Anda di halaman 1dari 7

Kelompok 8

- Tania Wuisan
- Silviany Pai
- Yeremia Kaawoan

TEOLOGI SEJARAH DAN TEOLOGI PENGHARAPAN

A. TEOLOGI SEJARAH

Pada tahun 1950, di Jerman mulai bermunculan suatu tekanan teologi yang baru.
Gerakan itu terlihat dilakukan oleh beberapa sarjana-sarjana teologi baru seperti: Ulrich
Wilckens, Rolf Rendtorff dan Klaus Koch. Tetapi pusat gerakan baru ini dibentuk secara
sistematis oleh Profesor muda Teologia Sistematik di Univ. Mainz, yaitu Wolfhart
Pannenberg. Pada mulanya gerakan itu diberi julukan “perkumpulan Pannenberg”, tetapi
lama-kelamaan disebut sebagai “Teologi Sejarah”.1 Pannenberg dilahirkan di Stettin, Jerman,
pada tahun 1928. Ia belajar teologi di beberapa universitas terkemuka seperti Universitas
Berlin, Gottingen, Basel, dan Heidelberg. Di Universitas Basel, ia menjadi murid Karl Barth.
Kemudian ia menjadi Dosen teologi di Universitas Heidelberg pada tahun 1955. Tahun 1958
ia pindah ke seminari gereja di Wuppertal dan di sana ia menjadi teman sejawat Jurgen
Moltmann. Pada tahun 1961, Pannenberg menjadi dosen teologi sistematik di Universitas
Mainz, namun pada tahun 1968 ia pindah ke Universitas Muenchen. 2

Pada perkembangannya, banyak orang menghubungkan gerakan Pannenberg ini


dengan Jurgen Moltmann yang mengeluarkan “Teologi Pengharapan”. Memang keduanya
memiliki perhatian yang sama tentang Sejarah dan Iman. Tetapi ada beberapa perbedaan-
perbedaan yang tajam. Moltmann sama sekali tidak tertarik, seperti Pannenberg, untuk
mendasarkan iman pada sejarah. Menurut Pannenberg, iman berhubungan dengan masa yang
lalu. Menurut Moltmann, iman berhubungan dengan masa yang akan datang.

Keduanya menyatakan sentralitas dari kebangkitan untuk kepercayaan Kristen. Tetapi


Moltmann memungkiri minat kepada kebangkitan tubuh sebagai yang “tidak
bersangkutpaut,” sebaliknya Pannenberg menyadari bahwa terjadinya kebangkitan tubuh
dalam sejarah sebagai hal yang penting dan bersifat inti dalam kekristenan Perjanjian Baru.

1
Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris abad Ke 20, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 107
2
Wellem F. D, Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),155

1
Pannenberg menekankan bahwa wahyu Allah tidak datang langsung kepada manusia,
tetapi selalu menjadi suatu pengantara, yaitu melalui kejadian-kejadian sejarah, dan sejarah
tersebut, yang di dalamnya pewahyuan terjadi, bukanlah suatu Wahyu penyelamatan yang
khusus yang dikenal hanya melalui iman. Pannenberg menolak pemisahan antara sejarah
penyelamatan dengan sejarah dunia. Tidak ada wahyu Allah yang langsung dan khusus
seperti Teofani. Menurut Pannenberg, hanya ada wahyu tidak langsung melalui kejadian-
kejadian sejarah.

Arti sejarah dapat ditemukan hanya pada akhirnya, tidak di tengahnya. Akhir sejarah
itu seakan-akan sudah terjadi ketika peristiwa kebangkitan Kristus. Menurut Pannenberg,
sebab kebangkitan Yesus adalah pewahyuan yang mendahului kejadian-kejadian akhir dunia,
maka kebangkitan itu membuat kita sanggup memahami seluruh sejarah. Kebangkitan itu
adalah kunci pengertian setiap hal di dalam sejarah. Tekanan ini merupakan sebab mengapa
banyak orang menyebut ajaran Pannenberg sebagai suatu “teologia Kebangkitan.”

Berbeda dengan Moltmann, Pannenberg mengatakan bahwa ia hendak


menghindarkan segala usaha untuk melepaskan unsur-unsur yang bersifat mitos dari
kebangkitan Kristus (yakni demitologisasi kebangkitan). Bahkan dia tidak ragu-ragu
menyebut peristiwa kebangkitan itu sebagai peristiwa sejarah.3

B. TEOLOGI PENGHARAPAN
3
Harvie Conn, Teologi Kontemporer, (Malang: Literatur SAAT, 2008), 107-110

2
Teologi harapan atau theologie der Hofnung merupakan karya besar yang diterbitkan
tahun 1964. Teologi harapan merupakan karya seorang teolog jerman yang bernama Jurgen
Moltman. Moltman melihat bahwa iman Kristen dilihat sebagai sesuatu yang berada di masa
depan.4 Jurgen Moltman dilahirkan di Hamburg pada tahun 1926. Moltmann berencana
melanjutkan pendidikannya, namun sebaliknya ia pergi berperang sebagai seorang tenaga
pembantu di Angkatan Udara Jerman. Pada 1944, ia terkena wajib militer, dan menjadi
tentara di militer Jerman. Ketika diperintahkan ke Reichswald, sebuah hutan Belgia di garis
depan, ia menyerah pada 1945 dalam kegelapan kepada tentara Inggris pertama yang ia
jumpai. 5Ia menjadi tawanan 1945-1948 di Belgia dan Inggris sebagai tawanan perang.6

Moltmann dan rekan-rekan setahanan merasa tersiksa oleh kenangan dan pikiran-
pikiran yang mengkhawatirkan. Moltmann mengaku telah kehilangan semua pengharapan
dan kepercayaan terhadap budaya Jerman karena Auschwitz dan Buchenwald (kamp-kamp
konsentrasi tempat orang Yahudi dan yang lain-lainnya yang ditentang Nazi ditahan dan
dibunuh). Mereka juga melihat foto-foto yang dipasang secara menantang di gubuk-gubuk
mereka, foto-foto yang gamblang tentang Buchenwald dan kamp konsentrasi Bergen-Belsen.
Moltmann mengaku bahwa penyesalannya begitu mendalam, sehingga ia sering merasa
bahwa ia lebih suka mati bersama-sama dengan rekan-rekannya daripada tetap hidup untuk
menghadapi apa yang telah dilakukan oleh bangsanya.

Moltmann bertemu dengan sekelompok orang Kristen di kamp itu, dan


seorang pendeta tentara Amerika memberikan kepadanya sebuah Perjanjian
Baru dan Mazmur. Perlahan-lahan ia semakin merasakan identifikasi dan mulai
mengandalkan iman Kristen. Setelah Belgia, ia dipindahkan ke sebuah kamp di Skotlandia,
dan di sana ia bekerja dengan orang-orang Jerman lainnya untuk membangun kembali
daerah-daerah yang rusak karena pengeboman. Keramahtamahan penduduk terhadap para
tawanan itu meninggalkan kesan yang mendalam pada dirinya. Pada Juli 1946, ia
dipindahkan untuk terakhir kalinya ke Northern Camp, sebuah penjara Britania yang terletak
dekat Nottingham, Britania. Kamp itu dioperasikan oleh YMCA (Young Men’s Christian
Asocatioan) dan di sana Moltmann bertemu banyak mahasiswa teologi. Di Northern Camp, ia
menemukan buku Reinhold Niebuhr, Nature and Destiny of Man (Hakikat dan Tujuan

4
Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris abad Ke 20, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 113
5
Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 238
6
Wellem F. D, Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),
134

3
Manusia) itu adalah buku teologi pertama yang pernah dibacanya, dan Moltmann mengaku
bahwa buku itu menimbulkan dampak yang hebat terhadap hidupnya. 7

Moltmann mengemukakan konsepnya tentang wahyu atau penyataan sebagai sejarah


janji Allah atau sejarah-firman. Disinilah letak perbedaan antara Pannenberg dan Moltmann.
Pannenberg beranggapan bahwa Allah menyatakan atau mengungkapkan diri di dalam akhir
dari sejarah sebagai rangkuman dari sejarah. Perbedaan ini menurut Moltmann hanya dapat
dipecahkan oleh pandangan yaitu Wahyu atau penyataan dipandang sebagai sejarah janji
Allah yang menampakkan, bahwa penyataan atau wahyu Allah itulah yang eskatologis. 8
Pandangan eskatologi diartikan sebagai janji sebagai dasar harapan di masa yang akan
datang. Hal ini menjadi penekanan dalam pemberitaan injil, di mana penekanan yang paling
banyak adalah janji akan ciptaan baru pada masa yang akan datang. Pengharapan ini
menyangkut keadilan sosial, pemulihan hubungan manusia dan kedamaian untuk seluruh
ciptaan. Gereja melakukan perubahan saat ini berdasarkan pengharapan di masa yang akan
datang.9 Teologi ini menentang struktur dalam masyarakat dan memandang ke arah depan
yang membebaskan dari Allah untuk keluar dari penderitaan dan kedamaian dengan seluruh
ciptaan.

Moltman menggambarkan Allah sebagai hal yang terdalam dari kehidupan manusia.
Allah bukan berada di tempat tinggi namun Ia berjalan mendahului kita menuju masa depan.
Allah yang membebaskan kita dari segala kuasa maut, Ia membangkitkan orang mati dan
mengajarkan kepada kita masa depan serta orang yang memiliki pengharapan. Gambaran
Allah dalam perjanjian lama menurut Moltmann adalah Allah sejarah. Allah menjanjikan
kepada Israel pembebasan di masa yang akan datang pada saat penindasan di Mesir dan itu
dilaksanakan dalam perjalanan Israel. Allah yang mengambil bagian dalam hidup manusia
nyata dalam konsep Allah yang turut menderita. Allah yang disalibkan nyata dalam diri
Yesus Kristus, Ia mati dan bangkit dari maut menyatakan akan harapan kebangkitan dari
kematian.10

Inti teologi harapan Jurgen Moltmann adalah teologi yang mewujudkan praktek dan
perealisasian pengutusan Kristus kedalam dunia yang sering disebut sebagai teologia politika.

7
Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, Jurgen Moltmann, diakses pada tanggal 22 mei 2019
8
Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris abad Ke 20, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 113-114
9
Tony Lane, 239
10
Harun Hadiwiyono,. 115

4
Eskaologi Kristen bukan bersikap pasif dan menerima saja tetapi memiliki harapan yang
11
dapat diubah bagi masa depan.

Teologi Moltmann adalah teologi futuristik di mana Allah adalah bagian dari masa
yang akan datang. Bagi Moltmann kekekalan hilang di dalam waktu. Allah memenuhi
janjinya tentang masa yang akan datang dalam janji sebuah harapan yang akan diwujudkan.
Harapan akan masa depan atau eskatologi dimengerti sebagai keterbukaan akan masa depan.
Masa akan datang adalah suatu kuantitas yang tidak dikenal baik manusia maupun Allah.
Kematian dan kebangkitan Kristus adalah jaminan Allah akan masa yang akan datang yakni
kebangkitan akhir. Manusia seharusnya tidak pasif dalam menanti masa depan dan
melakukan perubahan masa kini sebagai wujud pengharapan masa datang. Tujuan gereja
adalah membawa perdamaian sosial, melakukan revolusi yang pantas, dan melakukan
pengharapan masa depan pada saat ini.12

11
Harun Hadiwijono, 122
12
Harvey Conn 98-101.

5
KESIMPULAN

Teologi Sejarah yang dikemukakan Pannenberg merupakan reaksi terhadap Karl


Barth dan Rudolf Bultmann yang kurang menempatkan sejarah biasa dalam teologinya.
Menurut Pannenberg, Barth terlalu memisahkan antara sejarah keselamatan dengan sejarah
biasa. Sedangkan Bultmann menghilangkan sejarah biasa. Sebab hal percaya adalah peristiwa
sekarang dan di sini, semata-mata di dalam suatu kep utusan eksistensial. Pannenberg
menekankan bahwa Allah menyatakan diri di dalam sejarah biasa manusia. Sejarah biasa dan
sejarah keselamatan tidak boleh dibedakan dan dipisahkan. Sedangkan Teologi pengharapan
Jurgen Moltmann menekankan hal penting dalam hidup umat beriman yakni pentingnya
menaruh harapan kepada Kristus. Pengalaman penderitaan pribadi dan juga kehancuran
bangsa Jerman menyadarkan Moltmann akan pentingnya harapan terjadinya perubahan hidup
ke arah yang lebih baik di masa depan. Pengharapan ini bukan tanpa Allah, tetapi bersandar
pada Allah, secara khusus Salib dan Kebangkitan Kristus. Inilah landasan pengharapan
Kristiani. Akan tetapi, iman akan Kristus ini harus diwujudkan dalam tingkah laku konkret
yakni mengubah dunia yang penuh penderitaan ini menjadi dunia yang lebih baik.

6
DAFTAR PUSTAKA

Conn, Harvie M. 2008. Teologia Semesta Kontemporer. Malang: Gandum Mas

Hadiwijono, Harun. 2000. Teologi Reformatoris abad Ke 20. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Lane, Tony. 1990. Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Willem F. D. 2015 Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah gereja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, Jurgen Moltmann, download tanggal 22


Mei 2019, tersedia di id.wikipedia.org/wiki/Jürgen_Moltmann

Anda mungkin juga menyukai