Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIK KLINIK PADA TN.

‘H’

DENGAN KASUS HALUSINASI PENDENGARAN DI KLINIK


KESEHATAN MENTAL AVICENA

NNAMA : SUSANTI . LEUNA


NIM : P1712035

C1 LAHAN C1 INSTITUS

…………… …………………..

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber
atau penyebab halusinasi itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari
halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik
sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang
diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. 
Halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir
tidak dijumpai pada keadaan lain.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri (self esteem) dan
keutuhan keluarga dapat merupakan penyebab terjadinya halusinasi. Ancaman terhadap harga
diri dan keutuhan keluarga meningkatkan kecemasan. Gejala dengan meningkatnya kecemasan,
kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi, mengenal perbedaan antara apa yang
dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun, sehingga segala sesuatu diartikan berbeda dan
proses rasionalisasi tidak efektif tagi. Hal ini mengakibatkan lebih sukar lagi membedakan mana
rangsangan yang berasal dari pikirannya sendiri dan mana yang dari lingkungannya.
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah
atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar
atau dirasakan).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
(Varcarolis, 2006).
Halusinasi pendengaran adalah individu mendengar suara yang menertawakan, mengejek atau
mengancam padahal sebenarnya tidak ada suara disekitarnya, suara-suara tersebut dapat berupa
manusia, hewan, mesin, barang, kejadian alamiah dan mistik.
2.2. Etiologi
A. Faktor Predisposisi
a) Faktor Genetic : Telah diketahui bahwa secara genetic halusinasi diturunkan melalui
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom yang keberapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini, sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
b)  Faktor Neurobiology : Pada halusinasi ditemukan adanya korteks prefrontal dan
korteks limbaks yang tidak berkembang penuh serta menjadi penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal.
c) Study Neurotransmitter : Halusinasi diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmiter, dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
d) Teori Virus : Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi
faktor predisposisi halusinasi.
e) Psikologi : Kondisi psikologi menjadi faktor predisposisi antara lain yang diperlukan
oleh ibu yang over protektif, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
B. Faktor Presipitasi
a) Berlebihan proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan memproses
informasi di talamus dan frontal otak.
b) Mekanisme penghantaran listrik disyaraf terganggu.
c) Gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkunga, sikap dan perilaku seperti pada
tanda dan gejala.
C. Mekanisme Koping
Regresi, menjadi masalah beraktifitas sehari-hari.
2.3. Tanda dan Gejala
1. Cenderung menarik diri, sering didapatkan individu duduk terpaku dengan pandangan mata
pada satu orang.
2. Cenderung mempunyai rasa takut, gelisah dan kadang menangis.
3. Kadang tersenyum dan bicara sendiri.
4. Tiba-tiba marah dan menyerang orang lain.
5. Melakukan kegiatan karena ada sesuatu yang menakutkan.
6. Menurut individu, individu mengatakan ia merasa takut melihat temanya yang sudah
meninggal, mengancam akan membunuh.

Halusinasi berkembang melalui 4 tahap, yaitu:


1. Fase pertama atau Camforting (Ansietas Sedang)
a. Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak yang
tidak dapat diselesaikan.
b.  Klien mulai melamun dan memikirkan tentang hal-hal yang menyenangkan, cara ini
hanya akan menolong sementara waktu, klien masih dapat mengontrol kesadaran dan
dapat mengontrol pikiranya, namun intensitas presepsi meningkat.

2. Fase kedua atau Condemning (Ansietas Berat)


a. Kecemasan meningkat yang berhubungan dengan pengalaman interpersonal dan
eksternal, pelamun, berfikir sendiri jadi pedoman.
b.    Mulai diserahkan oleh bisikan yang tidak jelas.
c.   Klien tidak ingin orang lain tahu dan ia tetap dapat mengontrol.

3. Fase  ketiga atau Controling (Ansietas Berat)


a. Bisikan suara : isi halusinasi  makin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.
b. Klien menjadi terbiasa dan menjadi tidak percaya dengan halusinasinya.

4. Fase keempat atau Conguering (Panik)


a. Halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarah
b. Klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan  secara
nyata dengan orang lain di lingkungan.
2.4. Rentang Respons

            Rentang Respons Halusinasi atau Neurobiologic

Respon Adaptif                                                            Respon Maladaptif


Pikiran logis                               Distribusi pikiran                           Gangguan Pikiran
Persepsi Akurat                         Ilusi                                                  Halusinasi
Emosi Konsisten                        Reaksi Emosi                                 Kerusakan Poros
Dengan Pengalaman                Berlebihan atau Kurang               Emosi
Perilaku Sesuai                          Perilaku Tidak Sesuai                   Perilaku Diorganisasi
Hubungan Sosial                       Menarik diri

Respon Klien:
a) Apa yang dilakukan klien saat pengalaman halusinasi
b) Apakah masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau tidak berdaya lagi terhadap
halusinasi.

2.5. Akibat Halusinasi


Resiko menciderai sendiri, orang lain, dan lingkungan, klien yang mengalami dapat kehilangan
kontrol dirinya, sehingga bisa membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan merusak
lingkungan.
Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase IV dimana klien mengalami panik dan
perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.
Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realistik terhadap lingkunganya. Dalam
situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan.

2.6. Pohon masalah


STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 

Masalah Utama           : Halusinasi pendengaran


A.    PROSES KEPERAWATAN
1.      Kondisi klien:
a) Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
b) Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
c) Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak jelas
serta melihat setan-setan.
2.      Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
3.     Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
a) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan dari STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR yang akan merawat bapak Nama Saya SUSANTI, senang dipanggil santi. Nama
bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apakah bapak  mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering di dengar
suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada
waktu sendiri?”
” Apa yang bapak  rasakan pada saat mendengar suara itu?”
 ”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik
suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan
kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak  bilang, pergi saya tidak
mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu
tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak H
sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan H  setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul lagi,
silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa H?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama
kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: 


       bercakap-cakap dengan orang lain 
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya Bagus
! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini
saja?
Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman
untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong,
saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara.
Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali
lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta
sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih
cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi”

Anda mungkin juga menyukai