi
merekapun bisa santai dan rileks pada situasi lain
4-146 Unit 4
d. Lingkungan sosial, yaitu hadir tidaknya tekanan dari luar individu.
Kreativitas akan lebih mungkin muncul dalam kondisi bebas dari tekanan,
misalnya tidak dalam penilaian, pengawasan, dan pembatasan. Ahli lain
menambahkan bahwa interaksi dengang orang-orang yang kreatif memberi
pengaruh pada munculnya kreativitas.
Beberapa prinsip praktis yang dapat dilakukan guru agar peserta didik dapat
mengembangkan kreativitasnya dalam belajar adalah sebagai berikut.
a. Kesediaan untuk mencoba hal baru.
b. Hal penting yang dapat anda lakukan adalah bawha anda terbuka dengan
perubahan. Mulailah dengan menyediakan waktu lebih banyak dan
mengekspolari lingkungan. Berilah perhatian lebih besar terhadap apa yang
terjadi disekitar anda. Buka mata dan telinga untuk melihat, mendengar, dan
merasa. Selalu usahakan cari inti masalah atau esensi dari apa yang sedang
terjadi.
c. Ciptakan lingkungan yang kreatif.
d. Tak seorangpun imun atau bebasj dari kesan dan pengaruh di luar dirinya.
Kita perlu menyadari bahwa segala perilaku dan cara berpikir kita sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar kita.
e. Milikilah “curiosity and interest” (rasa ingin tahu dan minat).
f. Ingat, motivasi yang kuat dari dalam diri sendiri adalah moral yang besar
untuk memulai pemikiran kreatif.
g. Cobalah untuk tertarik dengan sesuatu setiap hari.
h. Bisa sesuatu yang anda dengar. Lihat, atau baca. Berhentilah sejenak untuk
memperhatikan dekorasi toko yang unik, cobalah menu baru di kafetaria,
perihatikan perilaku cara penjual di bis. Berpikirlah tajam dan biasakan
mencari “esensi” dari sesuatu. Jangan beranggapan bahwa kita telah tahu
segala sesuatu, bahkan untuk hal yang anda telah kuasai. Semakin dalam kita
mendalami sesuatu, semakin kaya kehidupan ini. Coba membongkar
kebiasaan rutin, kunjungi museum yang masih asing, ajak seseorang nonton
pertunjukan, lakukan eksperimen dengan penampilan.
i. Selalu cari solusi alternatif dari setiap masalah.
j. Bebaskan pikiran anda untuk memiliki ide yang “gila” dan tidak biasa.
Sebaiknya jangan berpuas diri dengan keputusan yang mandek dan mati.
k. Kembangkan minat terhadap pengetahuan di bidang yang anda inginkan
l. Allah bisa menciptakan dunia tanpa apapun. Tetapi kita harus belajar dan
menguasai pengetahuan untuk dapat memiliki ide kreatif.
m. Biasakan untuk melakukan akltivitas autotelic.
4-148 Unit 4
Atas dasar tiga unsur tersebut, maka ketiga unsur tersebut berkembang menjadi tiga
kegiatan pokok akal budi manusia (Lanur, 1992) yaitu:
a. Menangkap sesuatu sebagaimana adanya; artinya, menangkap sesuatu tanpa
mengakui atau memungkirinya.
b. Memberikan keputusan; artinya, menghubungkan pengertian yang satu
dengan pengertian lainnya atau memungkiri hubungan itu.
c. Merundingkannya; artinya, menghubungkan keputusan-keputusan
sedemikian rupa, sehingga dari satu keputusan atau lebih, orang sampai pada
suatu kesimpulan.
Kegiatan akal budi yang pertama adalah menangkap sesuatu sebagaimana
adanya. Hal itu terjadi dengan mengerti sesuatu itu. Mengerti berarti menangkap inti
sesuatu. Inti sesuatu itu dapat dibentuk oleh akal budi. Yang dibentuk itu adalah
suatu gambaran yang “ideal”, atau suatu “konsep” tentang sesuatu. Karena itu
pengertian adalah suatu gambar akal budi yang abstrak, yang batiniah, tentang inti
sesuatu. Kendatipun demikian harus diingat bahwa kegiatan berpikir terjadi dengan
menggunakan kata-kata akal budi. Kita menggunakan kata-kata kalau kita mau
mengatakan apa yang kita pikirkan. Karena itu kata adalah tanda lahiriah untuk
menyatakan pengertian dan barangnya.
IMPLIKASI PEDAGOGIK
TEORI BELAJAR HUMANISME
Teori belajar Humanisme didasari pemikiran bahwa di dalam diri setiap peserta
didik terdapat sejumlah kebutuhan. Implikasi pedagogik dari teori belajar
Humanisme berkaitan dengan tingkatan kebutuhan yang ingin dipuaskan peserta
didik melalui kegiatan belajarnya. Menurut pendapat Abraham Maslow (Bourne Jr.
& Ekstrand, 1973:179), di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah kebutuhan yang
4-150 Unit 4
Rangkuman
Latihan
Setelah mempelajari secara intensif materi Subunit 4.2 di atas, kerjakanlah soal-
soal berikut ini pada lembaran kertas tersendiri.
1. Di dalam menerapkan rencana pembelajaran, konsep dasar belajar menurut
teori belajar yang manakah yang paling tepat digunakan? Jelaskan jawaban
Anda!
2. Jelaskan mengapa dalam menerapkan rancangan pembelajaran yang
mendidik perlu berpusat pada peserta didik?
3. Apabila seorang murid SD/MI kelas 3 tidak dapat menjawab pertanyaan guru,
dapatkah guru langsung menuduhnya sebagai seorang anak yang tidak
belajar? Jelaskan jawaban Anda secara singkat.
4-152 Unit 4
Rangkuman Unit 4
4-154 Unit 4
c. Pemberian penekanan pada perilaku teramati peserta didik.
d. Pemberian penekanan pada penguatan peserta didik.
7. Penerapan konsep belajar dalam pembelajaran yang mendidik menurut teori
belajar Kognitivisme adalah dalam bentuk:
a. Peningkatan kemampuan menstruktur informasi dan pengetahuan baru.
b. Peningkatan kemampuan menguasai informasi dan pengetahuan baru.
c. Peningkatan kemampuan memproses informasi dan pengetahuan baru.
d. Peningkatan kemampuan mengingat informasi dan pengetahuan baru.
8. Agar dapat meningkatkan ingatan peserta didik, guru perlu:
a. Membiasakan peserta didik melakukan chunking informasi dan pengetahuan.
b. Membiasakan peserta didik menghafal informasi dan pengetahuan.
c. Membiasakan peserta didik untuk terus belajar secara sistematis.
d. Membiasakan peserta didik membaca buku materi pelajaran sebanyak
mungkin.
9. Agar peserta didik aktif dalam kegiatan belajarnya, guru perlu menciptakan:
a. Kedisiplinan dalam belajar.
b. Kondisi dan suasana belajar yang kondusif.
c. Ketaatan peserta didik dalam jadwal belajarnya.
d. Kerajinan peserta didik dalam belajar.
10. Dalam menerapkan rancangan pembelajaran yang mendidik, hal yang perlu
diperhatikan guru sesuai teori belajar Humanisme adalah:
a. Peserta didik adalah makhluk humanis.
b. Peserta didik perlu dibantu agar menjadi manusia.
c. Peserta didik memiliki kemampuan untuk belajar sendiri.
d. Peserta didik memiliki kebutuhan masing-masing.
4-156 Unit 4
Daftar Pustaka
Bourne, Lyle E. Jr. & Ekstrand, Bruce R. 1973. Psychology: Its Principles and
Meanings. Hinsdale, Illinois: The Dryden Press
Elliot, S.N., Kratochwill, Thomas R., Littlefield, Joan, & Travers, John E. 1996.
Educational Psychology: Effective Teaching Effective Learning. Medison:
Brown & Benchmark
Poespoprodjo dan Gilarso, 1989. Logika Ilmu Menalar. Bandung: Remadja Karya
Roberts, Thomas B. (Ed.). 1975. Four psychologies applied to education: Freudian,
Behavioral, Humanistic, Transpersonal. New York: Schenkman
Publishing Co.
4-158 Unit 4
Glosarium
Kompetensi= seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
Potensi= kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara phisik mapun secara
psikis.
Domain= ranah atau bagian dari potensi psikis yang dimiliki seseorang.
Behavior= kata dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
sebagai “tingkah laku”. Pemikiran ahli psikologi yang lebih
memperhatikan tingkah laku sebagai representasi psikologis diistilahkan
pemikiran behaviorisme.
Constructive= kata dalam bahasa Inggris dengan asal kata “construct” yang di dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “gagasan” atau “konsepsi”
Humanism= kata dalam bahasa Inggris dengan asal kata “human” yang di
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai ”manusia”, dan
“humanism” diterjemahkan sebagai “perikemanusiaan” atau
“humanisme”.
4-160 Unit 4
Unit 5
PRINSIP PENILAIAN PROSES DAN HASIL
PEMBELAJARAN
Nabisi Lapono
Pendahuluan
5-162 Unit 5
Subunit 5.1
Prinsip Perencanaan Penilaian Proses serta Hasil
Belajar dan Pembelajaran
P erencanaan penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran tidak dapat
dilepaskan dari perencanaan pembelajaran itu sendiri. Penyusunan rencana
penilaian merupakan rangkaian program pendidikan dan pembelajaran yang utuh dan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Rencana penilaian disusun agar menjadi referensi guru dalam menyelenggarakan
penilaian keseluruhan proses pembelajaran.
Di dalam merencanakan penilaian pembelajaran perlu dipahami guru bahwa
pembelajaran yang mendidik mengandung dua kata kunci yakni, pembelajaran dan
mendidik. Kata pembelajaran memiliki konotasi aktif karena peserta didik secara
aktif melakukan kegiatan belajar dalam situasi pembelajaran yang dirancang oleh
guru, sedangkan kata mendidik mengandung konotasi proses menjadi (becoming)
seorang peserta didik secara komprehensif, baik secara pedagogi (akademik) maupun
secara personal (kepribadian), profesional (vokasional), dan secara sosial
(kewarganegaraan). Pengertian pembelajaran yang mendidik seperti dikemukakan di
atas sesuai dengan standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (SKL-SP), standar
kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran (SKL-KMP), dan standar kompetensi
lulusan mata pelajaran (SKL-MP) yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 23 Tahun 2006 tentang SKL untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5-164 Unit 5
dapat hanya mengandalkan hasil asesmen pada akhir satuan waktu tertentu (tengah
semester, akhir semester, akhir tahun ajaran, atau akhir jenjang pendidikan).
1. Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak
2. Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
3. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya
4. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi
di lingkungan sekitarnya
5. Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif
6. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan
guru/pendidik
7. Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya
8. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan
sehari-hari
9. Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar
10. Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan
11. Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air
Indonesia
12. Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal
13. Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan
waktu luang
14. Berkomunikasi secara jelas dan santun
15. Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam
lingkungan keluarga dan teman sebaya
16. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
17. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan
berhitung
5-166 Unit 5
Tabel 5. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran
No. Kelompok Cakupan
Mata Pelajaran
1 Agama dan Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan
Akhlak Mulia untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2 Kewarganega Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
raan dan dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
Kepribadian didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas
dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan
patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup,
kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan
pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku
anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3 Ilmu Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
Pengetahuan SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan
dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan
Teknologi kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan
mandiri.
4 Estetika Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan
sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan
mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi
dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi
dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu
menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan
kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang
harmonis.
5 Jasmani, Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
Olahraga dan SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta
Kesehatan menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
5-168 Unit 5
Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah indikatornya yang dapat
diukur dan diamati.
7. Hasil karya atau hasil kerja peserta didik dapat digunakan sebagai bahan
masukan guru dalam mengambil keputusan.
Perlu dicatat bahwa satu jenis penilian tidak dapat mengumpulkan informasi hasil
dan kemajuan belajar peserta didik secara lengkap. Penilaian tunggal tidak cukup
untuk memberikan gambaran atau informasi tentang kemampuan, keterampilan,
pengetahuan dan sikap seseorang. Lagi pula, interpretasi hasil tes tidak mutlak dan
abadi karena anak terus berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang
dialaminya. Untuk itu dalam pelaksanaan penilaian kelas guru diharapkan
menggunakan beragam jenis penilaian untuk mengukur tingkat pencapaian
kompetensi peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian pembelajaran
perlu direncanakan dengan baik dan menggunakan teknik penilaian yang sesuai.
Teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik indikator,
standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar yang diajarkan oleh guru. Tidak
menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik
penilaian, karena di dalam indikator tersebut tercakup domain kognitif, psikomotor
dan afektif.
Keberhasilan guru dalam menjabarkan kompetensi dasar minimal ke dalam
sejumlah indikator dan deskriptor secara benar dan tepat menjadi kunci
keberhasilannya dalam melakukan penilaian pendidikan atau penilaian pembelajaran
dalam mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Proses penjabaran
kompetensi dasar minimal membutuhkan keterampilan khusus (itulah salah satu
sebabnya jabatan guru disebut jabatan profesional) dan pemahaman tentang
landasan teori tentang kompetensi itu sendiri. Misalnya, terhadap kompetensi
meyakini, memahami, dan menjalankan ajaran agama dalam kehidupan, terjabar
dalam sub-kompetensi (a) meyakini ajaran agama, (b) memahami ajaran agama,
dan (c) menjalankan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari; di dalam sub-
kompetensi meyakini ajaran agama terkait langsung dengan proposisi individual
untuk menetapkan sesuatu itu benar atau salah, diinginkan atau tidak diinginkan, baik
atau buruk.
Penilaian proses dan hasil belajar dan pembelajaran dilakukan oleh guru
untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik
sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara
berkesinambungan. Penilaian juga dapat memberikan umpan balik kepada
guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses pembelajaran. Oleh
karena itu, dalam perencanaan pembelajaran guru sudah merencanakan pula
penilaian yang akan dilakukannya.
Penyusunan perencanaan, pelaksanaan proses, dan penilaian pembelajaran
merupakan rangkaian program pendidikan yang utuh, dan merupakan satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Perencanaan
penilaian pembelajaran yang mendidik diawali dengan kegiatan mengkaji
standar kompetensi lulusan dan mengidentifikasi indikator pencapaian
kompetensi dimaksud. Berdasarkan indikator pencapaian kompetensi tersebut,
guru menyusun instrumen penilaian pembelajaran. Instrumen penilaian
pembelajaran tersebut harus memenuhi persyaratan reliabilitas dan validitas
instrumen agar hasil penilaian yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan
balik bagi guru dalam proses pembelajaran selanjutnya.
Latihan
Setelah mempelajari secara intensif materi subunit 5.1 di atas, kerjakanlah soal-
soal berikut ini pada lembaran kertas tersendiri.
1. Jelaskan kedudukan perencanaan penilaian pembelajaran dalam
keseluruhan perencanaan pembelajaran yang mendidik!
2. Dalam merencanakan penilaian pembelajaran, sebutkan kegiatan pertama
yang harus dilakukan guru. Jelaskan jawaban Anda secara singkat!
3. Apa yang menjadi dasar penyusunan instrumen penilaian pembelajaran?
Jelaskan jawaban Anda secara singkat!
5-170 Unit 5
Rambu-rambu Jawaban Soal Latihan
1. Perencanaan penilaian pembelajaran merupakan rangkaian perencanaan program
pembelajaran yang utuh, dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dari perencanaan pembelajaran yang mendidik.
2. Kegiatan pertama yang harus dilakukan guru dalam perencanaan penilaian
pembelajaran adalah melakukan kajian dari standar kompetensi lulusan.
Alasannya, karena penilaian pembelajaran dimaksudkan untuk mengukur taraf
pencapaian kompetensi oleh peserta didik.
3. Dasar penyusunan instrumen penilaian pembelajaran adalah indikator pencapaian
kompetensi. Jabaran indikator pencapaian kompetensi inilah yang menjadi
patokan bagi guru dalam menerapkan bentuk dan item penilaian pembelajaran
yang akan dilakukannya.
5-172 Unit 5
(c) memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta
didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial;
(d) Memberikan umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan,
kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan;
(e) memberikan piliha alternatif penilaian kepada guru;
(f) memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang
efektivitas pendidikan.
Di dalam perencanaan penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran
tersebut perlu dipertimbangkan fungsi penilaian pembelajaran, yakni sebagai berikut.
1. Menggambarkan sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu
kompetensi.
2. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta
didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya,
baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk
penjurusan (sebagai bimbingan).
3. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru
menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
4. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang
berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
5. Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan
peserta didik.
Di samping itu, perencanaan penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran
yang mendidik harus sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian, antara lain:
1. Prinsip Validitas.
Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan
alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dalam mata pelajaran
pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, misalnya kompetensi
”mempraktikkan gerak dasar jalan...”, maka penilaian valid apabila
mengunakan penilaian unjuk kerja. Jika menggunakan tes tertulis maka
penilaian tidak valid.
2. Prinsip Reliabilitas.
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian
yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan
menjamin konsistensi. Misal, guru menilai dengan unjuk kerja, penilaian
akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila unjuk kerja itu
dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk menjamin penilaian
5-174 Unit 5
langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk
menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesai-kan tugas.
Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua
dapat diamati.
kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.
Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk
menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai kemampuan
lompat jauh peserta didik, misalnya dilakukan pengamatan atau observasi yang
beragam, seperti: teknik mengambil awalan, teknik tumpuan, sikap/posisi tubuh saat
di udara, teknik mendarat. Dengan demikian, gambaran kemampuan peserta didik
akan lebih utuh. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan alat
atau instrumen berikut:
a). Daftar Cek (Check-list)
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya-
tidak). Penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta didik
mendapat nilai bila kriteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh
penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai.
Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak,
misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan demikian tidak
terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati
subjek dalam jumlah besar. Berikut contoh daftar cek.
Contoh checklists
Penilaian Lompat Jauh Gaya Menggantung
(Menggunakan Daftar Tanda Cek)
Nama peserta didik: ________ Kelas: _____
No. Aspek Yang Dinilai Baik Tidak baik
1. Teknik awalan
2. Teknik tumpuan
3. Sikap/posisi tubuh saat di udara
4. Teknik mendarat
Skor yang dicapai
Skor maksimum
5-176 Unit 5
Contoh Penilaian Unjuk Kerja:
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester: II / 1
Catatan:
Rentang skor 0 – 10 (Kriteria Ketuntasan Minimal 60)
Keterangan:
Berdasarkan hasil penilaian di atas Adi , Budi , dan Candra dapat
dinyatakan telah mencapai Ketuntasan , sehingga dapat
melanjutkan ke KD berikutnya.
Berdasarkan hasil penilaian di atas Danu belum dapat mencapai
Ketuntasan , sehingga harus diberikan remedial untuk mencapai
batas minimal ketuntasan.
5-178 Unit 5
Mata Pelajaran : Seni dan Budaya (Seni Musik)
Kelas/Semester : IV/1
Standar Kompetensi Teknik
No. Indikator Aspek
Kompetensi Dasar Penilaian
1. Mengekspresi Menyiap- Mendemonstrasikan Seni Unjuk
diri melalui kan per- bermain alat musik Musik Kerja
karya seni mainan alat ritmis dengan Sikap
musik. musik ritmis teknik yang benar.
Mendemonstrasikan
bermain alat musik
ritmis campuran.
Mendemonstrasikan
bernyanyi dan
bermain alat musik
ritmis.
A. Soal.
1. Mainkanlah salah satu alat musik ritmis dengan teknik yang
benar.
B. Bentuk Penilaian Unjuk Kerja
Permainan alat musik ritmis.
Teknik
Nama
Penampilan bermain Harmoni
No Peserta Skor Nilai
alat musik
didik
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 Yuri ● ● ● 90 100
MR
2 Refi MR ● ● ● 70 77
3 Yundi ● ● ● 80 88
AM
4
5
5-180 Unit 5
3 Yundi ● ● ● 80 88
AM
4
5
Keterangan Penilaian.
Skor Maksimum = 90
Konversi Nilai: Skor Yang didapat X 100 = ............
Skor Maksimum
Kriteria Dalam Penilaian.
Penampilan.
3. Penampilan sempurna.
2. Penampilan baik, tetapi masih kaku, kurang luwes.
1. Penampilan tidak sempurna, sering membelakangi penonton.
Harmoni.
3. Keserasian nada dengan teknik permainan alat musik ritmis
campuran sempurna.
2. Keserasian nada dengan teknik permainan alat musik ritmis
campuran masih ada yang kurang sempurna.
1. Keserasian nada dan permainan alat musik ritmis campuran
kurang sempurna.
A. Soal.
3. Nyanyikanlah salah lagu pilihan dengan iringan alat musik
ritmis.
Keterangan Penilaian.
Skor Maksimum = 90
Konversi Nilai: Skor Yang didapat X 100 = ............
Skor Maksimum
5-182 Unit 5
2. Teknik bernyanyi dengan iringan alat musik ritmis masih ada
yang kurang sempurna.
1. Teknik bernyanyi dengan iringan alat musik kurang sempurna.
Harmoni.
3. Keserasian nada dengan teknik permainan alat musik ritmis
sempurna.
2. Keserasian nada dengan teknik permainan alat musik ritmis masih
ada yang kurang sempurna.
1. Keserasian nada dan permainan alat musik ritmis kurang
sempurna.
2. Penilaian Sikap
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap
dapat dibentuk, sehingga terjadinya perilaku atau tindakan yang diinginkan.
Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan konatif. Komponen
afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap
sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang
mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku
atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai
mata pelajaran adalah sebagai berikut.
Sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap mata pelajaran. Dengan sikap`positif dalam diri peserta didik akan
tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan
akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan.
Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru
akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta
didik yang memiliki sikap negatif terhadap guru/pengajar akan sukar menyerap
materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu memiliki sikap
positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran
mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran
yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan
Jakarta, 2006
5-184 Unit 5
Contoh isi Buku Catatan Harian:
Menolong murid
Kelas I yang
terjatuh dan
terluka pada
lututnya untuk
dibawa ke
Ruang UKS.
Kolom kejadian diisi dengan kejadian positif maupun negatif. Catatan dalam
lembaran buku tersebut, selain bermanfaat untuk merekam dan menilai
perilaku peserta didik sangat bermanfaat pula untuk menilai sikap peserta
didik serta dapat menjadi bahan dalam penilaian perkembangan peserta didik
secara keseluruhan.
Selain itu, dalam observasi perilaku dapat juga digunakan daftar cek yang
memuat perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan muncul dari peserta didik
pada umumnya atau dalam keadaan tertentu.
Catatan:
a. Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria
berikut.
1 = sangat kurang
2 = kurang
3 = sedang
4 = baik
5 = amat baik
b.Nilai merupakan jumlah dari skor-skor tiap indikator perilaku
c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut
1). Nilai 18-20 berarti amat baik
2). Nilai 14-17 berarti baik
3). Nilai 10-13 berarti sedang
4). Nilai 6-9 berarti kurang
5). Nilai 0-5 berarti sangat kurang
5-186 Unit 5
No SKL KD Indikator Aspek Penilaia
n
terhadap globali- yang sesuai dengan kepribadian sikap .
globalisa sasi yang Indonesia.
si yang terjadi di 3. Menyebutkan contoh pengaruh
terjadi di lingkung- positif dari globalisasi .
lingkung annya.
4. Menyebutkan contoh pengaruh
annya negatif dari globalisasi.
5. Menunjukkan sikap dan
perilaku yang sesuai dengan
kepribadian Indonesia
Keterangan Skor:
A ( 91 – 100 ) = Selalu bersikap sesuai dengan kepribadian Indonesia
B ( 81 – 90 ) = Kadang – kadang bersikap sesuai dengan kepribadian
Indonesia .
Perilaku
N Kete-
N a m a Kedisip Tanggung Berini Kerja- Penuh Skor Nilai
o. rangan
-linan Jawab siatif sama Perhatian
1 Yuri 5 5 5 5 5 25 10 Sangat
MR 0 Baik
2 Refi 4 4 5 5 5 23 92 Sangat
MR Baik
3 Yundi 5 5 4 4 4 22 88 Baik
4 Herla 3 3 3 2 3 11 44 Kurang
mbang
5
5-188 Unit 5
Keterangan.
1 = sangat kurang
2 = kurang
3 = Cukup
4 = baik
5 = amat baik
Skor maksimum = 25.
3. Penilaian Tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes Tertulis merupakan tes
dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.
Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis
jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai,
menggambar dan lain sebagainya. Penilaian pembelajaran yang dilakukan dalam
bentuk penilaian tertulis dapat menggunakan bentuk soal yaitu:
a). Soal dengan memilih jawaban
pilihan ganda
dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
menjodohkan
b). Soal dengan mensuplai-jawaban.
isian singkat atau melengkapi
uraian terbatas
uraian obyektif / non obyektif
uraian terstruktur / nonterstruktur .
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian
singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir
rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat
digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda
mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri
jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta
didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal
ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami
pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Selain itu pilihan ganda kurang
mampu memberikan informasi yang cukup untuk dijadikan umpan balik guna
mendiagnosis atau memodifikasi pengalaman belajar. Karena itu kurang dianjurkan
pemakaiannya dalam penilaian kelas.
5-190 Unit 5
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik
untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang
sudah dipelajari. Peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan gagasan
tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat
ini dapat menilai berbagai jenis kompetensi, misalnya mengemukakan pendapat,
berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi
yang ditanyakan terbatas.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut.
materi, misalnya kesesuian soal dengan kompetensi dasar dan indikator
pencapaian pada kurikulum tingkat satuan pendidikan;
konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang
menimbulkan penafsiran ganda.
kaidah penulisan , harus berpedoman pada kaidah penulisan soal yang baku
dari berbagai bentuk soal penilaian .
Bentuk Isian.
Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang singkat dan tepat ! Skor
:Setiap jawaban benar diberi nilai 2.
1. Satuan panjang Centimeter dan Meter adalah contoh alat ukur .......
2. Satuan panjang langkah kaki , depa dan jengkal termasuk alat ukur ….
3. Karena menggunakan alat ukur tidak baku , maka hasil pengukurannya ….
Penilaian:
Nilai = Banyak jawaban benar
Banyak soal x 100
5-192 Unit 5
4. Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi
sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan
penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Dalam merencanakan penilaian pembelajaran yang mendidik dalam bentuk
penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan
mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap
proyek peserta didik.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai
hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu
dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan
laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam
bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian
berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
Contoh Penilaian Proyek:
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas/Semester : IV / 1
5-194 Unit 5
Keterangan:
B: skor 5; C: skor 3; K: skor 1
5. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu
produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat
produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni
(patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan
logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan
penilaian yaitu:
Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain
produk.
Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta
didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
6. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik
dalam proses pembelajaran untuk satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat
berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh
peserta didik. Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya peserta didik
secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu priode
hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleg guru dan peserta didik.
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat
menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan.
Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar
peserta didik melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi, musik.
Dalam perencanaan penilaian pembelajaran yang mendidik, perlu diperhatikan
hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara
lain:
Karya peserta didik adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri.
Dalam bentuk penilaian portofolio, guru perlu merencanakan cara untuk
melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang dijadikan bahan
5-196 Unit 5
proses pembelajaran. Kemanfaatan utama penilaian portofolio ini adalah
sebagai proses diagnostik pembelajaran yang sangat berarti bagi guru untuk
melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik.
5-198 Unit 5
Rangkuman
5-200 Unit 5
Rangkuman Unit 5
5-202 Unit 5
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
5-204 Unit 5
5. Langkah-langkah penilaian pembelajaran yang mendidik yang harus
direncanakan dalam penilaian pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai.
2) Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.
3) Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar
tanda cek, atau skala penilaian.
4) Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri.
5) Guru mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta
didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif.
6) Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil kajian
terhadap sampel hasil penilaian yang diambil secara acak.
5-206 Unit 5
Glosarium
Kompetensi= seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
Penilaian = berasal dari akar kata “nilai” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran
“an”, yang di dalam proses pembelajaran diartikan sebagai kegiatan
mengukur pencapaian kompetensi oleh peserta didik. Tetapi secara
prinsip, penilaian dalam proses pembelajaran berarti mengukur aspek
masukan (input), proses, dan hasil pembelajaran.
Domain= ranah atau bagian dari potensi psikis yang dimiliki seseorang.
Pendahuluan
6-210 Unit 6
Subunit 6.1
Prinsip Pelaksanaan Penilaian Proses Serta Hasil
Belajar Dan Pembelajaran
Indikator*: Dikembangkan oleh guru sekolah sesuai dengan kondisi daerah dan
sekolah masing-masing.
Satu KD dapat dikembangkan menjadi satu atau lebih indikator.
6-212 Unit 6
2. Mata pelajaran : IPS
Kelas / Semester : I / 1
Indikator*: Dikembangkan oleh guru sekolah sesuai dengan kondisi daerah dan
sekolah masing-masing.
Satu KD dapat dikembangkan menjadi satu atau lebih indikator.
6-214 Unit 6
Standar Teknik Penilaian*)
Kompetensi
Kompeten Indikator Aspek 2 3
Dasar 1 4 5 6 7
si
Menerapkan
peraturan - - -
permainan
Mengetahui
manfaat setiap
aktivitas terhadap
tubuh
Keterangan:
*)1. Teknik Penilaian Unjuk Kerja
2. Teknik Penilaian Sikap
3. Teknik Penilaian Tertulis
4. Teknik Penilaian Proyek
5. Teknik Penilaian Produk
6. Teknik Penilaian Portofolio
7. Teknik Penilaian Diri.
2. Mata Pelajaran : I P S
Kelas / Semester : I/1
Keterangan:
*)1. Teknik Penilaian Unjuk Kerja
2. Teknik Penilaian Sikap
3. Teknik Penilaian Tertulis
6-216 Unit 6
Rangkuman
Latihan
Setelah mempelajari secara intensif materi subunit 6.1 di atas, kerjakanlah soal-soal
berikut ini pada lembaran kertas tersendiri.
1. Sebelum melaksanakan penilaian pembelajaran, prinsip apakah yang perlu
dipahami guru? Jelaskan jawaban Anda secara singkat!
2. Apa alasannya penilaian pembelajaran harus didasarkan pada indikator
pencapaian kompetensi oleh peserta didik? Jelaskan jawaban Anda secara
singkat!
3. Apa yang menjadi dasar penetapan teknik penilaian pembelajaran yang
akan digunakan oleh guru? Jelaskan jawaban Anda secara singkat!
6-218 Unit 6
Subunit 6.2
Langkah Pelaksanaan Penilaian Proses serta Hasil
Belajar dan Pembelajaran
Penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan oleh guru untuk memantau proses,
kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang
dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan. Penilaian juga
dapat memberikan umpan balik kepada guru agar dapat menyempurnakan
perencanaan dan proses pembelajaran selanjutnya.
Dalam melaksanakan penilaian pembelajaran yang mendidik, guru sebaiknya
memperhatikan hal-hal berikut ini.
Guru memandang penilaian dan kegiatan belajar-mengajar secara terpadu.
Guru mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian
sebagai cermin diri.
Guru melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pengajaran
untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta
didik.
Guru mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
Guru mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi
dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.
Guru menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi, misalnya dengan
cara gabungan dua atau lebih bentuk penilaian unjuk kerja, penilaian sikap,
penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio,
dan penilaian diri yang mencakup memuat domain kognitif, psikomotor dan
afektif.
Guru mendidik peserta didik dan meningkatkan mutu proses pembelajaran
seefektif mungkin.
6-220 Unit 6
Langkah Pertama Pelaksanaan Penilaian Proses serta Hasil Belajar dan
Pembelajaran:
Pengumpulan Informasi.
Penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran dalam bentuk penilaian
internal ini dilakukan guru yang diawali dengan kegiatan pengumpulan informasi
yang dibutuhkan. Informasi yang dikumpulkan tersebut memenuhi kriteria penilaian
sebagai berikut.
(1) Kriteria validitas.
Validitas berarti informasi tersebut dapat digunakan untuk menilai apa yang
seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur
kompetensi. Dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan, misalnya kompetensi ” mempraktikkan gerak dasar jalan..”, maka
informasi yang dikumpulkan untuk penilaian pembelajaran disebut memenuhi
kriteria validitas apabila informasi tersebut merupakan informasi unjuk kerja.
(2) Kriteria reliabilitas.
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) dari informasi yang
dikumpulkan. Misalnya, guru akan melaksanakan penilaian dengan
menggunakan bentuk penilaian unjuk kerja, maka informasi yang
dikumpulkan disebut memenuhi kriteria reliabilitas jika informasi yang
diperoleh itu cenderung sama bila unjuk kerja itu dilakukan lagi dalam
kondisi yang relatif sama.
(3) Kriteria menyeluruh.
Informasi yang dikumpulkan untuk kepentingan penilaian pembelajaran yang
mendidik harus mencakup seluruh domain yang tertuang pada setiap
kompetensi dasar.
(4) Kriteria berkesinambungan.
Informasi yang dikumpulkan untuk kepentingan penilaian pembelajaran yang
mendidik harus dilakukan secara terencana, bertahap dan terus menerus,
sehingga akan diperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik
dalam kurun waktu tertentu.
(5) Kriteria obyektifitas.
Informasi yang dikumpulkan untuk kepentingan penilaian pembelajaran yang
mendidik harus obyektif atau sesuai dengan kondisi apa adanya. Untuk itu,
pengumpulan informasi harus dilakukan secara terencana dan sesuai dengan
kriteria yang jelas terutama dalam pemberian skor.
Informasi yang dikumpulkan untuk penilaian proses serta hasil belajar dan
pembelajaran sangat ditentukan oleh teknik penilaian yang digunakan oleh guru.
Selama ini, dalam penilaian hasil pembelajaran kebanyakan dilakukan dengan teknik
penilaian tertulis. Hal ini tidak sepenuhnya salah, karena keterampilan yang dimiliki
oleh guru masih terbatas pada teknik penilaian tertulis tersebut. Sesuai dengan teknik
penilaian yang ditetapkan pada saat penyusunan silabus mata pelajaran dan
penyusunan satuan pembelajaran, guru akan dapat mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan.
6-222 Unit 6
(mata pelajaran PPKn), praktek olahraga (mata pelajaran Penjaskes), bermain peran,
memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi atau deklamasi (mata pelajaran
Bahasa Indonesia), atau kegiatan lain yang sejenis. Perlu diingat bahwa penilaian
unjuk kerja perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut ini.
Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk
menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi perlu ditetapkan terlebih dahulu
dan dijelaskan kepada peserta didik.
Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut
sudah ditetapkan.
Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas
telah ditetapkan indikatornya.
Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua
dapat diamati.
Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.
Pengumpulan informasi untuk penilaian pembelajaran yang mendidik dalam
bentuk penilaian unjuk kerja dilakukan melalui pengamatan atau observasi.
Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan
tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai kemampuan lompat jauh
peserta didik, misalnya dilakukan pengamatan atau observasi yang beragam, seperti:
teknik mengambil awalan, teknik tumpuan, sikap/posisi tubuh saat di udara, teknik
mendarat. Dengan demikian, gambaran kemampuan peserta didik akan lebih utuh.
Untuk memudahkan perekaman informasi, di dalam melakukan pengamatan telah
disusun instrumen pencatatan seperti daftar cek (check-list), atau skala penilaian
(rating scale), atau catatan kumulatif unjuk kerja (cumulative-record). Contoh
perekaman informasi sesuai bentuk instrumen pencatatan telah dibahas dalam Unit 5
Bahan Ajar Cetak ini.
Penilaian Sikap
6-224 Unit 6
kasus yang lain, peserta didik memiliki sikap negatif terhadap kegiatan
ekspor kayu glondongan ke luar negeri.
Contoh perekaman informasi dalam bentuk penilaian sikap sesuai bentuk instrumen
pencatatan telah dibahas dalam Unit 5 Bahan Ajar Cetak ini.
Penilaian Tertulis
Penilaian Proyek
6-226 Unit 6
kemampuan penyelidikan, dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada
mata pelajaran tertentu secara jelas.
Dalam mengumpulkan informasi melalui penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga)
hal yang perlu dipertimbangkan yaitu, (a) kemampuan peserta didik dalam memilih
topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan
laporan, (b) kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran, dan (c) keaslian
hasil karya peserta didik, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa
petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
Perlu diingat bahwa informasi yang dikumpulkan melalui penilaian proyek harus
mencakup informasi mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir
proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai,
seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan
tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster.
Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat atau instrumen penilaian berupa
daftar cek ataupun skala penilaian. Contoh perekaman informasi dalam penilaian
proyek sesuai bentuk instrumen pencatatan telah dibahas dalam Unit 5 Bahan Ajar
Cetak ini.
Penilaian Produk
Penilaian Portofolio
6-228 Unit 6
Guru mengumpulkan informasi dengan cara menilai apakah hasil karya
peserta didik yang dijadikan bahan penilaian portofolio merupakan hasil
karya asli yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
Saling percaya antara guru dan peserta didik.
Dalam mengumpulkan informasi untuk penilaian pembelajaran, antara guru
dan peserta didik harus terbina hubungan saling percaya, saling memerlukan
dan saling membantu sehingga terjadi proses pendidikan berlangsung dengan
baik.
Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik.
Informasi yang dikumpulkan guru dalam penilaian pembelajaran yang
mendidik perlu dijaga kerahasiaannya dengan baik dan tidak disampaikan
kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan sehingga memberi dampak
negatif proses pendidikan.
Milik bersama (joint ownership) antara peserta didik dan guru.
Informasi yang dikumpulkan dalam penilaian pembelajaran dalam bentuk
penilaian portofolio merupakan informasi yang dimiliki bersama oleh guru
dan peserta didik; kedua belah pihak perlu mempunyai rasa memiliki berkas
portofolio sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang
dikumpulkan dan akhirnya akan berupaya terus meningkatkan
kemampuannya.
Kepuasan.
Informasi yang dikumpulkan dari hasil kerja portofolio sebaiknya berisi
keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta didik untuk
lebih meningkatkan pengembangan diri.
Kesesuaian.
Informasi yang dikumpulkan adalah informasi berdasarkan hasil kerja yang
sesuai dengan kompetensi yang tercantum dalam rencana pembelajaran atau
dalam kurikulum yang telah disusun sebelumnya.
Penilaian proses dan hasil.
Informasi yang dikumpulkan dalam penilaian portofolio hendaknya
mencakup penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran. Proses belajar
yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja dan karya
peserta didik.
Penilaian dan pembelajaran.
Informasi yang dikumpulkan dalam penilaian portofolio merupakan informasi
yang tak terpisahkan dari keseluruhan penilaian proses dan hasil
6-230 Unit 6
tujuan portofolio, sehingga orangtua dapat membantu dan memotivasi
anaknya.
Contoh perekaman informasi dalam penilaian portofolio sesuai bentuk instrumen
pencatatan telah dibahas dalam Unit 5 Bahan Ajar Cetak ini.
Penilaian Diri
Pengelolaan informasi hasil penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran
mengacu pada indikator pencapaian kompetensi. Indikator merupakan ukuran,
karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi atau menunjukkan
ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator dirumuskan dengan menggunakan
kata kerja operasional yang dapat diukur, seperti: mengidentifikasi, menghitung,
membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mempraktekkan,
mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan.
Agar pengelolaan informasi hasil penilaian tepat maka di dalam mengembangkan
indikator pencapaian kompetensi, guru perlu memperhatikan perkembangan dan
kemampuan setiap peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan
menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar, hal ini sesuai dengan
6-232 Unit 6
keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Indikator-indikator pencapaian
hasil belajar dari setiap kompetensi dasar merupakan acuan yang digunakan untuk
melakukan pengelolaan informasi hasil penilaian.
Pengelolaan informasi hasil penilaian dilakukan dalam bentuk kegiatan
mengolah, menganalisis, dan menginterpretasi informasi (data) penilaian sesuai
dengan bentuk penilaian yang digunakan oleh guru.
1. Pengelolaan Data Penilaian Unjuk Kerja
Data penilaian unjuk kerja adalah skor yang diperoleh dari pengamatan yang
dilakukan terhadap penampilan peserta didik dari suatu kompetensi. Skor diperoleh
dengan cara mengisi format penilaian unjuk kerja yang dapat berupa daftar cek atau
skala penilaian. Nilai yang dicapai oleh peserta didik dalam suatu kegiatan unjuk
kerja adalah hasil pengolahan dan analisis skor pencapaian dibagi skor maksimum
dikali 10 (untuk skala 0 -10) atau dikali 100 (untuk skala 0 -100). Misalnya, dalam
suatu penilaian unjuk kerja pidato, ada 8 aspek yang dinilai, antara lain: berdiri
tegak, menatap kepada hadirin, penyampaian gagasan jelas, sistematis, dan
sebagainya. Apabila seseorang mendapat skor 6, skor maksimumnya 8, maka nilai
yang akan diperoleh peserta didik bersangkutan adalah (6/8) x 10 = 0,75 x 10 = 7,5.
Nilai 7,5 yang dicapai peserta didik tersebut mempunyai arti bahwa peserta didik
telah mencapai 75% dari kompetensi ideal yang diharapkan untuk unjuk kerja
tersebut. Apabila ditetapkan batas ketuntasan penguasaan kompetensi minimal 70%,
maka untuk kompetensi tersebut dapat dikatakan bahwa peserta didik telah
mencapai ketuntasan belajar. Dengan demikian, peserta didik tersebut dapat
melanjutkan ke kompetensi berikutnya.
2. Pengelolaan Data Penilaian Sikap
Data penilaian sikap bersumber dari catatan harian peserta didik berdasarkan
pengamatan atau observasi guru mata pelajaran. Data hasil pengamatan guru dapat
dilengkapi dengan hasil penilaian berdasarkan pertanyaan langsung dan laporan
pribadi.
Seperti telah diutarakan sebelumnya, hal yang harus dicatat dalam buku Catatan
Harian peserta didik adalah kejadian-kejadian yang menonjol, yang berkaitan dengan
sikap, perilaku, dan unjuk kerja peserta didik, baik positif maupun negatif. Yang
dimaksud dengan kejadian-kejadian yang menonjol adalah kejadian-kejadian yang
perlu mendapat perhatian, atau perlu diberi peringatan dan penghargaan dalam
rangka pembinaan peserta didik. Pada akhir semester misalnya, guru mata pelajaran
merumuskan sintesis, sebagai deskripsi dari sikap, perilaku, dan unjuk kerja peserta
didik dalam semester tersebut untuk mata pelajaran yang bersangkutan. Deskripsi
Prosedur ini juga dapat digunakan dalam menghitung skor perolehan peserta didik
untuk soal berbentuk benar salah, menjodohkan, dan jawaban singkat. Keempat
bentuk soal terakhir ini juga dapat dilakukan penskoran secara objektif dan dapat
diberi skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.
Soal bentuk uraian dibedakan dalam dua kategori, uraian objektif dan uraian non-
objektif. Uraian objektif dapat diskor secara objektif berdasarkan konsep atau kata
kunci yang sudah pasti sebagai jawaban yang benar. Setiap konsep atau kata kunci
yang benar yang dapat dijawab peserta didik diberi skor 1. Skor maksimal butir soal
adalah sama dengan jumlah konsep kunci yang dituntut untuk dijawab oleh peserta
didik. Skor capaian peserta didik untuk satu butir soal kategori ini adalah jumlah
konsep kunci yang dapat dijawab benar, dibagi skor maksimal, dikali dengan 100.
6-234 Unit 6
Soal bentuk uraian non objektif tidak dapat diskor secara objektif, karena
jawaban yang dinilai dapat berupa opini atau pendapat peserta didik sendiri, bukan
berupa konsep kunci yang sudah pasti. Pedoman penilaiannya berupa kriteria-kriteria
jawaban. Setiap kriteria jawaban diberikan rentang nilai tertentu, misalnya 0 - 5.
Tidak ada jawaban untuk suatu kriteria diberi skor 0. Besar-kecilnya skor yang
diperoleh peserta didik untuk suatu kriteria ditentukan berdasarkan tingkat
kesempurnaan jawaban dibandingkan dengan kriteria jawaban tersebut.
Skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan berbagai bentuk tes tertulis
perlu digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan kompetensi dasar dan standar
kompetensi mata pelajaran. Dalam proses penggabungan dan penyatuan nilai, data
yang diperoleh dengan masing-masing bentuk soal tersebut juga perlu diberi bobot,
dengan mempertimbangkan tingkat kesukaran dan kompleksitas jawaban. Nilai
akhir semester ditulis dalam rentang 0 sampai 10, dengan dua angka di belakang
koma. Nilai akhir semester yang diperoleh peserta didik merupakan deskripsi tentang
tingkat atau persentase penguasaan Kompetensi Dasar dalam semester tersebut.
Misalnya, nilai 6,50 dapat diinterpretasikan peserta didik telah menguasai 65% unjuk
kerja berkaitan dengan Kompetensi Dasar mata pelajaran dalam semester tersebut.
4. Pengelolaan Data Penilaian Proyek
Data penilaian proyek meliputi skor yang diperoleh dari tahapan-tahapan suatu
kegiatan, yang meliputi (a) tahapan perencanaan atau persiapan, (b) tahapan
pengumpulan data, (c) tahapan pengolahan data, dan (d) tahapan penyajian data
dalam bentuk laporan. Dalam menilai setiap tahapan kegiatan tersebut, guru dapat
menggunakan skor yang terentang dari skor 1 sampai skor 4. Skor 1 merupakan skor
terendah dan skor 4 adalah skor tertinggi untuk setiap tahapan kegiatan. Dengan
demikian, total skor terendah untuk keseluruhan tahap adalah 4 dan total skor
tertinggi adalah 16. Perhatikan contoh deskripsi pengelolaan data penilaian proyek
dan penskoran untuk masing-masing tahapan kegiatan seperti tertera dalam Tabel 6
berikut ini.
Tabel 6
Deskripsi dan Perskoran Proyek Peserta Didik
Tahap Deskripsi Skor
Perencana- Memuat topik, tujuan, bahan/alat, langkah-langkah kerja, jadwal, 1- 4
an/ persiapan waktu, perkiraan data yang akan diperoleh, tempat penelitian, daftar
pertanyaan atau format pengamatan yang sesuai dengan tujuan.
Pengumpulan Data tercatat dengan rapi, jelas dan lengkap. Ketepatan 1- 4
data menggunakan alat atau bahan.
6-236 Unit 6
Tahap Deskripsi Skor
sesuai kegunaan/fungsinya;
Produk memenuhi kriteria keindahan.
Langkah terakhir yang dilakukan guru dalam pelaksanaan penilaian proses serta
hasil belajar dan pembelajaran adalah menentukan apakah peserta didik telah
berhasil menguasai suatu kompetensi sesuai dengan indikator yang telah diteta[kan
sebelumnya. Penilaian dilakukan pada waktu pembelajaran atau setelah
pembelajaran berlangsung. Sebuah indikator dapat dijaring dengan beberapa soal
atau tugas.
Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD)
ditetapkan antara 0% – 100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator lebih
besar dari 60%. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian
indikator, apakah 50%, 60% atau 70%. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi
sekolah, seperti tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator
dan daya dukung guru serta ketersediaan sarana dan prasarana. Namun, kualitas
sekolah akan dinilai oleh pihak luar secara berkala, misalnya melalui ujian nasional.
Hasil penilaian ini akan menunjukkan peringkat suatu sekolah dibandingkan dengan
sekolah lain (benchmarking). Melalui pemeringkatan ini diharapkan sekolah terpacu
6-238 Unit 6
untuk meningkatkan kualitasnya, dalam hal ini meningkatkan kriteria pencapaian
indikator semakin mendekati 100%.
Apabila nilai peserta didik untuk indikator pencapaian sama atau lebih besar dari
kriteria ketuntasan, dapat dikatakan bahwa peserta didik itu telah menuntaskan
indikator itu. Apabila semua indikator telah tuntas, dapat dikatakan peserta didik
telah menguasai KD bersangkutan. Dengan demikian, peserta didik dapat
diinterpretasikan telah menguasai SK dan mata pelajaran. Apabila jumlah indikator
dari suatu KD yang telah tuntas lebih dari 50%, peserta didik dapat mempelajari KD
berikutnya dengan mengikuti remedial untuk indikator yang belum tuntas.
Sebaliknya, apabila nilai indikator dari suatu KD lebih kecil dari kriteria ketuntasan,
dapat dikatakan peserta didik itu belum menuntaskan indikator itu. Apabila jumlah
indikator dari suatu KD yang belum tuntas sama atau lebih dari 50%, peserta didik
belum dapat mempelajari KD berikutnya. Perhatikan contoh perhitungan nilai
kompetensi dasar dan ketuntasan belajar pada satu mata pelajaran tertentu seperti
tertera dalam Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8
Perhitungan Nilai Kompetensi Dasar dan Ketuntasan Belajar
Mata Pelajaran IPS SD/MI
Nilai
Kompetensi Kriteria
Indikator peserta Ketuntasan
Dasar Ketuntasan
didik
Menganalisis 1. Menganalisis keterkaitan 60% 60 Tuntas
dinamika dan teori tektonik lemeng
kecenderungan terhadap persebaran
perubahan gunung api, gempa bumi
litosfer dan dan pembentukan relief
pedosfer serta muka bumi 60% 59 Tidak
dampaknya 2. Mengidentifikasi ciri Tuntas
terhadap bentang lahan sebagai
kehidupan di akibat proses pengikisan 50% 59 Tuntas
muka bumi dan pengendapan
3. Mengidentifikasi
degradasi lahan dan
dampaknya terhadap
kehidupan.
6-240 Unit 6
Latihan
Setelah mempelajari secara intensif materi Subunit 6.2 di atas, kerjakanlah soal-soal
berikut ini pada lembaran kertas tersendiri.
1. Pelaksanaan penilaian pembelajaran yang mendidik diawali dengan kegiatan
pengumpulan informasi yang dibutuhkan. Jelaskan persyaratan informasi
yang harus dikumpulkan untuk keperluan penilaian pembelajaran yang
mendidik tersebut!
2. Apakah informasi yang dikumpulkan dalam bentuk penilaian portofolio sama
dengan informasi yang dikumpulkan dalam bentuk penilaian proyek?
Jelaskan jawaban Anda!
3. Jelaskan cara mengelola informasi dalam rangka penilaian pembelajaran yang
mendidik!
6-242 Unit 6
Tes Formatif Unit 6
1. Penilaian pembelajaran yang mendidik dilaksanakan oleh guru sesuai dengan
prinsip penilaian pembelajaran, yaitu sebagai:
a. Bagian utuh dari keseluruhan proses pembelajaran
b. Kegiatan akhir yang dilakukan guru
c. Kegiatan untuk mengisi laporan kemajuan belajar
d. Tugas yang harus dikerjakan guru
2. Penilaian pembelajaran yang mendidik harus berpusat pada kepentingan peserta
didik karena:
a. Peserta didik yang menentukan rencana pembelajaran
b. Peserta didik menjadi kunci pembalajaran
c. Peserta didik yang harus mengetahui pencapaian kompetensinya
d. Peserta didik yang menentukan pencapaian kompetensinya
3. Di dalam melaksanakan penilaian pembelajaran yang mendidik, terlebih dahulu
guru harus:
a. Menetapkan tujuan penilaian pembelajaran
b. Menetapkan indikator pencapaian kompetensi
c. Menetapkan teknik penilaian yang digunakan
d. Menetapkan lingkup materi pembelajaran yang dinilai
4. Penilaian pembelajaran yang mendidik bertujuan untuk memperoleh informasi
tentang:
a. Hasil belajar peserta didik
b. Hasil pembelajaran guru
c. Proses dan hasil pembelajaran
d. Pencapaian kompetensi peserta didik
5. Penilaian pembelajaran yang mendidik merupakan kegiatan guru yang berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang:
a. Pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik
b. Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik satu semester
c. Nilai peserta didik yang akan diisi dalam rapor peserta didik
d. Keberhasilan guru dalam mengelola pembelajaran
6. Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi dasar menggunakan alat ukur
oleh peserta didik, maka teknik penilaian yang paling tepat digunakan guru
adalah:
a. Teknik penilaian tertulis
6-244 Unit 6
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
6-246 Unit 6
melainkan mencakup aspek perencanaan, pengumpulan, pengolahan, dan
penyajian data yang berkaitan dengan proyek yang dikerjakan.
9. c (Indikator pencapaian kompetensi oleh peserta didik), karena penilaian
pembelajaran yang mendidik dimaksudkan untuk mengukur pencapaian
kompetensi dan tidak sekedar untuk memperoleh informasi tentang hasil belajar
peserta didik pada akhir proses pembelajaran, atau kebutuhan guru untuk
mengambil keputusan pembelajaran, atau hasil pembelajaran yang telah dikelola
oleh guru.
10. b (Validitas dan reliabilitas), karena informasi yang dikumpulkan dalam
penilaian pembelajaran yang mendidik baru ada manfaatnya apabila informasi
tersebut valid dan reliabel. Informasi yang valid dan reliabel biasanya memiliki
kesesuaian dengan kebutuhan, kegunaan, keakuratan, kebenaran, dan ketepatan.
6-248 Unit 6
Glosarium
Kompetensi= seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.
Penilaian = berasal dari akar kata “nilai” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran
“an”, yang di dalam proses pembelajaran diartikan sebagai kegiatan
mengukur pencapaian kompetensi oleh peserta didik. Tetapi secara
prinsip, penilaian dalam proses pembelajaran berarti mengukur aspek
masukan (input), proses, dan hasil pembelajaran.
Domain= ranah atau bagian dari potensi psikis yang dimiliki seseorang.
Validitas = sahih, yang menggambarkan ketepatan alat ukur dalam menilai apa
yang dinilai.